Tumgik
#militer indonesia
artistictrans01 · 2 months
Text
Dassault Rafale : Penempur Masa Depan TNI AU
Dassault Rafale adalah pesawat tempur serbaguna generasi ke-4.5 yang dibuat oleh Dassault Aviation dari Prancis. Pesawat ini dirancang untuk beroperasi di darat dan di kapal induk. Pesawat ini pertama kali terbang pada tahun 1986 dan mulai digunakan oleh Angkatan Laut Prancis pada tahun 2004 dan Angkatan Udara Prancis pada tahun 2006. Pesawat ini juga telah berpartisipasi dalam beberapa operasi…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
wwwintinewscoid · 6 months
Text
Pemred Dan Keluarga Besar Berita Online www.intinews.co.id Mengucapkan Selamat Dan Sukses Kepada Jenderal TNI Maruli Simanjuntak Sebagai Kepala Staf Angkatan Darat
INTINEWS.CO.ID, NASIONAL – Pemred dan Keluarga Besar berita online http://www.intinews.co.id mengucapkan selamat dan sukses kepada Jenderal TNI Maruli Simanjuntak sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Yang sebelumnya berpangkat Letnan Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi)…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
bantennewscoid-blog · 9 months
Text
TNI Selenggarakan Olimpiade Militer Internasional
SERANG – Tentara Nasional Indonesia (TNI) laksanakan MoU dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI. Setelah adanya MoU antara Panglima TNI dan Menpora, kita bisa selanggarakan Olimpiade Militer Internasional karena kita sudah terwadahi oleh Kemenpora, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI). Demikian disampaikan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
konveksijersy1 · 9 months
Text
TERBAIK!!! 0812-3456-9837, Konveksi Seragam Tarakan, konveksi Seragam Terbaik Kalimantan Utara
Tumblr media
0812-3456-9837 Seragam,Seragam Terbaik,Seragam Murah,Seragam Custom,Seragam Kantor,Seragam Sekolah,Seragam Industri,Seragam Medis,Seragam Olahraga,Seragam Fashion JUANDA KONFEKSI UNTUK SOLUSI PAKAIAN ANDA! Kami Menyediakan Jasa Konveksi Terbaik dengan Kualitas Premium Kenapa Memilih Kami? 1. Kualitas Terbaik 2. Free Desain sesuai keinginan 3. Bahan Berkualitas dan Teknologi Terkini 4. Pengiriman Tepat Waktu Kami pusat produksi konveksi seragam di daerah Tarakan menyediakan berbagai kebutuhan seputar seragam seperti : Seragam Sekolah Seragam kantor Seragam Olahraga Seragam Medis Seragam Hotel Seragam Pramugari/pramugara Seragam polo/kaos Seragam militer Seragam pelayan Seragam security Seragam bengkel Seragam Pariwisata Dan lain lain Bisa custom untuk berbagai seragam atau sesuai request anda lokasi kami berada di Tarakan - Kalimantan Utara Menerima pesanan online Siap kirim ke seluruh indonesia Harga yang kami berikan lebih murah dan juga bahannya berkualitas More info hubungi: Juanda konveksi WA/Call: +62 812-3456-9837 Seragam,Seragam Terbaik,Seragam Murah,Seragam Custom,Seragam Kantor,Seragam Sekolah,Seragam Industri,Seragam Medis,Seragam Olahraga,Seragam Fashion #Seragam,#SeragamTerbaik,#SeragamMurah,#SeragamCustom,#SeragamKantor,#SeragamSekolah,#SeragamIndustri,#SeragamMedis,#SeragamOlahraga,#SeragamFashion
0 notes
konveksijaskantor · 10 months
Text
TERBAIK!!! 0812-3456-9837, Konveksi Seragam Siak, konveksi Seragam Terbaik Riau
Tumblr media
