Tumgik
#mendapatkan pendidikan yang layak
wwwintinewscoid · 1 month
Text
Telaah Metode Modernisasi Pendidikan Pesantren
INTINEWS.CO.ID, OPINI – Telaah metode modernisasi pendidikan pesantren. Tantangan perubahan zaman menuntut para pecinta pesantren untuk segera mendesain ulang langkah-langkah modernisasi yang hendak ditempuh. Ada beberapa prinsip yang tidak boleh terlepas, apalagi hilang, dari desain ini, yaitu eksistensi kiai, kitab kuning, masjid, dan pondok. Ilustrasi, oleh Popy, (3/4). Perkembangan terakhir,…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
hellopersimmonpie · 4 months
Text
Sore-sore sambil masak, gue nonton podcast-nya Indah G yang mewawancarai dua caleg muda. Dengan biaya politik yang tinggi, kesempatan untuk menjadi caleg bakal lebih terbuka untuk anak-anak muda yang privileged. Gue jadi mikir kalau anggota legislatif nantinya cuma berisi wakil dari kalangan atas yang nggak pernah nyentuh akar rumput, gimana mereka bisa punya perspektif masyarakat kalangan bawah?
Gue bukan butthurt atau meremehkan orang-orang kaya. Tapi sudut pandang yang diverse itu penting banget buat memikirkan kebijakan. Selama kerja di kampus, gue tuh pernah menjadi anggota senat yang merumuskan peraturan akademik. Gue juga pernah menjabat sebagai sekretaris prodi yang mengeksekusi aturan yang dirumuskan senat. Meskipun saat menduduki posisi senat, gue tuh bukan yang vokal banget, tapi gue cukup dapat pembelajaran betapa pentingnya menata perspective untuk decision making dan perumusan kebijakan.
Pernah gue tuh mewawancara mahasiswa untuk menentukan apakah ia layak mendapatkan keringanan UKT atau tidak. Dari luar, mahasiswa ini menggunakan barang branded (keyboard mechanics, headset gaming, Ipad). Guepun mendalami "Darimana barang-barang branded tersebut?"
"Apakah dia ada keinginan untuk berhenti membeli barang branded?"
Gue tau ini kejauhan. Pertanyaan pertama tuh gue tanyakan sebagai sekretaris prodi yang perlu tahu kondisi ekonomi mahasiswa. Sementara pertanyaan kedua tuh gue tanyakan secara personal untuk menggali motivasi dia membeli barang branded karena gue khawatir dia akan terjebak hedonic treadmill.
Mahasiswa gue menjawab bahwa barang tersebut dia beli untuk kenyamanan kerja. Karena selama ini dia bekerja sebagai ilustrator yang harus menanggung kebutuhan keluarga bareng kakaknya. Selama ini, uangnya cukup untuk itu.
Tapi selama dua bulan ini kakaknya menganggur dan belum dapat kerja lagi jadi uangnya nggak cukup lagi untuk bayar SPP. Kalau ada uang lagi, dia nggak akan beli pernak-pernik keyboard mechanics karena menurut dia yang seperti itu aja sudah cukup.
Pas ngobrolin hasil interview sama temen, temen gue bilang:
"Ya harusnya dia nggak usah beli barang-barang kayak gitu. Mending utamakan kebutuhan pokok dulu"
Selama kuliah, gue juga kuliah sambil kerja. Gue tau persis gimana rasanya kelelahan dan pengen beli sesuatu untuk bikin kita nyaman. Ini bukan romantisasi keadaan yang dikit-dikit self reward. Tapi ya karena emang saking capeknya.
Dari obrolan tersebut, kami berdua akhirnya menata perspective bahwa pendidikan yang berkualitas sampai sarjana harusnya accessible untuk semua kalangan. Kalaupun si mahasiswa tersebut sampai nggak dapet keringanan UKT, itu karena uang dari kampus nggak cukup. Bukan karena ia tidak berhak. Menanggung kebutuhan keluarga di usia segitu sangat tidak ideal meskipun dia mampu di tahun-tahun awal kuliah.
Untuk sesuatu yang dekat aja, kita bisa punya perspective yang beda banget. Apalagi untuk yang luas dan jauh.
Pernah ada masanya gue tuh percaya sama meritokrasi. Sampai pada akhirnya gue belajar tentang konsep balancing dalam Game Design. Orang-orang privileged itu layaknya pemain yang punya banyak duit sehingga mereka bisa melakukan top up untuk mendapatkan skill tertentu. Sementara orang-orang miskin itu ibarat free player yang harus push rank cukup lama dan memanfaatkan random event untuk naik level. Antara orang yang privileged dan nggak privileged itu nggak akan pernah balance. Seorang anggota legislatif itu ibarat game designer yang merancang "dunia" agar orang-orang yang tidak privileged ini tetap merasakan kehidupan yang baik sebagai manusia. Tetap punya waktu luang untuk bonding dengan keluarga. Tetap makan makanan bergizi. Tetap punya ruang hidup yang layak tanpa mengalami gentrifikasi atau berebut dengan industri. Sistem meritokrasi tidak akan pernah adil karena kalau ada orang-orang non privileged bisa naik kelas manjadi crazy rich, itu ya sebagian kecil aja. Kalau kita menjadikan contoh kasus seperti itu sebagai sesuatu yang sangat mungkin terjadi, kita sudah terjebak dalam survivorship bias.
Instead of mendorong orang-orang yang tidak privilege untuk melakukan mobilitas sosial, gue lebih mikir negara mendorong kebijakan agar masyarakat miskin dan rentan bisa mendapatkan kehidupan yang layak. Dalam arti biarpun uang nggak seberapa tapi sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan ruang hidup yang layak tetap accesible buat mereka.
Gue menghargai perspective banyak orang tapi perspective yang mengatakan bahwa "Orang miskin itu nggak sukses karena mereka kurang usaha" akan terus gue korek sampai bisa membuktikan apakah perspective tersebut benar-benar mewakili kondisi yang sebenarnya ataukah karena kita tone deaf. Bagaimanapun memang ada orang-orang yang memang cuma perlu fokus ke so called "usaha" karena kebutuhan dasarnya sudah terpenuhi. Sementara di sisi lain, ada orang-orang yang harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya baru mikir usaha.
57 notes · View notes
abubuaa · 4 months
Text
Gerakkan KAMMI Mengajar sebagai representatif dari ideologi gerakkan KAMMI untuk ikut berperan dan berkontribusi dalam pendidikan di Indonesia.
Tumblr media
Keresahan yang hadir akan kondisi generasi bangsa dan harapan yang masih tergenggam tanpa pupusnya menjadi kekuatan gerakkan ini akan terus ada, khususnya di daerah terpencil di sekitar dua kampus besar di kota ini yang berisikan orang-orang intelektual yang memikirkan kondisi bangsa kedepan. Namun, mirisnya tak satupun anak-anak disana tersentuh oleh tangan-tangan yang katanya akan membawa misi perbaikan tersebut.
Ada banyak ternyata di pelosok-pelosok yang tidak terjamah, para penerus bangsa tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Bahkan, tidak banyak juga yang memilih untuk putus sekolah. Pendidikan bagi mereka seperti tidak ada nilainya, hal ini menunjukkan kurangnya edukasi kepada mereka tentang begitu pentingnya pendidikan, meskipun disisi lain ada faktor xyz.
Tambahnya lagi, Negeri ini semakin kesulitan mencari orang-orang yang memiliki kredibilitas moral yang tinggi. Kita lihat begitu banyak moralitas memiliki kedudukan rendah dalam bermasyarakat. Negeri ini seperti kehilangan sosok contoh dan teladan yang baik, tak dipungkiri setiap hari berita kriminal, degradasi moral, etik-etik kandas, korupsi dan kasus-kasus negatif disekitar kita yang terus menjadi konsumtif para penerus bangsa kita. Bayangkan...
Mengutip dari Kredo Gerakkan KAMMI, " Kami adalah orang-orang yang senantiasa menyiapkan diri untuk masa depan Islam...." begitulah butir mutiara dari kredo gerakan KAMMI yang menjadi representatif berdirinya gerakkan KAMMI mengajar ini, Karena anak-anak adalah harapan dan pewaris negeri ini, maka melalui Gerakan KAMMI Mengajar harapannya menjadi bagian dari cahaya harapan untuk generasi bangsa kedepan.
Besar harapan Gerakan KAMMI Mengajar ini sebagai pembawa misi perbaikan, menginspirasi anak-anak di jalanan melalui bimbingan belajar agama dengan adanya Taman Pendidikan Al-Qur'an - TPA, dengan harapan anak-anak dididik dengan nilai-nilai Islam, sudah memiliki akhlakul karimah sehingga, ketika mereka kelak sudah beranjak dewasa yang terus melekat adalah nilai-nilai aqidah dan keyakinannya kepada Allah.
