Tumgik
#riany
k3itoshi · 1 year
Text
Tumblr media
ZS REUNIONNAYE fucking finally
12 notes · View notes
ecliipsxd · 2 years
Note
[ HUSH ] ( templar bros )
@mcllxfluous
[ HUSH ]:          while standing close to one another and hiding from pursuers, the sender reaches up and places a finger against the receiver’s lips to prevent them from speaking and revealing their location.
"This is the worst possible hiding spot you could’ve picked, Elias! We’re going to get caught and you-” Rian’s complaining, even though he thought he was being perfectly quiet, thank you very much, is swiftly silenced by the finger pressed against his lips.
Tumblr media
Earning Elias a rather annoyed glare, but Rian complies, practically holding his breath as their pursuers run right past them. Well, guess it wasn’t that bad of a hiding place. It isn’t until the sound of their yelling becomes distant that Rianys slaps the other templar’s hand away.
“Really? Couldn’t have done anything else? Asked politely? Kissed me? So many options and you went with that? I am both disappointed and offended.”
2 notes · View notes
callilouv · 1 year
Text
NO MORE RAIN AND LIGHTNING IN YASHIORI ISLAND FINALLYLL
0 notes
bloodsshed · 2 years
Text
Tumblr media
[ SHOULDER ] - 𝐟𝐨𝐫 𝐫𝐢𝐚𝐧𝐲𝐬 𝐚𝐧𝐝 𝐬𝐭𝐚𝐫𝐤 !!
@wiickedhearts​
ⁱᵗ’ˢ  ᵖᵃʳᵗ  ᵒᶠ  ᵗʰᵉ  ʲᵒᵇ.  ʸᵒᵘ  ʷⁱˡˡ  ˡᵒˢᵉ  ᵉᵛᵉʳʸᵒⁿᵉ  ʸᵒᵘ  ˡᵒᵛᵉ.  ʰᵒˡᵈ  ⁿᵒᵗʰⁱⁿᵍ  ᶜˡᵒˢᵉ  ᵇᵉᶜᵃᵘˢᵉ  ⁱᵗ  ʷⁱˡˡ  ᵃˡʷᵃʸˢ  ᵇᵉ  ˢᵗᵒˡᵉⁿ  ᵃʷᵃʸ.
dread  fills  stark  to  the  brim,  shaking  him  to  the  very  core  of  his  being.  it  isn’t  his  fault,  no,  but  he  can’t  help  but  take  the  blame.  it’s  his  job  as  commander  to  look  after  his  people  and  to  ensure  the  safety  of  them  at  all  times.  of  course,  he  can’t  watch  over  everyone  -  𝙞𝙩’𝙨  𝙞𝙢𝙥𝙤𝙨𝙨𝙞𝙗𝙡𝙚.  but  it  still  doesn’t  make  the  reality  of  death  any  less  𝚙𝚊𝚒𝚗𝚏𝚞𝚕.
he  stares  down  at  the  unmoving  body  of  one  of  his  own.  he’d  trained  them,  taught  them  everything,  and  yet  ...
it  wasn’t  good  enough.
Tumblr media
he  doesn’t  know  how  long  he’s  stood  there  for  until  he  hears  rianys  approaching.  he’s  chipper  until  he  sees  the  expression  on  stark’s  face,  and  immediately  his  demeanour  changes  as  he  catches  sight  of  who  stark  is  standing  over.  the  two  of  them  look  at  their  friend,  defeated,  hopeless,  dead.
stark  exhales  as  rianys  clasps  his  shoulder,  and  he  moves  to  press  his  head  against  rianys’  own,  although  only  briefly,  it  is  a  sign  of  stark’s  own  recognition  and  return  of  affection  and  support.
“  let’s  go,  ”  he  says  quietly.  “  we  have  a  job  to  finish.  ”
1 note · View note
squinko-moved · 2 years
Text
i have a bug bite. on the Bottom of my foot. im going to die
0 notes
gadisturatea · 9 months
Text
Sebelum menjadi ibu yang baik, kita perlu belajar bagaimana menjadi pasangan yang baik. Dan sebelum menjadi pasangan yang baik, kita perlu belajar bagaimana menjadi pribadi yang baik.
