Tumgik
notanubun · 3 years
Text
Lagi gak mau nyerah, sekaligus dibarengi sama berserah. 'Gimana baiknya aja', tapi sambil jalan, lari, melangkah, merangkak, apapun itu yang penting gak diem di tempat. Kalau ternyata jalannya gak sesuai sama rencana lagi, gapapa, udah biasa. Bukankah ini maksud dari yg terbaik menurutnya?. Jadi lanjut jalan, meski beberapa hal di depan sana gak bisa sesuai dengan peta yang digambar sendiri.
Pegang aja petanya, gak usah dirobek atau dibuang. walaupun gak berguna sebagai petunjuk jalan, ya gapapa bawa aja. Soalnya sekumpulan tekadmu ada di sana.
— nvtsrs
73 notes · View notes
notanubun · 3 years
Text
Heal Yourself #11: Introvert, Extrovert, and Something in Between
Tumblr media
“Aku introver atau ekstrover, ya? Terus, kalau misalnya aku bukan diantara keduanya, gimana?”
Dalam pandangan umum, ekstrover sering dipahami sebagai pribadi yang sociable dan akan mendapatkan banyak energi jika bersama-sama dengan banyak orang. Sebaliknya, introver sering dipahami sebagai pribadi yang senang tenggelam dalam pemikirannya sendiri dan baik-baik saja jika sendirian. Pembahasan yang dasarnya berawal dari teori milik Carl Gustav Jung ini memang menarik untuk ditelisik. Tapi, sebenarnya ada pembahasan yang berkaitan dengan hal ini yang rasanya tidak terlalu ramai dibicarakan, yaitu tentang ambivert: pribadi yang not totally introver tapi juga not totallyekstrover.
Think of introversion and extroversion as a spectrum, with ambiversion lying somewhere in the middle.
Nah tuh, adakah disini teman-teman yang merasa ambivert? Atau justru belum pernah dengar istilahnya? Sini sini saya mau cerita~
Dulu, saya mengira bahwa saya adalah seorang ekstrover karena saya senang sekali jika sedang bersama-sama dengan orang lain, berjejaring, bekerja dalam kelompok, dan bisa mendapatkan energi lewat banyak pertemuan dan obrolan. Tapi, lama-lama, terutama setelah saya beranjak dewasa (cailah hmm~), saya mulai menyadari bahwa saya tidak sepenuhnya demikian, ada waktu-waktu dimana saya menikmati sendirian, asik dengan pemikiran-pemikiran diri, tidak ingin bertemu banyak orang, atau bahkan tidak mau dihubungi via apapun; dan itu sering terjadi. Bukan karena sedang bermasalah, tapi karena memang ternyata itu menenangkan dan membahagiakan untuk dilakukan. Kamu, apakah juga seperti saya?
“It’s like they’re billingual.” begitulah kata Daniel Pink (2013) ketika menggambarkan ambivert dalam bukunya yang berjudul The Surprising Truth About Moving Others. Iya, ambivert itu semacam bisa shifting dari introver ke ekstrover, begitupun sebaliknya. Lebih lanjut, salah satu artikel di Forbes berjudul 9 Signs that You’re an Ambivertmenjelaskan,
“Ambiverts are those who fall somewhere between an introvert and an extrovert, meaning sometimes you are the life of the party and other times you just want to curl up with a book to recharge your batteries.”
Ah yaaa, saya lebih dari sepakat dengan penjelasan-penjelasan itu! Sejauh saya mengenal dan memahami diri sendiri, se-ambivert itulah saya. Lucunya, orang-orang sering mengira saya totally extrovert, mungkin karena mereka seringnya melihat saya diantara banyak orang, padahal itu tidak sepenuhnya benar. Meski setiap harinya saya berinteraksi aktif dengan orang lain baik secara online maupun offline, rasanya akan ada sebuah titik waktu dimana hal itu tidak begitu menyenangkan jika saya lakukan terus-menerus. Ada waktunya saya ingin sendirian sambil menulis, menonton, membaca buku, membuat lettering dan bermain-main dengan cat air, menulis, diam saja, atau apapun yang bisa mengembalikan energi saya.
Selepas bertemu banyak orang, apalagi jika jumlahnya puluhan atau berbilang ratus saat mengisi workshop atau seminar, biasanya saya benar-benar ingin punya me-time. Bukan karena super exhaustedakibat merasa energinya terserap banyak orang, tapi lebih ke ingin mencari ketenangan dan atau berdialog dengan diri sendiri. Itulah mengapa biasanya orang-orang yang mengenal saya dengan baik akan bertanya dulu sebelum menghubungi atau bertemu, “Nov, kamu lagi available untuk diskusi dan ditemui engga?” dan jika saya sedang ingin sendirian, biasanya saya akan menjawab, “Tunggu sebentar, ya. Nanti aku berkabar.”
