Tumgik
aksarasunni · 4 years
Text
Sahabatku
Terima kasih sudah menghadirkan tawa sebelum jatuhnya tetes air mata.
0 notes
aksarasunni · 4 years
Photo
Tumblr media
Bagaimana jika rumah bagiku hanya bangunan kosong tanpa penghuni? Tanpa hangat senyum di pipi, Tanpa canda yang menghiasi, Bahagia dan harmonis hanyalah sebuah imaji. #puisi #kumpulanpuisi #mediaberkarya #alumnikelasmenulismdk #sastra #aksara #sunyi https://www.instagram.com/p/B7fSJ9Aguge/?igshid=1dfd8ttuomn9z
0 notes
aksarasunni · 4 years
Photo
Tumblr media
Selama apapun kita sejajar Kau tergesa ingin cepat sampai Aku sadar kita tak sejalan Kuhentikan langkah agar kau leluasa Tidak perlu ada air mata Selamat berkelana Kau tak perlu risau sekarang Langkahku sudah berhenti di persimpang jalan Jika tujuan kita sama, selamat bertemu di sana. #sastraindonesia #kumpulanpuisi #alumnikelasmenulismdk #kmmdk #puisi #aksara https://www.instagram.com/p/B7TQehfgdmK/?igshid=pno1o6nmowci
0 notes
aksarasunni · 4 years
Photo
Tumblr media
Setidaknya, hari ini biarlah air memelukku dengan erat Menenangkanku dari bisingnya dunia Sampai aku kembali siap Muncul ke permukaan menghadapi semua. #sastraindonesia #puisi #alumnikelasmenulismediaberkarya #kumpulanpuisiku https://www.instagram.com/p/B7SkxpEAnPD/?igshid=1dbxvx9shr12e
0 notes
aksarasunni · 4 years
Photo
Tumblr media
Sampai suatu hari, lelah merajai diri Penat kala orang berbasa basi Akan sampai kapan menghakimi? Bahkan tidak mengenal sampai ke akar hati Namun, bicara seolah paling mengerti Apa dunia memang sebising ini? Ah, benar, di sini Tempat paling tenang dan sunyi Laut terdalam, tenggelam. #sastra #kumpulanpuisi #puisiku #aksara #mediaberkarya #alumnikelasmenulismdk https://www.instagram.com/p/B7QwhBFAY3t/?igshid=1dwy0sdo09qgy
0 notes
aksarasunni · 4 years
Text
ORANG SUCI POHON KELAPA: Menyelami Hati di Negeri Asing
Tumblr media
Resensi Buku
Judul Buku: Orang Suci, Pohon Kelapa (Kumpulan Sajak)
Pengarang: Choi, Jun
Penerjemah: Nenden Lilis Aisyah dan Kim Young Soo
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun terbit: 2019
Tebal: 123 + vii halaman
Sebuah tempat yang asing, tempat di mana tidak kita ketahui orang-orang, bahasa, dan lingkungannya seperti apa. Namun, hidup di dalamnya. Bagi seorang penyair, suasana/lingkungan sekitar mempengaruhi sebuah kata-kata yang tercipta. Seperti yang Plato katakan bahwa karya sastra adalah tiruan, tiruan dari lingkungan dan dikembangkan oleh Aristoteles bahwa karya sastra tidak hanya tiruan, tetapi ada kreasi dalam pembuatan tersebut. Seorang penyair dari Korea, Choi, Jun adalah salah satunya. Tinggal di tempat yang tidak diketahui, budaya Korea yang tentu saja berbeda dengan budaya Indonesia, culture shock yang pasti dialami, penyesuaian pasti dilakukan. Hal ini membuat Choi, Jun tertarik dengan budaya Indonesia yang beragam. Sehingga, dia menyelami setiap inci kehidupan di Indonesia yang tersaji dalam buku Orang Suci, Pohon Kelapa berupa sajak-sajaknya yang indah. Buku ini menjadi sebuah bukti hasil keberadaannya di Indonesia—negeri yang asing baginya. Kumpulan sajak ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah.
