Tumgik
#jajak rasa nusantara
nanananski · 7 years
Text
[Review] Jejak Rasa Nusantara: Membongkar sejarah selera Indonesia
Tumblr media
Karena sudah lama nggak nulis review buku, jadi kali ini saya review Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia. Sebuah buku sejarah tentang perjalanan kuliner dan/atau gastronomi di Indonesia karya Fadly Rahman. 
Sebenarnya, saya agak berat nulis review ini. Bukan karena malas, tapi berat karena ilmu dan kemampuan otak saya yang tak seberapa pintar ini, trus sok-sokan review buku. Buku sejarah lagi yang di-review dan buku ini pengembangan dari tesis (kalo bener yaaa…) sang penulis.  
Jadi bahasa dalam buku ini seperti bahasa tesis, ilmiah. Buat saya dengan kemampuan pas-pasan (millennial yang nggak pintar), agak susah mencerna. Harus baca berulang-ulang, karena bingung, dalam hati bilang: “ini maksudnya gimana sih?”. Hahaha. Tapi, nggak masalah sih, soalnya banyak informasi penting di dalamnya. 
Menurut saya, buku ini seperti membongkar sejarah makanan –yang tersaji di meja makan, meja warung juga boleh– yang disantap orang Indonesia setiap hari. Mulai dari cikal bakal benih, daerah surplus biji-bijian, penyebaran tanaman & hewan ternak, berbagai jenis makanan seluruh Nusantara, cara mengolah makanan, pengaruh makanan Eropa, kemunculan buku resep masakan. 
Jangan sedih, buku juga membahas soal penelitian gizi makanan, Kebun Raya Bogor sebagai pusat penelitian botani, informasi ekspor-impor produk Indonesia ke mancanegara atau sebaliknya, makna sebuah makanan bagi orang-orang kolonial dan rakyat jelata –saya banget nih rakyat jelata–, selera makan orang Belanda dan Nusantara, krisis pangan zaman Jepang sampai pemerintahan Soekarno, hingga pembahasan swasembada beras era Orde Baru.
Tumblr media
Setelah membaca buku ini, saya jadi tahu dari mana asal kecap. Jadi kecap itu berasal dari kedelai. Kabarnya, kedelai merupakan biji-bijian yang dibawa oleh orang Tiongkok yang bermigrasi ke Nusantara. Mereka juga memperkenalkan cara menanam dan mengolahnya. Alhasil mereka sakses mengolah tahu, tempe, tauco, dan kecap.
Mungkin mereka juga yang mengenalkan keripik tempe ke kita, mungkin loh ya.
Makanan yang ada saat ini di Indonesia –berdasarkan penulis– adalah hasil percampuran budaya Eropa (Portugis, Prancis, Belanda), Arab, India, dan Tiongkok. Ada sih makanan khas Indonesia, tetapi lambat laun beberapa makanan asli atau pendatang menyesuaikan diri, baik dari segi rasa, bahan, bentuk, dan cara memakannya. Sehingga membentuk selera yang disukai masyarakat Indonesia. Soal selera, penulis sedikit menjelaskan kenapa masakan Sumatera cenderung pedas, kuliner Jawa cenderung manis, atau makanan Sulawesi ekstrim/nggak lazim.
Dulu, orang Indonesia kalo makan cuman pakai daun pisang dan makan dengan tangan. Satu pincuk –wadah berbentuk kerucut dari daun pisang– untuk satu orang. Setelah kedatangan kolonial Belanda, masyarakat mulai kenal penggunaan piring, sendok, dan garpu. Kedatangan orang Arab, makan pun secara komunal. Jadi ada piring segede Optimus Prime diisi nasi dan lauk-pauk, makanan tersebut disajikan untuk beberapa orang. Mereka makan bersama-sama –dengan tangan– dalam satu tempat. Sebelumnya harus cuci tangan dulu, loh.
Ngomongin soal makanan, nggak lengkap kalo nggak nyinggung soal buku resep masakan. Tahu nggak, apa judul buku resep pertama di Hindia Belanda? Kokki Bitja atau Kitab Masak Masakan India, Jang Bahroe dan Semporna pada 1857 karya Nonna Cornelia. Nggak tahu siapa dan bagaimana sosok bu Cornelia ini. Sampai kini masih misterius dan mungkin hanya dia, penerbit, dan Tuhan yang tahu. Setelah itu bermunculan buku resep satu per satu. Para penulis membukukan resep Belanda, Indonesia, dan Tiongkok. Tapi ada juga yang membagi antara resep pribumi dan Belanda. Resep masakan saja ada diskriminasi, sis.
Nah, buku resep masakan nasional pertama –setelah Indonesia merdeka– adalah Mustika Rasa pada 8 Februari 1967. Ini merupakan buku resep gagasan Presiden Soekarno yang bertujuan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Soekarno ingin menonjolkan ke-bhinekaan-an Indonesia dan pembentukan citra diri melalui makanan. Proses pengumpulan buku memakan waktu tujuh tahun. 
Tumblr media
Ironi. Peluncuran Mustika Rasa bertepatan dengan mundurnya Soekarno sebagai presiden. Nggak tepat banget sih. Soekarno menyerahkan kekuasaannya kepada Soeharto pada 20 Februari. Jadi buku resep nasional pertama warisan Soekarno terbit pada akhir kepemimpinannya. Fyi, buku kembali diterbitkan oleh Komunitas Bambu. Siapkan Rp 400 ribu buat beli buku setebal 1.123 halaman. Berat? Memang. Karena pengumpulan resepnya juga berat, panitia pusat mengirimkan surat ke petugas daerah seluruh Nusantara, nanti mereka mencatat makanan khas dan resepnya ke ibu-ibu yang ahli masak. Setelah itu baru dikirim balik ke pusat. Nggak heran kan, kalo prosesnya butuh waktu tujuh tahun dan jumlah halamannya melebihi buku diktat Psikologi Perkembangan-nya Elizabeth B. Hurlock!
Kalo mau membaca buku sejarah nggak tebal, mengulas sepak terjang buku resep, kekayaan boga, seluk-beluk makanan Indonesia baca saja Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia. Inget, ini bukan endorsed, cuma review pada umumnya. Harganya sih, nggak semahal Mustika Rasa. Apalagi kalo beli online atau bentuk digital, kemungkinan besar lebih murah. 
Udah lah beli saja. Mosok setiap hari makan makanan Indonesia, tapi nggak tahu bagaimana sejarah di balik itu? 
Detail:
Judul: Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia Karya: Fadly Rahman Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Halaman: 428 Harga: Rp 125 ribu 
1 note · View note