Saat masih sesekali suka “iseng” di Rumah Sakit, saya selalu jujur pada Psikolog senior untuk tidak memberi klien interview atau konseling yang jumlahnya lebih dari 20 orang dalam sehari. Bukan lelah, tapi terus-menerus berbicara dengan orang yang berbeda-beda sepanjang hari secara bergantian, meski masing-masingnya hanya 30-45 menit, pada akhirnya bisa membuat saya merasa tidak nyaman dan tentunya jadi banyak kerjaan laporan kan kalau kayak gitu haha. Ketika pulang, saya sudah tidak ingin bertemu banyak orang lagi. Meski mungkin tak sama, adakah diantaramu yang merasakan hal-hal serupa?
Menariknya, hasil penelitian tentang fenomena kepribadian manusia yang dilakukan oleh seorang profesor bernama Adam Grant Wharton dari School of the University of Pennsylvania mengatakan bahwa,
dua per tiga manusia di dunia tidak dapat secara spesifik diidentifikasikan sebagai introver atau ekstrover; mereka adalah pribadi-pribadi ambivert, yang memiliki kecenderungan untuk bisa menjadi introver dan bisa juga menjadi ekstrover
Bagaimana ciri-ciri ambivert?
Keep reading
238 notes · View notes
notanubun · 3 years
Text
Reblog this to let your followers know you appreciate them!!! I see all of you and I smile when regulars urls pop up!!!
4K notes · View notes
notanubun · 3 years
Text
Pertama memulai untuk menulis
Awal-Nya tidak tertarik untuk menulis. Selain karena kurang-Nya, "literasi" juga sulit.
Apalagi untuk menulis itu membutuhkan skill buat merangkai kata, dan planning yang matang.
Oh iya introduction dulu.. Nama lengkapku "Melkisedek Notanubun" dan aku berasal dari Indonesia Timur. Sebuah negeri antaberantah di Kepulauan Aru (Perairan Laut Arafura) dan merupakan Mahasiswa aktif di PSDKU ARU UNPATTI AMBON, Fakultas Pendidikan Bahasa Inggris.
Banyak hal yang membuatku tertarik untuk memulai menulis, salah satu-Nya adalah melepaskan penat pikiran, dan isi hati perjalanan hidup. Bicara tentang menulis, aku dulu-nya tidak terlalu suka menulis, TAPI karena salah satu mata kuliah wajib kami sebagai Mahasiswa Bahasa Inggris yaitu "Writing" dimana yang membawakan mata kuliah seorang Dosen yang tegas dan terbilang killer.
Bayangkan dua semester untuk Essay, lebih banyak revisi serta aku hampir mengulang lagi. Ya, Essay merupakan mata kuliah yang ga gampang. Dan aku merasakan betul, bahwa untuk memahami Essay itu, berarti kita harus mau dulu untuk "menulis". Karena bagaimanapun juga, Essay mulai ide, outline dan development harus terstruktur supaya membuat pembaca mengerti apa yang ditulis.
Dan semua itu ya, kita harus menulis. Kalau mau membuat sebuah Essay observasi-Nya berarti mau tak mau kita harus menulis, dan menulis saja tidak cukup karena kita harus butuh banyak literasi dari banyak bacaan, ide, dan ketekunan!
Saya lalu mulai belajar menulis dan membaca "Aku rela dipenjara asal bersama buku -M. Hatta' dari kata-kata beliau ini yang memotivasi untuk terus belajar dan banyak membaca agar bisa menulis! Dan juga saya menemukan banyak orang di Tumblr yang membuat saya semangat untuk belajar.
Dan ini saya memulai jadi harap dimengerti jika terdapat banyak kesalahan dalam penulisan diatas.
Dobo 14 Juni 2021
1 note · View note
notanubun · 3 years
Text
Rasanya kayak lagi jadi Republik Indonesia di masa lampau.
Nggak merdeka merdeka.
Beda nya, ini yang menjajah tuh jerat harap kepada selain-Nya.
Semoga, nggak perlu sampai 350 tahun lamanya juga lah.
Udah ngerasain sendiri kan, nggak enaknya hidup nggak merdeka?
Yok bisa yok!
#naiklevel #ntms #merdeka
22 notes · View notes