Tumgik
#aku solilokui senandika ceritaku
kopipedas · 4 months
Text
wajah sudah tak ada rupa
malu hingga tak tahu harus bagaimana
mencari gara-gara adalah kebodohan paling hina
duhai puan mengapa tak pandai berjaga-jaga?
laku mu telah menghembuskan bau
hadiah mu sudah hancur menjadi abu
wahai puan sadarlah
kau bukan berlian puan
kau hanya kerikil yg dikasihani bangsawan
2 notes · View notes
kopipedas · 8 months
Text
Apa yang kau kejar dari sesuatu yang tak dapat dikejar? Sadarlah, kau hanya ingin beradu pada nasib yang menentukan lelahnya berlari tanpa arah. Apa tidak jemu? Atau kau menikmati arena berlari yang tak berujung?
Lihatlah di luar arena. Mereka yang tersenyum bahagia sebab telah menang dari rasa lelah berlari pada arena tak pasti. Coba lihat raut wajah mereka. Bersinar sebab telah melangkah anggun laksana permaisuri istana. Mereka merdeka dari hati yang dulu mereka sakiti sendiri. Mereka bebas dari penjara yang mereka dirikan sendiri.
Lalu kau? Lihat dirimu. Kau terpuruk pada lelahnya berlari. Mengejar yang tak pasti. Kau berkata sedang menikmati padahal hati itu tersayat tersakiti.
Kau, mengapa bodoh seperti ini?
2 notes · View notes
kopipedas · 9 months
Text
Solilokui Tentang Kau
Mata ku tertuju pada mu yang berdiri di barisan kelas berpita kuning. Aku merasa tidak asing dengan wajah mu. Kala itu aku menatap tajam dan mencoba mengulas ingatan ku. Di mana? Kapan? Siapa? Sederet kata tanya ini hadir setiap sosok mu berlalu lalang di hadap ku. Tidak bisa ku lupa saat kau menggunakan seragam olahraga abu-abu dan mengikuti kegiatan rutin kita pagi itu, wajah mu datar tanpa senyum. Tampak biasa saja. Hanya rasa penasaran ku selalu muncul jika wajah mu melintas di hadap ku.
Suatu hari di salah satu kamar wisma lantai satu, seorang kawan bertanya tentang kau pada ku. Kawan itu menanyakan apakah dulu semasa SMA aku satu angkatan dengan mu. Ia berkata bahwa SMA ku dulu sama dengan mu. Beberapa kali ia menyebutkan nama mu. Ternyata memang aku tidak mengenalmu, hanya aku bisa memastikan semasa SMA kita pernah bertemu hingga kau tidak asing bagi ku.
Ku rasa obrolan singkat di kamar wisma saat itu mampu memecah rasa penasaranku. Semenjak itu, aku tak pernah lagi mencari tahu tentang mu.
***
Dua tahun setelah itu ada lelaki berparas layaknya seorang metroseksual mencoba mendekati ku. Saat itu seorang teman memperkenalkanku dengannya. Ia menanyakan ini dan itu. Awalnya ku anggap lelaki ini kawan yang nyaman untuk berdiskusi. Seminggu berkenalan dengannya aku masih merasa baik-baik saja. Di minggu ke dua berkenalan dengannya, ia mempertemukan ku dengan kawan sejawatnya semasa menempuh pendidikan strata satu. Mereka berbicara banyak tentang nostalgia semasa kuliah dulu. Aku menikmati pembicaraan mereka. Sampai akhirnya obrolan mereka bertumpu pada pertanyaan almamater SMA ku dulu. Ku sebutkan lengkap dengan tahun kelulusan ku. Dan mereka menyebutkan nama mu. Anehnya nama mu masih ku ingat jelas, padahal obrolan dua tahun lalu di salah satu kamar wisma hanya obrolan ringan tak begitu penting. Ku jawab pertanyaan mereka bahwa sepertinya aku tahu, hanya aku tidak memastikan dengan jelas apakah kau satu angkatan dengan ku atau tidak.
