Tumgik
anari-chan · 26 days
Text
Me and My Degree pt 2
I should stop imagine myself with my degree, but who's care? I need motivation :"(
English isn't my first languange. I like using it
Tumblr media
Hate and Love Relationship with my degree
Me: Why I've had after you? You're so annoying S.T: *smirk* But you love me Me: I fucking hate you S.T: I hate you too Me: *gasps* S.T: *leans closer, whisper* You better finish your assignments or I'll do you instead Me: FINE!!! *panic inside*
0 notes
anari-chan · 1 month
Text
Me and My Degree
english is not my first languange, but I like using it :v Maybe I could begin crushing over my degree
Tumblr media
Me: *daydreaming about fictional men* S.T: It's better if you focus on your assignments rather than those unrealistic men Me: *ignore him and continue daydreaming* S.T: *his patience getting thin* Don't coming to me if your deadline coming all together
Later
Me: *sobbing* Why they keep coming? Gimme break TT *staring S.T with teary eyes* S.T ... it's difficult S.T: *shaking his head* Me: S.T!!! S.T: Fine *sigh tiredly* what do you want? Me: *grin* Reward S.T: Later *smirk* finish them first Me: *pout, but continue working her assignments for the reward*
0 notes
anari-chan · 4 months
Text
Recreate a Scene pt. 1
Writes in Indonesia
Gabut scroll pinterest, gak sengaja nemu art yang sepertinya dari buku seri HOO. Belum pernah baca bukunya, malah nekat recreate adegan itu. Mungkin bisa termasuk ke fanfiksi atau short scenario karena alurnya dibuat sedikit berbeda dari aslinya. Semoga tidak mengecewakan fans PJO/HOO di luar sana karena ide recreate itu muncul berdasarkan 'what if'. Btw, ada plot twist tentang 'aku'. Without further ado, happy reading.
Tumblr media
Loyalty and Sacrificing "You're the stupid person I ever met."
Pemberhentian selanjutnya adalah pengamanan patung Athena yang kelihatannya tidak baik-baik saja. Patung itu ada di ujung jurang. Bagian perisainya sedikit tertanam di bawah tanah, menyebabkan posisi patung itu sedikit miring ke bawah. Sedikit dorongan, patung itu akan jatuh ke bawah sana.
Namun, yang kukhawatirkan adalah kondisi tanahnya. Tanah ini tidak akan bertahan lama jika kita berdiri di sini bersamaan.
Meski aku tidak menyampaikannya langsung, mereka mulai membagi tugas yang untungnya mengurangi beban tanah menampung kami semua. Leo dan Frank pergi ke atas untuk membantu Coach Hedge, Jason pergi bersama Piper ke kapal dengan anginnya untuk menyiapkan tali sebagai pengamanan, dan tersisa aku, Nico, Hazel, Percy, dan Annabeth berdiri di atas tanah.
"Tanah ini tidak akan bertahan lama," kata Hazel yang bersiap menaiki tangga menuju kapal. "Beberapa dari kita harus ke atas."
Aku berlutut, menyatukan telapak tanganku dengan tanah. "Retakannya besar, tapi jauh di bawah kita. Mungkin...." aku menatap bagian tepi. Jauh di bawah sana, aku mendengar suara guncangan. Sangat besar. Aku penasaran apa mereka mendengarnya juga. "Guncangan di bawah yang akan meruntuhkan permukaan."
Percy nampak tidak senang mendengar kalimatku. Kulihat tangannya semakin erat menggenggam tangan Annabeth. Ekspresinya sangat kentara bahwa kalimatku tadi mempengaruhinya. Ralat, sangat mempengaruhinya.
Tali dari atas mengikat sang Patung. Menahannya dari posisi buruk, menariknya perlahan menuju udara. Saat yang bersamaan, Hazel hampir mencapai kapal dengan Nico akan menaiki tangga. Di satu sisi, dua sejoli itu diam di tempat, membuatku kesal. Aku punya firasat buruk mengenai hal ini karena inilah kejadian sebelum mereka jatuh ke bawah berdua. Mengingatnya saja membuatku bergidik ngeri.
"Kenapa kalian diam?" aku mengamati mereka yang masih di tempat. "Kita harus naik."
Mereka menurut, dan aku menunggu mereka melaluiku.
Ketika hendak berbalik, samar-samar aku mendapati tali putih. Dia naik dari bawah menuju permukaan. Gerakannya cepat, tapi aksiku lebih cepat.
Menyadari benda itu mengincar Annabeth, aku mendorong sang Putri Athena ke samping kuat-kuat. Gadis itu tersungkur di atas tanah, yang mana aku berharap dia baik-baik saja, selagi tali itu mengekang target yang salah: aku.
Kekuatannya melebihi kemampuanku. Begitu dia menjerat pergelangan kakiku, aku tengkurap di atas tanah dan dia menyeretku ke arah jurang.
Tanganku bereaksi mencengkram tanah, apapun, bahkan aku berusaha menumbuhkan pohon kuat sebagai penahan. Semuanya nihil, seolah-olah dia tahu aku tidak berdaya di wilayah kekuasaannya.
Sia-sia usahamu, Putri Alam. Ini bukan wilayahmu. Suara itu kembali berdengung di pikiranku, mencemooh aku yang tidak bisa menggunakan kekuatanku. Meski salah target, kau jauh lebih baik darinya.
Sialan itu makhluk! Aku mengutuk dalam hati.