Selain itu juga bisa menjadi tempat bertanya bagi mereka, membimbing mereka untuk memahami pelajaran disekolah. Memotivasi mereka untuk terus giat belajar, menjadikan mereka harapan untuk keluarga mereka.
Maka, keyakinan pada Gerakan KAMMI Mengajar menjadi langkah kongkrit yang bisa kita lakukan untuk berkontribusi secara langsung terhadap kemajuan pendidikan di Negeri ini.
Kira-kira seperti itulah pemikiran mahasiswa baru yang diberikan amanah baru sebagai ketua Gerakan KAMMI Mengajar 7 tahun silam.
Hari ini kembali diingatkan,
Terimakasih untuk terus bertumbuh dalam nafas kebermanfaatan.
-Abubua
17 notes · View notes
monicaftr · 1 month
Text
Survive dari Lingkaran Setan
"Kamu lanjut SMA di pesantren aku aja, ngga ada pelajaran sekolahnya, belajar agama semua." Obrolan para sepupu remaja yang sedang galau memilih sekolah lanjutan. "Lagian, perempuan mah ngga usah sekolah tinggi-tinggi, nanti kan jadi ibu rumah tangga juga," lebih makjleb ternyata lanjutannya.
Ayahku bekerja di restoran cepat saji sedang ibuku tidak bekerja membuatku berusaha lebih untuk mendapatkan akses pendidikan yang layak juga baik. Kalau bukan beasiswa, orang tuaku akan ke sekolah untuk meminta keringan untuk membayar SPP. Dan ini berlangsung dari sekolah dasar hingga lulus kuliah.
"Terlahir miskin itu takdir, tapi mati miskin itu pilihan," kata salah seorang motivator. Aku setuju sekali pada saat itu. Tapi, seketika berubah ketika melihat banyak fakta di lapangan bahwa kemiskinan adalah suatu lingkaran setan. Tidak semua orang bisa ke luar dari lingkaran tersebut. Walau belum punya 271T, aku bisa survive karena previlege memiliki orang tua yang mengusahakan pendidikan tinggi serta lingkungan sosial yang juga mendukung hal tersebut.
Pendidikan adalah kunci, tapi pintunya harus kita cari sendiri. Ia juga bukan hanya untuk laki-laki, tapi perempuan juga mesti. Bukan hanya memperbaiki generasi, tetapi juga untuk diri sendiri. Asik, semua pake "i", wk. Perempuan dan pendidikan, ngga puas kalo ikut dibahas di sini.
Dan aku baru sadar tentang lingkungan yang ternyata seberpengaruh itu. Seorang narasumber di kelas online pernah berkata, "kalo kalian mau punya mobil, bergaul sama orang-orang yang punya mobil." Di salah satu akun Youtube influencer juga pernah bilang, "biasain denger kata Miliar biar kalian ngga kaget dan terekam terus di otak kalian." Bisa karena biasa. Ikut wangi karena gaulnya sama tukang minyak wangi. Maka dari itu, buat jadi "bisa" dan "wangi" harus masuk ke lingkungan yang tepat.
2 notes · View notes
wafaauliya · 11 months
Text
Marketplace Guru dalam Tinjauan Prinsip Birokrasi Ideal Max Weber
oleh Devi Ernawati dan Wafa Auliya Insan Gaib
Pendahuluan
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan terkait tata kelola guru serta reformasi birokrasi yang tentu berdampak terhadap kualitas pendidikan Indonesia. Tak terhitung banyaknya guru yang hingga sekarang masih mendapatkan gaji di bawah upah minimum regional, atau guru honorer yang tak kunjung mendapatkan kepastian kapan mereka diangkat menjadi ASN. Salah satu masalah guru yang baru-baru ini sedang ramai dibahas adalah terkait rekrutmen guru. Memang benar bahwa sejak lama, permasalahan ketersediaan guru merupakan hal yang cukup memprihatinkan lantaran upaya pemenuhan guru baru tidak selaras dengan jumlah guru yang pensiun (Andina & Arifa, 2021). Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, Nadiem Makarim, berpendapat bahwa permasalahan kekurangan guru di sekolah-sekolah terjadi akibat perekrutan guru yang tidak real time. Guru bisa pindah, pensiun, mengundurkan diri, atau meninggal sewaktu-waktu tetapi sekolah tidak dapat langsung menggantikan mereka karena harus menunggu perekrutan guru ASN yang terpusat (Hikmia, 2023). 
Sistem rekrutmen guru ASN yang dilakukan secara terpusat dengan mengikuti pola penerimaan CPNS nyatanya memang menuai banyak masalah. Perekrutan sistem CPNS berfokus pada lulusan baru dengan penggunaan batasan usia sehingga tidak memberikan kesempatan bagi mereka yang sedang berada di tengah karier namun telah melebihi usia 35 tahun yang berakibat pada guru yang sudah memiliki pengalaman mengajar justru tidak dapat melakukan seleksi CPNS (Andina & Arifa, 2021). Tidak hanya itu, kebutuhan guru yang selalu ada setiap tahunnya tidak diimbangi dengan penyelenggaraan rekrutmen CPNS guru oleh pemerintah daerah sehingga sekolah-sekolah terpaksa merekrut guru honorer yang berakibat pada melonjaknya jumlah guru honorer dan distribusi guru semakin tidak merata. Berangkat dari permasalahan rekrutmen guru ini, Nadiem Makarim kemudian menciptakan terobosan baru yakni marketplace guru.
Studi Kasus
Marketplace guru dicetuskan oleh Nadiem Makarim dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI pada 24 Mei 2023 sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan rekrutmen guru. Sesuai dengan namanya, sistem marketplace guru sendiri tak ubahnya dengan sistem berbelanja di e-commerce. Marketplace guru merupakan basis data berisi daftar guru yang layak mengajar dan data ini dapat diakses oleh seluruh sekolah di Indonesia. Melalui basis data ini, sekolah dapat merekrut guru secara langsung sesuai dengan kebutuhan dan kualifikasi sekolah berdasarkan dengan data guru yang ditampilkan dalam profil. Sistem rekrutmen guru melalui marketplace ini diperuntukkan bagi para guru dengan syarat telah dinyatakan lulus sebagai calon ASN dan/atau merupakan lulusan pendidikan profesi guru yang memenuhi kualifikasi sebagai calon ASN.  Perekrutan guru yang sebelumnya dilakukan secara terpusat kini dikembalikan kepada kluster sekolah dengan kepala sekolah sebagai pemegang kendali sehingga sekolah tidak perlu menunggu pemerintah daerah maupun pusat membuka formasi ASN. 
Berdasarkan keterangan dari laman Universitas Islam An-Nur Lampung yang termuat dalam portal berita harian Detik.com, sistem operasional rekrutmen guru melalui marketplace ini melalui beberapa tahapan. Pertama adalah penginputan data calon guru ke dalam database yang kemudian akan menampilkan profil lengkap dari para guru. Kedua, profil guru yang ditampilkan dalam database tersebut akan digunakan oleh sekolah-sekolah untuk mengakses informasi terkait kualifikasi dari guru yang dibutuhkan untuk mengisi kekosongan tenaga pengajar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dari sekolah. Ketiga, setelah menemukan kriteria dari calon guru yang sesuai dengan kebutuhan melalui proses seleksi pada marketplace, sekolah dapat langsung melakukan tahapan selanjutnya yakni wawancara sekaligus uji kompetensi yang dilanjutkan dengan keputusan penerimaan dari pihak sekolah. Sistem rekrutmen guru melalui marketplace ini memberikan kuasa penuh kepada sekolah dalam menentukan jalannya proses perekrutan dan penerimaannya di mana pihak sekolah bebas untuk membuat kesepakatan dan menentukan sistem kerja dari guru tersebut apakah sebagai pekerja tetap atau kontrak dengan penentuan insentif berdasarkan performa kinerja serta capaian prestasi yang diraih. 
Selain itu, marketplace guru ini juga menawarkan sistem rekrutmen yang lebih fleksibel dalam hal waktu karena memiliki jangka waktu perekrutan yang lebih pendek serta proses rekrutmen yang dilalui calon guru terbilang lebih cepat, lantaran tahapan seleksi yang dilakukan tidak terlalu banyak. Ditambah lagi dengan penggunaan lokasi seleksi yang tersebar serta dapat diakses dimanapun dan kapanpun, memberikan opsi kepada calon guru sebagai tenaga pengajar dan sekolah sebagai perekrut yang dapat dengan mudah melakukan penyesuaian lokasi kerja. Kemudian, rekrutmen pada sistem marketplace guru ini terbuka dan menyasar berbagai kalangan calon guru dengan rentang usia yang lebih beragam lantaran sistem ini tidak memiliki batasan usia tertentu yang menjadi kriteria dari para calon guru yang akan mendaftar. Terakhir, bentuk seleksinya yang bukan berdasarkan pada perolehan hasil tes tertulis dari materi tertentu yang diujikan meminimalisir standarisasi atas nilai sebagai bahan pertimbangan diterima atau tidaknya calon guru sebagai tenaga pengajar, melainkan lebih pada melihat kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. 
