Tumgik
#tokohperempuan
frasa-in · 1 year
Text
Tumblr media
Fatimah merupakan wanita pilihan, Ummu Abiha (ibu bagi ayahnya), putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Al-Qurasyiyah, Al-Hasyimiyah, dan Ummu Al-Husain. Ia dilahirkan saat sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutus sebagai Nabi.
Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib dinikahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada bulan Dzulqa’dah, dua tahun setelah perang Badar.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat mencintai dan memuliakan Fatimah. Fatimah merupakan sosok perempuan yang sabar, baik hati, menjaga diri, menerima, dan bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Suatu kali Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah marah kepada Ali ketika sampai padanya berita bahwa Ali ingin menikahi putri Abu Jahal. Ketika itu beliau bersabda, “Demi Allah, putri Nabiyullah tidak boleh dicampur dengan putri musuh Allah. Sesungguhnya Fatimah merupakan bagian dariku. Sesuatu yang meragukanku berarti meragukannya dan sesuatu yang menyakitiku berarti menyakitinya.”
Aisyah ra. berkata, “Jika Fatimah datang sambil berjalan, gaya jalannya terlihat sama dengan gaya berjalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu beliau berdiri seraya berkata, ‘Selamat datang wahai putriku!’.”
Aisyah ra. juga berkata, “Aku tidak pernah melihat seorang pun yang perkataan dan pembicaraannya menyerupai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selain Fatimah, dan jika Fatimah menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau berdiri lalu menciumnya dan memanjakan dirinya. Begitu juga Fatimah memperlakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Diriwayatkan dari Asy-Sya’bi, dia berkata, “Ketika Fatimah sakit, Abu Bakar datang lalu meminta izin. Ali lantas berkata, ‘Wahai Fatimah, ini ada Abu Bakar meminta izin menemui dirimu.’ Fatimah berkata, ‘Apakah kamu ingin aku mengizinkannya?’ Ali menjawab, ‘Ya’.”
Menurut aku (Asy-Sya’bi) dia ketika itu mempraktekkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak mengizinkan seorang pun masuk rumah suaminya kecuali atas izin suaminya.
Fatimah mempunyai dua orang putra, yaitu Hasan dan Husain, sehingga ia mendapat julukan Ummu Al-Husain. Ia juga mempunyai dua orang putri, yaitu Ummu Kultsum (istri Umar bin Khattab) dan Zainab (istri Abdullah bin Ja’far bin Abu Thalib).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Fatimah ketika beliau sakit, “Sesungguhnya aku akan meninggal karena sakitku ini.” Mendengar itu, Fatimah menangis. Namun beliau menenangkan dirinya dengan memberitahukan bahwa dia adalah keluarga Rasulullah yang pertama kali bertemu dengan beliau.
Ketika itu dia adalah pemimpin wanita dunia ini. Dia pun menerima dan menyembunyikannya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah wafat, Aisyah bertanya kepadanya, lalu dia bercerita kepadanya tentang berita itu. Aisyah berkata, “Fatimah hidup selama enam bulan setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Kemudian dia dimakamkan pada malam hari.”
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
48 notes · View notes
wooramarif · 5 years
Photo
Tumblr media
Hong Sook-ja (홍숙자) merupakan seorang aktivis, politisi dan penulis berkebangsaan Korea Selatan. Beliau diangkat menjadi diplomat wanita pertama Korea Selatan dan kemudian menjadi kandidat presiden wanita pertama yang memasuki pemilihan umum demokratis pertama Korea Selatan pada tahun 1987. . . Hong lahir di Seoul pada 25 Juni 1933. Setelah kelahirannya, ibu Hong mendapat tekanan yang semakin besar dari anggota keluarga untuk melahirkan seorang putra, yang termasuk penawaran untuk menemukan suaminya selir. Adik Hong akhirnya lahir, tetapi Hong mengingat hal ini memengaruhi pemahamannya tentang ketidaksetaraan pria dan wanita. . . Beliau lulus di Universitas Dongguk pada tahun 1955 dan di Universitas Boston pada tahun 1958, setelah mempelajari ilmu politik dan hubungan internasional. Beliau kemudian bekerja untuk kementerian luar negeri Korea dan menjadi wakil konsulat Konsulat Korea di Kota New York pada tahun 1965. Beliau adalah profesor di Universitas Dongguk sejak 1979. Dari 1986 hingga 1988 dia adalah presiden Dewan Wanita Internasional. . . Pada 11 November 1987, Partai Sosial Demokrat mengadakan konvensi sementara nominasi pemilihan presiden ke-13 dan memilih Hong sebagai kandidat presiden mereka. Karena itu beliau terdaftar sebagai kandidat presiden perempuan pertama di Konstitusi Republik Korea. . . Pada hari pemilihannya sebagai kandidat Partai Sosial Demokrat, Hong memberikan pidato, mengatakan bahwa, "presiden perempuan akan menciptakan keajaiban politik." Dia juga berjanji untuk mendukung pemilihan langsung, tetapi mempromosikan sistem kabinet. Hong juga mengatakan bahwa dia akan mendorong menteri wanita dan mempromosikan kebijakan yang berani untuk pembebasan wanita. Namun, Hong didampingi oleh kandidat laki-laki lainnya, menerima sedikit perhatian media. Dia mundur dari pemilihan presiden pada 5 Desember, menjelaskan bahwa dia tidak pernah berniat untuk menjadi presiden Korea. . . Selengkapnya : https://www.arifrahmanhakim.com/2019/04/hong-sook-ja.html . . #SahabatKorea @koremb.idn #Korea #Indonesia #SouthKorea #KoreaSelatan #Perempuan #Wanita #TokohPerempuan #TokohWanita #TokohWanitaKorea #TokohPerempuanKorea https://www.instagram.com/p/Bw4xDtOnuqv/?igshid=1jbbpz4ck3ovs
0 notes
280286lessed-blog · 4 years
Video
youtube
H.R Rasuna Said, Si Singa Podium, Pejuang Perempuan yang Menentang Poligami
0 notes
hindiabooks-blog · 6 years
Photo
Tumblr media
🐸 🌌 TIGA SAUDARA #Kartini #Roekmini #Kardinah #KardinahReksonegoro #PemkabRembang 77 hlm (dilengkapi kutipan dan silsilah) Bekas, baik, jilid patah, staples 🐙 Rp. 35.000 🌌 👾 Pemesanan 👉 DM @hindiabooks | inbox fb.me/hindiabooks | WA +62-896-2225-3005 🌌 #tigasaudara #sejarahkartini #rembang #emansipasiperempuan #tokohperempuan #ibukitakartini #habisgelapterbitlahterang #antropologi #sejarah #sosial #budaya #humaniora #buku #rarebooks #indoreader #hindiabooks 🐡
0 notes
frasa-in · 1 year
Text
Tumblr media
Ramlah binti Abu Sufyan atau yang biasa dipanggil Ummu Habibah, sosok wanita yang terpelihara. Dia adalah keponakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak ada di antara istri-istri beliau yang lebih dekat garis keturunannya dengan beliau, dan lebih banyak sedekahnya daripada Ummu Habibah. Sebelum menikah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Ummu Habibah menikah dengan Ubaidullah bin Jahsy.