Perkenalan ku dengan lelaki itu tidak lama. Hanya satu bulan kemudian berakhir dengan hubungan yang tidak baik. Aku tidak mempermasalahkan itu. Aku justru beruntung tidak berhubungan lagi dengannya. Tuhan menyelamatkan ku.
***
Beberapa bulan setelahnya, aku menemukan nama mu di daftar pemindahan pegawai instansi lain menuju instansi tempat ku bekerja. Aku cermati lagi, apa betul itu kau lelaki dua tahun lalu berseragam olahraga abu-abu? Ah.. ternyata memang benar. Pada deretan angka yang menunjukkan nomor induk pegawai milik mu memiliki kesamaan dengan ku. Kini kau menjadi rekan kerja ku. Meski di tahun itu aku nyaris tak memiliki banyak kesempatan mengobrol dengan mu. Aku hanya bisa memandang dan menginterpretasikan diri mu dalam sela jam kerja. Sesekali berbicara dengan mu. Aku menyadari pandai diri mu. Bertukar pendapat dengan mu sungguh menambah wawasan ku.
***
Pertemuan ku dengan mu hanya sebatas pertemuan rekan kerja. Bertukar pikiran di jam istirahat kerja, merangkai lelucon jenaka hingga teman lainnya ikut tertawa. Aku senang sebab sekian bulan mengenal mu, ada saja hal baru yang aku temukan dalam obrolan santai di ruangan kerja. Aku beranggapan kau adalah sosok misterius yang menantang ku untuk dapat menjadi teman mu. Iya ketika itu aku hanya berharap menjadi teman mu. Teman yang sewaktu-waktu dapat bercengkrama banyak hal tidak hanya obrolan masalah kerja atau solusi untuk kemajuan instansi tempat kita bekerja.
Suatu malam aku melihat pembaharuan dari mu di aplikasi sosial media berwana hijau kegemaran warga Indonesia. Aku tidak berpikir sebelumnya bahwa kau bisa selihai itu bermain gitar dengan beberapa jenis lagu tempo dulu. Salah satunya lagu favorit ku semasa SMP yang selalu ku putar di radiotape juga kerap ku ajukan melalui siaran radio sore yang menyiarkan segala lagu permintaan pendengarnya. Bisa jadi kau lupa. Kala itu aku mengapresiasi permainan gitar mu. Hebat dan aku menyukai itu. Ah ku perjelas, aku menyukai lagu itu.
Obrolan dengan mu di jejaring sosial media tak sering. Sesekali saja. Sama dengan obrolan di tempat kerja. Sampai suatu hari, aku membaca suatu pembaharuan status cerita sosial media hijau milik mu. Aku tidak bisa lupa dengan makna unggahan mu. Keadaan ku kala itu cukup porak poranda, hujan tangis patah hati di awal Juli. Aku yang baru disakiti, merasa disemangati oleh unggahan mu. Tanpa berpikir panjang, ku ketik kata-kata jenaka yang intinya mengajak hati untuk segera bergerak, berpindah kepada yang lain yang lebih berarti. Kau tak banyak menanggapi. Hanya emotikon senyum sekedarnya. Aku tahu diri, kau tidak mungkin akan bercerita kepada ku tentang kisah mu.
Lama berselang aku masih memperhatikan mu. Aku masih tertantang untuk menjadi teman bertukar cerita dengan mu. Skenario yang tidak pernah ku duga, selepas bekerja di ruang petak cukup luas itu aku selalu dipertemukan dengan mu yang masih menyelesaikan sisa pekerjaan hari itu . Berdua saja, hingga banyak obrolan baru mengisi lengangnya suasana. Ketika itu aku ternyata bisa banyak bertukar cerita dengan mu. Tak lagi masalah kerja, asmara hingga sejarah dunia sudah menjadi tema cengkrama kita. Berlanjut di jejaring sosial. Berlanjut dengan pembahasan aneka rupa. Yesss, akhirnya aku merasa bisa menjadi teman mu. Setidaknya aku bisa beranggapan sendiri, kau mau mendengar cerita ku dan aku bisa menyimak banyak kisah dari mu.