Analisis Teori Berdasarkan Kasus
Kebijakan Nadiem dalam pembentukan sistem marketplace guru sebagai upaya mengatasi masalah rekrutmen guru dalam perspektif Weber masuk ke dalam ranah rasionalitas instrumental yang mencangkup dua hal yaitu tujuan dan alat. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembentukan marketplace guru yakni untuk mengatasi masalah-masalah rekrutmen guru yang tidak dapat terselesaikan lewat rekrutmen CPNS dan PPPK. Sistem rekrutmen lewat CPNS dan PPPK dilakukan secara terpusat sehingga sekolah yang membutuhkan guru harus menunggu hingga CPNS dan PPPK diselenggarakan untuk dapat merekrut guru baru. Berangkat dari permasalahan ini, maka solusi yang ditawarkan sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan membuat sebuah sistem rekrutmen secara real time, melalui penyesuaian proses serta pengelolaan tata cara rekrutmen dengan memanfaatkan teknologi agar lebih efektif dan efisien dalam hal kecepatan dan kemudahan layanan perekrutan yang disediakan. 
Dalam konteks birokrasi, Weber berpendapat bahwa terdapat lima tipe birokrasi ideal yaitu: (1) standarisasi dan formalisasi; (2) pembagian kerja dan spesialisasi; (3) hierarki otoritas; (4) profesionalisasi; serta (5) dokumentasi tertulis (Weber, 1947). Berdasarkan lima tipe ideal birokrasi menurut Weber, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kebijakan marketplace guru ini, meliputi pertama adalah standarisasi dan formalisasi terkait kebijakan marketplace guru. Robbins dalam (Kadir, 2018) menjelaskan bahwa formalisasi dalam organisasi adalah tingkat standarisasi dari pekerjaan dalam organisasi tersebut serta sejauh mana peraturan, instruksi, komunikasi, dan prosedur ditulis. Pada konteks marketplace guru, diperlukan prosedur yang jelas dalam sistem rekrutmen guru serta landasan hukum yang kuat agar hak-hak guru dapat terpenuhi. Apabila prosedur pengangkatan guru tidak jelas serta tidak ada landasan hukum yang melindungi guru, maka tidak menutup kemungkinan bahwa pihak sekolah dapat berlaku semena-mena terhadap guru lantaran proses rekrutmen kini dipegang sepenuhnya oleh sekolah. 
Prinsip kedua yang harus diperhatikan adalah prinsip pembagian kerja dan spesialisasi. Weber berpendapat bahwa birokrasi yang baik adalah ketika setiap orang memiliki bagian kerja yang sesuai dengan keahliannya.  Dalam sistem rekrutmen marketplace guru, pihak sekolah dapat memilih secara langsung guru yang dinilai memiliki kualifikasi sesuai dengan kriteria kebutuhan sekolah. Namun, perlu diingat bahwa guru bukan komoditas yang dapat dipilah-pilih melainkan sebuah pekerjaan yang memiliki hak-hak tersendiri. Untuk itu, sistem marketplace guru perlu memberikan jaminan bahwa guru tetap memiliki hak untuk menerima atau menolak pekerjaan apabila tidak sesuai dengan spesialisasi profesi keguruannya. Hal ini ditujukan agar guru terhindar dari pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahlian atau mendapat beban pekerjaan yang terlalu berat. 
Ketiga, perlu diperhatikan terkait hierarki otoritas. Dalam marketplace guru, proses rekrutmen tidak lagi dipegang oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melainkan oleh pihak sekolah. Untuk itu, kembali pada pembahasan pertama, dibutuhkan prosedur yang jelas serta landasan hukum yang kuat agar kebijakan yang dikeluarkan oleh sekolah sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam rekrutmen guru selalu berdasarkan hukum dan prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan bukan berdasarkan kepentingan pihak tertentu saja. Terakhir, perlu diperhatikan pula terkait profesionalisasi. Bevir (dalam Kadir 2018) mendefinisikan profesionalisasi sebagai suatu proses yang mendorong dan melindungi kepentingan pemangku jabatan secara profesional. Perlu dipastikan bahwa guru yang terdaftar pada marketplace guru dipilih secara obyektif yang mana pemilihan guru selalu mengutamakan keahlian dan kualifikasi tertentu dan bukan karena alasan lainnya. Hal ini penting dilakukan agar proses rekrutmen guru terhindar dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme yang dilakukan baik oleh pihak sekolah maupun pihak calon guru.
Kesimpulan
Secara substansial kebijakan marketplace guru ini layak dan patut dilakukan uji coba untuk diaplikasikan. Akan tetapi, perlu diingat bahwa seperti sebuah sistem baru pada umumnya yang masih dalam tahapan awal perencanaan, diperlukan adanya tinjauan kembali sebelum benar-benar diimplementasikan. Evaluasi dan saran yang dapat kami sampaikan adalah pertama dari segi penamaan. Penggunaan istilah “marketplace” hanya sebagai upaya peniruan dan adopsi sistem rekrutmen dari konteks belanja online yang mengedepankan efektifitas, efisiensi, dan fleksibilitas pelaksanaan. Untuk itu, setelah publikasi ide dari sistem marketplace ini dimuat, diperlukan adanya peninjauan kembali dari penggunaan istilah penamaan yang disesuaikan dengan konteks pendidikan. 
Kedua, dari segi kebijakan dalam sistem marketplace guru ini, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama, diperlukan adanya ketetapan batasan periode waktu tertentu bersifat paten yang nantinya digunakan sebagai patokan dalam hal pengangkatan guru sebagai ASN maupun pemecatan yang didasari hukum. Dengan adanya indeks penetapan waktu, maka menjadi pertimbangan yang jelas dari pihak sekolah guna melakukan pengangkatan berdasarkan evaluasi kerja sebelum berakhirnya periode tersebut dan dari pihak guru terkait kepastian status yang dimilikinya. Kedua, terkait gaji dan tunjangan, perlu dilakukannya standarisasi dengan menetapkan gaji pokok yang diikuti dengan tunjangan yang akan diperoleh sesuai dengan masa kerjanya dimana dapat menggunakan pertimbangan gaji dan tunjangan yang setara dengan ASN. Ketiga, terkait persaingan kerja dari calon guru yang mendaftar untuk diberikan pembatasan dengan skala regional yang digunakan untuk meminimalisir terpusatnya para pendaftar pada satu wilayah saja, dengan begitu tenaga pengajar yang ada dapat disebar di berbagai wilayah tanpa adanya dominasi atas wilayah tertentu terhadap wilayah lainnya. 
Daftar Pustaka
Andina, E., & Arifa, F. N. (2021). Problematika Seleksi dan Rekrutmen Guru Pemerintah di Indonesia. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 12(1), 85–105. https://doi.org/10.46807/aspirasi.v12i1.2101
Hikmia, Z. (2023). Mendikburdristek Nadiem Makarim Bakal Lakukan Rekrutmen Guru Lewat Marketplace. Jawa Pos. https://www.jawapos.com/nasional/01685213/mendikbudristek-nadiem-makarim-bakal-lakukan-rekrutmen-guru-lewat-marketplace 
Kadir, A. (2018). Prinsip-Prinsip Dasar Rasionalisasi Birokrasi Max Weber Pada Organisasi Perangkat Daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. JAKPP: Jurnal Analisis Kebijakan Dan Pelayanan Publik, 40–54.
Admin. (2023). Pro dan Kontra Marketplace Guru. Universitas Islam An Nur Lampung. https://an-nur.ac.id/blog/pro-dan-kontra-marketplace-guru.html
Isnanto, B. A. (2023). Marketplace Guru Adalah: Pengertian, Cara Kerja, dan Pro-Kontra. Detik.Com. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6763110/marketplace-guru-adalah-pengertian-cara-kerja-dan-pro-kontra 
Kusuma, S. P. (2023). Menyoal ”Marketplace” Guru. Kompas.Id. https://www.kompas.id/baca/opini/2023/06/04/menyoal-marketplace-guru 
Mujib, A. (2023). Marketplace Guru, Mewujudkan Solusi Efektif Kesejahteraan dan Ketersediaan Guru. Detik.Com. https://www.detik.com/edu/edutainment/d-6763676/marketplace-guru-mewujudkan-solusi-efektif-kesejahteraan-dan-ketersediaan-guru 
Ragam Info. (2023). Marketplace Guru : Pengertian dan Cara Kerja. Kumparan.Com. https://kumparan.com/ragam-info/marketplace-guru-pengertian-dan-cara-kerja-20Zzmmtz0KN 
Utomo, U. (2023). Lokapasar Guru, Solusi atau Ilusi? Jawapos.Com. https://www.jawapos.com/opini/01704997/lokapasar-guru-solusi-atau-ilusi 
Weber, M. (1947) From Max Weber: Essays in Sociology. Diedit oleh H. H. Gerth dan C. Wright Mills. New York: Oxford University Press.
