Tumgik
#ceritaaduhaievoydemoy penulisindonesia 2021awalmulaku
evoydemoy · 3 years
Text
Orang-orang Terpinggirkan
Bau alkohol bercampur keringat tiga hari belum mandi terasa khas di penciumanku. Tenang, aku sudah terbiasa. Sebelas tahun yang lalu aku hidup dengan bau itu. Jadi orang semok serba salah, mau pakai baju renang yang biasa pun dibilang seksi, tanktop ala kadarnya pun dibilang seksi, berpose pun biasa saja tapi dibilang seksi dan bitchy look. “Ya lo enak tetek macam telor ceplok mau pakai bikini juga kaga dibilang bitchy!”
“Jadi gue harus pakai gamis, gitu?” Insecure itu bukan hanya milik perempuan. “Hai, kalian para pria, tak apa kalau mau bilang kalian insecure dan punya perasaan yang terluka!” Aku pikir itu manusiawi sekali. Jelas manusiawi. Tak semua harus ku jelaskan dengan gamblang kepada dua ratus juta penduduk Indonesia dan wilayah sekitarnya kalau aku sedang tidak baik-baik saja. Tiap malam aku menangis dalam sunyi dan dinginnya kenyataan hidup. Isak tangisku bergemuruh. Sadarkah dia bahwa perbuataannya telah menghancurkan hidupku. Tega sekali. Aku kini hanya puing. Ini pelajaran untuk ku. Mungkin dulu aku memang jahat, atau tanpa sadar aku melakukan hal jahat dan lupa diri. Banyak jalan menuju Roma. “I’m messed up!” Tapi sudah bersimpuh luruh aku di depan mu. Perlu berapa juta kata maaf hingga kau betul-betul memaafkanku? Banyak jalan menuju Roma. Aku harus bangkit. Angin hendak membawa ku terbang tinggi, namun topan keras menghantam dan aku tersungkur. Ini masalah terkacau yang pernah ku hadapi. Aku tahu aku pernah melakukan kekacauan lain. Di masa lampau, itupun sudah beres. Ondel-ondel tak henti bekerja pagi-siang-malam. Tukang jamu setiap hari menggerus jahe dan kunyit untuk dihidangkan dalam gelas kecil kepada para ibu-ibu dan adik-adik pecinta buyung upik. “Itu bukan urusanmu. Ini masalah domestik saya!” Aku teriak juga percuma, terjalnya jalan hidupku tak seterjal Gisel dan Gempi. Ada apa dengan mereka saat ini ya? Aku bersyukur aku tidak gila. Terserah kau mau percaya siapa. Aku bersyukur punya Tuhan Yang Maha Kuasa. Dia mendengar ku. “Jangan lupakan pekerja lepas macam aku.” “Apa yang kau kerjakan?” “Semua.” Hanya satu yang tak bisa ku lakukan, membohongi diri ku sendiri bahwa aku baik-baik saja.
0 notes
evoydemoy · 3 years
Text
Aduhai, Canggu Buatku Candu!
Aku suka kulitku, tan, basah dan berkilau karena pantulan cahaya Ilahi.
Aduhai, aduh Canggunya. Canggu membuat hati ku tergila-gila. Wilayahnya kecil, orang tak peduli siapa kamu, apa pekerjaan mu dan apa agamamu.
Aku suka di sini. Semuanya ceria. Semuanya senang. Semuanya bahagia. Terlihat bahagia, mungkin. Tapi itu saja cukup.
Canggu punya daya tarik memikat. Suasana pedesaan dengan orang-orang modern yang mencari gelombang ombak, berkumpul di sana. Para bule kebanyakan memburu Canggu untuk berselancar dan menikmati matahari terbenam.
“Lihat, aku membawa arak Bali. Manis. Sudah ku campur dengan sprite, kalau tidak dicampur pasti keras banget. Aku juga gak kuat minum arak Bali langsung,” kata Joni, teman lama yang ku hub karena tahu dia di Bali.
Aku senang bisa ada Joni di sini. Dia mengenalkan ku pada beberapa kawan di Bali, yang akhirnya menjadi sobat sunset ku. Yeay!
Kedatangan ku di Canggu adalah sebuah keberanian. Bagi sebagian orang, mereka akan lebih memilih untuk tetap tinggal di rumah. Berjaga-jaga menjaga hal yang bahkan tidak bisa dijaga kepastiannya.
Bukan soal tidak ada uang. Bukan juga karena informasi dadakan yang dipublikasikan pemerintah soal keperluan PCR Test yang harus dipenuhi untuk menginjakkan kaki di Bali.
“Mahalan PCR-nya daripada harga tiketnya,” gerutu ku selintas. Tapi aku butuh berlibur, sudah lama aku merasakan ada ketidakseimbangan pikiran, jiwa, dan hati. Sinkronisasi dengan alam dan satu tempat yang tenang mungkin akan membantu menyeimbangkannya kembali.
