Tumgik
#kara cuma
gozdehaber · 5 months
Text
GHD Kara Cuma İndirimi 2023: Markanın ikonik saç düzleştiricilerinde, saç kurutma makinelerinde ve saç maşalarında %33'e varan indirimlerden nasıl yararlanılır
GHD’nin Black Friday indirimi, her gün ikonik saç aletlerinde %33’e varan indirim ve ücretsiz hediyelerle beklediğiniz kadar harika. İster Platinum saç düzleştirici, ister ünlü Glide sıcak hava fırçası veya sevimli tatil partisi saç modelleri için küçük bir saç maşası arıyor olun, bilmeniz gereken her şeyi burada bulacaksınız. GHD’nin (diğer adıyla İyi Saç Günü) inkar edilemez. uygun) en ünlü saç…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
qrmenu · 6 months
Link
0 notes
kobivadisi · 7 months
Text
Black Friday (Kara Cuma) ile Satışları Artırmak İçin Neler Yapılabilir? Black Friday (Kara Cuma) Nedir? Black Friday’ın Müşteriler ve İşletmeler İçin Avantajları
0 notes
helinistik · 11 months
Text
Kara Cuma Yangını Etkileri Ve Sonuçları
Tumblr media
Doğanın güzelliklerinden biri olan ormanlar, dünyamızın en değerli varlıklarından biridir. Ancak, bazen doğanın öfkesi, korkunç sonuçlara yol açabilir. Kara Cuma yangını da bu tür bir felakettir. Kara Cuma yangını, tarihin en büyük orman yangınlarından biri olarak kayıtlara geçmiştir ve büyük bir yıkıma neden olmuştur. Read the full article
0 notes
coklatjingga · 10 months
Text
Dialog Rasa (2)
Tumblr media
"Katanya jodoh pasti bertamu, tapi sampai sekarang tak juga bertemu," gerutu Rania melempar sebongkah batu kecil ke arah danau di depannya.
Hari ini terasa lebih panjang dibanding sebelumnya. Terutama setelah Rania bertemu dengan teman-teman sekolahnya dulu.
Kenyataan bahwa hanya tersisa Rania seorang yang masih sendiri membuatnya hilang nyali. Merasa kecil diri sampai tak bisa menikmati momen bersama lagi, ingin buru-buru pergi.
"Kayaknya aku ini wanita yang nggak kebagian jodoh, deh," sambungnya lagi.
"Hush! Nggak boleh ngomong gitu, Ran. Kamu nggak percaya sama Allah?" Sada cepat menimpali sebelum lisan dan pikiran temannya itu hilang kendali.
Rania berbalik menghadap Sada, nyengir.
"Bukan gitu, Sada. Aku cuma lagi hopeless. Semua teman-teman kelasku dulu sudah punya gandengan. Cuma aku ... Cuma aku, Sada, yang masih kemana-mana sendirian. Tiap ditanya pasangan malah kebingungan."
Tatapan keduanya kini kompak menuju titik di seberang danau. Sebatang pohon tampak berdiri sendirian.
"Mau bergandengan atau pun sendirian, nyatanya nilai kita nggak dilihat dari situ, Ran. Kamu lihat, kan, pohon di sana. Sebatang kara, tapi justru paling dicari pengunjung di sini. Kenapa coba?"
Kali ini Sada memaksa Rania berpikir keras.
"Karena cocok buat tempat healing? Me time?" tebak Rania setengah ragu.
"Apa lagi?"
"Teduh? Sejuk?"
Sada tersenyum.
"Semua jawabanmu betul. Mau sendirian atau berpasangan, yang paling penting adalah kebermanfaatan yang kita berikan, dampak yang bisa dirasakan oleh sekeliling."
"Ada yang masih sendiri tapi kehadirannya dinanti banyak orang, bukan hanya keluarganya saja. Meski sendiri dia bisa memaksimalkan potensinya untuk berdaya dan berguna bagi sekitarnya.
Ada yang dengan berpasangan, menemukan teman, baru melejit potensinya. Semua sesuai dengan kebutuhan kita, Ran."
Rania tertegun cukup lama lalu mengangguk perlahan. Disusul senyum Sada yang memperhatikan anggukan Rania, berharap sahabatnya itu paham ucapannya.
"Bisa-bisanya jomlo nasehatin jomlo," kelakar Rania dibayar cubitan Sada di tangannya.
Keduanya lanjut tertawa bersama. Menertawakan kesendirian yang setia menjadi kawan.
20 notes · View notes
yakazakalb · 7 months
Text
Tumblr media
Şu Cuma'lar olmasa,
Şu sela'lar verilmese,
İnsan nasıl çıkardı şu oyun ve eğlenceden ibaret dünyayın hengamesinden.
Sermest bir halde iken yüzüne su çalınan, Kendine gelmesi için şöyle bir tokat patlatılan kişi edası ile okunan sela ile kendine geliyor insan.
Okuduğu salavatlarla ve dualarla beyhude koşturmalara bir dur diyor. Nereye gidiyorsun ne yapıyorsun? sözüne sadakat gösterebiliyor musun?
Bak kovalıyor an be an ölüm hazırlık yapıyor musun?
Diye nefsini sorguluyorsun.
Sonra kara cuma deyip tutturamadıklarını, muhteşem cuma diye yutturmaya çalışıyorlar. Cuma'nın haleti ruhiyesini, bereketini, kudsiyyetini kaçırıyorlar. Sahi Cuma'lardan başka ne kalmıştı ki elimizde. O da uçup gidecek mi!!!