Ditulis oleh Devi Ernawati (20512010011103) dan Wafa Auliya Insan Gaib (205120107111011) sebagai tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Hubungan Kerja dan Industrial
8 notes · View notes
khainay24 · 8 months
Text
Bisakah MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah Menerapkan Pendidikan Inklusi?
karya: Khairiah Nayla
            Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia merupakan salah satu prototipe madrasah unggulan berbasis asrama di Indonesia. Pendirian MAN Insan Cendekia bertujuan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dalam bidang Keimanan dan ketakwaan (IMTAK), menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). MAN Insan Cendekia menyeleksi secara ketat calon siswanya dengan mengadakan SNPDB (Seleksi Nasional Peserta Didik Baru) yang dilaksanakan di seluruh Indonesia. Tujuan penyeleksian dilakukan guna mendapatkan siswa siswi terbaik seperti visi dan misi dibangunnya MAN IC oleh B.J Habibie.
                Hasil seleksi penerimaan murid baru tahun ajaran 2023/2024 di MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah sedikit berbeda dari tahun tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya salah satu murid dengan kebutuhan khusus yang berhasil lolos SNPDB. Dengan demikian, dibutuhkan pendidikan inklusi untuk menunjang pendidikan terhadap siswa tersebut. Pendidikan inklusi sendiri merupakan pendidikan yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan semua peserta didik, baik peserta didik yang normal maupun peserta didik berkebutuhan khusus. Namun, penerapan pendidikan Inklusi memerlukan persiapan yang matang. Mulai dari persiapan guru, infrastruktur yang menunjang, konsep pendidikan maupun para siswa yang ada di sekolah tersebut.
                Sedangkan di MAN Insan Cendekia bengkulu Tengah, belum adanya guru atau pembimbing bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Hal ini dikarenakan penyeleksian guru pada umumnya dilaksanakan sesuai dengan visi misi ditegakkannya MAN Insan Cendekia, sehingga setiap guru yang ada di MAN Insan Cendekia berfokus pada terbentuknya siswa dengan kemampuan yang unggul. Selain itu, infrastruktur yang ada di MAN Insan Cendekia bengkulu Tengah belum memadai untuk diterapkannya pendidikan inklusi.
                Di samping itu, MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah juga menerapkan sistem “Boarding School” yang mengharuskan para siswanya tinggal di asrama. Hal ini mengakibatkan anak berkebutuhan khusus (ABK) susah untuk beradaptasi dengan keseharian dan lingkungan sosial yang baru. Hal itu menambah PR bagi MAN Insan Cendekia Bengkulu tengah untuk menyediakan pembimbing yang bisa membimbing siswa tersebut di kesehariannya.
Dengan adanya anak berkebutuhan khusus (ABK) ini MAN Insan cendekia harus menerapkan pendidikan inklusi yang dimana penerapan pendidikan tersebut memerlukan tenaga kerja dan berbagai fasilitas yang sulit untuk diterapkan. Untuk mencegah hal tersebut terulang kembali, MAN Insan Cendekia seharusnya menyaring kembali beberapa siswa yang sudah lulus tahap SNPDB. Seperti melakukan wawancara bagi orang tua maupun siswa setelah SNPDB dilaksanakan. Agar siswa yang telah lulus SNPDB benar benar layak untuk menerima pendidikan di MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah, sesuai dengan visi dan misi terbentuknya MAN Insan Cendekia.
                Oleh karena itu, MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah bisa dikatakan belum siap untuk menerapkan pendidikan inklusi. Sebaiknya, sistem SNPDB ditingkatkan kembali. Demi terwujudnya visi dan misi terbangunnya MAN Insan Cendekia.
@Desmiya12
3 notes · View notes
adelaagr · 8 months
Text
Bisakah MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah Menerapkan Pendidikan Inklusi?
Oleh: Adela Anggraini, Malika Jadwa Fionila, Khairiah Nayla Fajri
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia merupakan salah satu prototipe madrasah unggulan berbasis asrama di Indonesia. Pendirian MAN Insan Cendekia bertujuan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dalam bidang Keimanan dan ketakwaan (IMTAK), menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). MAN Insan Cendekia menyeleksi secara ketat calon siswanya dengan mengadakan SNPDB (Seleksi Nasional Peserta Didik Baru) yang dilaksanakan di seluruh Indonesia. Tujuan penyeleksian dilakukan guna mendapatkan siswa siswi terbaik seperti visi dan misi dibangunnya MAN IC oleh B.J Habibie.
              Hasil seleksi penerimaan murid baru tahun ajaran 2023/2024 di MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah sedikit berbeda dari tahun tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya salah satu murid dengan kebutuhan khusus yang berhasil lolos SNPDB. Dengan demikian, dibutuhkan pendidikan inklusi untuk menunjang pendidikan terhadap siswa tersebut. Pendidikan inklusi sendiri merupakan pendidikan yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan semua peserta didik, baik peserta didik yang normal maupun peserta didik berkebutuhan khusus. Namun, penerapan pendidikan Inklusi memerlukan persiapan yang matang. Mulai dari persiapan guru, infrastruktur yang menunjang, konsep pendidikan maupun para siswa yang ada di sekolah tersebut.
              Sedangkan di MAN Insan Cendekia bengkulu Tengah, belum adanya guru atau pembimbing bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Hal ini dikarenakan penyeleksian guru pada umumnya dilaksanakan sesuai dengan visi misi ditegakkannya MAN Insan Cendekia, sehingga setiap guru yang ada di MAN Insan Cendekia berfokus pada terbentuknya siswa dengan kemampuan yang unggul. Selain itu, infrastruktur yang ada di MAN Insan Cendekia bengkulu Tengah belum memadai untuk diterapkannya pendidikan inklusi.
              Di samping itu, MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah juga menerapkan sistem “Boarding School” yang mengharuskan para siswanya tinggal di asrama. Hal ini mengakibatkan anak berkebutuhan khusus (ABK) susah untuk beradaptasi dengan keseharian dan lingkungan sosial yang baru. Hal itu menambah PR bagi MAN Insan Cendekia Bengkulu tengah untuk menyediakan pembimbing yang bisa membimbing siswa tersebut di kesehariannya.
Dengan adanya anak berkebutuhan khusus (ABK) ini MAN Insan cendekia harus menerapkan pendidikan inklusi yang dimana penerapan pendidikan tersebut memerlukan tenaga kerja dan berbagai fasilitas yang sulit untuk diterapkan. Untuk mencegah hal tersebut terulang kembali, MAN Insan Cendekia seharusnya menyaring kembali beberapa siswa yang sudah lulus tahap SNPDB. Seperti melakukan wawancara bagi orang tua maupun siswa setelah SNPDB dilaksanakan. Agar siswa yang telah lulus SNPDB benar benar layak untuk menerima pendidikan di MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah, sesuai dengan visi dan misi terbentuknya MAN Insan Cendekia.
              Oleh karena itu, MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah bisa dikatakan belum siap untuk menerapkan pendidikan inklusi. Sebaiknya, sistem SNPDB ditingkatkan kembali. Demi terwujudnya visi dan misi terbangunnya MAN Insan Cendekia.
5 notes · View notes
malikajadwa · 8 months
Text
Bisakah MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah Menerapkan Pendidikan Inklusi?
               Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia merupakan salah satu prototipe madrasah unggulan berbasis asrama di Indonesia. Pendirian MAN Insan Cendekia bertujuan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dalam bidang Keimanan dan ketakwaan (IMTAK), menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). MAN Insan Cendekia menyeleksi secara ketat calon siswanya dengan mengadakan SNPDB (Seleksi Nasional Peserta Didik Baru) yang dilaksanakan di seluruh Indonesia. Tujuan penyeleksian dilakukan guna mendapatkan siswa siswi terbaik seperti visi dan misi dibangunnya MAN IC oleh B.J Habibie.
               Hasil seleksi penerimaan murid baru tahun ajaran 2023/2024 di MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah sedikit berbeda dari tahun tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya salah satu murid dengan kebutuhan khusus yang berhasil lolos SNPDB. Dengan demikian, dibutuhkan pendidikan inklusi untuk menunjang pendidikan terhadap siswa tersebut. Pendidikan inklusi sendiri merupakan pendidikan yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan semua peserta didik, baik peserta didik yang normal maupun peserta didik berkebutuhan khusus. Namun, penerapan pendidikan Inklusi memerlukan persiapan yang matang. Mulai dari persiapan guru, infrastruktur yang menunjang, konsep pendidikan maupun para siswa yang ada di sekolah tersebut.
               Sedangkan di MAN Insan Cendekia bengkulu Tengah, belum adanya guru atau pembimbing bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Hal ini dikarenakan penyeleksian guru pada umumnya dilaksanakan sesuai dengan visi misi ditegakkannya MAN Insan Cendekia, sehingga setiap guru yang ada di MAN Insan Cendekia berfokus pada terbentuknya siswa dengan kemampuan yang unggul. Selain itu, infrastruktur yang ada di MAN Insan Cendekia bengkulu Tengah belum memadai untuk diterapkannya pendidikan inklusi.
