Tumgik
andinadira · 6 years
Text
Tumblr media
Angin membelai pelupuk mata
Daun-daun berguguran
Pertanda musim segera usai
Untuk datang kembali musim yang lain
Lima tahun berselang
Musim tetap berganti
Pun orang-orang di dalamnya yang datang dan pergi
Waktu menjadi alasan
Bahwa luka dapat dipulihkan
Bersama lembayung yang menyapu dendam
Tak lagi dicerca amarah
Tidak lagi
Di jurang kehampaan
Aku tuntas di musim ini
3 notes · View notes
andinadira · 6 years
Text
Disana ada surga
Katanya
Sambil bersenandung ceria
Di gengganmnya tanganku agar tak jauh dari pandangannya
Semakin erat ketika aku hilang asa
Ia menatapku yang berada di sisi kirinya
Sembari berkata
Kita harus kesana
Surga menanti kita
Sebab disana tempat berkumpulnya cinta
Dan itu kita, Nona.
2 notes · View notes
andinadira · 6 years
Text
Kala itu, Desember 2017.
Sudah bulan ketiga sejak aku memutuskan untuk melibatkanmu kembali di bagian hidupku. Berbulan-bulan sebelum kembali dari pengasingan. Kau masih ada. Tetap ada. Enggan beranjak. Hingga aku datang, merayumu untuk meninggalkan sangkarmu.
Pertemuan kali ini membuatku terenyuh. Lantas tersadar, bahwa kau bukan hanya seseorang. Melainkan sesuatu. Aku ingin menyelamimu lebih dalam. Tak apa jika pada akhirnya aku tenggelam. Sebab kau yang akan menarikku kembali ke permukaan.
Aku ingin berkisah tentangmu. Tentang seseorang yang tak hanya memberiku hujan, tapi juga menghadirkan pelangi setelahnya.
*
Kau itu tanah. Merendah serendah-rendahnya adalah keahlianmu. Bahkan ketika kau telah memiliki segalanya, kau tetap berada di tempatmu berpijak. Kau pernah berucap, bahwa kau tak memiliki impian, apapun itu. Sebab katamu, kau tak pandai berhitung, dan enggan melakukannya. Kemudian aku berharap, kau adalah tanah yang bisa ku genggam.
Kau itu angin. Seringkali kau berjalan tanpa rencana. Hanya dengan prinsip, "Kemana angin berhembus", kau hinggap ke tempat dan orang-orang yang tak kau duga. Menjadikanmu seseorang dengan persinggahan paling banyak. Tapi kau bilang telah menemukan rumahmu. Aku. Tempatmu akan pulang setelah lelah mengembara. Tempatmu mengisi tenaga, setelah tangis dan tawa; luka dan bahagia; pun jatuh dan cinta yang diberi oleh semesta.
Kau itu savana. Atau, kau mungkin langit biru. Kau itu luas. Tak dapat dijangkau oleh apapun. Dunia bukanlah apa-apa. Sebab kau melihat dunia dengan caramu sendiri. Akan ku katakan padamu begini, "Kau tak butuh dunia. Sebaliknya, dunia yang membutuhkanmu. Terlebih duniaku".
Kau itu mars. Kau memiliki bintang dan mataharimu sendiri. Kau tidak terpaku pada siang pun malam. Bagimu, langit adalah hijau dan dedaunan berwarna biru. Kau adalah imajinasi yang membuatku ingin memilikimu, sekali lagi.
Kau itu magnet. Membuatku terhanyut pada apa-apa yang kau ucapkan. Membuatku terlena pada apa-apa yang kau lakukan. Membuatku berdecak pada apa-apa yang ada di pikirmu. Lantas, kau membuatku candu pada apa-apa yang akan terjadi padamu. Di hari ini, esok, dan selamanya.
Kau itu puisi. Segala hal yang indah pun mengindahkan. Kau membuat satu menjadi makna. Merapalkan doa menjadi harapan. Kau syahdu meneduhkan. Berkali kau bilang, buaianku melemahkanmu. Namun, sungguh, kaulah yang membuatku terkulai. Oleh apa-apa tentangku yang kau ubah menjadi bait-bait yang membahagiakan.