“Rasulullah (Sallallahu Aleyhi ve Sellem):
‘İçerisinde güneşin doğduğu en hayırlı gün, Cuma günüdür. Adem Aleyhisselam o günde yaratıldı, o günde cennete girdirildi, o günde oradan çıkartıldı ve o günde kıyamet kopacaktır! O günde öyle bir saat var ki, Müslüman bir kul o saate denk getirerek Allah’tan hayırlı bir şey isterse, Allah onun isteğini verir’ buyurdu.”
O dua saatini, iltica vaktini kaçırtmak değil mi hedefleri.
Yine bir Cuma vakti.
Ve istiğfar dua niyaz naz vakitleri.
Cuma bizi mûbarek kılsın...
17 notes · View notes
Tüm kadın hekimlere doktor ablam diyen acildeki abi bana hep erkek hekimlere seslendiği gibi başkanım diyordu dbdndndnd Son cuma nöbetinde geldi yanıma, “Başkanım sana cumada kara kaşlı kara gözlü hayırlısından diye dua edeceğim.Sever misin kara kaş kara göz?” diyor. Kendisine başkanım denilen delikanlı kızları da düşünen birileri varmış sndndnd
Acilde gelip gidip herkes bana “Hocam çok delikanlı birisin.” diyor. Anneanneme anlatacağım, mutlu olsun.
20 notes · View notes
ilimheybem · 3 months
Text
Kara cuma değil kârlı cuma 👍
2 notes · View notes
elsasyefira · 2 years
Text
Duri
Tak ingin munafik. Kadang tangisku memang deras, karena pada satu waktu, lakon pecinta yang hidup sebatang kara bisa terasa begitu dingin dan mencekik. Ah! Tapi, toh semua itu, tak akan lama. Kesepian yang katanya sejahanam pembunuh, nyatanya cuma bisa nyala sementara.
Aku tahu, segalanya bakal segera seperti semula. Ialah, bibirku kembali melanjutkan takdir menjadi yang paling beku soal mengutarakan rasa. Dan batinku semakin kuat untuk tak memaksamu berbahagia dengan memilih hatiku untuk hidupmu selamanya.
Sebab kau kusayangi dengan terlalu, Sayang, maka kau kubebaskan dari apapun, termasuk dari rindu-rindu yang sedari awal kupeluk sendiri; rindu-rindu yang, bagimu, bisa jadi malah berarti duri-duri.
38 notes · View notes
esmaelnourukbayev · 2 years
Text
Ve gül rayihalı bir gün, doğmak için leyl'in kara örtüsünü yırtıyor.. Coşkuyla gelen müjdeyi fısıldıyor yıldızlar..
Müjdeler olsun ey eşref ile yaratılan kul..!
Gelen tüm nuruyla Tevhid bayramıdır..
Vakt-i şerif ve Tevhid bayramımız cuma, ümmetin kıyamına saadetine, mazlumların, Muvahhid ve Muvahhidelerin felahına vesile olsun..
20 notes · View notes
natasiwi · 6 months
Text
Moments to Remember
Aku seringkali gagal move on dan masih suka denial. Gagal move on sama kehidupan waktu kuliah. Denial kalau 2013 itu sepuluh tahun yang lalu dan 2018 itu lima tahun yang lalu. Ternyata waktu empat setengah tahun secepat itu berlalu.
Pertama kali merantau, selain drama homesick ada juga ketakutan nggak punya teman mengingat nggak ada teman sejurusan dari SMA. Hidup di Surabaya bagaikan hidup sebatang kara (lebay dikit biar dramatis :p). Fortunetaly, sistem perkuliahan pakai sistem paketan jadinya selama semester 1-5 teman sekelas bersama dengan orang-orang yang sama. Bosen? Enggak, malah makin bonding. Belum lagi beberapa mata kuliah yang secara nggak langsung membuat kami erat.
Coba dulu nggak ada tugas Metaplan, nggak ada ceritanya keleleran di koridor lab gizi garap fishbone, SWOT, dan diselingi nobar nikahannya Raffi & Gigi.
Andai dulu matkul Dinamika Kelompok kami cuma dikasih materi aja, mana ada ceritanya tugas rasa main Running Man? Mana ada makan es krim 2 ember untuk satu kelas dan gratis??
Serunya lagi matkul Dasmed, kuliah rasa jadi artis, pelawak, tokoh kartun, dalang, dll. Ngakak berjamaah nonton Delfi Richa yang jumpalitan di acara talkshownya.
Selain matkul dan tugasnya, ada makanan yang membuat kami bonding. Donat kentang danusannya Rere yang pernah dia tawarin ke salah satu Profesor xD dan nasi bungkus serta piscok dagangannya Vetty yang selalu ditawari H-1 di grup LINE kelas.
Seperti halnya mahasiswa kebanyakan, kami pun juga main bareng yang kami sebut "Trip4Fun". Semacam kamping keakraban yang diisi dengan nginep bareng, senam bareng dengan muka bantal, nyeburin temen ke kolam renang, karaokean sampai tenggorokkan gatal, main UNO sampai larut malam, BBQ-an, saling curhat satu kelas, dan beberapa permainan-permainan unik nan menarik dengan drama bengak-bengok serta jongkrok-jongkrokannya.
