Tumgik
just1day · 3 months
Text
Just a Gloomy Day
Apa iya, di senin pertama bulan februari boleh se-gloomy ini?
Hari ini seperti biasanya, aku bangun dan menjalani ritual pagi yang cukup menyenangkan dengan melihat langit-langit kamar kos yang mulai diterangi cahaya dari jendela.
Hari ini seperti biasanya, aku berangkat ke kampus dengan melewatkan sarapan dan memakan kudapan yang sengaja kutimbun untuk amunisi weekend.
Hari ini sedikit berbeda dengan biasanya, ada rapat dan perpisahan dengan kolega dan rekan-rekan di kampus yang setahun ini menemani perjalananku menjadi seorang pekerja akademik.
Hari ini tidak seperti biasanya, kuteguk segelas kopi latte dengan tanda lope-lope di tengahnya ketika dengan ramainya kami berkumpul untuk mendengar dan berkeluh kesah perihal kemaslahatan kampus bersama.
Hari ini tidak seperti biasanya, moodku berubah seiring berputarnya jam dinding di ruanganku bekerja. Entah karena perut kosong kemudian diisi kopi atau after effect dari salam perpisahan itu.
Hari ini tidak seperti biasanya, dan aku sepertinya memaksakan untuk menjadi biasa sehingga perasaan gloomy.ku terkesan tak biasa.
Tidak apa-apa hari ini tidak seperti biasanya. Setelah menulis ini aku sudah biasa-biasa saja :)
0 notes
just1day · 6 months
Text
Hai, si kepala batu atas diri dan mimpi-mimpinya! Sudah sejauh ini ya. Cerita masa lalu bahkan telah bisa jadi candaan dan memotivasi diri sendiri. Ajaib ya!
Pesan untuk diriku.
Hai, perempuan mandiri yang tangguhnya tak tersaingi! Kamu hebat telah bertahan dan menjadi dirimu hari ini.
1 note · View note
just1day · 6 months
Text
Pesan untuk diriku.
Hai, perempuan mandiri yang tangguhnya tak tersaingi! Kamu hebat telah bertahan dan menjadi dirimu hari ini.
1 note · View note
just1day · 7 months
Text
Malam Selasa Brian!
Hai, ini masih tentang Brian.
Setelah semalam mengeluhkan ketiadaan motivasinya untuk masuk kelas dan menyiapkan materi, nyatanya hari ini ia tampak terisi. Energinya tampak full dan rasa bahagia bertemu mahasiswa-mahasiswanya tak bisa ditutupi. Raut sumringah saat keluar kelas menyebar sepanjang lorong kelas menuju ruang dosen. Ya! Memang terkadang se "ajaib" itu ketika sudah ada di kelas. Kekhawatiran-kekhawatiran atau pikiran semrawut yang awalnya muncul tak terkendali seolah enggan untuk singgah lagi.
Ah, hari ini Brian bahagia. Ditutupnya layar laptop dan diliriknya jam analog yang ada di layar hapenya. Waktu menunjukkan jam 15.00 WIB, saatnya ia bergegas menuju hunian kos yang menjadi sarang dan personal space nya. Brian tergolong atau sengaja menggolongkan diri sebagai seorang introvert. Brian lebih suka menikmati waktunya sendiri, namun juga tidak acuh kepada ajakan ngopi rekan-rekan sebayanya. Energi yang pagi tadi penuh, tentu berkurang saat senja mulai datang. "Ah, waktunya pulang" tuturnya. Setelah berpamitan dan check lock, diniaikinya sepeda motor menuju kos-kosannya.
Di sepanjang jalan, pikiran Brian mulai berkelana, mulai dari rute mana yang akan dia ambil, kemana saja ia akan mampir, apa yang akan ia makan nanti malam, apakah beli makan sekarang atau nanti saja, dan beberapa pikiran random saat melihat sekelilingnya. Brian tiba-tiba tersenyum tipis, diingatnya rutinitas yang dia lakukan setiap hari. "Apa hidupku terlalu monoton yak?" pikirnya. Setelah hampir sampai kos, mampirlah Brian pada sebuah tempat pencucian sepeda motor. Brian tiba-tiba menyadari betapa kotor motor yang ia gunakan untuk berkendara itu. Debu-debu sudah menebal, dan bahkan ada sebuah bercak putih di dek depan motornya itu. "Sungguh sangat tidak layak untuk dikatakan sebagai motor berkelas" tuturnya. Tidak sampai disitu, helm yang dia gunakan sepertinya sudah dipenuhi debu dan mungkin bisa digunakan untuk tayammum.