Choi, Jun seorang penyair yang lahir di Kabupaten Jeongseon, Provinsi Gangwon, Korea, tahun 1963 belajar sajak di jurusan Bahasa dan Kesusastraan Korea, Universitas Kyung Hee, Korea. Mendapatkan sebuah penghargaan penyair baru dari Sastra Bulanan Korea tahun 1984 dan penghargaan mengarang pada musim semi oleh Harian Joong Ang, Korea tahun 1995 dengan sajak tradisional Korea. Kumpulan sajaknya, yaitu Kau, Masih di Sana; Anjing; Melemparkannya ke Dunia Tanpa Aku; Orang Suci, Pohon Kelapa; Meditasi tentang Rumah atau Pencarian Jalan; dan Cinta Gaya Slav.
Dalam kumpulan sajak ini, terdapat 61 sajak yang bercerita tentang tempat-tempat di Indonesia pernah Choi, Jun kunjungi, seperti pada sajaknya yang berjudul “Kenangan, Cibubur” bercerita tentang kehidupannya saat di Cibubur, tentang keluarganya, bagaimana dia merindukan saat-saat seperti itu. Terdapat pula kehidupan sosial yang Choi, Jun tuliskan dalam sajaknya berjudul “Tangan Kecil”.
Saat warna lampu lalu lintas berganti,
aku jadi memahami anak itu
dan semua tentang dunia ini
Anak itu telah mengukir selembar kartu nama dengan sekujur tubuhnya
Apakah telah kau tulis namamu dengan lengkap,
Duhai tangan yang lebih kecil daripada selembar uang seribuan?
Sajak ini bercerita tentang anak-anak di Ibu Kota yang harus bekerja banting tulang menghidupi keluarganya atau bahkan dirinya sendiri, menjadi pengamen di lampu lalu lintas adalah pilihan mereka. Choi, Jun memahami sesuatu yang dituangkan di dalam sajak di atas bahwa dunia begitu keras bahkan anak kecil sekalipun sudah menanggung kerasnya dunia tersebut.
Bahasa yang digunakan Choi, Jun banyak menggunakan majas personifikasi. Banyak sajak-sajaknya yang diambil dari nama-nama tumbuhan. Sajak-sajak ini banyak menyampaikan atau menggambarkan orang-orang atau keadaan di Indonesia. Tidak hanya alamnya saja, tapi hal kecil yang sering tidak kita anggap kehadirannya menjadi sorotan paling menarik untuk Choi, Jun tuliskan dalam sajaknya.
“Orang Suci, Pohon Kelapa” menjadi judul utama buku ini. Seperti judulnya, pohon kelapa bermakna banyak manfaat dari atas sampai akarnya. Dalam sajak-sajak ini pun diselami banyak sisi kehidupan dengan banyak pelajaran yang dapat diambil. Nilai-nilai sosial dan kebudayaan hadir dalam sajak-sajak Choi, Jun. Sajak-sajaknya termasuk ke dalam sajak modern karena tidak terikat pada rima dan bait. Setiap penyair memiliki kekhasannya masing-masing pada sebuah karya. Begitu juga dengan Choi, Jun, sajak-sajaknya memiiki ciri khas dari gaya bahasa, sudut pandang yang dipakai, dan mengangkat kondisi sosial dan alam Indonesia.
Buku ini mengajak kita menyelami dan merasakan apa yang Choi, Jun sampaikan tentang Indonesia lewat sajak-sajaknya. Meski perlu pemahaman lebih untuk mengerti apa yang ingin disampaikan Choi, Jun lewat sajaknya. Namun, nilai sosial, lingkungan, atau pesan yang terkandung di dalam sajak tersebut dapat dirasakan dan dijadikan sebagai pelajaran hidup. Dari buku ini, kita bisa tahu sudut pandang Choi, Jun sebagai seseorang yang hidup di negeri asing baginya—Indonesia—penuh dengan pelajaran hidup yang dapat diambil. Kumpulan sajak ini dia persembahkan untuk ayah dan adiknya yang telah lebih dulu menghadap sang pencipta.
1 note · View note