Suatu malam, Ummu Habibah terbangun dari tidurnya. Ia bermimpi buruk tentang suaminya. "Aku melihat di dalam mimpi, suamiku Ubaidullah bin Jahsy dengan bentuk yang sangat buruk dan menakutkan. Maka aku terperanjat dan terbangun, kemudian aku memohon kepada Allah dari hal itu. Ternyata tatkala pagi, suamiku telah memeluk agama Nasrani. Maka aku ceritakan mimpiku kepadanya namun dia tidak menggubrisku," ujarnya.
Pagi harinya, Ubaidullah bin Jahsy berkata, "Ummu Habibah, aku berpikir tentang agama, dan menurutku tidak ada agama yang lebih baik dari agama Nasrani. Aku memeluknya dulu. Kemudian aku bergabung dengan agama Muhammad, tetapi sekarang aku kembali memeluk Nasrani."
Ummu Habibah berkata, "Demi Allah, tidak ada kebaikan bersamamu!" Kemudian ia menceritakan kepada suaminya tentang mimpi itu, tetapi Ubaidullah tak menghiraukannya. Ubaidullah kemudian murtad dan mabuk-mabukan sampai akhir hayatnya.
Ummu Habibah membesarkan anaknya sendirian di Habasyah. Peristiwa yang menimpa Ummu Habibah didengar oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah masa iddahnya selesai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta bantuan Negus, penguasa Habasyah untuk melamarkan Ummu Habibah.
Negus kemudian mengutus Abrahah, seorang budak perempuannya untuk menjumpai Ummu Habibah. Ia menerima lamaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan mahar sebesar 400 dinar. Pernikahan itu terjadi sekitar tahun ke-7 H.
Setelah kemenangan kaum muslimin dalam perang Khaibar, rombongan muhajirin dari Habasyah termasuk Ummu Habibah kembali ke Madinah dan menetap bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ummu Habibah selalu tegas, dan berpegang teguh kepada Islam termasuk dalam menghadapi Abu Sufyan, bapaknya. Salah satu ucapannya kepada Abu Sufyan adalah, "Ayahku adalah Islam. Aku tidak mempunyai ayah selainnya, selama mereka masih membanggakan Bani Qais atau Bani Tamim."
Beberapa tahun setelah berkumpul dengan Ummu Habibah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia benar-benar menyibukkan diri dengan beribadah dan berbuat kebaikan. Dia berpegang teguh pada nasihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan senantiasa berusaha mempersatukan kaum Muslimin dengan segala kemampuannya sampai ia meninggal dunia pada tahun ke-46 H.
Menjelang wafatnya, Aisyah berkata pada Ummu Habibah, "Terkadang di antara kita sebagai istri-istri Nabi ada suatu khilaf, semoga Allah mengampuniku dan mengampunimu dari perbuatan atau sikap itu." 
Ummu Habibah membalas, "Engkau telah membahagiakan diriku, semoga Allah juga membahagiakan dirimu."
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
27 notes · View notes
frasa-in · 2 years
Text
Tumblr media
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” QS. An-Nur: 26.
Ayat ini diturunkan oleh Allah sebagai pembelaan kepada Aisyah, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang pada waktu itu tengah difitnah oleh kaum munafik. Ayat ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa Aisyah yang merupakan istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seorang laki-laki baik, juga merupakan perempuan baik, sehingga membantah tuduhan kaum munafik yang tidak berdasar.
Ayat ini juga menjadi dasar dari ungkapan jodoh itu merupakan cerminan diri. Meskipun demikian, tak selalu perempuan yang baik mendapatkan laki-laki yang baik, begitu pula sebaliknya. Belajar dari sejarah, kita mengetahui bahwa Nabi Ayyub dan Nabi Nuh memiliki istri yang tidak baik. Pun dengan Asiyah yang akan kita bahas kali ini, Asiyah merupakan wanita sholihah yang bersuamikan Fir’aun, musuh Allah yang mengaku sebagai Tuhan, banyak mendzolimi rakyatnya dan banyak membunuh manusia.
Masya Allah betapa teguhnya dan sabarnya Asiyah memiliki suami seperti Fir’aun. Maka tak selalu jodoh merupakan cerminan diri, ketika bertentangan ini bisa jadi merupakan ujian dari Allah.
Meski bersuamikan Fir’aun, ini tidak menghalangi Asiyah untuk beriman kepada Allah dan mengimani bahwa Nabi Musa merupakan utusan Allah. Ketika Nabi Musa mengalahkan para tukang sihir Fir’aun, keimanan Asiyah semakin mantap. Keimanannya kepada Allah sebenarnya sudah lama tertanam di hatinya. Asiyah menolak menyatakan Fir’aun (suaminya) sebagai Tuhan. Dalam Tafsir Muroh Labid disebutkan bahwa benih-benih iman dalam hati Asiyah mulai tampak ketika ingin mengasuh Nabi Musa yang dihanyutkan di sungai.
Ketika mengetahui keimanan istrinya kepada Allah, maka murkalah Fir’aun. Dengan keimanan dan keteguhan hati, wanita shalihah tersebut tidak goyah pendiriannya, meski mendapat ancaman dan siksaan dari suaminya. Kemudian keluarlah sang suami yang dzalim ini kepada kaumnya dan berkata pada mereka, “Apa  yang kalian ketahui tentang Asiyah binti Muzahaim?”
Mereka menyanjungnya. Lalu, Fir’aun berkata lagi kepada mereka, “Sesungguhnya dia menyembah Tuhan selain ku”. Berkatalah mereka kepadanya, “Bunuhlah dia!” Alangkah beratnya ujian Asiyah, disiksa oleh suaminya sendiri.
Dimulailah siksaan itu, Fir’aun pun memerintahkan para algojonya untuk memasang tonggak. Diikatlah kedua tangan dan kaki Asiyah pada tonggak tersebut, kemudian dibawanya wanita tersebut di bawah sengatan terik matahari. Belum cukup sampai disitu siksaan yang ditimpakan suaminya. Kedua tangan dan kaki Asiyah dipaku dan di atas punggungnya diletakan batu yang besar.
Namun, akankah siksaan itu menggeser keteguhan hati Asiyah walau sekejap? Sungguh siksaan itu tak sedikitpun mampu menggeser keimanan wanita mulia itu. Akan tetapi, siksaan-siksaan itu justru semakin menguatkan keimanannya.