0812-3456-9837 Seragam,Seragam Terbaik,Seragam Murah,Seragam Custom,Seragam Kantor,Seragam Sekolah,Seragam Industri,Seragam Medis,Seragam Olahraga,Seragam Fashion JUANDA KONFEKSI UNTUK SOLUSI PAKAIAN ANDA! Kami Menyediakan Jasa Konveksi Terbaik dengan Kualitas Premium Kenapa Memilih Kami? 1. Kualitas Terbaik 2. Free Desain sesuai keinginan 3. Bahan Berkualitas dan Teknologi Terkini 4. Pengiriman Tepat Waktu Kami pusat produksi konveksi seragam di daerah  Siak menyediakan berbagai kebutuhan seputar seragam seperti : Seragam Sekolah Seragam kantor Seragam Olahraga Seragam Medis Seragam Hotel Seragam Pramugari/pramugara Seragam polo/kaos Seragam militer Seragam pelayan Seragam security Seragam bengkel Seragam Pariwisata Dan lain lain Bisa custom untuk berbagai seragam atau sesuai request anda lokasi kami berada di  Siak - Riau Menerima pesanan online Siap kirim ke seluruh indonesia Harga yang kami berikan lebih murah dan juga bahannya berkualitas More info hubungi: Juanda konveksi WA/Call: +62 812-3456-9837 Seragam,Seragam Terbaik,Seragam Murah,Seragam Custom,Seragam Kantor,Seragam Sekolah,Seragam Industri,Seragam Medis,Seragam Olahraga,Seragam Fashion #Seragam,#SeragamTerbaik,#SeragamMurah,#SeragamCustom,#SeragamKantor,#SeragamSekolah,#SeragamIndustri,#SeragamMedis,#SeragamOlahraga,#SeragamFashion
0 notes
Text
TERBAIK!!! 0812-3456-9837, Konveksi Seragam Alor, konveksi Seragam Terbaik NTT
Tumblr media
0812-3456-9837 Seragam,Seragam Terbaik,Seragam Murah,Seragam Custom,Seragam Kantor,Seragam Sekolah,Seragam Industri,Seragam Medis,Seragam Olahraga,Seragam Fashion JUANDA KONFEKSI UNTUK SOLUSI PAKAIAN ANDA! Kami Menyediakan Jasa Konveksi Terbaik dengan Kualitas Premium Kenapa Memilih Kami? 1. Kualitas Terbaik 2. Free Desain sesuai keinginan 3. Bahan Berkualitas dan Teknologi Terkini 4. Pengiriman Tepat Waktu Kami pusat produksi konveksi seragam di daerah  Alor menyediakan berbagai kebutuhan seputar seragam seperti : Seragam Sekolah Seragam kantor Seragam Olahraga Seragam Medis Seragam Hotel Seragam Pramugari/pramugara Seragam polo/kaos Seragam militer Seragam pelayan Seragam security Seragam bengkel Seragam Pariwisata Dan lain lain Bisa custom untuk berbagai seragam atau sesuai request anda lokasi kami berada di  Alor - NTT Menerima pesanan online Siap kirim ke seluruh indonesia Harga yang kami berikan lebih murah dan juga bahannya berkualitas More info hubungi: Juanda konveksi WA/Call: +62 812-3456-9837 Seragam,Seragam Terbaik,Seragam Murah,Seragam Custom,Seragam Kantor,Seragam Sekolah,Seragam Industri,Seragam Medis,Seragam Olahraga,Seragam Fashion #Seragam,#SeragamTerbaik,#SeragamMurah,#SeragamCustom,#SeragamKantor,#SeragamSekolah,#SeragamIndustri,#SeragamMedis,#SeragamOlahraga,#SeragamFashion
0 notes
literacymiliter07 · 1 year
Text
https://literacymiliter.com
1 note · View note
worldmilitary · 2 years
Video
youtube
Pemerintah Indonesia Tolak Pengadaan Kapal Perang Jenis Korvet Bekas Poh...
0 notes
slotgamematrix855 · 2 years
Text
🔥🔥HOT SLOT 🔥🔥
Tumblr media
Hanya dengan deposit pulsa, anda sudah bisa bermain bersama kami dan menangkan ratusan juta rupiah 🔥💸 Matrix855.com
1 note · View note
beningtirta · 7 months
Text
Naik Kelas, Melihat Dunia
Saya lahir dari keluarga tidak berpendidikan. Ibu saya tidak tamat SD. Ayah saya meninggalkan madrasah tsanawiyah (setara SMP) karena yatim piatu dan tidak ingin merepotkan kakak tiri dan suami kakak tirinya yang memberi atap, makan, dan menyekolahkan. Saya sejak kecil tidak merasakan "kemewahan" seperti handphone pribadi, komik, diantar jemput pakai mobil, sega, nintendo, playstation atau liburan ke luar kota. Kami sekolah, mengerjakan PR, mengaji di mesjid, and repeat. Kami tidak tahu apa itu politik dalam negeri, apalagi politik luar negeri seperti penjajahan Isra3L pada Palestin4.