               Di samping itu, MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah juga menerapkan sistem “Boarding School” yang mengharuskan para siswanya tinggal di asrama. Hal ini mengakibatkan anak berkebutuhan khusus (ABK) susah untuk beradaptasi dengan keseharian dan lingkungan sosial yang baru. Hal itu menambah PR bagi MAN Insan Cendekia Bengkulu tengah untuk menyediakan pembimbing yang bisa membimbing siswa tersebut di kesehariannya.
Dengan adanya anak berkebutuhan khusus (ABK) ini MAN Insan cendekia harus menerapkan pendidikan inklusi yang dimana penerapan pendidikan tersebut memerlukan tenaga kerja dan berbagai fasilitas yang sulit untuk diterapkan. Untuk mencegah hal tersebut terulang kembali, MAN Insan Cendekia seharusnya menyaring kembali beberapa siswa yang sudah lulus tahap SNPDB. Seperti melakukan wawancara bagi orang tua maupun siswa setelah SNPDB dilaksanakan. Agar siswa yang telah lulus SNPDB benar benar layak untuk menerima pendidikan di MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah, sesuai dengan visi dan misi terbentuknya MAN Insan Cendekia.
               Oleh karena itu, MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah bisa dikatakan belum siap untuk menerapkan pendidikan inklusi. Sebaiknya, sistem SNPDB ditingkatkan kembali. Demi terwujudnya visi dan misi terbangunnya MAN Insan Cendekia.
@Desmiya12
3 notes · View notes
oojik · 8 months
Text
Bisakah MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah Menerapkan Pendidikan Inklusif?
Pendidikan merupakan aspek prioritas pembangunan nasional sebagai upaya mewujudkan generasi emas 2045 untuk semua anak bangsa termasuk anak disabilitas. PPDB menjadi bahasan penting karena sebagai jalur pendaftaran afirmasi untuk anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif merupakan inovasi pendidikan baru yang digunakan untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) yang juga memiliki hak dalam pendidikan seperti khalayak umum yang bersekolah di sekolah regular untuk mendapatkan kehidupan yang layak.
 Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menggabungkan pendidikan khusus dan pendidikan umum. Inovasi ini dilakukan untuk mempertemukan perbedaan kebutuhan antar siswa.Pendidikan inklusif adalah sistem  penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik berkebutuhan khusus untuk dapat mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara  bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pendidikan khusus adalah pendidikan yang diberikan untuk siswa yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Para siswa yang berkebutuhan khusus ini biasanya memperoleh pendidikan di sekolah luar biasa (SLB). Dalam pelaksanaanya pendidikan inklusif banyak mendapatkan halangan dari factor anak, guru, dan fasilitas yang ada disekolah.
Dalam PPDB tahun ini di MAN insan cendekia Bengkulu tengah di angkatan 8 telah menerima siswa yang berkebutuhan khusus dalam pembelajarannya. Karena sekolah MAN insan cendekia baru pertama kali menerima siswa yang memerlukan perhatian khusus para guru yang ada menjadi sedikit kesulitan dalam menangani siswa tersebut dikarenakan emosinya yang terkadang tidak terkendali dan adab yang belum baik. Kesulitan yang terjadi dalam menghadapi murid tersebut adalah murid tersebut terkadang emosi nya naik jika keinginannya tidak terwujud dan belum mengetahui sopan santun terhadap orang yang lebih tua.
Kesimpulannya adalah dalam masa pendaftaran siswa sebaiknya dilakukan sebuah seleksi yang sesuai dengan system sekolah yang ada. Jika sekolah tersebut menggunakan system pendidikan inklusif maka perlu dikoordinasikan pada tenaga kerja yang ada disekolah tersebut dan jika diperlukan sekolah perlu menambahkan tenaga kerja yang bisa menangani siswa yang berkebutuhan khusus. Dan jika sekolah tersebut menggunakan system sekolah regular maka dalam masa PPDB diperluan system penyaringan siswa di setiap sekolah yang sesuai dengan system tersebut.
3 notes · View notes
haihanny · 1 year
Text
Mendidik anak perempuan
Islam begitu perhatian terhadap sosok ibu. Ada banyak ayat di dalam al-qur’an yang membahas tentang ibu dan perjuangannya. Menunjukkan betapa islam begitu menghargai dan menganggap sosok ibu. Begitupun Rasulullaah. Ada banyak hadits yang menjelaskan seberapa mulianya ibu. Seberapa kita harus berbakti padanya karena jasa dan perjuangannya yang begitu besar bagi kita.
Islam sama sekali tidak mengecilkan peran ibu. Yang seringnya mengecilkan dan merendahkan justru manusia itu sendiri. Menganggap ibu sama sekali tidak spesial. Sama sekali bukan status yang layak dihormati dan dimuliakan. Hanya karena ibu bekerja mengurus rumah. Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan “remeh��. Tidak diperlukan gelar. Tidak ada jabatannya. Tidak ada career path-nya. Tidak ekslusif karena semua perempuan bisa jadi ibu. Semua perempuan “terlihat” bisa mengurus anak. Apa spesialnya? Manusia sendirilah yang akhirnya meremehkannya. Mempersepsikan dan memaknai sosok ibu dan berupaya untuk menyejajarkan ibu dengan ayah. Perempuan dengan lelaki. Karena kitalah, manusia sendiri, yang beranggapan kewajiban-kewajiban ibu, tanggung jawabnya, dan kedudukannya sama sekali tidak berharga. Kitalah, yang tidak adil, bahkan sejak di dalam pikiran. Bukan Allaah. Bukan Rasulullaah. Bukan islam.
Padahal perempuan dan laki-laku tidak perlu disejajarkan. Tidak perlu disamaratakan. Perempuan tidak perlu berada di level yang sama dengan lelaki. Sama seperti tangan kiri yang tak perlu ada di tangan kanan. Sama seperti kaki yang tak perlu dipaksa ada di kepala. Sama seperti piring yang tak perlu dipaksa menjadi garpu. Sama seperti sungai yang tak perlu dipaksa menjadi gunung. Sama seperti langit yang tak perlu dipaksa menjadi bumi.
Setiap hal di dunia ini, diciptakan berpasang-pasangan. Dengan keberbedaan karakteristik, fungsi, fitur, peruntukkan. Bukan untuk merendahkan yang satu dengan yang lain. Bukan untuk menjadikan yang satu terlihat buruk dibanding yang lain. Sesederhana untuk melengkapi. Untuk bekerja sama. Untuk menghadirkan harmoni. Untuk menunjukkan ke Maha Besar an Penciptanya, Allaa ‘azza wa jalla…
Karena kalau kita mau adil sejak dalam pikiran bahwa kewajiban ibu seperti mendidik, mengasuh, merawat anak di rumah sama sekali bukan pekerjaan remeh temeh, bukan pekerjaan yang tidak prestisius, bukan pekerjaan yang mematikan potensi dan daya juang perempuan, bukan pekerjaan yang menjadikan perempuan duduk di kelas sosial rendah, kita tetap akan bisa menerima “pembagian tugas” ini dengan lapang dada, dengan penuh penerimaan, dengan penuh kesiapan dan ketundukan. Tidak menganggapnya sebagai ketidakadilan, ketimpangan, pendiskreditan kepada perempuan.
Jika kita mau mengakui bahwa dalam hidup ini memang diperlukan kerjasama… Diperlukan saling bahu membahu dalam kebaikan. Diperlukan koordinasi antara dua keahlian yang berbeda… Diperlukan saling melengkapi antara satu sisi yang berbeda dengan sisi lainnya… Agaknya kita akan mudah saja untuk menerima pembagian peran laki-laki dan perempuan ini…
Maka, semoga kitapun, para orang tua yang memiliki anak perempuan, tidak menganggap bahwa menyiapkan mereka menjadi istri dan ibu itu tidak perlu atau sepele. Tidak.
Di dalam islam, itulah salah satu tujuan yang perlu dipegang oleh para orang tua yang memiliki anak perempuan; menyiapkan mereka menjadi istri dan ibu. Dua peran yang begitu krusial di dalam masyarakat. Dua peran yang begitu dibutuhkan dalam lingkungan. Istri yang berbakti pada suami. Dan ibu yang mendidik anak-anak di rumah.
Jika seorang perempuan bisa menjalankan dua peran mulia ini dengan sebaik-baiknya, dengan penuh dedikasi, dengan penuh ketaqwaan pada Allaah… Insyaa Allaah akan membawa banyak manfaat untuk masyarakat. Para suami dapat berkontribusi, bekerja, dan menebar manfaat seluas-luasnya untuk ummat dengan dukungan, do’a, dan bantuan para istri. Dan anak akan mendapatkan pendidikan, bekal, untuk kelak mereka meneruskan estafet perjuangan para orang dewasa untuk menjadi khalifah di muka bumi dan memberikan manfaat yang seluas-luasnya.