Aku begitu senang. Mungkin akan dianggap biasa oleh mu. Bisa jadi kau berpikir, sebatas interaksi kecil begitu mengapa mampu membuat ku senang? Ini semua tentang aku dan pikiran ku. Aku mampu menyelesaikan tantangan itu. Saat itu tujuan ku hanya sekedar aku bisa banyak berbincang bersama mu. Sama sekali tidak terpikir oleh ku, untuk menjadi lebih dari itu. Hingga interaksi yang dimulai dengan obrolan aneka rupa ini terus berlanjut. Aku masih terkesima dan senang. Lelaki dari kelas berpita kuning yang dulu menguras rasa penasaran ku, akhirnya menjadi teman bercerita untuk ku.
***
3 notes · View notes
kopipedas · 9 months
Text
Tiada merasa pada titik betul-betul tahu rasa.
Sadar pada diri yang pernah tak tahu diri.
Selamat wahai jiwa, tamat dalam pura-pura.
3 notes · View notes
kopipedas · 1 year
Text
Kau hanya memandang ku sebagai manusia, bukan wanita yang kau suka
Kau hanya menganggap ku sebagai rekan bercanda, bukan seseorang yang buat hatimu berbunga-bunga
Kau hanya berempati pada ku yang haus cinta, bukan mendapatiku sebagai sosok yang buatmu jatuh cinta
Kau.. ah.. sudahlah
2 notes · View notes
kopipedas · 1 year
Text
Tak ada yang menghina, selain diri sendiri. Tidak ada yang menghardik, selain diri sendiri.
Masih belum sadar bahwa diri yang menangis sepanjang malam itu memang telah ternoda dan tak berarti?
Tidak ada yang dapat digapai.
Menyusun asa untuk diri sudah terasa susah.
Segalanya telah tertawan dosa yang menyamar dalam diam dan tawa.
Ternyata betul bisikan kecil pada hati tempo hari.
Diri ini hanyalah sampah yang sedikit beruntung.
2 notes · View notes
kopipedas · 1 year
Text
Tumblr media
Kastengel
Petang yang cukup sejuk untuk ku membawa sekotak cheese cake. Penuh rasa terima kasih ku hadiahkan cheese cake ini untukmu. Aku tidak begitu yakin apakah kamu betul-betul menyukai ini. Tapi dengan setumpuk rasa terima kasih, ku beranikan diri bertamu ke rumah mu. Dengan petunjuk jalan yang kau arahkan, ku melaju di sejuknya udara desa tempat tinggal mu. Ku coba membaca beberapa papan yang kau sampaikan di ruang obralan daring kita. Sampai akhirnya aku menemukan bangunan putih di dalam gang kecil tak bernama. Rumah mu.
Ku hentikan langkah dan menghubungi dalam pesan singkat. Menyampaikan dengan jelas posisiku tepat berada di depan. Tak lama kau membuka pintu dan mengajak ku masuk. Ku melepaskan sepasang sandal ini dan menaiki tiga anak tangga menuju ruang tamu. Ku ucap salam dengan pelan. Setelahnya kau mempersilahkan ku duduk.
Aku tersenyum sambil bercerita cara ku yang begitu mudah menemukan rumah putih ini. Sembari bercerita ku serahkan sekotak cheese cake padamu. Kau mengajakku menikmati cheese cake ini bersama. Aku tak begitu mempedulikan karena kue ini sengaja ku hadiahkan padamu yang telah membantuku.