Koper sudah terisi, pesawat sudah check in, kertas hasil PCR test sudah terlipat rapi di dalam tas kecil ku, dan fiuuuww!
“I’m here, Bali.”
Segalanya seperti keajaiban buatku. Lancar jaya tanpa kurang suatu apapun.
Canggu oh Canggu! Aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku tak ingin meninggalkannya bahkan saat koper baru saja ku turunkan dari mobil.
“I belong to here,” bisikku pada langit biru dan seekor anjing berbulu coklat yang sudah menyambut ku manis di depan pintu vila.
Tidak semua daerah Bali seperti Canggu. Di sini tidak ada bangunan candi atau kuil yang menjadi objek wisata layaknya daerah Bali lainnya.
Canggu cuma punya kehidupan. Dan kehidupan Bali sedang berpusat pada Canggu, kali ini.
Kehidupan inilah yang aku inginkan. Kehidupan inilah yang aku dambakan. Kehidupan inilah yang membuat ku kecanduan setengah mati.
“Suasana pandemi Covid-19 membuat Canggu lebih tenteram, jam 8 sudah sepi,” kata mba Wayan si penjaga vila.
Sudah pukul 1 siang, saatnya mencari makan. Ngeng! Aku dibonceng Syeila sedangkan Mimi dibonceng Wita. Kami menuju Nasi Pedes Bu Hanif.
“Loe tahu gak perbedaan orang lokal sama orang bule di sini?”, ujar Syeila sambil memboncengku.
“Apa?“
“Kalau lokal pakai jaket, kalau bule, noh kaya gitu,” unjuk Syeila menengok ke arah jalanan.
Ada bule laki-laki bertelanjang dada mengendarai motor NMAX dengan papan seluncur disamping kirinya.
Lalu ada bule wanita memakai dress model backless hitam dengan Vespa matic-nya sedang membonceng golden. Lucu sekali. Anjing itu bahkan menikmati angin yang menghempas bulu rambutnya sambil menengok ke kiri dan ke kanan.
Selebihnya, ya turis lokal atau warga lokal yang memakai jaket. Takut kepanasan dan masuk angin, hihihi...
Aku bangun pagi sekali, pukul 6 waktu Indonesia bagian tengah. Maklum, jam beol ku memang jam segitu, sama seperti di Jakarta. Selesai beol, ku buka tirai dan pintu ku geser pelan-pelan, aduhaiiiii! Sejuk, indah, damai, tenteram, nyaman.
“Gusti Nu Maha Agung, terima kasih untuk segalanya,” lagi-lagi aku berbisik sendiri.
0 notes
evoydemoy · 3 years
Text
Hukum Pertama Manusia
Dunia ini terlalu berpikir analitis, itu dan ini dikawinkan dengan kenapa maka jadi bagaimana. Kehidupan seorang penulis harus selalu memegang teguh 5W+1H, namun kok ya aku jadi ikut-ikutan dunia dan pola menulis itu ya.. Tuhan Maha Baik, sampai-sampai kebaikannya luber. Butuh kesadaran untuk ambil gelas kopi baru saat kiri mu masih belum habis. “Asal kamu tahu ya, semua laki-laki itu brengsek, kita ini diciptakan oleh napsu, kita butuh seks.” Pikirku ketika mendengar ucapan seorang sahabat dengan jujur yang sedang ngoceh sana-sini eh gak tahunya ujungnya soal seks, “Oh brengsek dan seks itu satu paket ya?” Apa yang menginginkan seks artinya lelaki brengsek? Lalu nanti jodoh saya siapa kalau semua laki-laki itu brengsek? Aduhai sungguh pilu, menjadi baik saja tidak cukup ternyata. Cita-citaku ingin dilamar CEO. Wajar, perempuan butuh kepastian. “Lho, jadi CEO itu kan artinya dia berbisnis, sedangkan bisnis itu tidak pasti. “ “Ah, kamu lagi-lagi kamu beranalisis. Jika aku bilang, cita-citaku ingin dilamar musisi apa lagi analisis mu?” Menjadi burung-burung di udara enak juga ya. Bebas tanpa perlu dianalisis sesama kaumnya. Tahukah kamu, aku habis mempersilakan laki-laki tidur bersama ku dalam kamar yang sama. Kira-kira apa analisis mu? Cinta itu tidak sempurna, yang sempurna hanya Tuhan. Manusia juga tidak sempurna karena itulah kita ini manusia bukan malaikat. Ada otak-otak tolol yang selalu bikin jengkel. Kamu tahu kenapa orang tolol bikin jengkel? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tolol merupakan adjektiva yang artinya sangat bodoh atau bebal. Itu dan ini dikawinkan dengan kenapa maka jadi bagaimana. Itulah hukum pertama dan yang terutama dari kitab manusia.
0 notes