Tumgik
#umpatan
rissutanto · 11 months
Text
Jangan rusak hari seseorang dengan umpatanmu. Setiap orang tidak selalu bisa memulai harinya dengan perasaan yang kurang mengenakan.
Ris sutanto
15 notes · View notes
fajarsbahh · 4 months
Text
Aku manusia golongan lemah iman insecure melihat kuat dan hebatnya keimanan bangsa PALESTINA. Oleh mereka musibah kehilangan tak hanya diterima dengan lapang dada namun dirayakan dengan tenang jiwa. Tak pernah terdengar dari lisan mereka umpatan juga sumpah serapah yang ada hanyalah ungkapan syukur dan ucapan hamdalah memuji Allah ta'ala.
©Fajar Sidiq Bahari (@fajarsbahh)
56 notes · View notes
dianesstari · 11 months
Text
Karir Akhirat
Kelak kau akan tahu,
Bahwa menjadi seorang ibu adalah pekerjaan yang setiap detiknya mengalirkan pahala. Setiap lelahnya akan diganjarkan surga. Hingga pekerjaan ini begitu dibanggakan dihadapan para penduduk langit.
Kelak kau akan paham,
Tiap tetes peluh keringat yang luruh dalam ragamu karena seharian menemani anak-anak adalah tabungan kebaikan demi kebaikan yang akan terus bertambah bahkan hingga kau tak lagi menjejaki dunia ini.
Kelak kau akan mengerti,
Kesabaranmu dalam berbakti pada seorang lelaki, menerima kekurangannya, menghargai setiap pemberiannya, melayani dan selalu ada mendampinginya dikala senang maupun susah adalah sebuah bentuk pengorbanan yang akan melahirkan keberkahan.
Hingga kau akhirnya menyadari,
Jika pekerjaan menjadi seorang ibu sungguh mulia. Hingga tak ada alasan lagi merasa rendah dan tak berharga hanya karena di dunia tak mendapat sorot tepuk tangan.
Bersabarlah...
Pada hati yang nyaris hancur karena apapun yang dilakukan tak ada ruang untuk dihargai,
Pada raga yang hampir patah karena kepayahan demi kepayahan seperti tak ada ujungnya,
Pada kata yang hampir membakar isi kepala karena umpatan yang tak berdalil,
Bersabarlah...
Dari mimpi-mimpi yang seolah hilang satu per satu,
Dari keinginan yang tak menemui tangga pencapaian,
Dari perhatian dan penghargaan yang tak bersambut,
Justru berbahagialah...
Sebab di akhirat sana, sebuah tempat yang begitu indah siap menyambutmu.
Makassar | 6 Juni 2023
Source: @dianesstari
170 notes · View notes
yustrialubna · 1 year
Text
Umpatan Sunyi
Tumblr media
Aku kembali mengumpat dalam sunyi. Terlampau pengecut, untuk berani dihakimi. Lebih baik begini, pikirku. Menahan diri atas situasi yang masih di luar kendali. Aku tak mau menyesal di kemudian hari.
@yustrialubna
64 notes · View notes
coretan-sn · 3 months
Text
Rumah Impian
Tempat pulang yang paling nyaman untuk berlindung adalah impian setiap orang.
Tempat rehat seorang Ayah yang pulang larut demi makanan dan pendidikan buah hatinya. Tempat ibu menyiapkan dan menjaga segala keperluan keluarga dengan tenang. Tempat anak-anak mengadu problematikanya di sekolah. Tempat yang selalu menjadi perioritas menabung kala perantau ingin mudik Lebaran.
Rumah yang tak perlu mewah, tapi berkah atas ridho-Nya, lantunan Al-quran putra putri menjadi tameng dalam keluarga. Iman mereka menjadi tiang yang sangat kokoh.
Tidak ada orang kertiga dalam rumah tangga
Tidak berisik dengan campur tangan mertua dan ipar.