Sungguh sangat resik sekali kakanda Brian ini!
Setelah petang tiba, Brian seperti biasa akan bertatap layar menyusun materi untuk hari esok. Petang itu tak se semrawut malam kemarin. Mood Brian hari ini cukup baik. Ia merasa produktif dan ingin segera menyelesaikan beberapa tanggungan tugas yang belum ia rampungkan.
Lagi-lagi ada notifikasi pesan masuk. Salah satu koleganya yang lain mengiriminya sebuah pesan dengan awalan salam formal. Belum selesai Brian membaca pesan tersebut, ia langsung curiga. "Hmmm.. pasti utang-piutang lagi" tebaknya dalam hati. Dibacanya notifikasi pop-up pesan masuk itu, dan memang benar dugaannya. Brian seolah olah telah punya radar pendeteksi pesan transaksi khusus ini.
Lagi lagi Brian akan menggerutu. Bukan apa-apa, Brian bukan tidak mau meminjamkan, akan tetapi terkadang hal tersebut akan menjadi beban dan kebiasaan yang berkepanjangan. Sekalinya dikasih, kemungkinan besar akan diulang kembali. Entah karena memang tak cukup atau hanya menggampangkan transaksi khusus itu, Brian pun tak tahu. Brian hanya bertanya-tanya, jika pinjamannya selalu rutin di akhir bulan seperti ini, apakah itu masih bisa dibilang wajar? Entahlah.
Menggerutu pun tak akan menyelesaikan masalah. Brian belum bisa memutuskan sehingga belum dibalasnya pesan tersebut hingga tengah malam. "Mungkin esok pagi saja" tuturnya.
Bersambung.
-keluh kesah Brian perihal pesan untang-piutang di akhir bulan-
0 notes
just1day · 7 months
Text
Malam Senin Brain!
Malam ini entah sedang ada angin apa, tiba-tiba mood Brain berubah menjadi tak tentu arah. Entah karena kehororan malam senin atau hanya karena "pikiran"nya yang mulai semrawut memikirkan hal-hal yang tak kasat mata. Jodoh misalnya, !o.o!
Hari minggu ini Brain tak kemana-mana, hanya menetapi ruang kamar yang tampak "riuh" namun sedikit hampa. Bukan hanya tanpa suara, beberapa penghuni kamar lain biasanya memang akan pulang ketika akhir pekan sehingga hanya 2-3 penghuni yang tersisa. Brian adalah penghuni yang pantang pulang sebelum ada jum'at harpitnas (hari kecepit nasional) tiba.
Hari ini, Brain awalnya memiliki janji jumpa dengan salah satu koleganya. Rencananya, dia akan diajak untuk mengunjungi salah satu kota. Ya, Brain yang merupakan anak rantau itu, tak banyak aktivitas ketika akhir pekan, sehingga menerima tawaran kesibukan apapun akan diterimanya tanpa sungkan. Meskipun awalnya sepakat, nyatanya semesta tak mendukung Brian untuk keluar dari kamarnya. Sabtu malam, Brian mengalami Diare, entah dipicu salah konsumsi makanan, atau efek makan rujak pedas di hari jum'atnya. Brain mengingat-ingat, bahwa seminggu ini ia terbilang rutin sarapan dan menjaga makanannya. Namun apalah daya, sepertinya penyakit anak kos tersebut tak pernah salah datangnya. Jam tiga pagi akhirnya Brain membatalkan janji jumpa tersebut. Ia cukup tahu betul bahwa perut dan tubuhnya sedang tak baik-baik saja.
Menyadari perutnya tak baik-baik saja, Brian merasa kehilangan nafsu makannya. Namun, di sisi lain dia tak bisa membiarkan perutnya kosong begitu saja. Teringat bahwa ia masih memiliki sisa telur dan ubi jalar, direbuslah kedua bahan tersebut sebagai ganjel perut yang sedang bergejolak tersebut. Setelah sarapan, Brian menyadari bahwa diarenya masih seperti kemarin malam. "Harus beli obat dulu nih" pikirnya.