Menyiapkan anak perempuan untuk menjadi istri dan ibu, tidak sama dengan mengungkung, membatasi, memutus kesempatannya untuk bereksplorasi, hanya mengajarkannya soal urusan dapur-kasur-sumur. Tidak.
Kita bisa menyiapkan anak perempuan kita untuk menjadi istri dan ibu, dan tetap memberikan mereka pendidikan dan fasilitas terbaik. Dengan tetap menjadikan qur’an dan sunnah sebagai pedoman. Dengan tetap memiliki rambu-rambu yang berpatokan pada syari’at.
Menjadi ibu bukanlah pekerjaan yang sederhana dan remeh temeh. Tentu ada banyak skill dan ilmu yang perlu dibekalkan kepada anak-anak perempuan kita ketika kita berupaya untuk menyiapkan mereka menjadi ibu di masa depan.
Skill meregulasi emosi. Skill mengatur waktu. Skill problem solving. Skill mengatur prioritas. Skill mendidik. Skill menyusun kurikulum/pembelajaran. Skill masak. Skill kedisplinan. Skill kemandirian. Skill meresolusi konflik. Skill mengorganisir sesuatu. Skill komunikasi. Skill menata rumah. Skill keindahan. Ilmu gizi. Ilmu kesehatan. Ilmu psikologi. Ilmu matematika. Ilmu pendidikan. Ah banyak sekali.
Ini semua dibutuhkan oleh seorang istri dan ibu. Sama sekali tidak sedikit dan remeh, bukan? Jadi, menyiapkan anak perempuan untuk menjadi istri dan ibu bukan berarti menyepelekan pendidikannya. Ada banyak tanggung jawab, kewajiban, yang akan diembannya dengan dua peran tersebut :) Itu berarti diperlukan pendidikan yang sebaik-baiknya untuk mereka menjalani peran itu.
Dan… Salah satu langkah paling pertama untuk kita menyiapkan anak perempuan kita menjadi istri dan ibu adalah… dengan menjadi teladan terbaik bagi mereka tentang bagaimana menjadi istri dan ibu yang baik :”)
Bagaimana kita berbakti pada suami Bagaimana kita berinteraksi dengan suami Bagaimana kita memberi nasihat pada suami Bagaimana kita mendukung dan menghargai suami Bagaimana kita mengasuh anak Bagaimana kita mendidik anak Bagaimana kita merawat anak
Ini semua akan terekam dalam ingatannya. Akan menjadi pelajaran dan pengalaman hidup yang akan dibawanya sepanjang usianya. Akan membentuk impresinya tentang sosok istri dan ibu. Akan menentukan pemaknaannya tentang dua peran tersebut.
Maka, jadilah contoh dan teladan yang baik, bun. Agar anak perempuan kita bersemangat untuk menjadi istri dan ibu shalihah. Agar ia mengganggap bahwa menjadi istri dan ibu itu membahagikan karena kita menjalaninya dengan penuh kebahagiaan. Agar ia memiliki bayangan yang indah jika kita katakan pada mereka bahwa kelak insyaa Allaah mereka akan menjadi istri dan ibu. Agar ia menganggap bahwa berbakti pada suami bukanlah tugas yang menjadikannya terlihat lemah, payah, dan rendah. Agar ia memiliki hati yang utuh dan siap untuk kelak bisa membesarkan anak-anak mereka dengan penuh cinta. Agar ia menerima pembagian tugas yang telah Allaah tetapkan ini dengan keimanannya pada Allaah. Ia percaya bahwa Allaah adalah Dzat yang paling menyayanginya, jauh lebih penyayang daripada bundanya sendiri. Yang paling tau apa yang terbaik untuknya. Yang tak pernah zhalim. Maka jika Allaah sudah memberikan pembagian tugas ini, pastilah ini yang terbaik. Mari disambut dengan penerimaan, ketaatan, dan prasangka yang baik ❤️
Semua dimulai dari kita ❤️
9 notes · View notes
lilanathania · 9 months
Text
Tidak Tahu
Mungkin karena di zaman ini informasi begitu mudah didapatkan, orang jadi kian enggan untuk berkata tidak tahu. Mereka kira, segala hal bisa dipelajari dari internet.
Tumblr media
Di zaman dulu, mencari ilmu dan informasi adalah hal yang sangat sulit. Orang rela mengorbankan banyak hal untuk bisa mendapatkan pengetahuan yang berharga. Ketika sekarang segala sesuatu bisa didapatkan dengan mudah, kita berbalik menjadi manusia yang congkak.
Dengan internet, kita merasa sudah menjadi si mahatahu. Segala macam penyakit bisa kita diagnosis sendiri. Segala macam teori bisa kita cari sendiri. Segala macam histori dan aib orang bisa kita telusuri.
Di era semacam ini, tantangannya justru merendah dan mengakui bahwa kita tetap tidak mungkin menjadi pakar dari segalanya.
Betapa kerdilnya makna pendidikan jika kita kira hasil Google seach mampu menggantikan dokter yang sekolah bertahun-tahun. Betapa congkaknya kita merasa bisa menggantikan content writer andal dengan ChatGPT. Betapa bodohnya manusia jika merasa kenal seseorang luar dalam dari hasil penelusuran internet.
Tak salah kalau orang-orang bilang ini zaman edan. Baca sedikit artikel di media sosial lalu mengaku pakar di bidang X. Lihat artikel Wikipedia lalu merasa sudah paling ahli. Follow Lambe Turah lalu merasa boleh menghakimi kehidupan orang lain. Itukah yang dibangga-banggakan dari kemajuan teknologi?
Mungkin titel-titel yang begitu mudah ditempelkan di poster acara membuat kita menjadi pongah. Merasa sudah menjadi pakar. Merasa layak dipanggil ahli. Nyatanya, pengetahuan kita masih sebutir pasir kecil dibandingkan luasnya samudera.
Inilah penyakit yang makin mewabah: sedikit tahu namun banyak bicara. Ironisnya, penderita sakit ini justru kerap diberi panggung. Orang-orang pendiam dan pemikir dianggap aneh karena tak mau cepat menjawab atau mengambil keputusan gegabah. Mereka justru dilabeli nyeleneh atau anti kemajuan. Adakah yang salah dengan melakukan observasi dan berhati-hati?
Di zaman ini, semua orang merasa pintar. Dalam situasi apapun selalu beropini dan mempersuasi. Makin sulit menemukan yang bisa mengaku, "Maaf, saya tidak tahu, perlu belajar dulu.."
4 notes · View notes
hellopersimmonpie · 4 months
Text
Retrospective
Meskipun belum kaya, gue bisa bilang bahwa dalam dua tahun tuh hidup gue sedang tidak dalam survival mode. Gue jadi punya waktu untuk memeriksa diri sendiri. Mulai dari kompas moral yang gue anut, pendirian gue dalam beragama, sampai karir gue mau diarahkan kemana.
Gue bersyukur hidup gue masuk fase ini meskipun mungkin aja kelak gue bakal mengalami hidup yang survival mode lagi. Hidup dalam survival mode itu beneran challenging. Saking challenging-nya, gue sampai begitu mensyukuri kehidupan stabil yang bagi gue dulu tuh kerasa membosankan karena minim konflik.
Kompas moral gue ke arah mana?
Gue memandang bahwa gue cuma manusia biasa. Bagian dari alam semesta yang maha luas. Kehidupan gue juga cukup singkat jika dibandingkan umur semesta. Maka sebagai tamu, gue cuma pengen hidup sebagai tamu yang baik. Sebisa mungkin nggak meninggalkan kerusakan di muka bumi.
Gue nggak memandang alam sebagai sesuatu yang gue taklukkan. Gue berterimakasih karena Allah menyediakan banyak hal di alam agar manusia kayak gue bisa hidup dengan baik.
Sejak membaca banyak referensi tentang antropologi dan ekologi, gue berusaha menghargai alam dengan baik dan cukup memahami bahwa relasi manusia dengan hewan dan tumbuhan tuh nggak seharusnya "berebut ruang hidup" melainkan saling menjaga. Maka menjaga kelestarian lingkungan itu bukanlah "amal baik" manusia kepada lingkungan melainkan "kewajiban" kita agar ekosistem tempat kita bertumbuh tetap layak didiami oleh semua makhluk.
Bagaimana pendirian gue dalam beragama?
Gue udah cukup lama nggak menulis tentang fiqih ataupun tafsir. Gue nggak pernah berhenti belajar. Dan excitement gue terhadap fiqih ataupun tafsir tuh nggak pernah hilang. Bahkan sekarang lebih excited.