Baru setelah merantau ke Singapura, saya mulai belajar apa itu pergerakan, tipis-tipis. Sebelum lulus kuliah ikut Forum Indonesia Muda yang membuat saya terekspos dengan dunia aktivisme. Tapi masih fokusnya pada isu-isu nasional.
Saat master dan PhD di Inggris saya terekspos lebih jauh dengan aktivisme yang lebih formal, seperti menulis antologi, menulis opini di media massa, dan lalu policy brief (semacam rekomendasi kebijakan berdasarkan bukti dan studi ilmiah).
Menjelang lulus PhD, Uni Eropa, Amerika Serikat dan Kerajaan Inggris ketar-ketir dengan invasi Rusia ke Ukraina. Tiga entitas politik ini mengutuk aksi Putin dan mengirim bantuan pada warga Ukraina. Media satu suara mengecam Putin. Beberapa negara juga buka pagar untuk pengungsi Ukraina sebagai bentuk simpati.
Sekarang saya bekerja di Inggris, invasi dan pembunuhan secara terang-terangan oleh IsraëL kepada warga Palestin4 dengan jumlah korban 8000an dalam waktu tiga minggu. Korban masih berjatuhan, aksi militer terus digencarkan dan parahnya didukung oleh Uni Eropa, Amerika Serikat dan Kerajaaan Inggris.
Dunia Barat dan negara superpower punya dua muka. Tahun lalu mereka mengecam invasi Rusia ke Ukraina, tapi tidak invasi Isra3L ke tanah Palestina.
Ini bukan perang karena seperti Ukraina-Rusia, kekuatan militer tidak sebanding. Ini invasi, penjajahan.
Ada hal-hal yang ternyata sulit diubah, tapi bisa jika kita semua satu suara melawan dan menolak diam.
Media massa sudah dua dekade berpihak pada Isra3L. Media massa punya pemilik. Pemiliknya punya keberpihakan. Pemilik media yang besar-besae berpihak pada siapa yang punya. Sulitnya, media seperti CNN dan BBC dipegang kendalinya oleh pendukung misi IsraëL. Kecaman pada grup militan di negara Timur Tengah dan Afrika itu bisa jadi teramplifikasi oleh media massa. Ketika kita lihat mendalam, ternyata ini jadi justifikasi Amerika Serikat membunuh ribu bahkan jutaan manusia di negara "konflik". Well, konflik ini mereka yang mulai dan amplikasi. Dibaliknya ada motivasi lain--sumber migas misalnya.
Ideologi Isra3L itu jelas, zionisme--merampas Tanah Palestina, menghapuskan negara dan bangsa Palestina demi berdirinya negara-bangsa Yahudi. Dari ideologi saja, sudah seharusnya kita tidak berpihak karena untuk mencapai misinya, Isra3L akan membunuh dan mengusir jutaan manusia warga lokal Palestina.
Isra3L sudah tumbuh menjadi negara maju yang punya jaringan bisnis. Ini membuat Uni Eropa tidak mengecam partner bisnis mereka koloni penjajah Isra3L.
Politisi punya hubungan dengan pebisnis Isra3L/orang-orang pendukung ide Zionisme. Misalnya, Perdana Menteri Inggris yang punya investor mantan militer Isra3L dan pejabat pentolan UNICEF ada istri dari investor bagong pendukung zionisme.
Dari 4 hal ini, sulit melawan jika banyak dari kita hanya diam. Media massa dan politisi negara maju tidak berpihak pada Palestin4. Bahkan 1-2 negara Arab malah "membantu" operasi pembantaian warga Palestin4 yang sedang berlangsung.
Jadi, harapan warga Palestin4 tinggal suara mayoritas (orang biasa, kita semua).