Makanya sungguh lucu ketika ada seseorang yang ingin menjadi ibu yang baik, namun tidak mau belajar bagaimana menjadi istri yang baik. Padahal salah satu fondasi untuk bisa menjadi ibu yang terbaik adalah, menjadi istri yang baik terlebih dahulu.
Fondasinya harus sesuai di awal agar kokoh bangunannya menjulang ke atas. Tidaklah mungkin seseorang menjadi ibu yang baik bagi anak- anaknya, bila ia tidak pernah menjadi istri yang shalihah bagi suaminya.
Ketahuilah wahai saudariku, jika kau tidak bisa menjadi istri yang baik, maka kau juga akan sulit menjadi ibu yang baik. Sebab, jika suamimu saja tak bisa kau perlakukan dengan semestinya, maka bagaimana mungkin kau berharap bisa menjadi ibu yang baik di Mata Allah?!
—Riany Azzahra @gadisturatea
386 notes · View notes
happymoxxy · 7 months
Note
what would happen if i decided to slap a piece of cheese on naris face?
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
EMOTIONS WILL HAPPEN ANON
I have no idea but when I got this ask my brain went BURN OUT OVER MAKE A COMIC yea like I said your asks help a lot.
Now all Narinder needs to do is reconcile with his other son. That can only go well, right?
shout out to my buds Puffy, Riany, Cosmica, Alfie, and bishop hollow on Discord who appeared as background characters in this comic.
348 notes · View notes
azherwind-art · 7 months
Text
Tumblr media
nothing quite like sketching some Miles Edgeworth, the Riany Days epilogue keeps advancing, slow but it is!
142 notes · View notes
mutant-distraction · 10 months
Text
Tumblr media
Marcelo Zal Riani Photography
36 notes · View notes
toaster-fire-art · 1 year
Text
Tumblr media
i've had these stored away for a riany day
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
114 notes · View notes
eyesclosed966 · 3 months
Text
riany day today 🤍
Tumblr media
4 notes · View notes
khodijaturrohimah · 1 year
Photo
Tumblr media
MASALAH DAN MASALAH
“Kamu yakin mau lanjut sekolah lagi? Kalau iya setidaknya kita baru bisa sama-sama 4 tahun lagi lo. I need you.” Suara Arman terdengar di ujung telepon. Arman telah berusaha mendukung Sarah dan mimpi-mimpinya, tapi ia tidak menyangka akan seberat ini. Usia pernikahan mereka sudah memasuki 3 tahun, tapi ⅔ waktu itu dihabiskan dalam kondisi berjauhan.
“Boleh nggak kalau aku coba 1 kali lagi? Aku janji ini percobaan terkahir.” Suara Sarah terdengar lirih, ia menyayangi suaminya tapi ia juga punya mimpi yang ingin dikejar.
“Terus kalau keterima kita akan lanjut kayak gini selama 4 tahun selanjutnya?” Sarah hanya diam, tidak berani menjawab pertanyaan Arman.
“Tolong pikirkan ulang tentang hubungan ini maupun keinginan-keinginanmu.” Arman putus asa, istrinya memang keras kepala, sulit sekali dibujuk. Telepon diakhiri dengan diskusi yang tidak berjalan mulus. 
Bagi Sarah mimpi adalah penggerak hidupnya, sejak koas ia telah menetapkan hati ingin menjadi spesialis penyakit dalam, dan hal ini yang terus ia pegang sampai saat ini. Apa yang ia kerjakan selalu berfokus pada jalan menuju mimpinya itu. Saat awal menikah dengan Arman ia tidak menyangka bahwa hubungan ini akan menjadi salah satu penghalang besar antara ia dan mimpinya. Belum lagi mertuanya yang ingin segera mendapatkan cucu. Bukan Sarah tidak ingin punya anak, tetapi ia merasa belum siap jika harus membagi waktu dengan segala kesibukannya saat ini. Ia tidak mau jika anaknya kelak menjadi korban karena keegoisan sesaat. Sarah ingin semua sesuai dengan timeline yang telah ia buat, ia akan punya anak ketika menjadi residen senior. 
Akhir minggu ini Sarah akan menghadiri acara keluarga Arman sendirian, karena suaminya masih belum bisa pulang. Membayangkan saja sudah membuat kepala Sarah pusing, ia butuh persiapan ekstra untuk menghadapi setiap pertanyaan dan tuntutan yang akan muncul nanti, terutama dari ibu mertuanya.