Dekan Cup menjadi top tier yang membuat kami bonding (dan ambis). Di tahun pertama kami masih abu-abu, ngawang, belum menemukan bibit-bibit unggul. Tapi mulai tahun kedua, agaknya kami semua bisa menilai teman-teman yang bisa diandalkan waktu Cooking Contest; yang idenya out of the box untuk PHGT dan ILM; yang jago mengayunkan tangan buat masuk tim Voli, Badminton, dan Pingpong; serta yang berjiwa Running Man dan Ninja Warrior untuk jadi perwakilan di PeRak.
Puncaknya adalah saat tahun keempat, rasanya momen Dekan Cup kala itu adalah yang paling terseru dan terseulit untuk dilupakan. Dengan semboyan "Balung Tuwek" dan prinsip "Dekan Cup dulu baru proposal sempro", kami berusaha maksimal di tahun terakhir. Persiapan yang jauh lebih matang entah itu tim, perlengkapan, yel-yel, latihan, dress code, dll berujung pada kelas kami yang menyabet juara umum! (ASLI WEH UNFORGETABLE MOMENT BANGET T.T).
Tumblr media
Nggak pernah kepikiran selama hidupku ternyata masa perkuliahan adalah masa yang paling indah dan mustahil untuk dilupakan. Orangnya, tempatnya, cuacanya, momennya, semuanya. And it'll always fun to remember all those memories..
Tumblr media
2 notes · View notes
syncedforjune · 1 year
Text
Shichifukujin Ramen.
Tumblr media
Shankara.
Tingkat kebodohan bagi manusia pengidap 'penyakit' people pleaser akut sangatlah tidak bisa ditolerir lagi. Ada beberapa hal yang kini aku pikirkan saat aku lagi-lagi tidak bisa menolak ajakan dari Kak Jio, Jio Martin. Kami adalah kakak serta adik kelas yang pernah memiliki hubungan asmara di tahun pembelajaran sebelumnya. Walaupun aku tidak pernah menganggap hubungan itu lebih dari sebatas teman biasa, but he did. 
Aku rasa jika Selena tahu kalau kami berdua terlibat obrolan bersama lagi, pasti dia akan berubah menjadi rubah merah raksasa.
Ketika jam pembelajaran telah usai, aku bergegas merapikan mejaku lalu pergi ke titik pertemuan. Mungkin dia hanya ingin mengobrol denganku untuk beberapa menit saja. Tapi yang jelas, aku tidak ingin dia membuang-buang waktu berhargaku lagi. Tidak akan pernah. Ditambah, aku juga sudah muak karena sering kali dijadikan sebagai bahan gosipan oleh para penggemar kapten tim bisbol sekolah yang terkenal itu. 
“Hai, Na,” sapa Kak Jio ketika aku sudah sampai di depan perpustakaan sekolah. Bahkan aku tak sempat memeriksa Sena apakah dia sudah pulang atau belum. 
“Hai, mau tanya apa, Kak? Aku lagi gak punya banyak waktu,” jawabku. Dia menyenderkan tubuhnya di tembok perpustakaan, menatap langit yang sudah mulai gelap karena tertutup awan mendung. 
“Soal anak baru… kamu emang udah deket gitu ya sama dia?” tanyanya. Aku tidak merasa terkejut ketika dia menanyakan soal anak baru di kelasku. Kak Jio selalu saja begitu, enggan melihat aku berteman dengan siapapun kecuali dengan Selena.
Dan itulah sifat yang sangat aku takuti dari dirinya. Aku… cuma bisa pasrah. Tujuanku bersekolah bukan untuk meladeni lelaki itu terus-menerus. Ada impian ayah dan ibu yang harus aku raih.
“Eng-enggak terlalu. Kebetulan dia tetangga baru juga di komplek perumahanku. Ada apa memangnya?” tanya balikku sedikit gugup.
“Gak apa, sih. Cuma aku gak suka aja kamu deket sama cowok asing kayak gitu. Kamu kan gak tahu juga dia sebenernya cowok baik-baik atau malah sebaliknya.” Aku mulai menunduk, enggan menatapnya lagi. Ah, aku selalu membenci situasi pembicaraan seperti ini. Mulutku selalu saja terkunci tanpa alasan. Aku takut kalau ucapanku akan melukai dirinya, entah kenapa.
Angin berhembus melewati celah di antara kami berdua, membuat rambut panjangku sedikit acak-acakan. Aku masih diam, dia juga begitu. Sampai seorang murid lain keluar dari pintu perpustakaan, kami berdua pun menoleh lalu terkejut.
“Lho, Kara?” 
Mataku membulat sempurna ketika melihat Sena yang tiba-tiba muncul dari balik pintu perpustakaan. Sepertinya dia habis meminjam komik atau entah apalah itu. Yang jelas, suasana mendadak canggung setengah mati. 
Apa dia mendengar apa yang kami bicarakan? 
“Eh, sorry kalau ganggu. Bye, Ra,” pamitnya lalu berjalan pergi meninggalkan kami. Aku juga ikut pamit kepada Kak Jio. Obrolan kami tidak pernah selesai dengan sempurna. Selalu begitu karena aku memang tidak bisa mengakhirinya dengan kejelasan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Narasena.
“Se-sena!”
“Shisho!”
Aku menghentikan langkahku ketika suara panggilan itu terdengar. Hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. Sekarang aku malah memikirkan bagaimana caranya aku akan pulang. Masalahnya, Kak Bumi mendadak tidak bisa menjemputku sore ini.
“Ada apa?” tanyaku sambil membalikkan badan kepada seseorang yang baru saja memanggilku. Sudah pasti itu Kara.
“Ma-maaf,” jawabnya. Dia kenapa?
“Untuk?”