Lalu, kau itu cinta. You proof that sunset can be a beautiful ending. Kau mengajariku bahwa tak ada cinta yang gila dan menggilakan. Bahwa di matamu, masa lalu bukanlah cinta melainkan perjalanan. Perjalanan menuju rumah yang sebenar-benarnya rumah.
**
Tujuh hal yang ku tulis tentangmu hanyalah segelintir yang ku ungkap. Izinkan aku tetap di dekatmu dan biarkan inderaku yang mengungkap segalanya. Kau terlalu istimewa untuk dilewatkan, dan maaf sebab pernah melewatkanmu.
Terakhir, terima kasih, karena menjadikanku rumahmu.
Kini dan nanti, yakinlah bahwa hanya kau yang akan ku tuju.
0 notes
andinadira · 6 years
Text
Lalu rasa kian mengikis
Ketika maumu menjadi inginmu
Pun mauku menjadi inginku
Pertikaian yang berkecamuk di dada
Tak mampu diluap kata
Lantas kita kembali menjadi asing
Di pikiran masing-masing
Di hutan belantara
Di berantah, kerikil tajam menghadang
Kita tak harus berhenti
Hanya penting memelankan langkah
Saat hangat tak lagi ada
Saat dingin semakin membekukan
Aku, menolak untuk memalingkan arah
3 notes · View notes
andinadira · 6 years
Text
Demi Mars yang menyala-nyala di luar sana!
Ingin sekali aku membelai pundakmu meski setitik
Menikmati wangi kegelisahanmu saat merindu
Berbagi denganmu rasa agar kita menjadi sepasang kinasih yang membuat setan murka
Karena nafsu, amarah, dan kesedihan tak berlaku pada kita.
1 note · View note
andinadira · 6 years
Text
Lebur.
Gerimis menandai pelepasan denganmu
Tepat di pertigaan jalan dekat rumahku
Senyum kekhawatiran semakin memilukan
Dengan lambaian tangan di akhir kehilangan
Kau menjauh tanpa arah dengan langkah yang lunglai
Sibuk menatap langit yang kian melukai
Aku mendekat ke tempat mentari tenggelam
Sibuk memandang aspal dengan mata yang temaram
Malam itu, gerimis mereda
Namun kita, tak kian menyeka pipi yang basah.
0 notes
andinadira · 7 years
Text
Kamu itu magis
Seperti aksi di hari Kamis
Meski tak ku teriakkan namamu bagai Munir
Ku harap di hatimu namaku terukir
0 notes
andinadira · 7 years
Text
Batas.
Kaca-kaca jendela menampakkan gurat hujan
Dipisah cangkir kopi kita berhadapan
Kau lantas menanyakan
Hal-hal yang tak perlu jawaban
Tentang pikiran yang menjadi ketakutan
Tentang apa-apa yang kemudian kau persalahkan
Aku, menyendiri di keramaian.
Bangku sebelah kini telah menemukan Tuan
Enggan terdengar, suaramu nyaris kau hilangkan
Kau berbisik pelan,
"Aku sedang memperjuangkan,
Apa-apa yang akan memerdekakan,
Buah hati kita kelak di masa depan"
Aku, tersesat di antara obrolan.
1 note · View note
andinadira · 7 years
Text
Orang-orang berada di lintasan yang sama
Melangkah entah menuju kemana
Masih menatap angan yang hampa
Kian beradu dengan masa depan yang fana
Aku berada di waktu yang entah
Tak diapit timur dan tengah
Namun aku dirundung lelah
Menanti kabarmu yang memiliki rasa hanya setengah
Orang-orang masih berjalan
Hanya aku yang membalikkan badan
Sebab disana, ada kau yang sedang menggenggam tangan.
0 notes
andinadira · 7 years
Text
Langit senja menguning
Bagai rumput di musim kering
Kau disana tak bergeming
Memeluk janji untuk tetap seiring
Dari puan untuk kelana
Jangan engkau terluka, apalagi meneteskan air mata
Pelangi akan tetap berwarna
Meski hujan membawa bencana
Ah, sayang, dihadapanku ombak dipecah sang bayu
Dihadapanmu, aku utuh, hanya tak ku izinkan kau tahu.