Ibu, tidak lain adalah sosok wanita paling dihormati dalam sebuah rumah, bukan karena sifatnya yang semena-mena tapi kasih sayangnya yang tiada tara membuat setiap anggota keluarga begitu terikat kepadanya. Sama halnya dengan Alfi dan ibunya, rasa sayang di antara keduanya membuat Alfi memutuskan untuk fokus kepada ibunya, ia tidak ingin menyesal jika kelak ibunya pergi meninggalkannya.
Sebagai seorang dokter Alfi paham betul saat ini kondisi ibunya tidaklah baik, kasarnya “hanya menunggu waktu”. Meski sudah melalui operasi, kemoterapi dan dinyatakan bersih rupanya kanker ibu muncul kembali. Kali ini kanker nya telah menyebar ke organ lain, salah satunya adalah penyebaran ke tulang. Hanya karena hantaman kecil ketika jatuh sudah menyebabkan patah tulang kaki, dan kini ibunya harus dibantu ketika beraktivitas. Radit maupun kisah cintanya telah ia buang jauh-jauh, saat ini hanya ada ibu di pikiran Alfi.
“Radit kok sudah nggak pernah ke sini Fi?” Pertanyaan yang sudah dipersiapkan jawabannya oleh Alfi.
“Alfi sudah putus bu, udah lama malah, ibu kok baru sadar.” Alfi menjawab sambil tertawa kecil, ia tidak boleh nampak sedih di depan wanita kesayangannya itu.
“Karena ibu?”
“Ya enggaklah bu, kok ibu ge-er sih. Karena memang nggak cocok aja.” Masih dengan candaan Alfi menjawab pertanyaan ibunya.
“Padahal ibu pingin lihat kamu menikah sebelum pergi, kok ternyata malah putus.” Alfi hanya tersenyum mendengar perkataan ibunya. Dipijatnya pelan-pelan tangan ibu, begitu ringkih, hanya tersisa tulang dan kulit. Seandainya ibu tahu alasan sebenarnya mungkin akan membuat ibu sedih, dan Alfi tidak mau itu terjadi. Hanya ada keheningan di antara mereka sampai akhirnya ibu tertidur dan tak lama Alfi ikut tertidur di sebelah ibunya.
“Kalau aku menghubungi Prasetya duluan aneh nggak menurut kalian?”
Chat Riani di grup siang ini membuat geger semua sahabatnya. Setelah beberapa hari menimbang-nimbang akhirnya ia memutuskan untuk bertanya.
“Kamu gila ya?” - Sarah
“Ada masalah apa Ri?” - Alfi
“Are you okay?” - Tasya
Ketiga sahabatnya ini adalah saksi hidup bagaimana hancurnya Riani setelah kepergian Prasetya. Laki-laki itu memberikan rasa benci tersendiri di hati mereka. Bagaimana bisa seorang laki-laki bisa begitu jahat terhadap wanita yang telah memberikan segala yang dia miliki. Iblis mungkin lebih tepat untuk mendeskripsikan sosoknya. 
“Aruni tanya tentang papanya.” Hanya itu jawaban yang bisa ia berikan.
Jika bukan karena Aruni sudah pasti Riani tidak akan melakukan itu. Setiap malam putrinya selalu menuntut jawaban terkait pertanyaannya malam itu, dan ia tidak akan berhenti sampai mendapatkan apa yang ia mau. 
Bukankah tidak pernah menghubungi atau mencari anaknya selama 5 tahun sama saja dengan tidak sayang? Meski memberi jawaban bahwa Prasetya tidak menyayangi anaknya mungkin akan memuaskan rasa ingin tahu Aruni, tapi Riani takut jawaban itu akan menjadi luka tersendiri untuk putrinya. 
Keputusan Riani untuk tidak menjelekkan Prasetya di depan Aruni membuat tiga sahabatnya kagum. Orang tua Riani juga sama hebatnya, meski kecewa luar biasa mereka tetap bisa mengendalikan diri untuk tidak mencaci maki Prasetya di depan orang lain. Sebagai catatan bahwa Prasetya adalah anak dari sahabat ibu Riani.