Beberapa menit setelah bersenda gurau, ibu mu datang menghampiri. Membuka beberapa toples kue di meja dan mempersilahkan ku mencicipi. Aku mencoba menyamakan nada suara dan topik berbahasa. Paras ibu mu begitu cantik. Auranya begitu bening terpancar dari tutur kata lembut dan bersahaja. Tidak lama menyapa, ibu mu pamit menuju ke ruang dalam rumah. Aku kembali menikmati kue buatannya. Satu jenis kue di toples ku cicipi. Enak. Kue kacang ibu mu memang enak. Kemudian, ku terpana dengan kastengel di pojok kanan meja. Dengan nada sopan, aku berkata bahwa ku ingin mencobanya. Sungguh mengejutkan ku. Rasanya begitu enak. Jauh dari rasa kastengel buatan teman yang ku hidangkan di rumah. Satu gigitan. Dua gigitan, hingga sampai di gigitan ke berapa aku lupa. Gurih dan begitu renyah.
Sambil melahap potongan kue kastengel, kau masih bercerita. Sesekali bercanda. Aku atau pun kau beberapa kali tertawa juga terheran-heran dengan obrolan tak berarah.
Petang itu bagi mu mungkin terasa biasa. Tapi buatku sangat tidak biasa. Dalam hidup ku, ini adalah kali pertama. Sendiri dengan berani bertamu ke rumah sosok yang ku puja. Memandang wajah mu begitu dekat, bertemu ibu mu yang begitu hangat, aku menyukai ini.
Tepat lima menit sebelum pukul delapan, aku memutuskan untuk pamit. Aku mulai berdiri dan beranjak ke arah teras. Ku katakan bahwa ku harus pula berpamitan dengan ibu mu. Kau mencoba melirik ke dalam, dan setelahnya kau mengarahkan ku kembali menuju teras sebab ibu ada di halaman luar rumah. Aku mulai ke luar dan menghadap ke arah kanan. Aku menghampiri ibu mu dan meraih tangannya untuk bersalaman. Aku berpamitan, dan sekedar basa basi ku ucapkan "kapan-kapan main lagi." Dengan nada bercanda kau meladeni dengan berkata "Ah.. tidak perlu ke rumah lagi, itu hanya bikin repot saja." Aku tau itu bercanda, maka ku timpali saja dengan senyum.
Sepanjang jalan aku tak berhenti tersenyum. Merekah senyum ini sebab kastengel lezat juga kesempatan langka untuk ku yang sedang jatuh cinta. Aku yang sedang dimabuk asmara. Sesampainya di rumah aku kembali melanjutkan rutinitas. Menyalakan laptop dan mendengarkan beberapa lagu. Sesekali aku membaca tulisan di gawai. Aku berharap esok hari bisa berjumpa dengan mu setelah sedikit rasa bahagia di petang ini.
***
Esok hari yang cerah. Ternyata di tempat kerja tak ada yang spesial. Aku menemukan mu yang mondar mandir mengurusi persiapan lomba. Aku harusnya bisa menyisakan rasa bahagia semalam, tapi mengapa saat memandang mu dari kejauhan tak ku temukan senyuman keikhlasan. Aku mencoba biasa seolah tak ada rasa yang ku simpan untuk mu. Tapi ternyata memang sesusah itu. Kau yang telah selesai mengurusi ini dan itu berpamitan kepada ku dan beberapa rekan kerja lainnya. Aku hanya memandangmu sekilas, bergegas menghampiri di depan pintu. Ku serahkan benda kecil yang ku pinjam semalam di rumah mu. Ku ucap terima kasih lalu kau belalu dan pergi.