“Untuk yang tadi. Kak Jio… gak bermaksud buat ngomongin kamu kayak gitu,” jelasnya. Oh, soal itu ternyata. Aku memang tidak sengaja mendengar obrolan mereka saat aku sedang sibuk memilih buku komik mana yang akan aku pinjam. Tapi aku tidak masalah dengan hal itu. Aku juga tak menduga kalau lelaki ketus yang aku temui pagi tadi ternyata dekat dengan Kara. 
Aku terdiam sejenak, lalu menyunggingkan senyumanku. Kara malah menunduk. Tanganku hendak meraih dagunya namun kuurungkan. Aku tahu kalau Kara memang tidak terlalu suka dengan sentuhan.
“Di bawah gak ada apa-apa, Ra,” ucapku. Dia pun kembali mengangkat kepalanya.
“Lihat, aku habis pinjam buku komik dari perpustakaan. Ternyata di sana lengkap juga ya koleksi bukunya!” Aku berseru hendak mencairkan suasana sambil memperlihatkan hasil pinjamanku. Kara tersenyum. Walaupun senyumannya tipis tapi hatiku lega ketika melihatnya seperti itu.
Dia lebih pantas memamerkan senyumannya ketimbang menunduk untuk menutupi semuanya.
“Koleksi di perpustakaan sekolah memang lengkap. Oh ya, kamu pulang dijemput sama siapa sekarang?” tanya dia.
“Aku? Gak tahu, Kak Bumi bilang dia gak bisa jemput,” jawabku sambil menggaruk tengkuk yang tak gatal.
“Aku juga kebetulan gak dijemput sama ibu hari ini. Mau pulang bareng?” ajaknya. Tanpa basa-basi lagi aku langsung menerima tawaran itu. Kami pun berlari menuju halte yang tak jauh dari gerbang sekolah, menembus hujan dan juga aroma tanah basah yang mulai menyeruak.
“Bisnya udah dateng!” seru Kara. Aku mengangguk dan kemudian, kami berdua pun bergegas masuk ke dalam bis. Hujan semakin deras membasahi jalanan. Rasanya jarang sekali aku merasakan hujan sederas ini di Fukuoka. 
Kini kami duduk bersebelahan. Di dalam bis tidak terlalu banyak orang. Hanya ada kami, satu murid lainnya, dan juga pria tua yang duduk tak jauh dari kami. 
Aku mengeringkan rambutku yang sedikit basah karena air hujan menggunakan jaket yang aku bawa di dalam tas. Kara tampak memperhatikanku sedari tadi. Yah, dia memang payah dalam memperhatikan seseorang secara diam-diam.
“Nih, keringin juga rambut kamu,” ucapku sambil menjatuhkan jaket itu di atas kepalanya. 
“Makasih.”
Selagi dia mengeringkan rambutnya, aku memandang ke arah jendela bis. Melihat lampu-lampu kendaraan yang sudah mulai menyala karena langit terlalu gelap untuk sore hari ini. 
Kupikir, hari pertama sekolahku kali ini tidak terlalu buruk. Aku bahagia.
“Selain suka baca buku pelajaran, kamu suka baca buku apa lagi, Ra?” tanyaku.
“Novel… komik juga suka. Sebenernya buku apa aja juga aku baca, sih. Cuma emang seringnya baca buku pelajaran,” jawabnya.
“Pasti di sini banyak isinya ya?” tanyaku lagi sambil menunjuk keningnya. Dia langsung menggeleng tidak setuju.
“Otakku isinya cuma pelajaran aja. Gak sebanyak isi yang ada di kepala kamu,” sahutnya. Aku terkekeh lalu menanyakan pertanyaan selanjutnya. Bis terus berjalan pelan menyusuri jalanan. Setidaknya di waktu yang tidak terlalu banyak ini, aku harus bisa mengenal Kara sedikit demi sedikit.
“Kara aku—” Tubuhku membeku ketika tak sengaja telah memergoki Kara yang sedang merapikan rambutku diam-diam. Dia mungkin hanya menyalakan tombol refleksnya, namun hal itu sangatlah mudah membuat pipiku berubah menjadi merah padam.
Aduh... apa-apaan sih dia ini....
“Ra-rambut kamu acak-acakan!” serunya karena enggan aku salah paham.
Aku menutup wajahku dengan kedua tangan. Berharap pipi merahku tidak terlihat oleh Kara. Dia pasti akan mentertawaiku. Tapi usapan itu benar-benar membuat hatiku tersentuh.
Setelah beberapa menit di dalam bis, kami pun sampai di halte pemberhentian. Hujan masih menemani kami, jatuhannya juga masih sama riuhnya seperti beberapa menit yang lalu. 
“Seharusnya sehabis turun begini, kita cuma tinggal jalan sebentar habis itu sampai deh ke rumah. Cuma hujannya… makin besar. Gak mungkin kalau kita hujan-hujanan,” ucap Kara dengan raut wajah bingung. Aku juga malah ikut berpikir bagaimana caranya kami pulang dalam keadaan kering. Kami berdua tidak membawa payung. Tentunya aku juga enggan bermain dengan sang hujan untuk saat ini. 
“Kita tunggu aja sebentar di sini, siapa tahu hujannya berhenti,” usulku. Dia mengangguk setuju lalu kami pun duduk di kursi halte pemberhentian.
Angin menerpa tubuh kami yang malang karena tak tahu harus pulang dengan cara apa selain menunggu jatuhan air reda dengan sendirinya. Aku baru menyadari kalau di halte ini bukan hanya ada kami berdua saja. Ternyata pria tua yang tadi satu bis dengan kami ikut turun di halte yang sama. Aku terdiam sambil memperhatikannya. Entah kenapa gerak-geriknya sedikit mencurigakan. 