"Let's discuss about it later. Jangan lupa nanti ke Ambrosia." Alfi membalas chat sambil bersiap untuk pergi.
Hari ini kesempatan terakhir Alfi untuk berada di luar lebih lama, karena besok mas Alif waktunya pulang ke istri dan anaknya. Keberadaan kembarannya dua minggu terakhir memberikan tambahan sedikit ruang gerak untuk Alfi. Tanpa menyia-nyiakan waktu Alfi ingin segera sampai ke Ambrosia dan menikmati waktu sendiri sebelum bertemu sahabat-sahabatnya.
"ALFI!" Suara yang begitu familiar terdengar dari belakang, tapi Alfi terus berjalan pura-pura tak mendengar.
"Alfi." Kali ini suaranya begitu dekat, di sebelah kanannya. Mau tidak mau Alfi harus menoleh.
"Hai Dit, tumben ke sini, ada perlu apa?" 
"Mau bicara sama kamu." Jawaban Radit membungkam mulut Alfi.
Meski sudah 3 bulan berpisah tapi Alfi masih belum siap jika harus bertemu kembali dengan Radit. Alfi sadar memutuskan hubungan secara sepihak adalah hal yang salah dan menyakitkan. Tapi Alfi juga tidak ingin jika menjadikan ibunya sebagai alasan kepada Radit.
"Mau bicara dimana?" Alfi tidak ingin ada yang mendengar percakapan mereka. Di sini kabar apapun bisa menyebar lebih cepat dari api yang tertiup angin di ladang gambus.
"Mau ngobrol sambil makan?"
"Nggak usah, kita bicara di mobilmu aja, aku habis ini ada janji." Alfi ingin percakapan ini cepat selesai, ia segera berjalan ke arah mobil Radit.
"Fi maaf kalau aku ganggu kamu, tapi jujur aku masih nggak ngerti kenapa kamu tiba-tiba mutusin aku. Kasih aku penjelasan supaya aku tahu apa salahku." Radit berbicara langsung ke inti tanpa basa-basi.
"Kita sudah nggak cocok Dit, itu alasannya." Alfi menatap lurus ke depan.
"Tapi itu nggak menjelaskan apa-apa Fi, beri tahu salahku dimana?"
"Kamu nggak salah apa-apa, aku cuma ngerasa nggak cocok aja." 
"Kalau memang nggak salah, setidaknya bales chatku Fi, kita putus bukan berarti jadi musuh kan?" Alfi mengangguk dan segera keluar dari mobil, jika terlalu lama bisa-bisa perasaannya akan goyah. 
Salah satu alasan kenapa ia tidak pernah membalas chat atau telepon dari Radit adalah takut benteng pertahanannya akan ambruk. Alfi memutuskan hubungan dengan Radit bukan karena perasaannya telah berubah, bukan juga karena Radit melakukan kesalahan besar kepadanya. Ia ingin menjaga ibu yang kondisinya semakin menurun. Waktu yang bisa Alfi bagi dengan orang lain semakin sedikit dan ia enggan jika ini menjadi masalah untuk hubungannya dengan Radit. Lebih baik memutuskannya lebih dulu sebelum muncul masalah baru.
Tak terasa Alfi sudah sampai di Ambrosia, ia tiba kedua setelah Riani yang telah duduk di tempat biasa. Riani melihat keluar jendela sambil melamun, tidak menyadari kedatangan Alfi. Dahinya berkerut dan bibirnya rapat terkatup, tampaknya Aruni dan Prasetya memenuhi pikirannya saat ini.
“Udah pesen belum Ri?” Alfi duduk di seberang Riani.
“Sudah, aku pesen yang seperti biasa.” Pandangannya tetap keluar jendela, ada banyak skenario yang sedang bermain di kepalanya. Ia bingung cerita mana yang akan ia pilih untuk dirinya, Aruni dan Prasetya. Egonya masih bersikeras untuk tidak menghubungi Prasetya lebih dulu. Dia ingin membuktikan bahwa hidupnya baik-baik saja tanpa kehadiran laki-laki itu. 
“Jadi gimana Ri?” Suara Sarah mengagetkan Alfi dan Riani.