Iman yang berangkat dari hati yang tulus, apapun yang menimpanya tidak sebanding dengan harapan atas apa yang dijanjikan di sisi Allah. Maka Allah pun tidak menyia-yiakan keteguhan iman wanita itu. Ketika Fir’aun dan algojonya meninggalkan Asiyah, para malaikat pun datang menaunginya.
Di tengah beratnya siksaan yang menimpanya, wanita mulia ini senantiasa berdoa memohon untuk dibuatkan rumah di surga. Allah mengabulkan doa Asiyah, maka disingkaplah hijab dan ia melihat rumahnya yang dibangun di dalam surga. Diabadikanlah doa wanita mulia ini dalam Al-Qur’an.
“Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkan aku dari kaum yang dzalim.” QS. At-Tahrim: 11.
Ketika melihat rumahnya di surga dibangun, maka berbahagialah wanita mulia ini. Semakin hari semakin kuat kerinduan hatinya untuk memasukinya. Ia tak peduli lagi dengan siksaan Fir’aun dan algojonya. Ia malah tersenyum gembira yang membuat Fir’aun bingung dan terheran-heran. Bagaimana mungkin orang yang disiksa akan tetapi malah tertawa riang? Sungguh terasa aneh semua itu baginya. Jika seandainya apa yang dilihat wanita ini ditampakkan juga padanya, maka kekuasaan dan kerajaannya tidak ada apa-apanya.
Maka tibalah saat-saat terakhirnya di dunia. Allah mencabut jiwa suci wanita shalihah ini dan menaikkannya menuju rahmat dan keridhaan-Nya. Berakhir sudah penderitaan dan siksaan dunia, siksaan dari suami yang tak berperikemanusiaan.
Sisters, tidakkah kita iri dengan kedudukan wanita mulai ini? Apakah kita tidak menginginkan kedudukan itu? Kedudukan tertinggi di sisi Allah Yang Maha Tinggi. Akan tetapi adakah kita telah berbuat amal untuk meraih kemuliaan itu? Kemuliaan yang hanya bisa diraih dengan amal shalih dan pengorbanan. Tidak ada kemuliaan diraih dengan memanjakan diri dan kemewahan.
Kisah Asiyah ini merupakan salah satu contoh bahwa catatan amal seorang istri tidak tergantung pada catatan amal suaminya. Seorang suami beramal sholeh untuk dirinya sendiri, juga seorang istri beramal sholeh untuk dirinya sendiri. Tak ada jaminan kita bersuamikan seorang laki-laki sholeh, kita juga akan selamat di akhirat kelak. Juga tak menjadi sebab bahwa kita bersuamikan laki-laki tidak sholeh, sehingga kita tidak selamat di akhirat.
Maka jangan merasa aman, sadarilah bahwa di dalam rumah tangga kita bertugas saling mengingatkan antara suami-istri, orangtua-anak, dan antar saudara. Maka jadikanlah rumah tangga kita yang berprioritas pada akhirat, yag senantiasa menjaga nilai-nilai islam pada setiap insan di dalam rumahnya.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
35 notes · View notes
frasa-in · 1 year
Text
Tumblr media
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Yang paling cepat datang kepadaku di antara kalian adalah yang paling panjang tangannya.”
Zainab merupakan orang yang dimaksud dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di atas. Maksud Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan ungkapan ‘yang paling panjang tangannya’ adalah yang paling banyak berbuat baik.
Dia adalah Zainab, putri Jahsyin bin Rabab dan keponakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia termasuk wanita pertama yang ikut hijrah ke Madinah. Sebelumnya, Zainab menikah dengan Zaid bin Haritsah, budak sekaligus anak angkat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sayangnya pernikahan Zainab dan Zaid ini tak diiringi dengan keharmonisan sehingga Zaid kerap berkonsultasi ke Rasulullah untuk menceraikan istrinya.
Meski Rasulullah sempat melarang itu, namun akhirnya Rasulullah mengizinkan Zaid menceraikannya setelah turun wahyu Allah atas perceraian sekaligus sah bagi seorang ayah angkat mengambil istri dari mantan istri anaknya. Dialah wanita yang disebut Allah subhanahu wa ta’ala dalam Firman-Nya surat Al-Ahzab ayat 37.
Setelah itu Allah menikahkannya dengan Nabi-Nya melalui pernyataan nash Al-Qur’an, tanpa wali dan saksi. Itu sempat menjadi hal yang dibanggakan dirinya di hadapan Ummahatul Mukminin lainnya, dia berkata, “Kalian dinikahkan oleh keluarga kalian, tetapi aku dinikahkan oleh Allah dari atas Arsy-Nya.”
Zainab adalah seorang pengrajin, penyamak, dan penjahit. Ada yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikah dengan Zainab pada bulan Dzulqa’dah tahun 5 Hijriah. Pada saat itu Zainab berusia 25 tahun. Dia seorang wanita shalihah, banyak berpuasa, bangun malam, dan baik. Dia dijuluki Ummul Masakin.
Dia merupakan wanita yang mulia, taat beragama, wara’, dermawan, dan baik. Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Zainab binti Jahsy memiliki kedudukan yang sama denganku disisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku tidak pernah melihat seorang wanita yang lebih baik dalam agama melebihi Zainab, paling bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, paling jujur, suka menyambung silaturahmi, dan paling besar sedekahnya.”
Diriwayatkan dari Atha, bahwa dia mendengar Ubaid bin Umair berkata, Aku mendengar Aisyah mengira Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sempat tinggal di tempat Zainab binti Jahsy dan meminum madu di sana. Aisyah kemudian berkata, “Aku kemudian bermusyawarah dengan Hafshah, bahwa siapapun di antara kami berdua yang didatangi beliau, maka dia harus berkata, ‘Aku mendapati getah pohon padamu! Apakah kamu makan getah pohon?’ Tak lama kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menemui salah satu dari mereka, lalu dia mengatakan hal itu kepada beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bersabda, ‘Tetapi aku minum madu di rumah Zainab dan aku tidak akan mengulanginya lagi’.” Lalu turunlah firman Allah pada surat At-Tahrim ayat 1-4.
Zainab binti Jahsy wafat di Madinah saat usia 53 tahun. Beliau merupakan istri Rasulullah yang paling pertama wafat setelah kematian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Zainab binti Jahsy dimakamkan di Jannatul Baqi.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
21 notes · View notes
frasa-in · 2 years
Text
Tumblr media
Membicarakan Ibunda Khadijah tidak akan cukup dengan “sekali duduk”. Banyak sekali mutiara keutamaan beliau semasa hidup. Ia adalah Ummul Mukminin, pemimpin kaum wanita seluruh alam pada masanya.