Setiap dari kita bisa melawan 4 kesulitan di atas. Lawan media massa yang misleading dengan media alternatif yang berpihak pada kemanusiaan. Tolak eksistensi Isr4el karena ideologinya pengusiran, perampasan, pembantaian, dan rasis. Anggurin semua komen pro-Isra3L biar komen mereka tenggelam. Like & reply komen yang cocok di hati. Jangan pakai istilah negara israhell, karena kita harus menolak mereka sebagai negara karena sejatinya mereka adalah koloni penjajah (settlers colonial state) yang sudah dibiarkan dunia (dengan kawalan negara adidaya) untuk mengambil rumah dan tanah warga Palestin4. Penjajah nomor satu, pembunuh nomor satu abad ini.
Lalu, lawan dominasi ekonomi dengan boikot brand dan block influencer yang mendukung Isra3L secara ekonomi maupun moril. Suarakan kebenaran terus menerus sampai dukungan hak warga Palestin4 dan kecaman pada pemerintah kolonial Isra3L menjadi mainstream. Kita mau semua manusia di dunia diakui sama dan punya hak yang sama, juga warga Palestin4 diakui setara (tidak seperti hari ini dimana pemerintah penjajah Israle menanggap warga Palestin4 hewan. Terlaknat mereka!)
Jika ada kesempatan, berkumpul dan ikutlah turun ke jalan. Buat perjuangan Palestina dan kejahatan perang Isra3L ini obrolan keluarga dan lingkar pertemanan kita. Jika busukny mereka sudah diakui jutaan orang, Isra3L dan teman-teman gentar dan mungkin akan meninggalkan perdana menteri IsraëL terpojok. Buat semua kanal media/tokoh yang mendukung Isra3L malu karena argumen invasi dan pengeboman mereka tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan HAM.
Akhirnya, Isra3L akan capek dan habis tenaga jika kita potong aliran dana dan sokongan pada mereka, seperti Rusia akhirnya tarik mundur karena melanjutkan invasi terlalu mahal.
Your boycott is important. Your voice to push politicians to cut ties with IsraëL is important.
We will win this together.
*
Ditulis oleh Bening, seorang anak pedagang kain di kios berdebu di pasar penampungan di Pekanbaru, dia baru saja mengedukasi dirinya lewat media alternatif dan akun Instagram wartawan lapangan di Gaza.
89 notes · View notes
artistictrans01 · 1 year
Photo
Tumblr media
When Apache use digital camo #boeing #boeingvertol #ah64 #ah64apachehelicopter #ah64e #ah64apache #ah64eguardian #tniad #tni_ad #tniangkatandarat #tni_angkatan_darat #indonesia #indonesianarmy #armyaviation #puspenerbad #🇮🇩 #militerindonesia #militer #alutsistaindonesia #alutsistatni #like4likes #likesforlike #aviationeverywhere #aviationworld #aviationartwork #aviationart #aviationartworks #militaryvehicle #militaryaviation #militaryaircraft (at Jakarta, Indonesia) https://www.instagram.com/p/Cp7lvQtJYHL/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
southeastasianists · 7 months
Text
In the days since Hamas launched a deadly attack on southern Israel on 7 October, the Association of Southeast Asian Nations has not made a formal statement about the crisis. This is not surprising, given that each ASEAN member sees the conflict differently. The language adopted and positions taken by individual ASEAN members reflect the interplay of historical or domestic dynamics in their foreign policy. ASEAN is a grouping – but on this issue, not a bloc.
Let’s look at the diverse response from the ASEAN members – where at one end of the spectrum, Brunei, Malaysia and Indonesia have expressed unity with the Palestinians. None of them has diplomatic relations with Israel and all have remained steadfast in their criticism of Israel despite Western pressure. Malaysian Prime Minister Anwar Ibrahim spoke to Ismail Haniyeh, the political bureau chief of Hamas, and expressed support for an immediate ceasefire in the Gaza Strip.
In each of Malaysia, Brunei and Indonesia, religion is significant in domestic politics. With Muslim majority populations, there is widespread public solidarity with the Palestinian struggles.