Sarah datang bersama Tasya dan segera ikut duduk di tempat yang masih kosong. Agenda pertama mereka adalah membicarakan tentang masalah Riani. 
“Aruni pingin ketemu papanya.” Tatapan mata Riani tak juga bergeser dari jendela.
“Terus kamu sudah menghubungi Prasetya?”
“Belum Sar, aku sebenarnya juga nggak mau menghubungi dia duluan, toh dia yang pergi.” air mata mulai menggenang di pelupuk Riani, mengingat kembali kejadian 5 tahun yang lalu sama dengan membuka kembali luka yang hampir sembuh. Riani sudah bisa hidup dengan bahagia tanpa laki-laki itu, tapi kenangan pahit mereka masih saja terasa perih.
“Harus banget ya Ri?” Alfi tak tega melihat sahabatnya yang nampak kembali kalut karena iblis bernama Prasetya.
“Aruni berhak ketemu papanya Fi, aku salah kalau menghalangi pertemuan mereka.”
“Tapi kan Prasetya nggak pernah menghubungi kamu lagi Ri. Bukannya itu bisa jadi jawaban untuk Aruni?”
“Aku nggak mau Aruni kecewa dengan sosok laki-laki, aku berharap kelak dia bisa membina hubungan tanpa rasa takut atau kecewa terhadap lawan jenis.” 
Jawaban Riani terasa begitu menusuk bagi Tasya. Hal itu yang ia rasakan sekarang. Salah satu yang membuat hubungannya berliku-liku adalah kekecewaan terhadap ayahnya. Orang yang begitu ia sayangi tega meninggalkannya dan ibunya hanya karena perempuan yang lebih muda. Dan saat ini ia takut untuk melanjutkan ke jenjang yang  lebih serius karena tak mau jika kelak ditinggalkan begitu saja oleh Haris.
“You are a good mom Ri, I’m so proud of you.” Tasya memeluk Riani yang duduk di sebelahnya.
Riani membuka laptop dan menunjukkan draft email yang telah dibuatnya sejak semalam. Ia sudah menghapus seluruh kontak Prasetya dan hanya menyisakan alamat email saja, berjaga-jaga jika suatu hari muncul kondisi darurat seperti saat ini.
12 notes · View notes
arufikalam · 1 year
Text
MENCARI MAKNA
Tumblr media
BAB 2. MIMPI YANG TERGADAI
Lebih baik terlambat atau tidak sama sekali. Jika diaminkan sekilas, ungkapan itu memang terasa benar. Tapi, bagaimana jika keterlambatan itu justru menjadi pengaruh buruk terhadap penilaian kinerja? Bukankah akan menimbulkan masalah?
Hal itulah yang tengah dihadapi Riani. Tidak satu dua kali ia datang terlambat ke kantor. Bahkan, pihak personalia sudah memeringatinya berulang kali.
"Saya tidak tahu apa yang sedang kamu hadapi, tapi sebagai pekerja, tolonglah bersikap profesional,"tegur Bu Dennis suatu kali.
"Kalau kita mutusin buat kerja sama orang, harus kita ikuti aturannya, jangan pakai aturan sendiri. Kalau mau pakai aturan sendiri, ya mending jadi pengusaha aja sana,"ujar Bu Dennis di waktu yang lain.
"Mending kamu undurin diri aja deh, daripada nggak disiplin terus begini,"tegas Bu Dennis kali ini.
Barangkali beliau sudah berada dititik paling jengah melihat daftar hadir miliknya yang terus menerus mendapat checklist merah.
"Maaf bu, akan saya perbaiki kedepannya." Hanya kalimat itu yang bisa tersampaikan dari mulut Riani. Harapannya, semoga saja ia memang benar bisa memperbaiki semuanya.
Kali ini, lagi dan lagi, karena kebaikan Bu Dennis, ia akhirnya terbebas dari surat peringatan. Paling tidak, untuk hari ini dia masih terselamatkan.
***
Beberapa hari terakhir, Riani tampak menghindar dari rekan-rekan kerjanya. Setiap kali diajak makan siang, dia selalu menolak. Ia pun sering terlihat menyendiri, seperti siang itu misalnya.
"Rin, ikut makan siang yuk. Di ujung jalan ada resto ala-ala Jepang gitu, baru buka dua hari lalu,"ajak Risma.