Sepulang kerja, aku masih saja merasa berbunga-bunga. Aku tidak hentinya memikirkan mu. Masih terbayang oleh ku sikap manis mu, jenaka tawa mu. Ku coba menghubungi mu. Ku kirimkan pesan, caraku berbasa-basi. Kau membalas seperlunya. Sampai pada akhirnya ada satu pesan yang membuatku tersadar. Aku yang berbunga-bunga, senyuman ku yang sumringah dan merekah, semuanya adalah omong kosong. Aku lupa bahwa aku adalah pemain tunggal di wahana ini. Perasaan ku tak berbalas. Harap ku tak bertuan. Aku hanya menyukai mu yang sama sekali tidak menyukai ku. Kau hanya berempati pada ku. Kau hanya menyisikan rasa simpati mu atas segala kelelahan ku. Kau sama sekali tak menaruh rasa pada ku. Sontak hati ku terhentak. Air mata ku mengalir membasahi pipi. Menerima kenyataan ini begitu sulit untuk ku. Menghadapi mu di setiap hari, tanpa jarak dan harus berpura-pura bahwa aku baik-baik saja. Ini menyakitkan. Aku ingin menyerah, tapi aku sendiri tak tahu cara bagaimana jalan untuk menyerah? Aku masih berjibaku dengan diri ku. Kau mungkin tak tahu ini.
Kastengel kemarin begitu lezat. Siapa sangka rasa manis gurihnya adalah salam sapa selamat datang sekaligus selamat tinggal untuk ku. Tak ada lagi kunjungan kedua, ketiga dan seterusnya. Karena betul kata mu, "hanya bikin repot saja"
Dalam tangis, harapku runtuh. Aku yang tidak kau cintai ini adalah manusia lemah yang masih berjuang menghentikan rasa ini.
6 notes · View notes
kopipedas · 1 year
Text
5 Mei 2023..
Berpura-pura adalah pekerjaan melelahkan dan menyakitkan. Berkata, menyapa, membual, seolah baik-baik saja. Sakit dan derita bahkan tidak bisa diwakilkan dengan uraian maaf dari bibir manis tanpa rayuan itu. Berpura-pura ini menguras energi dan rasa yang tidak diharapkan. Sayangnya, sebab tidak terpisah jarak dan waktu, pekerjaan ini esok dan seterusnya harus terus dilakukan. Selamat menikmati isak tangis kembali
6 notes · View notes
kopipedas · 1 year
Text
Senandika (3)
Mendamba kau yang mencinta hati lainnya adalah kebodohan ku. Ku telah membuka pintu terlalu lebar untuk mu hingga lupa bagaimana cara menutupnya. Kata mu, kau tak berniat masuk. Hanya sekedar menatap pekarangan rumah yang masih berusaha ku sapu. Tapi ternyata tatapan mu berbuah sapa, melahirkan bala bantuan untuk ku yang sedang menata rumah. Ku memandang mu. Terkesima dengan ujar dan laku mu. Perlahan pekarangan ku tertata rapi tanpa sampah. Ku tersenyum sumringah. Mata ku berbinar melihat mu yang selalu ada di saat ku berusaha merapikan rumah. Ku persilahkan kau masuk. Ruang tamu, ruang keluarga, dapur hingga ku sediakan pula kamar untuk mu. Aku tak tahu betul apa maksud mu. Kau hanya menyambut segala ajak ku. Kau mengiyakan segala pinta aneh ku. Ini sebernanya apa?
Suatu hari yang terik kau umumkan padaku. Ada wanita manis yang mengisi hati mu. Kau belum mau menyatakan rasa padanya. Kau bercerita tentang cara mu menyukanya dalam diam. Kau bertutur bahwa kau masih menyukainya meski ia tidak pernah tau rasa yang kau semai untuk nya. Aku khusyuk mendengar itu. Sampai tak sadar, aku menyimak mu di dalam rumah ku. Kau masih bercerita dengan sopan dan tutur kata halus bijaksana. Tapi kau tahu? Hati ku sesak. Terhimpit aku dengan kisah manis cinta mu. Hati ku sesak. Nafas ku kembang kempis tak kuasa menahan tangis. Aku harus kuat. Begitu diriku berkata senyap di hati.