Menjadi anak rantau di kota orang di usia dewasa seperti Brian ini memang sedikit mengharukan dan membanggakan. Untuk kasus mengharukan, tentu ketika sakit seperti itu. Jauh dari keluarga, hanya mengandalkan dirinya, doa dan harapan untuk segera sembuh penyakitnya. Sementara untuk kasus membanggakan, tentu Brian sudah teruji cara bertahan hidupnya! hahaha. Sungguh cerita anak rantau tak akan pernah habisnya!
Setelah merasa penyakitnya menghilang, malam harinya Brian memulai untuk mempersiapkan materi untuk hari esok (senin). Brian menjadi salah satu pekerja akademik (dosen) pada salah satu perguruan tinggi swasta di ujung timur pulau jawa. Brian masih terbilang dosen pemula, belum genap setahun ia mengepakkan sayapnya di bidang pendidikan tersebut. Baru saja sebentar ia membuka laptopnya, terdengar suara pesan masuk dari handphone Brian. Dering pesan tersebut menunjukkan notifikasi pesan personal (bukan notifikasi grup). Diliriknya sebentar, dan helaan nafas langsung keluar dari mulutnya.
Pesan singkat itu dari salah satu mahasiswanya, bertanya tentang tugas presentasi untuk esok pagi. Inti pertanyaan dari mahasiswa tersebut adalah tentang apakah boleh menyerahkan tugas (tapi tidak sesuai dengan kesepakatan kelas). Brian merasa energinya belum terkumpul penuh untuk menjawabnya. Pikirannya tiba-tiba melayang ke masa lalu, saat ia juga pernah menjadi seorang mahasiswa. Dulu, ia tak akan berani menanyakan pertanyaan serupa dan di waktu yang sama. Jangankan berkirim pesan, menanyakan langsung saja mungkin takut. Brian merasa, apakah terlalu kejam apabila ia tak mengizinkan mahasiswa tersebut jika dilihat kondisi dan situasinya mungkin berbeda dengan saat ia kuliah dulu.
Setelah sekitar 10 menit berfikir dan menimbang-nimbang, dibalaslah pesan mahasiswa tersebut. Brian tidak memberikan jawaban ya dan tidak. Brian lantas mengajukan pertanyaan apabila mahasiswa tersebut tidak mengumpulkan sesuai kesepakatan, ia akan mengeksekusi tugasnya seperti apa?
Belum terjawab pesan tersebut, ada notifikasi pesan baru muncul. Kali ini dari salah satu kolega Brian, menuturkan bahwa token listrik rumahnya habis, dan meminta tolong untuk mengisikannya. Helaan nafas keluar untuk kedua kalinya. Entah kenapa, Brian seperti hilang energi hanya dengan membaca pesan tersebut. Pasalnya, sekarang termasuk tanggal tua. Ia khawatir jika diiyakan, pembayarannya akan ditunda hingga awal bulan. Namun, untuk menolakpun Brian rasanya masih tak tega. Dalam pikirannya, alasan apa yang bisa ia gunakan kali ini untuk menolaknya. Jika ia bilang tidak punya uang, ia takut hal tersebut menjadi doa yang tanpa sadar menjadi penyebab ia kehabisan dana. Meskipun berat, akhirnya Brian mengisinya. Direlakannya saldo toko oren untuk mengisi token listrik tersebut. Huuuuh, gini amat yak jadi orang gaenakan! celetuknya.
Brian kembali berkutat dengan laptopnya. Tak sampai 15 menit, suara notifikasi pesan masuk kembali mendistraksinya. Kali ini tentang seseorang yang ingin meminjam sejumlah uang kepadanya. Helaan nafas (yang ketiga kalinya) keluar tanpa aba-aba. Kali ini sedikit panjang dan keras. Belum selesai kemelutnya tentang kolega yang meminta isikan token, sekarang muncul lagi nasabah baru, pikirnya. Brian tak langsung membalasnya. Difokuskannya lagi perhatiannya kepada layar laptop di depannya. Ish! Dia gagal konsentrasi apabila balada utang-piutang ini belum ia jawab.