Sampai hal lain membuatku mengalihkan pandangan, pria itu pun mendadak hilang entah kemana. Lampu-lampu indah tiba-tiba menyala dari gerbang rumah yang ada seberang jalan. Lampu itu seperti sedang menunjukkan dari mana aliran listrik yang dia dapatkan untuk bersinar. Jalanan tampak sepi hingga kami bisa melihat kemunculan rumah yang amat tiba-tiba tersebut.
Oh, aku rasa itu bukan rumah biasa, itu rumah yang sudah disulap sedemikian rupa menjadi sebuah kedai ramen yang unik. Aku dan Kara tertegun untuk beberapa saat.
“Itu kedai ramen?” tanyaku memastikan.
“Not sure… selama aku pulang lewat halte ini, perasaan aku belum pernah lihat kedai ramen itu. Tapi mungkin aku aja yang enggak merhatiin,” jawab Kara. Padahal kedainya tampak mencolok dibandingkan dengan rumah-rumah yang ada di sebelahnya.
“Shichifukujin Ramen. Artinya apa?” tanya dia setelah membaca tulisan yang terukir di gerbang kayu kedai ramen tersebut.
“Itu… nama dewa keberuntungan di Jepang. Wah, ini pertama kalinya aku lihat kedai ramen seautentik itu di sini,” jawabku dan Kara hanya ber-oh ria saja.
“Makan dulu yuk di sana? Aku traktir. Kalau cuma duduk-duduk di sini nanti malah masuk angin,” ajakku. Kara seperti tidak yakin dengan ajakan tersebut.
“Emangnya itu beneran kedai ramen? Gimana kalau…,” jedanya sambil menarik lengan seragamku agar telingaku bisa sejajar dengan mulutnya. Kara pun berbisik kepadaku, melanjutkan kata yang sempat terjeda.
“Kata ibu, kalau hari udah sore menuju malam kayak begini, jin dan iblis mulai pada berkeliaran dari tempat persembunyiannya. Mereka suka menyamar. Nah, gimana kalau kedai ramen itu salah satu bentuk tipu daya mereka? Gimana kalau kita masuk nanti, kita malah diculik sama mereka? Emangnya kamu gak sadar kalau kedai ramen itu kelihatannya sedikit aneh?” Aku berusaha sekuat tenaga untuk menahan tawaku. Namun usahaku gagal, aku tertawa ketika mendengar pikiran yang Kara lontarkan. Gadis itu sepertinya terlalu banyak mendengarkan tahayul yang ibunya ceritakan.
“Kamu tuh kalau ngomong jangan suka ngawur. Mana ada iblis yang mau cosplay jadi pemilik kedai ramen?” sahutku sambil memukul pelan kepalanya menggunakan buku komik yang sedari tadi aku bawa.
Tak lama kemudian, munculah seekor kucing berwarna putih bersih dari celah gerbang pintu kedai ramen yang sedikit terbuka. Kucing itu terlihat manis dengan pita hitam yang mengalung di lehernya.
Dia menatap kami dengan pupil besarnya. Dari kejauhan, matanya terlihat sangat hitam dan juga berkilauan. Aku refleks memundurkan langkahku—mendadak mengurungkan niatku untuk mengajak Kara agar mampir makan di sana terlebih dahulu sampai hujan benar-benar reda.
“Eh, ternyata ada kucingnya! Kalau gitu ayo kita mampir ke sana dulu!” serunya yang langsung menarik tanganku lalu kami pun menyebrang bersama. Aku dengan cepat menudungi kepalanya dengan jaket yang aku bawa.
Dan begitulah akhirnya kami masuk ke dalam perangkap kedai ramen misterius itu. Aku berharap, kucing putih yang menjaga tempat tersebut tidak akan menggigit hanya karena aku memiliki wangi tubuh daun eucalyptus.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Shankara.
Derit gerbang terdengar ketika aku dan Sena mulai masuk ke dalam area kedai ramen tersebut. Tempat ini sepertinya bukanlah sekedar kedai ramen biasa. Setelah masuk ke dalam gerbang, aku dan Sena langsung disuguhi oleh pemandangan pekarangan depan yang banyak ditumbuhi oleh tanaman hijau.
Pun juga ada kolam ikan koi, dan banyak sekali kerajinan keramik serta kristal yang terpajang. Tidak lupa kehadiran maneki-neko di atas meja penghubung antara penjual dan pembeli sebagai sumber rezeki bagi pemiliknya. Aku tahu persis tentang pajangan berbentuk kucing yang sedang melambai-lambai itu.
“Ini beneran kedai ramen, kan?” tanyaku memastikan kembali, namun Sena malah sibuk tertegun dengan objek-objek yang baru saja dilihatnya.
Sampai seorang wanita menyambut kedatangan kami, suasana mendadak berubah. Aku pun bersembunyi dibalik tubuh tinggi wakil murid kelasku itu. Wanita tersebut muncul dari balik kepulan asap yang membumbung—dia kemudian menyapa kami dengan ramah. Sena pun membungkuk sambil menyapa wanita itu kembali dengan senyumannya.
“Wah, kenapa kalian malah berdiri di situ? Kemari! Nanti seragam kalian basah.”
“Silahkan, silahkan. Duduk dulu, menu makanan dan minumannya ada di situ. Kalian bisa mulai memesan kapan saja,” titahnya mengarahkan kami kepada tempat duduk yang langsung berhadapan dengan dapur—layaknya kedai ramen pada umumnya.