Hanya saja makin lama gue menyadari bahwa ilmu agama gue hanya cukup untuk diri gue sendiri. Maka gue lebih memilih untuk berkontribusi maksimal ke bidang ilmu gue aja. Bidang Ilmu gue tuh Teknologi Game. Maka gue akan mendalami disiplin ilmu ini lebih jauh lagi agar lebih bermanfaat. Gue berharap kelak usaha gue untuk mendalami bidang ilmu ini tuh bisa menyediakan lapangan kerja yang layak dan memanusiakan manusia.
Kalo dulu gue termasuk orang yang mikir bahwa agama tidak boleh dipisahkan dengan politik, sekarang gue masih orang yang sama. Gue mikir bahwa agama itu nggak boleh dipisahkan dengan semua lini kehidupan kita. Hanya saja, dalam tataran prakteknya beda. Dulu mikir bahwa satu-satunya jalan untuk memperbaiki kualitas politik kita tuh dengan menjadi pendukung parpol.
Sekarang gue mikir untuk nggak menunjukkan dukungan ke parpol manapun. Selain karena gue ASN, gue juga memandang bahwa memperbaiki kualitas politik juga bisa dicapai lewat jalur pendidikan. Dengan meningkatkan awareness kita terhadap kebutuhan manusia untuk hidup layak. Dengan mendefinisikan bahwa salah satu kriteria hidup layak adalah manusia tetap punya ruang untuk bertumbuh. Waktunya tidak boleh habis untuk mikir kebutuhan perut aja atau habis di jalan karena jarak antara rumah dan tempat kerja terlalu jauh
:")
Waktu kecil, tayangan TV sering nunjukin ke gue tentang keluarga yang hidup miskin ataupun cukup dan anak-anaknya sholeh sholiha. Kemudian ada juga keluarga kaya yang cuma peduli masalah uang dan anaknya jadi aneh-aneh. Stigma kayak gini tuh nempel sampe gue dewasa.
Bahwa yang mikir kebutuhan perut sampe nggak ngurusi anak tuh cuma orang kaya. Padahal realitanya tidak begitu.
Ada banyak orang miskin yang susah mendapatkan akses lapangan kerja yang layak sehingga waktu mereka habis untuk bekerja. Personal development mereka nggak keurus. Pendidikan anaknya juga.
Kalau ada kisah tentang ulama besar dari keluarga miskin, maka itu rezeki dari Allah yang perlu kita syukuri. Namun ini sama sekali tidak menghilangkan kewajiban kita untuk memberikan kehidupan yang layak bagi orang-orang miskin.
Islam memerintahkan kita untuk memelihara jiwa.
Jadi sebagai muslim, gue merasa perlu punya standar yang jelas perkara rasa "nyaman" agar bisa memelihara jiwa dengan baik.
So, kadang-kadang gue merasa perlu keluar dari perspective survival mode dengan sudut pandang:
"Bisa makan besok aja untung"
Ke perspective hidup yang lebih nyaman. Agar gue punya standar yang tinggi dalam memperlakukan diri sendiri atau orang lain baik secara personal ataupun dalam lingkup kebijakan.
Sorry kalau penjelasan gue agak belibet ~XD udah lama ga menulis beginian.
Salah satu contoh memelihara jiwa dalam versi gue adalah dengan memelihara kesehatan mental. Memelihara kesehatan mental yang tidak melulu soal awareness tentang mental ilness dan penyediaan layanan psikiatri.
Tapi lebih ke meningkatkan awareness kita terhadap kebutuhan dasar manusia akan rasa nyaman. Sehingga kita bisa merumuskan kebijakan yang menjamin kenyamanan tersebut.
Duh jadi muter-muter ~XD Tapi gini lho.... ada masalah-masalah psikologis yang bisa diselesaikan oleh psikolog dan psikiater. Ada juga masalah-masalah psikologis yang semakin runyam kalo kondisinya nggak nyaman. Masalah ini bisa dikurangi jika triggernya dihilangkan melalui intervensi kebijakan. Seperti memastikan support system bagi ibu yang baru selesai melahirkan agar resiko baby blues bisa diturunkan.
Demikian islam mengajarkan kita :")
Apakah gue berpendapat bahwa dakwah dengan membagikan ilmu agama di medsos tidak diperlukan? Jelas diperlukan. Tapi orangnya bukan gue ~XD Ada banyak ustadz/ustadzah yang lebih capable dan punya ijazah yang jelas.
Karir gue diarahkan kemana?
Gue suka banget riset, ngoding, dan nulis cerita. Tentunya, dengan segala pahit dan manisnya, gue sampai saat ini akan milih bertahan menjadi akademisi. Tapi di sisi lain, gue juga sedang bersiap merintis karir yang sustain sebagai game developer. Kenapa harus menjadi game developer? Karena di situ gue bisa meneliti, nulis cerita dan ngoding. Sementara hasil penelitian gue bisa gue share ke mahasiswa :")
Sekarang sampai mana?
Masih jauh banget. Mohon doanya aja. Moga Allah ngasih berkah atas semua usaha gue.
29 notes · View notes
shinigami890 · 1 year
Text
Gempa
Beberapa minggu kebelakang, dikarenakan di rumah terdapat asisten rumah tangga dari Cianjur, kami (saya dan istri) mengobrolkan beberapa hal terkait Cianjur, khususnya daerah asal ART kami.
Kami lihat lokasi estimasi asal ART kami, yaitu di Desa S***ang, yang bahkan gmaps pun tidak begitu banyak bisa memberikan gambar asli jalanannya (street view). Dari beberapa jalanan yang bisa terlihat, tentu saja sangat tidak layak jalanannya apalagi jika dibandingkan dengan jalanan yang ada di Jakarta. Sedih banget ngeliatnya. Bahkan info dari ART kami dari jalanan yang terlihat itu jarak menuju rumahnya masih membutuhkan waktu satu jam setengah.
Tanpa ada angkutan umum di daerah tersebut kebayangkan yaa gimana sulitnya mobilitas yang harus dilakukan untuk berpindah tempat. Bahkan info dari ART kami, di desanya, kebanyakan anak menempuh pendidikan hanya sampai jenjang sekolah SMP. Karena untuk menempuh pendidikan SMA perlu usaha yang lebih dengan meninggalkan desa dan ngekos di area SMA terdekat.
Ketidakadilan seperti ini akan mendapatkan balasannya kan yaa? Huhuhu berasa sangat powerless.
Dan hari ini Cianjur terkena gempa 5.6SR. Dari beberapa info yang didapatkan dari twitter, terlihat kehancuran di beberapa tempat. Sungguh menyedihkan. Semoga keluarga ART kami selamat. Aamiin.
8 notes · View notes
lukmanulhs · 2 years
Text
Mimpi Pendidikan Tinggi Indonesia 2025-2045
Pendidikan itu penting sekali!
Nelson Mandela pernah bilang gini "Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat kamu gunakan untuk mengubah dunia."
Saya setuju dengan gagasan tersebut bahwa pendidikan adalah “senjata” yang diperlukan bangsa untuk tumbuh dan berkembang agar semakin maju. Di Indonesia sendiri Undang-undang telah mengatur besaran anggaran yang harus pemerintah alokasikan yaitu 20% dari APBN karena pemerintah sepakat bahwa penguatan sektor pendidikan menjadi salah satu agenda penting pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Namun saya pikir kita juga menyadari bahwa biaya pendidikan kian meningkat setiap tahunnya, merujuk dari laman Badan Pusat Statistik (BPS), biaya pendidikan naik 10% hingga 15% per tahunnya. Hal itu disebabkan karena sektor pendidikan mengalami inflasi yang mencapai hingga 3,81%, khususnya untuk biaya uang pangkal. BPS juga mencatat bahwa biaya pendidikan menjadi salah satu pengeluaran terbesar bagi masyarakat. Kondisi tersebut itulah yang menjadi penyebab banyaknya anak yang putus sekolah lantaran tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar uang sekolah.
Selain itu, ketersediaan pendidikan tinggi yang berkualitas sangat terbatas akibat dari besarnya biaya yang harus di keluarkan, hal ini menimbulkan kesenjangan antara sarana pendidikan tinggi di pusat kota dengan di daerah yang berdampak pada kualitas SDM yang tidak merata dan menjadi ‘gap’ yang cukup lebar. Masalah ini di perparah dengan tata kelola pendidikan tinggi yang dalam beberapa hal perlu untuk di perhatikan kembali pelaksanaanya.
Permasalahan pembiayaan pendidikan tinggi dan pemerataan infrastruktur pendidikan ini menjadi catatan penting bagi pemerintah agar dapat terus meningkatkan kebijakan-kebijakannya dalam penguatan tata kelola dan pembiayaan pendidikan tinggi yang berkualitas agar dapat melahirkan SDM yang unggul dan mampu berkontribusi lebih banyak untuk bangsa.