Laki-laki yang paham tentang menjaga dan mendidik istrinya, menempatkan posisi ketika menjadi anak, ayah, atau suami. Kepemimpinan yang tegas namun juga lembut tanpa umpatan atau pukulan.
Di dalamnya pun juga ada perempuan yang tangguh, yang tenang ketika menjadi tempat berteduh anak-anaknya, crewetnya tidak berlebihan, nasehatnya di rindukan. Perempuan anggun yang tidak tergiur untuk membicarakan tetangga. Mendukung suaminya dengan sepenuhnya.
Masyaa Allah, membayangkan saja sudah sangat membahagiakan. Sebuah rumah yang di rindukan dan di harapkan dari seorang anak pemilik latar belakang pernah retak, yang di hatinya selalu mendamba bisa mendapatkan rumah ideal.
Ia kini sudah dewasa dan bersiap menjadi rumah itu. Meskipun dalam hatinya masih bertanya-tanya “memang bisa”. Berbagai percobaan ia lakukan untuk berdamai, namun juga pasrah jika nantinya hanya sebatas mimpi. Berupaya memupuk semangat untuk mengejarnya dan tetap menyakini setiap rumah tidaklah sempurna.
Dari getinya rasa percaya, pada setiap ketakutan tentang masa lalu yang hadir silih berganti. Tapi keyakinan tentang rumah impian itu, keluarga yang nyaman itu, dengan izin-Nya akan tergapai bersama do’a-do’a yang terus berulang. Semoga Saling menjaga, saling menguatkan dalam iman, dan saling menasehati dalam kebajikan
Maukah kamu mewujudkan rumah impiannya?
9 notes · View notes
duniasoputra · 2 months
Text
Bayangkan, jika 11 bulan dalam satu tahun ini adalah perjalananmu untuk mencari duniamu; berlelah-lelah, bersusah payah, kadang keluar umpatan kasar, riuh isi kepala dan tak kunjung mendapat ketenangan.
Tiba-tiba ada satu bulan dimana Tuhan (seolah) mengatakan, "Kemarilah, waktunya pulang."
Menangislah kau sebagai hamba Tuhan. Bersyukurlah kau masih diberi kesempatan untuk bertemu dengan bulan yang paling baik.
Jangan sampai kau sia-siakan. Belum tentu umurmu sampai tahun depan.
Permulaan, 01 Romadhon 1445H
7 notes · View notes
teguhherla · 2 months
Text
Aku sedang dihantui kata-kata galau yg malang melintang disemua sosial mediaku
Dan bodohnya aku berceloteh omong kosong dibalik kata-kata yg lewat itu
Gila dan hampir gila
Tapi setidaknya lampiasanku tersampaikan dengan kata umpatan yg jelas itu tertuju bukan kepada siapapun, melainkan diriku sendiri
Bergembiralah sedikit lagi
Setelah selesai tanggungjawabku
Pergiku akan selamanya
10 notes · View notes
gakpapa · 6 months
Text
Sepertinya tantangan baru bagi rumah tangga muda adalah masuk menjadi bagian dari masyarakat. Entah, mungkin ini aku saja atau ada juga yang lainnya. Tapi seperti yang dulu pernah aku tuliskan, membangun rumah tangga berarti kita sudah menanggung hidup bukan lagi ditanggung, jadi, tidak ada lagi nama orang tua yang bisa kita gunakan untuk menanggung segala tindak tanduk kita, terlebih jika kita hidup jauh dengan mereka.
Bermasyarakat ternyata tidak semudah itu, kita menjadi bagian dari mereka yang diantaranya sudah sepuh, sebagian lainnya baru senang senangnya jadi mbah ber cucu satu, sebagian lagi sedang matang matangnya tanpa tanggungan anak yang masih butuh perhatian, sebagian lagi,,, mungkin kita, dengan segala kerepotannya difase anak masih kecil, pun sedang memulai rumah tangga baru.