Dari dalam rumah, kau izin kembali ke pekarangan. Kau ucap maaf. Berkali-kali kau ucap maaf karena telah singgah. Aku tersenyum dan berkata tidak apa-apa. Kau pamit. Ku berikan sekotak nasi untuk mu yang akan melanjutkan perjalanan.
Ketika itu juga air mata ku jatuh tak terduga. Ada yang pecah, porak poranda tapi aku tak sadar sebab hilang arah.
3 notes · View notes
kopipedas · 12 days
Text
Peraduan Malam Minggu
Aku melihat mu
Dari kejauhan aku sadar akan dirimu
Sosok tubuh berkaus putih lengan panjang
Kaus berkerah dengan pola garis-garis itu
Pakaian yang kau kenakan pada dekapan pertama untuk ku
Bayang wujudmu berlalu-lalang di seberang
Dan aku hanya mampu mencuri pandang
Tiga menit yang tak ku sengaja
Memalingkan pandang sebab teguran rekan di belakang
Setelahnya kembali ku lanjutkan
Mencuri pandang untuk kali kedua
Sontak, aku terperanjat
Langkah mu begitu cepat
Bukan lagi dari kejauhan
Kau telah tegak berdiri lima jengkal dari ku
Bulir keringat pun pelan-pelan bercucuran
Jantung ini berdegup kencang
Kembang kempis nafas buat ku ingin tumbang
Aku yang tiada pernah menduga-duga
Betapa laju gerak mu sangatlah singkat
Sangatlah dekat
Bertumpu sekian senti dari ujung tatapan ku
Aroma mu, legit dalam indra penciumku
Parfum bermerek asal Perancis milik mu sedari awal buat ku patuh
Semerbak wangi, merasuk utuh
Berhembus kuat, mengikuti rongga nadi ku
Kau berbalik, mengarahkan tubuh itu tepat di depan bola mata ku
Potongan rambut hitam yang khas
Juga sedikit janggut yang belum kau rapikan
Sepasang mata sayu, tampan sekali bersanding dengan hidung mancung mu
Tidak ada yang berubah
Saat senyum itu tersimpul pada ku
Senyuman tipis gaya mu
Ditemani sapaan halus
Berdenting merdu di daun telingaku
Betul-betul tidak ada yang berubah
Aku membeku
Aku terbelalak dalam sudi
Sungguh
Satu hasta pun aku enggan berpaling pada mu
Tatapan ku semakin dalam
Mata ku berbinar
Rona wajah ini bercahaya
Aku jatuh dalam suka yang sama
Pada mu yang pernah bersemi di masa lalu
Tak lama, dinginnya malam menghardik ku
Air mata seketika mengalir
Deras sekali membasahi pipi
Bahagia ku harus terikat sendu
Segala yang tampak kali ini
Sederet tingkah mu detik ini
Seluruh nikmat menatap mu sembunyi-sembunyi kala tadi
Adalah hadiah Tuhan yang disiarkan syahdu dalam bunga tidur ku
Meski susah hati aku melupakan sapa jua manis aroma mu
Meski tersedu-sedu aku mengingat rupa mu
Aku berusaha mengulum terima kasih kepada mu
Sebab telah berkenan mampir sejenak mengisi rindu
Dalam lelap ku di peraduan malam Minggu
1 note · View note
kopipedas · 2 months
Text
1 note · View note
kopipedas · 4 months
Text
Terbenam dalam omong kosong darah bangsawan
Memuja-muja pola pikirnya yg menawan
Terperangkap dalam kebodohan
Menjadi budak hingga mau berserah dgn keadaan
Bagaimana puan, sudah terasa begitu menyakitkan?
Puan, ini bukan lagi arena permainan..
Kau telah berada pada wahana penyiksaan
Benih cinta mu telah tersemai dalam kebencian
Puan sudah sadar bukan?
Ia betul-betul tak patut dipertahankan
0 notes
kopipedas · 6 months
Text
Aku terhadapmu.