Sang Ummul Qasim (Ibu dari Abu Qasim, putra pertamanya) ini bernama Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab. Ibu anak-anak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang pertama yang beriman dan percaya kepada Nabi Muhammad sebelum siapapun juga.
Beliaulah “Sang Pertama”, bukan saja karena menjadi istri pertama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi banyak hal lainnya yang menjadikan Ibunda Khadijah menjadi “Yang Pertama”.
Beliau orang pertama dari kalangan kaum wanita yang beriman kepada Allah
Orang pertama yang shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Orang pertama yang mendapat kabar gembira surga di antara istri-istri
Orang pertama yang mendapat salam dari Rabb
Wanita jujur pertama kaum mukminah
Istri Nabi yang lebih dulu meninggal dunia dan makamnya adalah kuburan pertama yang Nabi sendiri turun ke dalamnya.
Kisah Khadijah adalah obat hati, pembersih akal dari segala kotoran dan aib, juga teladan pada zaman di mana seluruh teladan nyaris lenyap. Menelaah kisah perjalanan hidupnya akan menghidupkan hati, dengan menapaki jejak-jejaknya kebahagiaan akan diraih. Dan dengan mengenali segala keutamaannya akan mendorong untuk meneladani sifat-sifat baik, prestasi dan tindakan-tindakan baik.
Dengan mengingatnya, mereka yang masih hidup bangkit dan tegak. Jiwa-jiwa menjadi jernih karena segala kenangannya. Dan akal mendapatkan sumber energi dengan menelaah kisah perjalanan hidupnya.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
40 notes · View notes
frasa-in · 2 years
Text
Tumblr media
Ia adalah Barakah binti Tsa’labah bin Amar, kunyahnya adalah “Ummu Aiman”. Ummu Aiman adalah sosok yang sering meratap dan menangis, banyak berpuasa dan qiyamullail, dan yang hijrah dengan berjalan kaki.
Ibunda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, setelah ibu kandungnya.
Ummu Aiman adalah salah seorang budak Abdullah bin Abdul Muthalib, ayahanda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sepeninggalan ayahandanya, Ummu Aiman mengambil dan merawat beliau hingga dewasa.
Ummu Aiman mendidik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan tulus. Karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ummu Aiman adalah ibuku sesudah ibuku”. Bahkan saat berbicara dengannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memanggilnya dengan panggilan “Wahai ibuku”.
Ummu Aiman mengumumkan dirinya masuk Islam sejak masa awal dakwah dan menjadi muslimah yang baik. Dengan demikian, ia termasuk salah satu wanita pertama yang ikut hijrah ke Habasyah dan Madinah, serta mendukung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Demikianlah, Ummu Aiman telah merasakan begitu banyak siksaan dan penindasan dari kaum musyrikin karena keislamannya yang begitu dini.
Pada saat hijrah ke Madinah, Ummu Aiman berpuasa, bangun malam, dan hijrah dengan berjalan kaki. Ia tidak memiliki sedikitpun bekal ataupun minuman hingga acapkali tersiksa oleh kehausan karena panas yang begitu menyengat di tengah sahara.
Ketika waktu berbuka tiba, Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan karamah kepadanya. Ketika itu Allah menurunkan sebuah ember dari langit berisi air yang diselimuti cahaya putih. Ummu Aiman tidak pernah lagi merasa haus.
Ummu Aiman memiliki kedudukan istimewa di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena ialah satu-satunya keluarga Nabi yang masih hidup. Hal ini ditegaskan dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setiap melihat Ummu Aiman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ini adalah ahli baitku yang masih ada”. Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah memberinya kabar gembira dengan kedudukan agung di surga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang ingin menikahi seorang wanita penduduk surga maka hendaklah ia menikahi Ummu Aiman.”
Ketika sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini terdengar oleh Zaid bin Haritsah ra., ia segera meminang Ummu Aiman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau pun segera menikahinya. Dari perkawinan ini, Ummu Aiman melahirkan Usamah bin Zaid.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersikap lemah lembut dan biasa bercanda dengan Ummu Aiman layaknya ibu sendiri. Suatu hari Ummu Aiman datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, gendonglah aku!” Dengan nada bergurau Rasulullah menjawab, “Aku akan menggendongmu di atas anak unta.” Ummu Aiman menyahut, “Wahai Rasulullah, anak unta itu tidak kuat membawaku dan aku tidak mau.”
Di samping sifat terpuji dan kemuliaan yang dimilikinya disisi Allah dan Rasul-Nya dan meskipun sudah lanjut usia serta kesehatannya menurun, Ummu Aiman tidak pernah mau ketinggalan untuk bergabung dengan para pahlawan Islam dengan berperang melawan musuh-musuh Allah demi meninggikan kalimat Allah.
Ia ikut bergabung dalam perang uhud dan perang khaibar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beran menyediakan air minum serta mengobati prajurit yang terluka.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Wafat.
Abu Bakar dan Umar bin Khattab mengunjungi Ummu AIman dalam rangka meringankan kesedihan Ummu Aiman karena kepergian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tatkala mereka sampai, Ummu Aiman menangis.
Mereka menanyakan sebab tangis Ummu Aiman. Ummu Aiman menjawab, “Aku tidaklah menangis karena tidak tahu apa yang ada disisi Allah itu lebih baik untuk Rasul-Nya. Tetapi aku menangis karena wahyu telah berhenti turun dari langit.” Jawaban itu memicu Abu Bakar dan Umar untuk menangis pula.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
47 notes · View notes
frasa-in · 2 years
Text
Tumblr media
Di dalam kitab Shahih Muslim, terdapat suatu riwayat menarik dari Fathimah binti Qais tentang Ummu Syuraik.
“Ummu Syuraik adalah perempuan yang kaya raya dari kalangan Anshar. Sering membelanjakan hartanya di jalan Allah. Karena itu, banyak tamu yang berdatangan ke rumahnya.” HR. Muslim.
Ummu Syuraik dikenal sebagai perempuan yang kaya raya dan dermawan. Nama aslinya masih diperdebatkan. Ada yang mengatakan Ghaziyyah dan ada yang mengatakan Ghuzaiyyah. Rumah Ummu Syuraik di Madinah sering didatangi koleganya. Dan juga tempat bagi orang-orang yang tidak memiliki rumah.
Ummu Syuraik dikenal teguh pada jalan dakwah dengan mengenalkan islam dan keyakinannya yang kuat terhadap Rabb-nya yang tinggi. Cara berdakwah yang ia tempuh adalah mengajak wanita-wanita Quraisy mengenal islam dan mendorong mereka agar memasukinya.