The significance of religion in Indonesian domestic politics was compelling enough for Ganjar Pranowo, one of the candidates for next year’s presidential election, to appear during an Islamic prayer call on a private TV station as part of his campaign. Furthermore, recent public demonstrations in Jakarta and Kuala Lumpur against Israel and the United States reflect sentiment on the street about the latest fighting, which governments cannot ignore.
Conversely, Singapore took a firm position against Hamas and strongly condemned the “terror attacks”. The small island-state has close defence relations with Israel, with Israeli military advisers assisting the Singapore Armed Forces since Singapore’s independence in 1965. Defence relations remain strong, as reflected in the joint development and production of surface-to-surface Blue Spear missiles.
Singapore’s strong stance against Hamas leaves it out of step with its larger Muslim-majority neighbours. Bilahari Kausikan, an influential former Singaporean diplomat, made clear the difference by frankly labelling as “bullshit” a view he attributed to a Malaysian ex-diplomat for the “root cause of the current violence” to be addressed, instead supporting a robust Israeli military response against Hamas.
Nevertheless, Singapore is concerned the crisis could lead to domestic division along religious lines as there is a sizable Muslim minority in the island-state. The government has banned events and public assemblies concerning the current Israel-Hamas conflict, citing rising tension as a reason. And to avoid a view that the Singapore position was one-sided, a government minister later said it was possible to be concerned regarding the Palestinian plights while condemning Hamas’ action. The Singaporean President and Prime Minister sent letters to Palestinian leaders, expressing condolences for the mounting casualties in the Gaza Strip, and pledging a $300,000 donation in humanitarian aid.  
Two other ASEAN members, the Philippines and Thailand, have large numbers of nationals working in Israel and have suffered casualties in the current crisis. Yet each responded differently. The Philippines condemned Hamas’ actions, while Thailand initially expressed neutrality, stating that “we do not know the truth about the political climate between the two nations [Palestine and Israel].” Manila’s response could be attributed to its experience battling militant groups in the southern Philippines over decades. As recently as 2017, militant groups professing alignment with the Islamic State seized control of Marawi, a city in the south of the Philippines, which led to a months-long campaign by the Philippines military with regional support to drive the militants out.
Across mainland Southeast Asia, Cambodia, Laos and Vietnam issued softer statements, expressing concern about the crisis without assigning blame to any party. The military junta in Myanmar is more focused on regime survival, launching an air strike against domestic insurgents, killing 29 people a few days after the Hamas attack on Israel.
These historical and domestic dynamics inform the policy of individual ASEAN states and provide some perspective in their reading of and response to the current crisis in the Middle East. It demonstrates a lack of unity among the Southeast Asian grouping that some observers argue dilutes its relevance. Yet despite the diverse responses by individual ASEAN members, there has been no official criticism by one member against another. This is consistent with ASEAN’s norms of non-interference in each other’s affairs, which aims to ensure the stability of Southeast Asia, a region that is still experiencing the threat of terrorism, internal rebellions, and inter-state territorial disputes.
Perhaps the silent acceptance of diverse positions is a strategy for ASEAN to cope in the more volatile world that we live in today.
39 notes · View notes
bayuvedha · 4 months
Text
Terdesak di Kandang Sendiri.
Sepemahaman saya yang paling sederhana, orang militer itu memiliki kemampuan komunikasi intelejensi tingkat tinggi, artinya pak menhan harusnya sangat mampu menjawab pertanyaan dari pak Anis tanpa membocorkan hal rahasia dengan pemilihan diksi, narasi dan analogi yg tepat.
Bahkan seharusnya sesi ini bisa menjadi kesempatan beliau menunjukkan betapa hebatnya pertahanan indonesia kepada warga indonesia dan jg kpd dunia.
Karena tentu acara ini jg dilirik media luar, tapi parahnya pak menhan malah menjawab dengan narasi menutupi yg memberi kesan pertahanan indonesia sedang tidak baik atau setidaknya walupun bukan lemah tp tidak cukup dibanggakan bahkan oleh ketua menterinya sendiri.
Agak lain rasanya.
11 notes · View notes
Text
Tumblr media
By: Andrew Doyle
Published: Dec 12, 2023
Towards the end of Christopher Marlowe’s play Tamburlaine Part Two, our marauding anti-hero burns a copy of the Quran, along with other Islamic books, as a kind of audacious test. “Now, Mahomet,” he cries, “if thou have any power, come down thyself and work a miracle.” Two scenes later, he is dead.