Adalah lakon hidup tersiksa sembari tersenyum.
Mengajak mu bermain dalam pertempuran batinku.
Berdalih ini hiburan.
Padahal aku yang terlahir dalam kebodohan.
Terjerembab pada luka perasaan.
Ku tanam dalam-dalam harapan.
Ku ucap tiada lagi harapan.
Bila pun ada, ku rasa hanya sebutir debu kebajikan.
Ketulusan mu.
Segala pertolongan dan pemberian mu.
Nampaknya hanya wujud rasa iba mu pada ku.
Hujan sore tadi menuntun mu berceloteh aneka rupa pada ku.
Kau terasa biasa bercerita ini itu.
Yang aku benci, dengan semua itu aku cemburu.
Sakit.
Mata ku berair, dadaku sesak dengan segala cerita mu.
Pada nama wanita lain yang kau selipkan di cerita itu, aku cemburu.
Kau tidak tahu.
Sebab ku tunjukkan dalam tawa seolah aku baik-baik saja.
Lara hati yang dulu muncul kembali
Mengapa masih terasa semenyiksa ini?
Tak pernah lagi ku usung harapan menjadi milik mu
Tak pernah lagi ku bermimpi suatu hari kau akan mempersuntingku
Semenjak malam dini hari itu,
Ku coba sembuhkan luka hati yang sampai hari ini belum mampu ku obati sendiri.
Suka dan luka.
Dua cipta yang selalu ingin ku hilangkan.
Meski susah.
Meski buat ku menderita.
0 notes
kopipedas · 1 year
Text
Di sepertiga malam ini akhirnya aku menyerah
Takluk pada acuh dan kerasnya pintu hati mu
Yang pernah mendekati ku tapi tak sedikit pun menyukaiku
Aku menyerah
Sebab ku lelah, betul-betul lelah
Aku yang tidak bisa berpura-pura
Aku yang terus menangis tersiksa
Terjerat pada rasa suka yang tak berbalas
1 note · View note
kopipedas · 1 year
Text
Kau buat ku melayang
Terbang hingga buat ku gembira bukan kepalang
Ku diayun-ayun bak bayi yang sedng ditimang
Aku senang
Sampai akhirnya senang ku berbuah nyaman
Nyaman ku melahirkan suka
Perasaan ku mulai bertumpu pada kau
Iya, kau yang buat ku melayang
Sayangnya.. kau hanya sekedar buat ku melayang
Mendekat, bercanda dan pandai menggoda
Aku saja yang tak tahu bahasa, atau bisa jadi bodoh menerka rasa
Terbawa perasaan padahal kau hanya berkata ini sekedar bercanda
Sekarang rasa di hati ku tak jua beda
Menyukai kau yang tak menyukai ku
Wahai kau, coba ajari aku bagaimana cara melupakan segala canda dan goda itu?
Wahai kau, coba ajari aku bagaimana membalikan hati yang sudah kau sentuh dan dengan sengaja kau campakan ini?
Aku yang mencoba bergerak tapi tak kunjung bisa
Aku yang kau dekati tapi tidak kau cintai
Aku lelah, jika bisa ku ingin hati itu untuk ku saja
1 note · View note
kopipedas · 1 year
Text
Kenapa Aku?
Pecah berkeping-keping.
Luluh lantak bercerai berai.
Porak poranda, hangus hingga menyisakan abu.
Kacau balau, hancur lebur segalanya
Aku telah membabu pada perasaan ku. Aku remuk, pedih sekali. Tak mampu berdiri atas bodohnya diri.
Dalam sepi ku selalu bertanya tiada henti
Kenapa mengampiri? Kenapa memilih ku dulu?
Kenapa aku?
Air mata ku bahkan tak mampu mengubah rasa di hati mu. Sakit ku bahkan tak mampu gerakan isi hati mu.
Kenapa? Kenapa memilih ku dulu?
Kenapa aku?
0 notes