Hingga suatu hari terujilah keimanan Ummu Syuraik. Ia dibawa ke sebuah tempat dengan mengendarai unta lemah yang sangat buruk dan kasar. Kemudian hanya diberi makan dan madu, tanpa diberi satu tetes air untuk diminum. Manakala panas matahari menyengat kulit, wanita mulia ini mendapatkan pukulan dan hantaman. Begitu kejamnya orang-orang kafir menyiksanya. Mereka memaksa Ummu Syuraik untuk segera meninggalkan agama islam. Namun, perempuan mulia ini tak menghiraukan sakit dan cambukan yang mendera, hanya mengangkat telunjuk ke langit sebagai isyarat tauhid.
Di saat titik nadir, wanita yang teguh ini hanya pasrah kepada Sang Penggenggam nyawanya. Baginya kematian bukanlah hal yang ditakuti. Keajaiban pun terjadi, inilah bentuk pertolongan Allah kepada Ummu Syuraik. Di saat panas terik dan hantaman cambukan, justru dadanya merasakan dinginnya ember yang berisikan air. Ember itu terangkat dan terlihat menggantung dari langit ketujuh.
Saat Ummu Syuraik ingin meminumnya lagi, ember itu terjulur mendekat. Seolah ember itu tahu kebutuhannya yang tak mampu bangkit karena siksa yang amat berat padanya. Hal itu berulang terus hingga ketiga kalinya. Lalu beliau mengguyurkan air ke kepalanya dan membasahi sekujur tubuhnya.
Pada saat yang sama, peristiwa itu pun dilihat orang-orang Quraisy. Mereka pun takjub ketika melihat sekujur tubuh Ummu Syuraik basah. Padahal kondisi begitu mengenaskan, tanpa bisa bergerak bebas sedikit pun. Kemudian Ummu Syuraik menjelaskan kepada mereka bahwa kejadian tersebut adalah bentuk pertolongan Allah ta’ala yang diberikan untuk dirinya.
Orang-orang kafir Quraisy semakin takjub ketika mendapati ember-ember mereka masih tertutup rapat belum terkurangi airnya. Maka jiwa bengis dan kemarahan orang-orang yang menyiksa Ummu Syuraik seketika luruh. Karena kekuatan Allah, para musuh saat itu mulai beriman dan menyatakan diri masuk agama islam.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
28 notes · View notes
frasa-in · 2 years
Text
Tumblr media
Bagi seorang muslimah, rasa malu merupakan mahkota kemuliaan dirinya. Maka begitu penting bagi muslimah memiliki rasa malu untuk menjaga kemuliaannya. Ada salah satu perempuan shalihah di zaman Nabi Musa yang selalu memiliki rasa malu. Ialah istri beliau, Shafura binti Syu’aib. Kisah pertemuan kedua insan ini diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-Qashash ayat 23-28. “Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya).
Musa berkata, “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab, “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternakny), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.”
“Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” QS. Al-Qashash: 23-24. Shafura adalah satu dari dua wanita itu. Sementara satu wanita yang bersamanya ialah sang kakak yang bernama Layya.
Nabi Musa kala itu tengah dalam perjalanan hijrah dari Negeri Mesir. Beliau belum diutus menjadi Nabi dan tengah pergi menyelamatkan diri. Nabi Musa pun kemudian menolong kedua wanita itu dengan mengambil ternak mereka dan membawanya ke sumber air. Dengannya, ternak-ternak itu pun bisa minum sepuasnya. Setelah itu, Nabi Musa mengarahkan ternak agar kembali digiring dua wanita, Shafura dan Layya. Tanpa bicara, Nabi Musa kemudian pergi dan mencari tempat teduh untuk istirahat. Shafura dan Layya begitu gembira karena dapat pulang ke rumah lebih cepat.
Jika kakaknya, Layya, tak merasa momen itu spesial, Shafura justru sebaliknya. Si adik bungsu rupanya sangat tersentuh dengan bantuan Nabi Musa. Inilah jodoh yang telah dipersiapkan Allah untuk sang Nabi. Begitu tiba di rumah, Shafura sangat bersemangat menceritakan sosok pria yang membantunya pada sang ayah dan berharap ayahnya membalas budi pria asing yang menolongnya itu. “Wahai ayahanda, jadikanlah dia orang yang bekerja kepada kita, karena sesungguhnya orang yang paling baik yang bisa ayah pekerjakan adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” QS. Al-Qashash: 26.
Maka menarik sekali dialog yang ditulis Ibnu Katsir dalam tafsirnya saat salah satu dari dua putri Nabi Syu’aib itu mengajukan permohonannya. “Apa yang kamu ketahui tentang hal itu?” Tanya Nabi Syu’aib pada putrinya. Ia menjawab, “Dia telah mengangkat sebuah batu besar yang tidak mampu diangkat kecuali oleh sepuluh orang laki-laki. Dan saat aku datang bersamanya, aku berjalan di depannya, lalu dia berkata kepadaku, ‘Berjalanlah di belakangku’. Jika ia berbeda jalan denganku, ia memberikan sebuah tanda dengan batu kerikil agar aku mengetahui kemana ia berjalan.”
Lalu apa yang disampaikan Nabi Syu’aib pada Musa? Bagi seorang ayah, tentu tahu apa yang sedang dirasakan putrinya. Beliau juga tahu apa maksud putrinya. Beliau bukan cuma memintanya untuk bekerja, tetapi juga menjadi suami atas putrinya, na itu sekaligus menjadi akad diantara keduanya. “Berkatalah dia (Syu’aib), ‘Sesungguhnya aku bermaksud menikahkanmu pada salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa engkau bekerja denganku delapan tahun dan jika engkau cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah suatu kebaikan darimu, maka aku tidak hendak memberatkanmu. Dan engkau insyaAllah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik’.” QS. Al-Qashash: 27.
Tak ada alasan bagi Musa untuk menolaknya. “Dia (Musa) berkata, ‘inilah perjanjian antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan’.” QS. Al-Qashash: 28.
Masya Allah kisah Shafura dan Nabi Musa begitu indah. Nabi Musa menerima tawaran itu dan menikahi Shafura. Selama 10 tahun, Nabi Musa pun tinggal di Negeri Madyan. Keduanya hidup bahagia dan dikarunia keturunan. Dari kisah ini, sangat jelas bahwa Shafura adalah perempuan yang dipuji Allah ta’ala dengan sifat malu dan selalu menjaga dirinya (‘iffah).
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan malu-malu, ia berkata “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami.” QS. Al-Qashash: 25. Abu As-Su’ud rahimahullah berkata tentang makna jalannya wanita di ayat tersebut di tafsirnya, “Wanita tersebut berjalan dengan tidak berjingkrak-jingkrak”. Ibnu Katsir rahimahullah berkata menukil dari Umar bin Khattab ra. dengan sanad shahihnya yang berkata, “Sesungguhnya Shafura menutup wajahnya dengan pakaian karena sangat malu, karena ketika itu menutup wajah tidak diwajibkan kepadanya.”