Di luar perkiraan, seseorang berhasil menahanku. Mendongak, mata hijauku bertemu netra sehijau lautan. Aku hampir tak percaya bahwa dia menyelamatkanku.
"Talinya!" Hazel berseru dari ketinggian. "Potong talinya!"
Tak kuasa menarikku ke arah berlawanan, Percy ikut tertarik ke sisi jurang. Dia berhasil menahanku yang menggelantung di tepian, dan matanya tertuju pada pedangnya setelah mendengar seruan Hazel.
"Pedangku," terlihat dari matanya dia ingin meraih Riptide yang tersimpan di sakunya, tapi aku tahu dia tidak bisa melakukannya tanpa melepas tangannya.
Tali putih itu menarik kami hingga jatuh beberapa meter ke bawah dari permukaan. Percy berhasil menahan kami berdua dengan bertumpu pada tepian yang menonjol dengan satu tangan dan tangan lainnya mencengkram erat pergelangan tanganku.
Aku menggertakan gigi. Fakta bahwa dia berusaha menahanku tidak jatuh ke bawah sangat mengejutkan. Maksudku, kami baru kenal beberapa hari, dan aku yakin teman-temannya, juga pacarnya, lebih membutuhkannya daripada aku. Kenapa... kenapa dia memilih menyelamatkanku? Apa yang ada di otaknya hingga dia nekat melakukannya? Tidakkah dia tahu bahwa ini berkaitan dengan isi ramalan tentangku?
Tidak ada jalan keluar. Aku jatuh ke Tartarus, maka kalian akan mengikutiku. Suara itu menggema lagi. Hampir muak aku mendengar suara yang sama, mengatakan hal-hal yang mendidihkan darahku.
Nico kemudian muncul di tepian. Dia mencemaskan kondisi kami berdua. Dengan jarak melebihi jangkauan tangan, dia tetap mengulurkan tangan ke arah kami.
"Percy," kami berada di situasi sulit, dan berharap dia akan mendengar permintaanku yang gila. "Lepas tanganku. Kamu tidak bisa menarikku ke atas."
Dia tidak menjawab, tidak berani menatapku yang mulai kehilangan harapan. Sang Putra Poseidon tengah mendebatkan kemungkinan yang terjadi jika dia melepasku atau bertahan seperti ini.
"Tidak," suaranya melemah. Hatiku teriris mendengarnya. Aku tahu ini bukan pertama kalinya dia dihadapkan situasi sulit, tapi situasi kami jauh lebih sulit. Dia dihadapkan pilihan antara teman-temannya atau seseorang yang baru dikenalnya. "Aku tak bisa."
"Kumohon," aku menatapnya lekat, memberitahunya lewat tatapan bahwa tidak apa-apa melepaskanku. "Lepaskan."
Mata kami bertemu. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan melihatku yang ingin pergi sendirian. Dan aku tidak yakin dengan apa yang aku lihat di balik mata hijau lautnya yang menyiratkan pertikaian.
Selama dia belum memutuskan tindakannya, apalagi nasibku bergantung padanya, aku melonggarkan genggamanku. Pemuda itu membelalak, panik dan takut bersamaan akan tindakanku.
"Jika kamu tidak lepaskan," aku tersenyum kecil. "Aku yang lepaskan."
"Jangan gegabah!" dia berseru. Emosinya campur aduk mendengar permintaanku: marah, tak berdaya, takut, lemah. "Jangan... berpikir seperti itu."
"Ini harus dilakukan," aku meyakinkannya. "Mereka membutuhkanmu. Annabeth membutuhanmu."
Justru itu yang membuatnya semakin erat mencengkram tanganku. Saat itu juga, aku sadar dia telah membuat keputusan.
"Nico!" sang Putra Hades fokus mendengarnya. "Tunggu kami di sisi lain. Kami akan menemui kalian di sana."
"Tapi--"
"Bawa mereka ke sana. Berjanjilah!"
Nico menunduk, menyembunyikan ekspresinya. "Aku akan melakukannya."
Dari bawah kakiku, suara itu muncul lagi. Kali ini, dia benar-benar muncul dari dasar jurang, bicara dengan keyakinan dan keangkuhan. Pengorbanan. Pengorbanan berarti untuk kebangkitan Sang Dewi.
Kami bertatapan lagi. Mata hijau lautnya tak lagi campur aduk, tergantikan oleh perasaan tekad, atau lebih tepatnya adalah nekat.
"Maaf, aku tak bisa membiarkanmu berkorban."
Aku mengalihkan pandangan, menatap matahari di atas kami yang sangat terang dan jauh dari jangkauan sebelum menatap matanya lagi. "Semoga kamu tidak menyesal."
Pemuda itu melepaskan tangan, membiarkan gravitasi dan tali laknat itu menarik kami ke bawah--kami masih bergandengan tangan, dan ukuran tangannya mengingatkanku pada seseorang yang tidak berasal dari sini sepertiku.
"Jika menyelamatkan teman," dia menyeringai, "mana mungkin aku menyesal."
***
Ramalan Besar Berikutnya
Tujuh blasteran akan menjawab panggilan Karena badai atau api, dunia akan terjungkal Sang Putri Alam akan memenuhinya Menghadapi bahaya sendirian di kedalaman
Sumpah yang ditepati hingga tarikan napas penghabisan, Dan musuh panggul senjata menuju pintu ajal Satu tindakan akan menghancurkan hatinya
1 note · View note