"Kalian duluan aja, nanti aku nyusul,"balasnya. Risma mengiyakan. Bersama kawan lain, Risma berangkat lebih dulu ke resto yang ia maksud. Tapi sampai jam makan siang berakhir, Riani tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Dihubungi beberapa kali juga tidak merespon.
"Ya ampun, aku tadi lupa, habis Sholat Dzuhur ketiduran bentar di mushola, eh pas kebangun, nggak taunya jam istirahat udah kelar,"sambungnya ketika ditanya kemana.
Risma menghela nafas, memaklumi. Dia merasa ada ketidakberesan dalam diri Riani. Tapi, ia sendiri tak tahu apa itu. Riani tak pernah bercerita, dan ia pun tak enak hati jika harus bertanya.
Ketidakberesan itu semakin terlihat adanya, ketika performa kerjanya menunjukkan penurunan. Setelah personalia mempermasalahkan keterlambatannya yang terjadi selama tiga bulan ke belakang, kini atasannya pun mulai mempertanyakan hasil kerjanya yang beberapa kali ada kesalahan yang cukup fatal. Seperti salah menginput data sehingga timbul ketidaksesuaian, salah memasukkan adjustment untuk proses rekonsiliasi dan lain sebagainya.
"Kamu sedang ada masalah?,"tanya Bu Monik ketika Riani duduk berhadapan dengannya.
"Bagaimana bisa, report yang kamu kerjakan sebegini berantakannya Rin," ujar Bu Monik dengan nada sedikit meninggi pada Riani, sambil memukul setumpuk laporan bermasalah miliknya. Riani hanya terdiam, menunduk. Dalam benaknya, ia mengakui semua kekeliruannya.
"Maaf bu, akan saya perbaiki."
"Sudah, ambil cuti saja 2 atau 3 hari. Barangkali kamu memang perlu istirahat. Biar ini dikerjakan yang lain,"putus Bu Monik akhirnya. Riani mengangguk paham. Ia pun melakukan titah atasannya itu. Mengambil jatah cuti selama dua hari untuk istirahat. Waktu yang cukup untuk menenangkan kemelut pikirannya yang sedang berkecamuk akhir-akhir ini.
***
Disinilah kini Riani berada. Duduk dibangku kawasan taman hijau. Seorang diri. Matanya tak luput memandangi setiap kendaraan yang lalu lalang. Sementara itu, terlihat pula beberapa orang berlari pagi di jogging track yang mengelilingi taman. Ia melirik sekilas jam tangan dipergelangan. Dua jarum menyatu di angka 8. Waktu yang baik untuk memulai sarapan. Lalu otaknya bekerja, mencoba membuat daftar kegiatan yang akan ia lakukan, setidaknya untuk beberapa jam ke depan.
Riani akan mengawali rencananya dengan memilih menu sarapan yang akan ia makan. Setelahnya, ia bisa pulang untuk bersih diri. Kemudian, dilanjutkan dengan pergi ke pusat kota. Berjalan-jalan di pusat perbelanjaan, pergi ke toko buku dan bioskop. Selanjutnya, ia dapat cuci mata dengan melihat-lihat aneka fashion dan sepatu di sana, meskipun tentu saja, ia tak berniat membelinya. Terakhir, ia akan menghabiskan waktu dengan bermain di game fantasia dan makan di food court lantai 3.
Setelah semua rencana tersusun di kepala, ia menghela nafas. Bagi Riani, memikirkan hal-hal dengan penuh perencanaan seperti itu sungguh melelahkan. Meskipun begitu, kini ia harus terbiasa demikian, supaya hidupnya tak makin berantakan. Sesaat ia akan beranjak, gawainya berdering. Tertera nama Satya di layarnya. Ingin ia abaikan panggilan itu, tapi urung. Di geserlah ikon telepon berwarna hijau itu kekanan.
"Dimana Rin? Kamu nggak ke kantor? Si Risma nanyain nih, tumben jam segini belum dateng,"cerocos Satya begitu telepon itu tersambung, sekalipun Riani tak memberi sapaan apapun.
"Aku cuti dua hari,"jawab Riani singkat.
"Cuti dua hari? Kamu sakit?,"tanya Satya kaget.