Sejujurnya, menurutku kedai ramen ini lebih pantas disebut sebagai restoran unik ketimbang kedai ramen biasa.
“Kalian pembeli pertama yang datang kemari semenjak kedai ini tutup dua tahun lamanya. Aku benar-benar mendapatkan sebuah keberuntungan,” ucapnya. Dia tampak sibuk menyeduhkan teh hijau untuk kami minum secara gratis.
“Tempat ini unik,” celetukku sambil memandang sekitar. Wanita itu tersenyum lalu tertawa kecil.
“Pasti kucingku yang menarik perhatian kalian ya? Apa aku benar?” tanya dia. Aku langsung meng-iyakannya karena memang, kucing putih berpita hitam itulah yang menarik perhatianku. Sekarang kucing tersebut terlihat sudah masuk ke dalam bangunan kedai.
“Apa kalian percaya kalau kucing itu pembawa keberuntungan?” tanya wanita penjaga kedai tiba-tiba. Dengan cepat aku mengangguk. Tentu saja aku percaya.
“Bagaimana denganmu, Nak?” tanya wanita tersebut kepada Sena, laki-laki itu malah menyibukkan dirinya dengan kertas menu agar tidak terlibat di dalam topik pembicaraan tentang makhluk berbulu ini.
“Sen, gak sopan tahu!” bisikku sambil menyikut tubuhnya.
“Eh, aku? Aku gak terlalu suka kucing,” sahutnya. Kasar sekali susunan kalimatnya itu. Dasar tidak berperikekucingan.
Wanita penjaga kedai terkekeh lalu pergi ke arah dapur—mulai menyiapkan pesanan kami. Selagi menunggu pesanan kami siap, aku menyesap teh hijau yang ada di hadapanku dengan tenang.
“Lebih enak daripada kopi, kan?” tanya Sena. Aku mengangguk mengakuinya.
“Tapi kopi masih jadi yang terbaik,” jawabku.
“Dasar maniak kopi,” gumamnya. Apa dia bilang?
Aku kembali menikmati teh hijauku sambil mendengarkan jatuhan air hujan yang menghantam genteng rumah jadul ini. Tapi tiba-tiba, hal yang tak terduga lainnya terjadi.
Seluruh lampu mendadak padam tak bersisa. Jalanan juga terlihat menjadi semakin gelap karena lampu jalan ikut padam bersama tegangan listrik lainnya. Aku dengan spontan langsung mencengkeram lengan Sena karena merasa takut.
“Astaga, sayang! Listriknya padam! Tolong nyalakan lilin!” teriak wanita penjaga kedai dari dalam dapurnya. Ternyata ini hanyalah pemadaman listrik biasa. Aku rasa petir telah menyambar sesuatu yang amat penting hingga seluruh listrik padam begitu saja.
“Ra, gak apa-apa. Baju seragamku nanti bisa kusut kalau kamu cengkram terus begitu,” ucap Sena dan aku pun langsung melepas cengkraman tersebut. Sore kian larut dan kami malah terjebak di sini. Aku mendadak pasrah karena tidak tahu harus berbuat apalagi selain menunggu pesanan ramen kami datang. Aku rasa sekarang ibu tengah mencemaskan anak gadisnya tak kunjung pulang di tengah situasi seperti ini.
Beberapa lilin mulai dinyalakan dan kedai kembali tampak terang dan indah. Pria yang ternyata suami dari wanita penjaga kedai terlihat sabar menyalakan lilin-lilin di sudut rumah yang terasa gelap. Dia juga tak segan menawari kami agar masuk ke dalam rumahnya saja terlebih dahulu daripada harus makan di teras luarnya begini. Tapi aku dan Sena menolaknya dengan halus. Kami hanya ingin makan ramen tersebut lalu pulang cepat-cepat.
“Kayaknya aku harus telepon Aunt Lily buat ngejemput kita di sini,” ucap Sena ketika pesanan kami sudah sampai. 
“Enggak ngerepotin emangnya?” tanyaku.
“Enggak kok. Kebetulan dia emang mau mampir ke rumahku. Kamu makan duluan aja, aku mau telepon aunty dulu,” jawabnya. Aku mengangguk lalu mulai menyantap ramen panas itu. Tidak ada waktu untuk mendeskripsikan bagaimana rasa ramen ini secara langsung kepada si pemilik, yang jelas, rasanya enak dan bisa membuat tubuhku kembali hangat. Mungkin aku akan datang lagi agar bisa menikmati ramen ini dengan santai dan tidak terburu-buru.
“Ini, ada tambahan yakitori untuk kalian berdua. Terima kasih sudah berkunjung ke sini,” ucap wanita penjaga kedai sambil memberikan kami masing-masing sebuah kantong plastik yang berisikan dua tusuk yakitori ketika aku dan Sena sudah selesai menyantap semangkuk ramen yang lezat buatannya.
“Terima kasih,” sahut Sena lalu diikuti olehku. Kami pun pamit karena mobil milik tante Sena sudah menunggu di depan gerbang. 
“Tunggu!” panggil wanita penjaga kedai.
Kami membalikkan badan lalu dia mengucapkan sesuatu yang aku tidak mengerti. Sepertinya dia tengah menyampaikan sesuatu kepada Sena.
“Ayo, Ra. Kita pulang,” ucap Sena.
“Tadi ibu itu bilang apa?” tanyaku penasaran.
