#makna #kehidupan #tulisan
0 notes
4 Penyihir Jiwa (Part 2)
Diam termenung dan tersadar. Kesombongan tak kan pernah mati dari dalam diri.
Kembalilah pengelana ke pertapaan. Guna mengendalikan kesombongan diri.
Mungkin satu-satunya cara adalah pengendalian, dari sesuatu dari dalam diri
yang tak dapat mati.
Hari demi hari, bulan demi bulan, pengelana tak bangun dari pertapaan.
Masih bergelut untuk mengendalikan. Guna untuk penyelamatan.
1000 tahun telah berlalu. alam menyambut kedatangan, dunia yang semakin gersang
membangunkan pengelana yang bertapa.
Pengelana : Aku rasa ini telah cukup untuk mengalahkan sihir kedengkian.
Saatnya aku kembali mencarinya.
Berhari-hari pengelana memutari hutan yang kering demi mencari penyihir
kedengkian. Lelah menyelimuti, pengelana beristirahat sejenak di pohon yang meraja
namun telah mati.
Kepulan asap pekat perlahan menutupi pandangan. mengisyaratkan seseorang datang
dan benarlah adanya. Dan penyihir kedengkian menampakkan wujudnya.
Penyihir : Beberapa hari ini telah aku perhatikan. Kemauan untuk mengalahkan
Bukan rasa percaya diri yang aku temukan. Melainkan kekosongan dalam jiwamu.
Apakah kau sanggup mengalahkan dengan kekosongan?
Pengelana : Berhari-hari aku mencari, tak kunjung temu. Akhirnya kau berada
dalam tatapan. Kini saatnya engkau ku taklukkan. Kekosongan ini bukan sekedar kosong
inilah sejatinya dari kekuatan.
Penyihir : Boleh kau berkata-kata. Tapi pertarungan yang akan membuktikan.
Pengelana : Kali ini jangan ragu untuk mengeluarkan seluruh kemampuan.
Karena kekosongan ini akan melenyapkan.
Pertarungan pun dimulai. Penyihir yang begitu hebatnya, mengeluarkan seluruh kemampuan
Pohon besar yang mati menjadi saksi di dalam pertarungan. Badai dan hujan juga ikut meramaikan
Ketika menjelang akhir, pertarungan mencapai titik maksimal. Dengan hebatnya,
penyihir mengeluarkan jurus andalan. Namun pengelana hanya tersenyum,
perlahan mendekat dengan penyihir dan memberi pelukan. Serta berbisik
"Aku tau kau tak benar-benar jahat, kau ada untuk memberi peringatan.
Seperti siang, terdapat malam. Malam memang berada di kegelapan. Namun
Malam memberi pelajaran bagi yang bergelut dengan perenungan.
0 notes
4 Penyihir Jiwa
Dunia yang dipenuhi sihir belaka membuat satu orang pemuda ingin berlaga dunia dipenuhi sihir yang membuat angkara diantara sihir-sihir yang berkuasa adalah : sihir pertama adalah sihir kedengkian. Sihir kedua adalah : sihir ilusi, ketiga sihir pembenaran dan terakhir sihir kepicikan.
Hal ini membuat pemuda berkelana, guna meringankan beban dunia yang meronta. Perjalanan pertama yang harus dilalui adalah gunung gersang di barat daya. Gunung tersebut telah berpuluh-puluh tahun lamanya gersang tanpa ada satu pohon atau tumbuhan yang tumbuh.
Konon di gunung itu menjadi hunian bagi penguasa sihir pertama, yaitu sihir kedengkian. Tak heran jika sekitar gunung, pohon sebagai simbol kedamaian, enggan untuk tumbuh. Adapun yang tumbuh sebelumnya, namun perlahan kering, dan kemudian mati.
Dan pengelana menatap menghadap langit, dan berselimut kalut. Dengan tanah gersang dan bebatuan disekitarnya. Tiba penyihir kedengkian menghampiri. Mencium bau pendatang baru di wilayah kekuasaan tanpa ijin.
Penyihir : Tak ada makhluk yang bisa bertahan atas sihirku. orang akan menghindar meskipun mereka menghindar, sihirku tetap bersemayam di dalam hati mereka.
Pengelana : Begitupun berlaku padaku?
Penyihir : Aku bilang semua manusia, tanpa terkecuali
Pengelana : Kau tak kan bisa menyihirku dengan kedengkian, aku telah bertapa bertahun - tahun agar hatiku tak terpengaruh oleh kedengkian
Penyihir : jangan bercanda. Kedengkianku telah bersemayam di dalam setiap hati. Dan tak peduli bertapa beribu-ribu kali. Kedengkianku akan terus hidup, selama engkau masih hidup
Pengelana : Perdebatan semacam ini tak berujung waktu. Maka ijinkanlah aku
bertarung bersamamu. Untuk membuktikan semua ucap yang telah
kau sampaikan padaku.
Penyihir : Jangan menyalahkan, aku telah memperingatkan.
Dan, pertempuran sengit pun terjadi antara pengelana dan penyihir kedengkian.
Pertempuran terjadi berhari-hari, karena kedua belah pihak memang sakti
mandraguna. Namun pada akhirnya, pengelana tak mampu untuk melumpuhkan kehebatan dari penyihir kedengkian itu. Seperti penyihir bilang sebelumnya. Tak peduli bertapa berapa lama, kedengkian akan terus membanyangi hati tiap manusia. Entah dalam keadaan sadar, ataupun tak sadar.
Penyihir : Telah aku peringatkan. Namun kesombongan tetap berdiri
Pengelana : Aku memang lengah, akan kesombongan di dalam dada. Kini aku harus tetap melangkah, untuk mengalahkan.
Penyihir : Silakan lakukan apa yang dirasa perlu. Aku takkan mundur biarpun
engkau tetap menantang.
Dan penyihir pun menghilang dari tatapan..
Bersambung...
0 notes
Perjalanan di padang gurun
0 notes
Jadi apakah masih berfungsi, intelektualitas dan rasionalitas di hadapan media?
0 notes