"Aku nggak papa, cuma butuh istirahat. Bu Monik yang nyuruh aku ambil cuti."
"Oh gitu, kalau kamu butuh bantuan, jangan sungkan bilang ya. Aku dan Risma akan usahakan."
"Terima kasih Sat. Sampaikan salamku ke Risma ya,"ucap Riani sebelum mengakhiri pembicaraannya dengan Satya. Tak lama berselang, sambungan itu terputus. Kembali ia menghela nafas, kali ini lebih dalam. Lalu, dirinya beranjak untuk menunaikan rencana yang sudah disusun sebelumnya. Jatah cutinya kali ini benar-benar ingin ia habiskan dengan kesendirian, sembari mengurai terjemahan rasa yang mendominasi dalam dada.
***
Bepergian sendirian ke swalayan tak menjadi persoalan bagi Riani. Hal semacam itu justru membuatnya merasa lebih hidup. Melakukan banyak hal sendiri dan mengurangi interaksi dengan orang lain adalah caranya mengisi ulang energi.
Setelah hampir tiga jam Riani mengelilingi deretan kebutuhan rumah tangga, baju, sepatu bahkan furnitur, ia merasa lelah dan kakinya pegal. Padahal ia masih belum menjelajahi toko buku yang ada di lantai 2 dan menonton film bioskop di lantai 7. Sebelum kembali melakukan penjelajahan, ia putuskan untuk menyantap sepiring nasi goreng dengan udang asam manis di food court lebih dulu. 
Saat ia ingin menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya, ponselnya membunyikan satu notifikasi. Dengan malas, ia meraih ponsel yang terletak di meja dan menuliskan sandinya. Sebuah surat elektronik tampak di layar, lalu ia membukanya. Matanya dengan jeli membaca kata per kata yang tertera di sana. Ia terkejut bukan main. Telapak tangan kirinya refleks menutup mulutnya yang tanpa sengaja menganga. Benar-benar ia tak percaya. Ia diterima di KyungHee University, Seoul, Korea Selatan, untuk program studi Master of Business Administration. Sedetik kemudian, rasa percaya itu menguap. Berganti dengan rongrongan akal yang menyedihkan. 
Beberapa waktu lalu, sudah ia sampaikan pada orang tuanya tentang keinginannya untuk melanjutkan studi. Ia pun juga mencoba menjelaskan rencana-rencana kehidupannya untuk beberapa tahun kedepan. Memang, peluang melakukan percobaan itu seperti dua sisi mata uang. Kemungkinan berhasil atau gagal, keduanya memiliki porsi sama besar. Tapi, dalam kasus percobaan Riani ini, sudah dipastikan kegagalan akan jauh mendominasi. Ia mendapatkan kenihilan. Ia gagal mendapat restu orang tua untuk melancarkan niatnya.
"Pekerjaanmu kan sudah bagus nak, penghasilanmu juga sudah lebih dari cukup. Apa nggak sebaiknya ditabung saja untuk biaya berumah tangga nanti?." Bahasa halus penolakan itu disampaikan ibunya. Sedangkan ayahnya lain lagi.
"Kalau dengan gelar sarjanamu saja sudah cukup, kenapa harus sekolah lagi? Benar kata ibumu, lebih baik kamu mulai memikirkan tentang pernikahan. Ingat, usiamu sudah 27 sekarang."
"Kalau masalahnya biaya, ayah dan ibu tidak perlu khawatir, aku mendapatkan beasiswa. Jadi tidak akan mengeluarkan uang sepeserpun sampai lulus nanti,"tegas Riani yang masih berusaha memberi pengertian.
"Kalau kamu berhenti bekerja lalu kuliah, meskipun dengan beasiswa, lalu, siapa yang akan bantu ayah dan ibu mengurus biaya sekolah adik-adikmu?,"Kali itu Ayahnya semakin mempertegas penolakan pada keinginan Riani.
Deg. Jantung Riani tiba-tiba saja berdebar kencang. Hal yang disampaikan ayahnya itu luput dari perkiraan. Ia hampir lupa, bahwa keberadaannya diperuntukkan menanggung hidup kedua adiknya. Ayahnya seorang pensiunan guru, sedangkan ibunya bekerja sebagai tenaga kependidikan di sekolah swasta dengan gaji yang tidak seberapa. Kedua adiknya masih duduk di bangku SMA dan sekolah dasar. Sebagai anak tertua yang sudah lebih dulu dibiayai dan bisa bekerja di perusahaan nasional dengan gaji diatas upah minimum kota domisilinya, bukankah sudah menjadi tanggung jawab Riani untuk membantu memperpanjang nafas hidup keluarga?.