We might see this as a cautionary tale for our times. After all, it isn’t only Turco-Mongol conquerors who find themselves punished for Quran-burning. Last week, the Danish parliament voted to ban the desecration of all religious texts following a spate of protests in which copies of the Qur’an had been destroyed. Inevitably, the new law has been couched as a safety measure. This burning of the book, claims justice minister Peter Hummelgaard, “harms Denmark and Danish interests, and risks harming the security of Danes abroad and here at home”.
He has a point. Even unconfirmed accusations of Quran-burning can be sufficient to prompt extremist violence. In 2015, being accused of defiling the holy book, Farkhunda Malikzada was beaten to death by a ferocious mob in Afghanistan while bystanders, including police officers, did nothing to intervene. Many filmed the brutal murder on their phones and the footage was widely shared on social media. In 2022, a mentally unstable man called Mushtaq Rajput was similarly accused and tied to a tree and stoned to death in Pakistan. Earlier this year in Iran, it was reported that Javad Rouhi was tortured so severely that he could no longer speak or walk. He was sentenced to death for apostasy and later died in prison under suspicious circumstances.
But while we might anticipate that the desecration of the Quran would be proscribed in Islamic theocracies, it is troubling to see similar laws being passed in secular nations such as Denmark. The government had not been so faint-hearted when faced with similar problems in 2005. After cartoons of the Prophet Mohammed were published in Jyllands-Posten, a global campaign from Indonesia to Bosnia demanded that the Danish authorities take action. The government stood firm and the judicial complaint against the newspaper was dismissed.
In a free society this is the only justifiable response, albeit one that takes considerable courage. And the climate of intimidation that has descended since is a product of our collective failure to defend freedom of speech against the demands of militants. When the Ayatollah Khomeini pronounced his fatwa on Salman Rushdie for his novel The Satanic Verses, one would have hoped for a unified front on behalf of one of our finest writers. Instead, much of the literary and political establishment abandoned or even censured him. In the Australian television show Hypotheticals, the singer Yusuf Islam, formerly known as Cat Stevens, implied that he would have no objections to Rushdie being burned alive.
That a work of fiction such as The Satanic Verses could not even be published today gives us some indication of the extent to which we have forsaken the principle of free speech. If we are so squeamish about the burning of Qurans, why were so many of us indifferent to the burning of Rushdie’s book on the streets of Bolton and Bradford? Yusuf Islam’s remark about the author’s immolation might have been flippant but, as Heinrich Heine famously wrote: “Where they burn books, they will in the end burn people too.”
The ceremonial burning of books in Germany and Austria in the Thirties has ensured that the act will always have a unique charge, and a disquieting, visceral effect. It is why, for instance, the most memorable scene in Mervyn Peake’s Titus Groan is when the villain Steerpike sets fire to his master’s library. It is a gesture designed to repudiate the very heights of human achievement, to hurl his victim into a spiral of despair. When Rushdie saw his own novel publicly incinerated, he confessed to feeling that “now the victory of the Enlightenment was looking temporary, reversible”.
The burning of the Quran leaves many of us similarly troubled. We do not need to approve of the contents to sense that the destruction of a book is symbolic of a desire to limit the scope of human thought. When activists post footage of themselves gleefully setting fire to copies of Harry Potter, one cannot shake the similar suspicion that they would happily substitute the books with the author herself.
But while many of us find the burning of books instinctively rebarbative, to outlaw this form of protest is essentially authoritarian. And to reinstate blasphemy laws by specifying that only religious books are to be protected is fundamentally retrograde. Of course, such laws already exist in most Western countries in an unwritten form. In March, a 14-year-old autistic boy was suspended from his school in Wakefield, reported to the police, and received death threats after he accidentally dropped a copy of the Quran on the floor, causing some of the pages to be scuffed. He may not have committed a crime, but many people behaved as though he had.