Dari perkataan pun, Shafura tampil dengan penuh santun, bersih, jelas dan tanpa ragu. Ketika membawa undangan dari ayahnya kepada Musa alaihissalam, Shafura menyampaikannya dengan bahasa yang sangat singkat. Ia wanita terpercaya dalam menjalankan apa yang diperintahkan ayahnya. Ini bukti bahwa fitrahnya bersih dan pendidikannya lurus. Shafura juga wanita yang terpercaya dan tangguh tidak goyah ketika bertemu Musa alaihissalam karena ia yakin bahwa dirinya suci bersih. Ia berbicara seperlunya tidak kurang dan tidak berlebihan. Ini juga menunjukkan bahwa pendidikan dirinya betul-betul sempurna dan etikanya bersih.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
29 notes · View notes
frasa-in · 2 years
Text
Tumblr media
Su’airah Al-Asadiyah berasal dari Habsyah atau yang dikenal sekarang ini dengan Ethiopia. Seorang wanita yang berkulit hitam, yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan penuh ketulusan. Ia adalah perumpamaan cahaya dan bukti nyata dalam kesabaran, keyakinan dan keridhaan terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah, Rabb Pencipta Alam Semesta ini.
Telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab shahihnya dengan sanadnya dari ‘Atha’ bin Abi Rabah ia berkata, Ibnu Abbas berkata kepadaku, “Inginkah engkau aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku pun menjawab, “Tentu saja”. Ia berkata, “Wanita berkulit hitam ini (orangnya). Ia telah datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata, “Sesungguhnya aku berpenyakit ayan (epilepsi), yang bila kambuh maka tanpa disadari auratku terbuka. Doakanlah supaya aku sembuh.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika engkau kuat bersabar, engkau akan memperoleh surga, Namun jika engkau ingin, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.” Maka ia berkata, “Aku akan bersabar”. Kemudian ia berkata, “Sesungguhnya aku (bila kambuh maka tanpa disadari auratku) terbuka, maka mintakanlah kepada Allah supaya auratku tidak terbuka.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pun mendoakannya.” HR. Bukhari.
Sisters, perhatikanlah, betapa tingginya keimanan wanita ini. Ia berusaha menjaga hak-hak Allah dalam dirinya. Sebab Su’airah mengetahui itu adalah sesuatu yang diwajibkan oleh Allah. Meski ditimpa penyakit, ia tidak putus asa akan rahmat Allah dan bersabar terhadap musibah yang menimpanya. Bahwasanya tak ada suatu musibah apapun yang diberikan kepada seorang mukmin yang sabar kecuali akan menjadi timbangan kebaikan baginya pada hari kiamat nanti.
Di dalam musibah atau cobaan yang diberikan Allah kepada manusia terkandung hikmah yang agung, yang dengannya Allah ingin membersihkan hambanya dari dosa. Dengan keyakinan itulah Su’airah lebih mengutamakan akhirat daripada dunia, karena apa yang ada disisi Allah lebih baik dan kekal. Dan ketika diberikan pilihan kepadanya antara surga dan kesembuhan, maka ia lebih memilih surga yang abadi.
Akan tetapi di samping itu, ia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mendoakan agar auratnya tidak terbuka bila penyakitnya kambuh, karena ia adalah wanita yang telah terdidik dalam madrasah ‘iffah (penjagaan diri) dan kesucian, dan menjaga hak Allah yang telah memerintahkan wanita muslimah untuk menjaga kehormatan dirinya dengan menutup aurat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” QS. An-Nur: 31.
Su’airah telah memberikan pelajaran penting bagi para wanita yang membuka aurat, bahwa hendaknya mereka bersyukur kepada Allah ta’ala atas nikmat kesehatan yang telah dilimpahkan kepada mereka. Berpegang dengan hijab yang syar’i adalah jalan untuk menuju kemuliaan dan kemenangan hakiki, karena ia adalah mahkota kehormatannya.
Dalam permintaannya, Su’airah hanya meminta agar penyakit yang membuatnya kehilangan kesadarannya itu tidak menjadi sebab terbukanya auratnya, padahal dalam keadaan itu pena telah diangkat darinya. Akan tetapi, ia tetap berpegang dengan hijab dan rasa malunya.
Demikianlah sosok Su’airah Al-Asadiyah ra., wanita yang dipuji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan kesabaran dan ‘iffahnya. Semoga pelajaran agung yang telah diwariskannya dapat menjadi acuan bagi wanita muslimah menuju keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala, dan menjadikan kita penghuni surga sebagaimana Su’airah, aamiin.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
21 notes · View notes
frasa-in · 2 years
Text
Tumblr media
Kemuliaan Fatimah dan keluarganya.
Fatimah ialah seorang anak, istri, ibu, dan muslimah yang taat pada Allah dan Rasul-Nya. Fatimah merupakan putri bungsu dari Rasulullah dan ibunda Khadijah. Fatimah tumbuh dalam keluarga yang penuh teladan dan kemuliaan.
Ayahnya adalah Muhammad bin Abdullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibunya bernama Khadijah binti Khuwailid, salah satu dari empat wanita pemuka surga dan Fatimah juga termasuk salah satunya. Suaminya adalah Ali bin Abi Thalib ra., salah satu dari sepuluh orang Amirul Mukminin yang dijanjikan masuk surga.
Sedangkan dua putranya adalah pemuda surga, yaitu Hasan ra. dan Husain ra. Pamannya ialah pemuka para syuhada bergelar singa Allah dan Rasul-Nya, Hamzah bin Abdul Muthalib ra. Kunyahnya (nama julukan yang menggunakan Ummu dan Abu) adalah Ummu Abiha karena baktinya pada sang ayah.
Digelari Az-Zahra.
Fatimah bergelar Az-Zahra sebab wajahnya senantiasa cerah bak sekuntum bunga. Berbagai ujian hidup dan kehidupan telah dialaminya dengan wajah cerah ceria. Tegar dan bersahaja membuat demikian perangainya.
Pemberani.
Saat masih kecil, Fatimah telah menjadi saksi pembangkangan kafir Quraisy terhadap apa yang dibawa oleh ayahnya. Ialah yang membersihkan pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat kotoran ditimpakan padanya. Ia pula yang dengan lantang berorasi di depan kaum kafir yang menyakiti baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh wanita yang sangat pemberani. Fatimah menjadi contoh bagaimana muslimah tidak gentar menyuarakan kebenaran dan keberanian.
Sederhana dan Bersahaja.