0 notes
andinadira · 7 years
Text
Lantas rembulan menghukumku Atas kecemburuannya padaku, kepadamu Yang merampas segala terangnya; Yang menculik segala embunnya; Yang menunda setiap perginya; Yang membuatnya, rembulan, tak lagi ku sembah. Segera, setelah Tuhan mengutusmu untuk selalu hadir di malam-malamku Menjadi selimut di ujung tubuhku. Sebelum aku merasakan murka dari pagi Yang memisahkan kita, antara angan dan keinginan.
0 notes
andinadira · 7 years
Text
Semoga Denganmu.
Tuan, Parau suaramu menghiasi malam, Rebahan aku dengan pelukmu dalam-dalam. Semesta menghadiahiku savana, Bersama rengkuhan yang senantiasa. Kau risaukan seluruh janji, Ku serahkan seluruh hati.
1 note · View note
andinadira · 7 years
Quote
Terkadang, Yang Maha Esa menghadirkan orang-orang baik di kehidupan kita untuk menguji agar harapan dan sejenisnya tak bergantung pada mereka. Sebab, yang saya tahu, orang-orang baik akan lekas beranjak pergi.
1 note · View note
andinadira · 7 years
Text
Intermezzo.
Untukmu, yang pernah singgah. Aku menulis ini karena kau ada Di belahan bumi yang sama dan negara yang satu Kau berada di suatu tempat Pada suatu waktu yang sama denganku Aku mungkin pernah ada di satu jalanan yang sama denganmu Tanpa tahu itu kau. Untukmu, yang pernah singgah. Mungkin kau ingin pergi tak kembali Jika memang begitu, semoga kau baik-baik saja Perkenalan singkat yang membuatku luluh Pada tuturmu, pikirmu, pun hatimu. Untukmu, yang pernah singgah. Kau tak tahu seberapa sering aku menatapmu dalam-dalam, bahkan ketika kau sibuk menatap yang lain Lalu, tak ku biarkan kau tahu itu semua Tak apa jika hanya aku yang seperti itu. Pun mengenalmu telah diluar harapku. Untukmu, yang pernah singgah. Kau harus tahu bahwa aku, perempuan, diciptakan bukan untuk memulai Maka, maaf, jika alasanmu pergi sebab tak pernahnya ku tanyakan kabarmu Kau harus tahu, bahwa aku tak melakukan itu jika kau bukan sesiapaku. Untukmu, yang pernah singgah. Kau candu bagiku Dan aku menikmatinya Terima kasih untuk itu.
1 note · View note
andinadira · 7 years
Text
Pinta.
Temaram meredup di atas keningmu. Tersipu tatkala parasmu merayu. Tahukah apa yang paling ku rindu darimu? Yakni detik-detik kau pamerkan lesung pipimu di hadapanku, pada hatiku.
Matahari memadamkan hangatnya. Mencoba menggapaimu dari kejauhan. Malaikat ikut bertanya, pada siapa akan kau bermuara?
Ingin sekali aku menyampaikan tanya. Bisakah aku menatapmu dari jarak satu jengkal? Semoga, kau akan.
1 note · View note
andinadira · 7 years
Text
Kita bertemu di atas lapisan es. Dingin dan beku. Tak sedikitpun hangat yang berkunjung. Seperti hari-hari sebelumnya yang berlalu begitu saja. Apa kau saksikan hujan pagi kemarin lusa?. Ia membawa kenangan dengan gemuruhnya. Ia merangkul luka dengan petirnya. Namun tak satupun mendung yang menghampiri. Kau dan aku tegap berseberangan. Menyusuri jalan yang berkabut dengan pinus di antara. Kau dan aku pelan beriringan. Menyamakan langkah menuju timur. Menjauh dari dunia yang dingin di utara. Sebab kita bukanlah Mars dan Venus yang tak bisa bersama.
1 note · View note
andinadira · 7 years
Text
Confession.
You may not my first. I loved before I love again. But if I loves you now, what else matters?
I may not thinking about you every second of the day, but I will give you a part of me that I know you can break - my heart.
So don’t hurt me, don’t change me, don’t analyze and don’t expect more than I can give.
Just smile when I makes you happy, let me know when I makes you mad, and miss me when I’m not around you.
0 notes