And the same unwritten laws are in force in the fact that few would be brave enough to publish cartoons of the Prophet Mohammed after the massacre at the offices of French satirical magazine Charlie Hebdo in 2015. Five years later, the schoolteacher Samuel Paty was beheaded on the streets of Paris simply for showing the offending images during a lesson on free speech. Closer to home, a teacher at Batley Grammar School in West Yorkshire is still in hiding after showing the images to his pupils and stirring the ire of a righteous mob.
The failure of the school’s headmaster, as well as the teaching unions, to support this man against the demands of religious fundamentalists is revealing. Why must those who claim to be defending the dignity of Muslims treat them as irascible children? At the same time, as Sam Harris recently pointed out, there is an oddity in the fact that so many Muslims do not appear to be alarmed that “their community is so uniquely combustible”.
The bitter reality is that terrorism works, particularly when so many governments across the Western world are seemingly willing to fritter away our bedrock of liberal values. This has been actuated, in part, by an alliance of two very different forms of authoritarianism: ultra-conservative Islamic dogma and the safetyist ideology of “wokeness”. The latter has always claimed that causing offence is a form of violence, and the former has been quick to adopt the same tactics. This is why protesters outside Batley Grammar School asserted that the display of offensive cartoons was a “safeguarding” issue, and the Muslim Council of Britain criticised the school for not maintaining an “inclusive space”. The same censorious instincts have been updated, and are now cloaked in a more modish language.
In a civilised and pluralistic society, the burning of a holy book might provoke a variety of responses — anger, disbelief, or just a shrug of the shoulders — but it should never lead to violence. Back when The Onion still had some bite, the website satirised this “unique combustibility” through the depiction of a graphic sexual foursome between Moses, Jesus, Ganesha and Buddha. The headline said it all: “No One Murdered Because Of This Image”.
Freedom of speech and expression still matters, and if that means a few hotheads and mini-Tamburlaines might burn their copies of the Quran then so be it. It is unfortunate that we have reached the point where Islam must be ring-fenced from ridicule or criticism, whether due to fear of violent repercussions or a misguided and patronising effort to promote social justice. But for this state of affairs we ultimately have only ourselves to blame, and in particular our tendency to capitulate to religious zealots when they seek exemption from the liberal consensus.
==
Tumblr media
12 notes · View notes
konveksijaskantor · 10 months
Text
TERBAIK!!! 0812-3456-9837, Konveksi Seragam Resmi Semarang, konveksi Seragam Pabrik Jawa Tengah
Tumblr media
0812-3456-9837 Seragam,Seragam Terbaik,Seragam Murah,Seragam Custom,Seragam Kantor,Seragam Sekolah,Seragam Industri,Seragam Medis,Seragam Olahraga,Seragam Fashion JUANDA KONFEKSI UNTUK SOLUSI PAKAIAN ANDA! Kami Menyediakan Jasa Konveksi Terbaik dengan Kualitas Premium Kenapa Memilih Kami? 1. Kualitas Terbaik 2. Free Desain sesuai keinginan 3. Bahan Berkualitas dan Teknologi Terkini 4. Pengiriman Tepat Waktu Kami pusat produksi konveksi seragam di daerah  Semarang menyediakan berbagai kebutuhan seputar seragam seperti : Seragam Sekolah Seragam kantor Seragam Olahraga Seragam Medis Seragam Hotel Seragam Pramugari/pramugara Seragam polo/kaos Seragam militer Seragam pelayan Seragam security Seragam bengkel Seragam Pariwisata Dan lain lain Bisa custom untuk berbagai seragam atau sesuai request anda lokasi kami berada di  Semarang - Jawa Tengah Menerima pesanan online Siap kirim ke seluruh indonesia Harga yang kami berikan lebih murah dan juga bahannya berkualitas More info hubungi: Juanda konveksi WA/Call: +62 812-3456-9837 Seragam,Seragam Terbaik,Seragam Murah,Seragam Custom,Seragam Kantor,Seragam Sekolah,Seragam Industri,Seragam Medis,Seragam Olahraga,Seragam Fashion #Seragam,#SeragamTerbaik,#SeragamMurah,#SeragamCustom,#SeragamKantor,#SeragamSekolah,#SeragamIndustri,#SeragamMedis,#SeragamOlahraga,#SeragamFashion
0 notes
mamadkhalik · 1 year
Text
Turki dan Jalan Dakwah Kita
Hingar bingar kontestasi politik Turki nyatanya cukup menjadi perhatian bagi sebagian kita di tanah air.