Fatimah tumbuh menjadi gadis yang baik perangainya, shalihah, dan mampu menjaga dirinya. Hingga akhirnya Ali bin Abi Thalib yang mampu memenangkan hatinya, dan begitu pula Ali yang mampu menyimpan rapat perasaannya bahwa ia jatuh hati kepada Fatimah. Keduanya menjaga rapat perasaan itu hingga satu sama lain mengetahui bahwa saling jatuh hati setelah keduanya menikah.
Kehidupan Fatimah setelah menikah begitu sederhana. Karena Ali bin Abi Thalib bukan berasal dari keluarga kaya yang memiliki banyak harta. Saat Ali melamar Fatimah pun ia sempat bingung karena merasa tidak memiliki mahar yang cukup. Rasulullah pun tak mempersulit dan mengizinkan baju besi yang pernah diberikan kepada Ali untuk menjadi mahar pernikahannya dengan Fatimah.
Kehidupan mereka setelah menikah sangatlah sederhana, gigih, dan tidak mengenal lelah. Ali bekerja keras mendapatkan nafkah, sedangkan istrinya bersikap rajin, hemat, dan berbakti pada suaminya.
Nilai Pendidikan dari Keluarga Fatimah.
Saat Fatimah tengah mengandung, Fatimah merasa sangat kelelahan dengan pekerjaan rumah tangga yang ia lakukan sehari-hari. Fatimah harus menumbuk gandum dengan tangannya, sehingga tangannya kasar dan merasa kewalahan.
Kemudian Fatimah berbicara kepada ayahnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan meminta untuk diberikan pembantu di rumahnya. Mendengar hal itu, beliau mendatangi putrinya, dan berkata dengan perasaan haru, “Maukah kalian kuberitahu sesuatu yang lebih baik dari yang kamu minta? Bila hendak naik pembaringan, maka bertakbirlah 33 kali, bertasbihlah 33 kali, dan bertahmidlah 33 kali. Semuanya itu lebih baik daripada seorang pembantu.”
Sejak saat itu, Ali dan Fatimah mengamalkan dzikir tersebut hingga akhir hayat. Tak pernah lagi Fatimah meminta pembantu. Tak lagi mengeluh atas keletihan yang menderanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan bahwa meski Fatimah adalah putri kesayangan seorang Nabi, namun tak serta merta harus dipenuhi semua keinginannya. Rasul mendidik anaknya untuk bersikap sederhana, dan begitu pula Fatimah serta Ali mengajarkan kesederhanaan pada anak-anaknya.
Menjadi 1 dari 4 Wanita Ahli Surga.
Fatimah terus menjaga ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya hingga ajal menjemputnya. Tidak lama setelah ayahnya wafat, Fatimah meninggal dunia, beberapa bulan setelah Nabi wafat. Usianya tidak mencapai 30 tahun.
Fatimah mewarisi kepribadian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersahaja. Dengan keteladanannya, Fatimah menjadi salah satu dari empat wanita ahli surga, bersama dengan ibundanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pemuka perempuan ahli surga ada empat: Maryam binti Imran, Fatimah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Khadijah binti Khuwailid, dan Aisyah.” HR. Muslim.
Fatimah memberikan keteladanan pada kita, bahwa muslimah sejati tidak hanya cantik kepribadiannya, tapi juga taat kepada Allah dan Rasul-Nya diatas segalanya. Semoga Allah merahmati Fatimah radhiyallahu ‘anha dan keluarganya.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
22 notes · View notes
frasa-in · 1 year
Text
Tumblr media
Dia adalah Hindun binti Abu Umayyah Al-Makhzumiyah. Dia merupakan keponakan Khalid bin Al-Walid, Saifullah, dan keponakan Abu Jahal bin Hisyam. Ummu Salamah termasuk wanita yang hijrah pertama kali dan mengikuti dua kali hijrah, yaitu pada saat hijrah ke Habasyah dan ke Madinah. Sebelum menjadi istri Nabi, dia menjadi istri dari saudara sesusuan beliau, yaitu Abu Salamah bin Abdul Asad Al-Makhzumi, seorang pria sholih.
Diriwayatkan dari Yazid bin Abu Maryam, dia berkata, Ummu Salamah berkata kepada Abu Salamah, “Aku mendapat berita bahwa wanita yang memiliki suami yang dijamin masuk surga, kemudian dia tidak menikah lagi, maka Allah akan mengumpulkan mereka kembali di surga. Oleh karena itu, aku memintamu berjanji agar tidak menikah lagi sesudahku dan aku tidak menikah lagi sesudahmu.”
Abu Salamah menjawab, “Apakah kamu akan menaatiku?” Ummu Salamah berkata, “Ya”. Abu Salamah berkata, “Jika aku mati maka menikahlah. Ya Allah, berilah Ummu Salamah orang yang lebih baik dariku, yang tidak membuatnya sedih dan tidak menganiayanya.” Setelah Abu Salamah meninggal Ummu Salamah berkata, “Siapa yang lebih baik dari Abu Salamah? Aku menunggu.”
Diriwayatkan dari Tsabit, bahwa Ibnu Umar bin Abu Salamah menceritakan kepadaku dari ayahnya, bahwa ketika masa iddah Ummu Salamah habis, dia dilamar Umar, namun dia menolak. Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus seseorang untuk melamarnya, dan dia berkata, “Selamat datang. Katakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam aku adalah seorang yang pencemburu dan aku mempunyai anak kecil, aku juga tidak mempunyai wali yang menyaksikan.”
Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim utusan kepadanya untuk menyampaikan jawaban mengenai perkataannya, “Mengenai perkataanmu bahwa kamu mempunyai anak kecil, maka Allah akan mencukupi anakmu. Mengenai perkataanmu bahwa kamu seorang pencemburu, maka aku akan berdoa kepada Allah agar menghilangkan kecemburuanmu. Sedangkan para wali, tidak ada seorang pun di antara mereka kecuali akan ridha kepadaku.”
Ummu Salamah kemudian berkata, “Wahai Umar, berdirilah dan nikahkan Rasulullah denganku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikahinya pada tahun 4 Hijriah dan dia termasuk wanita yang paling cantik serta paling mulia nasabnya.
Ummu Salamah termasuk salah seorang shahabiyat yang fakih, ia juga meriwayatkan sejumlah hadits. Ummu Salamah memiliki beberapa anak, yaitu Umar, Salamah dan Zainab.
Diriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada istri-istrinya, “Jika kamu senang menjadi istriku di surga maka janganlah menikah sesudahku, karena wanita yang akan menjadi istri seseorang di surga adalah yang menjadi istri terakhirnya di dunia.”