Dijawabnya pesan tersebut, mengiyakan bahwa ia ada uang sejumlah itu namun ditanyakannya kapan rencana pinjaman tersebut dikembalikan. Sembari menunggu jawaban pesan tersebut, Brian kembali melamun. Terkadang ia berpikir, apakah ketika dia mengeluh (berupa helaan nafas) itu akan mengurangi pahala niatannya untuk membantu orang lain? Jangan-jangan keikhlasannya untuk menolong orang lain masih dipertanyakan. Apakah boleh pamrihnya ke Allah? Ketika kita membantu orang lain, lantas kita mengharap kebaikan dari allah, apa tidak apa-apa harapan tersebut?
Bersambung.
Brian, semoga kamu bisa belajar menolak dan berani menolak.
0 notes
just1day · 2 years
Text
I want to see “my self” standing, studying and having fun there. Allah, please bless me and give me a chance.
Tumblr media
2 notes · View notes
just1day · 2 years
Conversation
Lupa mendoakan diri sendiri!
Percakapan singkat ini adalah bagian dari cerita bagaimana Allah mengarahkan do'a-do'a dan harapanmu tanpa tapi. Sementara diriku berdo'a masih sering lupa untuk meresapi.
U : Meskipun hal baru yang kamu pelajari tidak bisa kamu aplikasikan di kepentingan atau tugasmu sendiri, setidaknya hal itu sangat bermanfaat untukku!
M : Ah, I see.. sepertinya itu adalah bagian do'a dan harapku untuk selalu bermanfaat untuk orang lain :).
U : Thanks a lot!
M : No worries! tapi sepertinya do'a itu perlu kurevisi. Aku sepertinya lupa untuk mendoakan kebermanfaatan untuk diriku sendiri.
U : ^_^ NGAKAK! *_*
0 notes
just1day · 2 years
Photo
Tumblr media
Please, just remember the day you went away! and give an unconditional love in everything you do now.
When Allah show you the way... just follow it, and belief in it! Semangat, 30 challenges of me :)
0 notes
just1day · 2 years
Text
MY (RE)SOLUTION
Well, tahun baru ibarat mengawali halaman kosong pada sebuah buku baru. Jika itu buku pelajaran di tahun ajaran baru, kebiasaanku tentu mengawalinya dengan sampul rapi dan kemudian memberikan nama dan jenis pelajaran pada halaman pertama buku tersebut. Namun, hampir satu dekade ini berbeda, ada makna lain dalam mengawali halaman kosong di tahun baru tersebut. Bahkan, tidak ada lagi buku!
Seperti sebagian besar orang, tahun baru menjadi tempat dan waktu yang mujarab untuk merefleksikan diri, beresolusi dan menata kembali mimpi dan harapan yang menjadi api penyemangat diri. Kalo dari sosmed, kita bakalan ketemu dengan istilah “recap 2021!” dengan alunan lagu semangat nan merdu.
Sebelum me(re)solusi, Aku ingin berterima kasih pada diri karena telah bertahan dan bahagia sejauh ini. Meski kecewa, khawatir, sedih dan risau datang menghampiri, setidaknya kamu masih pandai menyembuhkan diri. Hampir dua tahun berjuang dan berproses di masa pandemi. Tentu, suka tidak suka, mau tidak mau, perubahan dan penyesuaian yang terjadi harus kau hadapi. Tidak ada pilihan untukmu untuk lari!
Tahun 2022 ini izinkan daku untuk be(re)solusi. 
Tumblr media
Resolusi terbesar untuk tahun ini adalah become a good writer, listener and long life learner. 
Mulai rutin untuk menulis jurnal, mengirim tulisan berupa artikel, opini, puisi atau bahkan cerpen. Tulisan ringan dan berat boleh sekalian dicicil (siapa tahu Allah kasih jalan dan dipermudah segala urusan).
Tesisnya segera dibenahi dan dirampungkan (please, postingan bulan april tentang wisuda. Aaamiin). Segala tanggungan riset, semoga senantiasa dimudahkan.
Meskipun hampir sudah memasuki hari ke - 14/365, Sugeng Rawuh 2022. I’ll make it AWESOME!
Kota Gudeg, 14 Januari 2022
2 notes · View notes