Saya berharap, di masa depan, dengan dukungan pemerintah yang semakin kuat dan konsisten, baik itu dari segi pembiayaan maupun infrastruktur pendidikan tinggi yang berkualitas dapat terus di tingkatkan melalui banyak sekali evaluasi agar mampu tumbuh semakin baik dan bermanfaat bagi semua orang. Serta  dapat menjadi harapan bagi banyak sekali anak-anak muda yang ingin mengenyam pendidikan tinggi. Karena, semua orang berhak mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya dengan layak dan berkualitas. Saya juga berharap semoga lebih banyak anak-anak yang dapat melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi dan tidak berhenti hanya karena tidak di terima dalam SNMPTN atau SBMPTN.
12 notes · View notes
sitinasyukha · 1 year
Text
Refleksi Hari Pendidikan Nasional
Beberapa hari yang lalu, saat mendengar bahwa hari ini, 02 Mei 2023, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional, muncul pertanyaan sudah seberapa jauh pendidikan di negeri ini menghasilkan produk pendidikan yang baik? Seberapa banyak nilai-nilai yang diberikan di bangku akademis membentuk karakter baik apda produk pendidikannya? Apakah angka-angka kuantitatif yang tertera di rapor dan ijazah tiap jenjang pendidikan akademis yang ditempuh berbanding lurus dengan kualitas dari produk pendidikannya? Apakah pendidikan yang dijalani tercerminkan dari falsafah hidup, sikap, perilaku, dan integritas diri yang baik dari seseorang sebagai individu, sebagai bagian dari komunitas tertentu dan sebagai bagian dari bangsa besar ini?
Jawaban yang ku temukan dari pertanyaan-pertanyaan itu meresahkan diriku sendiri. Tentu sudah familiar dengan isu-isu yang belakangan sedang santer di media sosial. Bergantian dari satu orang, ke orang-orang yang lain. Hingga netizen beramai-ramai turut menjadi detektif untuk menyoroti betapa orang-orang tersebut sibuk memperkaya diri. Kenapa? Tentu saja mereka bukan dari kalangan yang tidak berkesempatan mengenyam pendidikan. Mereka bahkan menempuh pendidikan tinggi. Bukankah pendidikan yang dimiliki juga bebarengan dengan adanya tanggung jawab moril?
Tapi kemudian aku menyadari sesuatu, tentang sesuatu yang lebih dekat untuk aku kendalikan saat ini, yaitu diriku sendiri. Apakah aku sudah cukup baik sebagai salah satu dari produk pendidikan di Indonesia? Sudahkan jalan yang aku tempuh saat ini menempaku menjadi produk pendidikan yang baik? Bagaimana agar kelak aku dapat menjadi produk pendidikan yang turut berkontribusi menghasilkan produk pendidikan yang memajukan bangsa ini lewat jalan karir yang akan aku tempuh nanti?
Seperti yang ku tulis di penutup essay beasiswaku kemarin...
Dengan pengalaman dan kontribusi yang telah saya lakukan dan motivasi yang saya miliki di bidang layanan psikologi, saya merasa bahwa saya layak mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi di jenjang magister dengan beasiswa LPDP agar saya dapat mempersiapkan diri sebagai professional masa depan yang akan berkontribusi melalui layanan psikologi terutama di bidang pendidikan. Besar harapan saya agar saya dapat menjadi bagian dari inovasi-inovasi yang akan membawa perubahan bagi pendidikan di Indonesia dengan menjadikan sekolah sebagai ruang belajar yang menyenangkan, memfasilitasi pembelajar untuk bertumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki, dan kelak mampu berkontribusi kembali untuk Indonesia.
Sebuah cita-citaku untuk Indonesia yang ingin aku wujudkan lewat pendidikan yang telah dan akan aku tempuh nantinya.
Selamat Hari Pendidikan Nasional 🌻
Selamat memperjuangkan mimpi pendidikan Indonesia dengan cara yang kita pilih masing-masing. Selamat turut serta menjadi bagian dari "sekolah" untuk pendidikan di sekitar kita.
Di depan memberi teladan
Di tengah memberi inspirasi
Di belakang memberi dorongan
4 notes · View notes
ruangsyindi · 1 year
Text
Understanding Your Self : atas apa saja yang sedang kita perjuangkan, pastikan hal itu adalah yang diri kita butuhkan. Tidak hanya untuk pribadi kita, tetapi juga untuk hakikat kita sebagai hamba Allah
RamadhanTalk2023 #13
"pahamilah dirimu, maka kamu akan mudah menentukan apa-apa yang kamu butuhkan."
Kalimat di atas adalah sepotong nasehat yang pernah disampaikan oleh seseorang kepada saya, ketika sedang mengalami kebingungan dalam menentukan beberapa hal. Benar juga. Rasa bingung itu muncul karena memang saya belum mengenali diri saya sendiri dengan baik. Belum benar-benar tahu apa yang saya butuhkan dari hal-hal yang membingungkan tersebut. Bisa saja kalau saya sudah mengetahui kebutuhan saya, dari kesemuanya itu tidak ada yang harus dipilih. Bukan semua itu yang saya butuhkan. Sehingga kebingingan itu hanya akan buang-buang waktu.
Dengan kata lain, melakukan pengenalan terhadap diri sendiri akan membuat waktu tidak berlarut sia-sia dalam kebingungan. Mengefektifkan waktu ketika menentukan pilihan. Meski sesungguhnya kita tidak akan pernah benar-benar mengenali diri kita sebagaimana Allah, pencipta kita mengenal kita.
Jadi... Dalam proses mengenali diri, kita harus melibatkan Allah sebagai pencipta. Agar kita bisa mengenali diri dengan sungguh-sungguh. Jangan sampai proses pengenalan diri itu hanya akan mengantarkan kita pada deretan keinginan-keinginan semata, bukan tertuju ke apa-apa yang kita butuhkan. Minta petunjuk pada Allah agar tidak salah memahami diri.
Ketika hendak memperjuangkan suatu impian atau cita-cita, menguatkan doa dan mengaktualisasikannya dalam ikhtiar, sudah semestinya kita melandasi itu dengan alasan-alasan kuat (strong why) yang berangkat dari kebutuhan. Bagaimana bisa kita meminta sesuatu, namun kita tidak tahu sesuatu itu apa gunanya bagi hidup kita.
Saya pernah diberitahu oleh seorang senior, jika sedang mengikhtiarkan pekerjaan, karier, bisnis, pendidikan, jodoh biasakan me-list "apa alasan yang membuat kita mengiktiarkan hal itu, apa hal itu adalah yang kita butuhkan, sudah sejauh mana usaha kita untuk mendapatkan hal itu, hal apa yang membuat Allah layak memberikan itu untuk kita, apa kelebihan dan kekurangan diri kita dalam mengiktiarkan itu, bagaimana sikap kita jika hal itu kita dapatkan/tidak kita dapatkan." dan pertanyaan-pertanyaan lain yang bisa kita ajukan ke diri sendiri untuk mengetahui sejauh mana diri kita membutuhkan hal tersebut.
Proses pengenalan diri itu adalah proses belajar yang tidak akan pernah ada akhirnya. Akan selalu ada perubahan yang terjadi dalam diri kita, termasuk perubahan cara pandang tentang kebutuhan tersebut, sehingga kita perlu waktu setiap saat untuk mengenali diri. Hari ini diri kita butuh A, ternyata beberapa lama kemudian B lah yang lebih tepat. Begitu terus.
Tumblr media
Tapi, bagaimana pun perubahan yang terjadi itu pastikan semakin hari diri kita berubah menjadi lebih baik. Kebutuhan kita semakin mengerucut ke hal yang lebih tepat. Yang penting, diri kita harus lebih mengenal Penciptanya, Allah yang Maha Mengenal, Mengetahui dan Memahami.
Dalam proses mengenali diri juga, kita harus "menyadari" apa yang menjadi tujuan utama kita berada di dunia ini. Jangan sampai kita hidup dengan "ketidaksadaran" untuk apa Allah menciptakan kita. Sehingga tugas kita tidak hanya harus mengenali "kita sebagai pribadi" tetapi juga "kita sebagai makhluk ciptaan Allah" yang diciptakan untuk tujuan BERIBADAH sebagai SEORANG HAMBA dan BERBUAT BAIK sebagai SEORANG KHALIFAH.
man arofa nafsahu, faqod arofa Robbahu. - barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya.
Saat sudah mengenali diri dengan baik, kita akan tahu bahwa kita ini makhluk Allah, tidak simsalabim hadir di dunia. Ada Allah yang menciptakan kita. Kiya tidak punya daya dan upaya selain kekuatan dari Allah. Kita juga punya aturan untuk berbuat d dunia karena. Ada masa berlaku hidup juga. Tidak kekal dan abadi.
Kebutuhan terhadap apapun yang kita ikhtiarkan harus disesuaikan dengan "status" kita di dunia ini. Menjadikan ibadah sebagai alasan paling utama atas kebutuhan diri kita. Apa saja yang kita perjuangkan, pastikan hal itu adalah yang kita butuhkan. Tidak hanya untuk pribadi kita, tetapi juga untuk hakikat kita sebagai hamba Allah.
Selasa, 13 Ramadhan 1444 H / 4 April 2023
2 notes · View notes