Ummu Salamah merupakan istri Nabi yang terakhir kali meninggal. Dia diberi umur panjang dan mengetahui pembunuhan Husain Asy-Syahid, sehingga membuatnya pingsan karena sangat bersedih. Tidak berselang lama setelah peristiwa itu, dia meninggal dunia. Ummu Salamah meninggal pada tahun 61 Hijriah pada saat berumur kurang lebih 90 tahun.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
15 notes · View notes
frasa-in · 2 years
Text
Tumblr media
Khairah binti Abi Hadrad Al-Aslami atau biasa dikenal dengan kunyahnya Ummu Darda Al-Kubra. Disebut Al-Kubra yang artinya senior karena ada Ummu Darda As-Shugra yang artinya junior. Keduanya merupakan istri dari Abu Darda radhiallahu’anhu. Khairah adalah istri yang tua, karena itu disebut Ummu Darda Al-Kubra.
Diriwayatkan dari Sahl bin Muadz dari ayahnya dari Ummu Darda. Ummu Darda berkata, “Saat keluar dari toilet, aku bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bertanya, “Dari mana, Ummu Darda?” Aku menjawab, “Dari toilet.” Beliau bersabda, “Tidak ada seorang wanita pun yang meletakkan pakaiannya di selain rumah salah seorang ibunya kecuali dia telah merobek-robek setiap tirai yang menutupi antara dia dengan ar-Rahman.” HR. Ahmad.
Pada hadits tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kaum wanita. Tidak membuka aurat di hadapan orang-orang yang tak halal melihatnya. Tidak berdandan ala-ala jahiliyah.
Kalau mereka melakukan hal tersebut, ada konsekuensi yang berat yang akan ia terima. Ia telah merusak tirai rasa malu dan merusak hubungannya dengan Rabbnya.
Aun bin Abu Juhaifah berkata, bahwa ayahnya berkata, “Rasulullah mempersaudarakan Salman Al-Farisi dengan Abu Darda. Suatu hari, Salman mengunjungi abu Darda. Sesampainya di sana, ia lihat Ummu Darda tampil kusut. Ia berkata, ‘Bagaimana kondisimu, Ummu Darda?’ ‘Saudaramu Abu Darda tak lagi membutuhkan dunia. Jawab Ummu Darda.
Lalu datang Abu Darda. Ia buatkan makanan untuk Salman. Ia berkata kepada Abu Darda, ‘Makanlah’. Abu Darda menanggapi, ‘Aku sedang puasa’. ‘Aku tak akan makan sampai kau ikut makan’, tegas Salman. Abu Darda pun makan.
Saat memasuki malam hari, Abu Darda memulai malamnya dengan hendak mengerjakan shalat. Salman berkata padanya, ‘Tidurlah’. Ia pun tidur. Lalu di tengah malam ia hendak shalat lagi. Salman berkata lagi, ‘Tidurlah’. Saat akhir malam, baru Salman berkata padanya, ‘Sekarang shalatlah’. Keduanya pun mengerjakan shalat malam. Lalu Salman berkata pada Abu Darda, ‘Sesungguhnya Rabbmu punya hak atas dirimu. Dirimu sendiri punya hak juga. Keluargamu juga punya hak atas dirimu. Karena itu, tunaikanlah masing-masing hak tersebut pada mereka yang memiliki hak.’
Abu Darda menyampaikan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Nabi berkata, “Salman benar.”
Ummu Darda Al-Kubra wafat dua tahun lebih awal dibanding Abu Darda. Ia wafat di Syam di masa pemerintahan Utsman bin Affan.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
16 notes · View notes
frasa-in · 2 years
Text
Tumblr media
Asma’ binti Yazid, wanita anshar mulia di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang berbai’at aqabah, serta memiliki keilmuan yang sangat luas. Asma’ ikut aktif mendengar hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sering bertanya tentang persoalan-persoalan yang menjadikan dia paham urusan agama. Oleh karena itu, ia menjadi ahli hadits yang mulia, sehingga mendapat julukan “juru bicara wanita”.
Suatu ketika ‘Asma mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah utusan bagi seluruh wanita muslimah yang di belakangku, seluruhnya mengatakan sebagaimana yang aku katakan dan seluruhnya berpendapat sesuai dengan pendapatku. Sesungguhnya Allah mengutusmu bagi seluruh laki-laki dan wanita, kemudian kami beriman kepada anda dan membai’at anda. Adapun kami para wanita terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi penyangga rumah tangga kaum laki-laki dan kami adalah tempat menyalurkan syahwatnya. Kamilah yang mengandung anak-anak mereka. Akan tetapi kaum laki-laki mendapat keutamaan melebihi kami dengan shalat jum’at, mengantarkan jenazah, dan berjihad. Apabila mereka keluar untuk berjihad, kamilah yang menjaga harta mereka dan mendidik anak-anak mereka. Maka apakah kami juga mendapat pahala sebagaimana yang mereka dapat dengan amalan mereka?”
Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menoleh kepada para sahabat dan bersabda, “Pernahkah kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang agama yang lebih baik dari apa yang dia tanyakan?” Para sahabat menjawab, “Benar, kami belum pernah mendengarnya ya Rasulullah.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kembalilah wahai Asma’ dan beritahukan kepada para wanita yang berada dibelakangmu, bahwa perlakuan baik salah seorang di antara mereka kepada suaminya, upayanya untuk mendapat keridhaan suaminya, dan ketundukannya untuk senantiasa mentaati suami, itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum laki-laki.” Maka kembalilah Asma’ sambil bertahlil dan bertakbir merasa gembira dengan apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” HR. Muslim.
Tidaklah yang ia cita-citakan dalam seluruh amalnya kecuali ridha Allah ta’ala, sehingga ia merasa sangat gembira ketika diberitahu bahwa tugas yang selama ini ia lakukan pahalanya menyamai amalan kaum laki-laki yang sangat berat. Sungguh hal ini menunjukkan kemurahan Allah kepada hamba-Nya. Asma’ juga pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang tata cara mandi haid, sebagaimana telah diriwayatkan dari Aisyah.
Demikianlah sisters, para shahabiyah sangat bersemangat untuk mencari ilmu agama. Rasa malu tidak menghalangi mereka untuk bertanya. Karena mereka tahu, hanya dengan ilmu, amalan mereka akan bernilai (mendapat pahala) disisi Allah. Benarlah perkataan Aisyah bahwa “Sebaik-baik wanita adalah wanita anshar, mereka tidaklah terhalang oleh rasa malu untuk mendalami urusan agama.” HR. Muslim.
Tentunya, kita ingin menjadi wanita terbaik bukan? Maka, contohlah para shahabiyah. Belajarlah ilmu agama karena dengannya derajat kita akan ditinggikan dan jalan menuju surga akan dimudahkan. Semoga Allah senantiasa memudahkan bagi kita jalan menuju ilmu, aamiin.
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya, dengan hal itu, jalan menuju surga.” HR. Muslim.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
16 notes · View notes