Turki dengan sejarahnya menyimpan banyak sekali pelajaran, dimulai dengan runtuhnya Kekhalifahan, pemerintah sekuler, Islam di bawah Erbakan, kudeta militer, sampai masa pembaharu Turki Modern, Presiden Erdogan.
Tumblr media
Banyak orang melihat kepemimpinan awal Erdogan adalah cara baru politik Islam, namun banyak juga yang mengkritik kepemimpinanya setelah 20 tahun berkuasa.
Kalau kita cermati, sebenarnya Indonesia dan Turki ini memiliki beberapa kemiripan dan barangkali memiliki penyelesaian masalah yang sama juga :
1. Turki dan Indonesia sama-sama mayoritas penganut Sunni dan tarekat yang kuat. Maka dari itu Islam dan Negara tidak bisa dipisahkan.
2. Berada dipersimpangan konflik sosial dan ekonomi. Jelas secara geografis menentukan ini.
3. Memiliki potensi SDA dan SDM yang besar.
Setidaknya ada 2 pelajaran penting yang bisa menjadi inspirasi untuk negeri tercinta kita ini :
1. Penyelesiaan masalah sosial ekonomi
Erdogan di Istanbul melakukan perubahan fundamental dari kerapihan dan sanitasi kota yang menjadi masalah lama. Dari hal sederhana itu, lama kelamaan memunculkan kepercayaan di kalangan warga Istanbul, yang notabene adalah loyalis CHP Partai oposisi.
Ditahap negara, Erdogan membentuk "Oligarki Sholeh" yang akhirnya menjadi modal politik selain masyarakat yang sudah percaya akan kepemimpinanya.
Dengan dukungan mereka, stabilitas politik terjaga, peraturan menjadi mudah, dan Turki mampu menjelma menjadi kekuatan ekonomi baru sekaligus menyelesaikan masalah perut rakyatnya.
2. Perubahan Mindset dan semangat perubahan
Apa yang menjadi semangat muda Erdogan adalah belajar ke masa lalu dan akhirnya menemukan cara baru dalam mengusung konsep politiknya.
Populisme Islam dalam tataran politik sangatlah rentan dengan kudeta, perlu wajah baru yang demokratis namun tetap menghidupkan semangat Islam secara struktural yang bertahap. Seperti suksesornya Erbakan yang akhirnga dikudeta, juga dengan Presiden Mursi di Mesir.
Dimulai dengan poin 1 sebelumnya, dilanjutkan dengan lobi politik yang tidak kaku, semisal Islam yang biasanya konfrontatif terhadap kafir semacam Rusia, Israel, Amerika, Turki di bawah Erdogan mampu bermain 2 kaki, bersiasat, dan menjaga stabilitas politiknya.
Tentunya di poin ini banyak memunculkan perdebatan dan juga syubhat.
Saat ini Erdogan mengalami kekalahan di kota-kota besar, salah satu penyebabnya dalah munculnya generasi baru yang tak merasakan masa awal Erdogan, sehingga kecenderungan anak muda yang ingin berbeda, ingin perubahan, sejalan dengan masalah kepemimpinan Erdogan yang sarat kritik, yang akhirnya memilih keluar dari status quo.
Nyatanya, sudah menjadi naluri para pemuda, terutama poin nomor 2, selayaknya seperti generasi awal Erdogan dulu saat mulai hadir di politik Turki.
Ini menjadi pelajaran penting bagaimana dakwah agar menyesuaikan zamanya, bahwa anak muda hari ini memiliki pola pikir yang berbeda, terbentuk secara instan dari kemajuan teknologi, yang berpangaruh dalam pengambilan keputusan.
Hemat saya anak muda sekarang perlu untuk diajak lebih partisipatif dan kolaboratif untuk urusan yang "agak mikir" ini.
Dimulai dengan memberi ruang atas gagasan dan ekspresi, bukan semata-mata glorifikasi generasi terdahulu, atau bahkan dijadikan komoditas agar terlihat milenial, yang akhifnya hanya menjadi bumper untuk status quo semata.
Jangan sampai.
26 notes · View notes