“Dia bilang, aku ini ganteng banget,” sahutnya sambil tersenyum jahil.
Dih.
10 notes · View notes
aynodndr · 1 year
Text
Tumblr media
"İnsan olan insan gelsin beriye...
Kimi kara, kimi çalar sarıya.
Aslolan hayattır, bakma deriye.
Muhabbet insana, cana muhabbet."
Ruhi Su
—-Cuma geceniz hayr olsun dostlar—
7 notes · View notes
lebensmoode · 1 year
Text
Bukannya pamrih ya, cuma cukup tau aja sifat bocah ini yg memang gak ada sikit pun feeling mau berbaginya. Beneran gak ada. Padahal fasilitas banyak yg gue kasih akses, laptop w pinjemin buat main + nonton, kalo jajan kadang gw beliin, gw sisain, gw inget gitu oh ada dia juga. Tapi bukannya belajar hal yg sama malah kek hidup sebatang kara kalo punya makanan ato barang sendiri.
Kakak ini lu.. ngalah laah sama adek..
Oh thanks. I've learned my lesson too.
3 notes · View notes
rahmaanfsh · 1 year
Text
[ ANALISIS NOVEL RAPIJALI 1 : MENCARI ]
Disusun oleh :
Rahma Alya Nafisah
Diajukan sebagai persyaratan untuk memenuhi tugas Writing and Publishing Workshop #4 @.careerclass_id @.langitlangit.yk x @.bentangpustaka
Bandung
2023
Tumblr media
PENDAHULUAN
Halo, teman-teman! Sebuah kesempatan baik rasanya bisa berbagi sebuah dunia–baru–yang menurutku seru, apalagi jika kalian ingin belajar musik bukan hanya lewat suara, tapi lewat tutur cerita. Dunia ini ada dalam novel terbaru dari salah satu penulis novel fiksi Indonesia yaitu Dee Lestari. Kali ini, aku akan mencoba membagikannya pada kalian lewat sebuah analisis (yang semoga sederhana) terhadap beberapa unsur dalam novel tersebut.
Selamat berkenalan dengan Rapijali! 
Profil Buku
Judul               : Rapijali 1 : Mencari
Penulis            : Dee Lestari
Penerbit          : Bentang Pustaka
Tahun terbit   : 2021
ISBN                : 978-602-291-772-4
Halaman        : 352 hlm.
Genre              : Fiksi, Romance
HASIL
Sinopsis
“Rapijali 1 : Mencari” menceritakan perjalanan seorang tokoh bernama Ping yang telah lama tinggal di desa kelahirannya dan tiba-tiba mendapatkan sebuah kejutan untuk bisa keluar menuju kota besar yaitu Jakarta dengan lanskap kehidupan yang lebih luas. Kejutan ini menjadi pergolakan batin baginya, di satu sisi sering terbesit dalam benaknya untuk bisa berjalan lebih jauh untuk bermusik tapi di saat yang bersamaan rasanya berat meninggalkan rumah di Batu Karas. Kehilangan satu-satunya orang yang Ping punya sedari bayi, yaitu kakeknya, adalah titik balik seluruh jalan cerita hidupnya.
Tapi hidup tidak semulus itu buat Ping. Kepindahannya ke kota baru, bertemu dengan lingkungan, orang-orang, dan ritme kehidupan baru ternyata memberikan banyak warna baru. Pradipa Bangsa adalah sebuah privilege cuma-cuma yang ditawarkan padanya. Ping, dari Batu Karas, kini mulai menapaki jalan sebagai anak ibu kota. Bagaimanakah kehidupan Ping setelah ini? Akankah ia mewujudkan mimpinya sebagai musisi? Disinilah Ping akan “mencari”.
Premis
Seorang tokoh bernama Ping yang memiliki keinginan untuk bisa menjadikan musik sebagai sesuatu yang menavigasi hidupnya untuk menjadi lebih baik, lebih sukses, atau setidaknya bisa memberikan kehidupan baginya, namun ketika ada kesempatan untuk mewujudkan mimpinya untuk bisa mempelajari musik–lebih dari sebelumnya–ia ragu untuk mengambil kesempatan itu karena ia datang sembari membuka sebuah luka dan rahasia besar dalam hidupnya.
Tokoh Utama
Ping : seorang gadis desa berperawakan tinggi yang diberikan kemampuan cerdas dalam mengolah musik secara otodidak. Meski punya bakat unik, namun ia seringkali labil dan masih ragu dalam mengambil keputusan
Rakai : seorang anak laki-laki yang lahir di ibukota dengan warisan untuk bermusik yang mengalir dari orangtuanya. Rakai adalah orang yang berani mengambil resiko, namun seringkali egois
Oding : sahabat Ping sedari hari pertamanya datang ke dunia, seorang peselancar bertubuh tinggi yang berdarah Sunda murni, memiliki selera humor yang baik setidaknya dengan orang-orang sekitar. Punya sifat gigih
Inggit : teman sebangku Ping, keturunan Jawa dengan ciri khas punya rambut keriting. Dianugerahi wajah tidak ramah jika tidak kenal, tapi punya kecerdasan akademik diatas teman-temannya
Buto : teman akrab Rakai, bertubuh bongsor yang hobinya melempar panggilan-panggilan jenaka kepada orang di sekitarnya, punya cukup atau bahkan lebih uang untuk dirinya berbagi pada teman-temannya yang lain. Menjadi pemantik tawa
Lodeh : pengamen jalanan dengan perawakan semrawut namun punya suara berkelas yang memukai jika diterapkan untuk mendendangkan lirik di jenis musik apapun
Jemi : seorang gadis dengan paras dan fisik idaman banyak anak laki-laki sebayanya sepaket dengan kemampuan akademiknya yang menjadikannya pusat perhatian banyak orang, kecuali bakatnya dalam bernyanyi
Ritme
Ritme yang digunakan di hampir seluruh bagian cerita adalah ritme lambat. Banyak hal-hal yang dideskripsikan dengan detail, dilengkapi dengan perjalanan Ping ke masa lalu atau menceritakan renungan-renungan Oding, Rakai, Inggit dan tokoh lainnya terhadap kehidupannya masing-masing memperkaya penjelasan mengenai konflik antara Ping dan orang-orang di masa lalu yang terhubung dengan hidupnya saat ini, salah satunya ayah kandungnya sendiri.
Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pada keseluruhan cerita secara konsisten menggunakan sudut pandang orang ketiga.
Alur
Alur Rapijali adalah campuran namun perpindahan tiap cerita dibuat dengan jelas dan cukup teratur. Banyak dari plot mundur adalah sebagai pelengkap cerita untuk menggenapkan informasi-informasi yang dibutuhkan pembaca yang penasaran dengan mengapa hidup dari tokoh Ping secara “tiba-tiba” memiliki kesempatan untuk pindah ke Jakarta. Sedangkan plot maju adalah petualangan Ping bersama dengan Rakai, Inggit, Jemi, Lodeh dan Buto untuk bersama mewujudkan kesamaan visi tentang apa yang mereka ingin raih dengan bermusik di usia SMA serta bagaimana akhirnya ia berkembang dari seorang “Ping anak Batu Karas” menjadi “Ping anak Ibu Kota”
SIMPULAN
Sampai sini, apakah kalian mau untuk mencoba menelusuri Rapijali berdasarkan pengalaman kalian sendiri? Dunia Ping bisa kalian nikmati dengan sajian dialog-dialog ringan ala-ala anak muda yang menggelitik dengan sisipan humor masa kini. Hanya saja, secara pengalaman pribadi, istilah-istilah tidak familiar tentang musik membuat beberapa bagian kubaca dua kali agar bisa lebih paham. Juga, perkenalan dengan banyak tokoh membuat kita harus bisa fokus dengan permasalahan masing-masing tokoh yang tidak jarang beririsan.
Namun tidak lupa, Dee Lestari juga menaburkan roman-roman percintaan masa SMA menuju dewasa diantara peliknya kehidupan Ping yang terjalin di lingkaran teman-temannya sendiri. Pemilihan diksi yang digunakan penulis terasa memukau dan menghidupkan suasana damai di pantai Batu Karas dan hiruk pikuk kota Jakarta menjadi begitu kental di dalam cerita.
Jika kalian mencari cerita perjuangan mempertahankan mimpi, cinta dan harapan, lengkap dengan buku suara dari lagu-lagu ciptaan : Ping, Rakai, dan kakeknya Ping, kurasa Rapijali bisa kalian masukkan ke dalam daftar tunggu untuk dibaca. Bonus, kalian bisa sambil belajar bahasa Sunda juga!
Kalian penasaran tidak Rapijali itu sebenarnya apa? Sila cari tau sendiri ya~ xixi. Pamit, guys.
Salam,
Yang masih otw baca Rapijali 3. :)
2 notes · View notes
skyraaasblog · 1 year
Text
Abaut me..
Haiii, sebelumnya maaf yaaa kalau tulisan ini freak bgtt atau banyak typo nya yaa... Happy readingggg
By the way kenalin aku karaa, iya kara, mungkin kalau kalian pernah ikut ibu kalian beli bahan masakan salah satu nya santen pasti sangat familiar dengan nama ini, "kara" iya mungkin terdengar aneh untuk sebuah panggilan, yaaa karna itu merek dari sebuah santan😌 tapi begitulah, hampir semua temanku atau orang yg ku kenal memanggil ku.
Aku adalah seorang siswa yang duduk di kelas 8 SMP, aku senang ikut organisasi, apapun itu, tpi salah satu nya adalah pmr. Aku memiliki impian untuk menjadi seorang dokter spesialis kulit, memiliki klinik kecantikan sendiri dan brand skin care ternama.
Asekkkk mimpi dulu gapapa dongg..
Hehee...
Okeh balik lagi, kalo di tanya kenapa aku suka berorganisasi jawaban nya satu, karna aku seneng cari hal baru, ya memang hal baru bukan cuma di organisasi, tapi di sini aku belajar hal yang belum aku dapet di tempat lain, contohnya jadi pemimpin yang baik itu kaya gimana sih, dan kerja tim yang baik, di sini aku juga jadi tau hal hal baru, and yeah aku juga seneng ngobrol dan cerita. Salah satu mapel pelajaran yang paling aku suka adalah IPA dan pjok, tpi IPA biologi ajaa hehe... fisikanyaa suka juga kok tpii yaa seperti anak' seusiaku pada umumnya, aku kurang suka berhitung, bukan berati sama sekali gak suka ya.... hehe...
Okeee guyss mungkin kali ini cukup sekian yaa..
Makasih buat kalian yang sudah meluangkan waktunya untuk baca tulisan pertamaku ini, maaf banget karna masih banyak yang harus di koreksi
Buat kalian yang mungkin pengan kenal lagi bisa kunjungkin Instagram aku nii.. di skyrfwuln_
Hehee jangan lupa di follow yaa klo mampir, makasih semua See you in the next story bye byeee.....
6 notes · View notes