Riani tak bisa berkata apa-apa lagi. Mimpi yang sudah dibangun, terpaksa harus dia kubur. Digadaikan dengan roda kehidupan lain supaya tetap berputar. Hatinya ikut runtuh. Reruntuhannya pun turut ia pendam di kubangan yang sangat dalam. Pada keterdiaman, ia kembali menikmati hidangan dengan tak berselera. Kemelutnya pikiran masih berusaha ia enyahkan, sekalipun logika terus menerus menggerogoti keteguhan hatinya.
8 notes · View notes
seaofvoyage · 7 months
Text
Hello there, Crews!
Tumblr media
MALE PIRATIES! 💚
Ahoy, Mateys! Welcome,
1. bassistjam - Aguni Morizoni 2. CONTERFAIL - Shanks 3. CREW40SANJI - Buggy 4. DarkCyanRin - Usopp 5. faintsanctuary - Lucius Malfoy 6. FeliceGyuvin - Koby 7. FugouLoid - Vinsmoke Sanji 8. ghostingriider - Moon Knight 9. InsanManjiro - Jack Sparrow 10. karinnasaurus - Five Hargreeves 11. LiverMyungsoo - Sakata Gintoki 12. maincangab - Stefan Salvatore 13. MalibuInVegas - Kol Mikaelson 14. minatluffy - Monkey D. Luffy 15. minatpiratie - Kakeru Naruse 16. O4YJW - Ryohei Arisu 17. ogreenpear - Scott Lang 18. VisitorManjiro - Kazutora Hanemiya 19. satya17an - Klaus Hargreeves 20. SecreteNick - Spencer Reid 21. slankdud - Sancaka 22. slytherifindor - Draco Malfoy 23. SSTRANGGEY - Thomas Shelby 24. todoraoki - Baji Keisuke 25. vampiresux - Dracule Mihawk 26. minatnatha - Peter Parker
FEMALE PIRATIES! 🧡
Ahoy, Mateys! Welcome,
1. trayffic — Alice 2. tuortles — Jang Heesoo 3. AnganAuristela — Hermione Granger 4. oureines — Alpha 5. plsmaumainca — Do Ha Na 6. mibaow — Blair Waldorf 7. hamfurasun — Hikari Kuina 8. SNR16Ieiri — Rizuna Annn 9. ghafarism — Inej Ghafa 10. fushhia — Choi Namra 11. janeiism - Jane Smith 12. y0uthneverleft — Riani 13. seavtle — Tokyo 14. kidqney — Harley Quinn 15. yoonoh7vt — Go Haeri 16. Jaemin482 — Akane Heiya 17. himearchon — Princess Aurora 18. enchanbted — Tris 19. cmheesy — Yuzuha Usagi 20. plistwrimagw - Cassie Howard 21. escapyENID — Enid Sinclair 22. minatseavoyage — Nancy Wheeler 23. minatjadicrew — Marjan Marwani 24. srubarashi - Susan Pevensie 25. mangkeldewe — Mikasa 26. YTHHyein — Kate Bishop
2 notes · View notes
squinko-moved · 2 years
Text
just forgot how to spell my name?
1 note · View note
gadisturatea · 10 months
Text
Tidak semua orang sefrekuensi dan sepemahaman dengan kita. Maka sangat wajar jika ada yang tidak setuju atau bahkan tidak suka dengan kita.
So, pahamilah hal ini. Dan tanamkan dalam hati, bahwa tidak disukai manusia itu hal yang biasa. Sangat wajar. Sebab masing-masing dari kita memiliki prinsip yang berbeda.
Pesanku, untuk hidup di tengah manusia yang beragam ini, kita perlu belajar untuk tidak disukai. Bukan untuk apa-apa. Hanya saja demi menjaga dan menyelamatkan hati kita dari rasa sakit yang terlalu dalam.
— Riany Azzahra @gadisturatea
123 notes · View notes