Jujur sebenarnya berinteraksi dengan mereka itu ngeri ngeri sedap, sebab kita belum tau latar belakang mereka, kalaupun tau, interaksi kita dulu tidak seintens sekarang, yang bikin kita mengenal sisi lain mereka. Ingin menyapa takut kalau ternyata sambutannya tidak sebaik yang ada dibenak kita, ingin bertanya ini itu, takut ada yang salah, bahkan terkadang tidak sadar kita membuat salah yang menyebabkan anggota masyarakat murka sekali, sebab ada tipe manusia yang senggol bacok, em, gak semengerikan bacok juga sih, hanya saja gampang tersulut hanya karena hal yang remeh yang bahkan tidak kita sadari kesalahannya. Bahasa pun mulai kita tata, kita yang dulu banyak berbicara dengan kawan seusia, harus banyak mengerem kata kata ngakrab yang nihil krama.
Tantangan tantangan hidup bermasyarakat banyak membuatku belajar, sebab selama ini ternyata kita tidak pernah benar benar menjadi bagian dari mereka. Saya seminggu yang lalu dimarahi tetangga, semua umpatan keluar, padahal saya membakar sampah di halaman rumah yang saya tinggali, memang sebagian asap ada yang masuk kerumahnya, tapi tidak lama dan tidak banyak, sebab itu aktifitas yang tidak sekali dua kali saya lakukan, bahkan saya pernah menyalakan 5 titik api dengan asap yang tentu lebih menyesakkan (sebab biasanya ibu pemilik rumah menyuruh, agar sekaligus membakar rumput yg ada). Posisi saya sedang sendiri, tidak seperti biasanya yang ditemani pemilik rumah, mungkin kondisi inilah yang menjadi kesempatan bagi tetangga ini untuk mengeluarkan segala bentuk keresahannya. Saya kaget, saya bingung, posisi saya sendiri, saya takut, sampai saya tremor, tidak tau harus bersikap apa, ingin menangis rasanya.
Ternyata mental saya belum seberani itu, ternyata saya mudah down hanya karena umpatan dan caci maki dari orang sekitar saya, ternyata saya belum tenang menghadapi hal mendadak yang diluar dugaan kita. Beberapa hari berlalu, saya mengingat kembali, bagaimana Rasul bisa setenang itu ketika dicaci maki, diboikot, berusaha dibunuh, dilempari kotoran, bahkan itu dilakukan oleh kaum beliau sendiri, bahkan sebagian dari mereka pun adalah saudara beliau. Bagaimana perasaan sesak saya jika saya ada di posisi beliau? Jika bukan karena faham ini memang bagian dari resiko dakwah, mungkin mundur dan menyerahlah pilihannya, tapi ini kondisi yang harus kita jalani, bukan untuk dipilih.
Menyampaikan hal yang kontra dengan keumuman yang ada, membuat kita ovt bahkan sebelum bertemu mad'u, seperti tadi sore ketika saya akan mengisi ttg riba ditengah ibu ibu. Takut, jika jika saya harus menerima ketidak terimaan mereka, takut jika saya akan mendapat cemoohan sebab seperti sok pintar, padahal usia belum seberapa, berlanjut dengan ketakutan materi yang akan diusung di pertemuan mendatang.
Yaa semoga Allah mudahkan
15 notes · View notes
maknafrasa · 2 months
Text
Tidak boleh memberi umpatan. Walaupun kadang ingin berkata kasar hahaha. Sudahi dongkolmu. Mari kita adukan saja pada Pemilik Kehidupan.
4 notes · View notes
yunusaziz · 2 years
Text
Tumblr media
Jika Kamu Anggap Ini Penting.
Salah satu fitnah akhir zaman yang banyak menjerumuskan banyak orang ke 'lubang kenestapaan' adalah perkara menjaga lisan. Sebab darinya banyak perkataan, umpatan, hinaan, bahkan fitnah secara tidak sadar dengan mudahnya terlontar.
Tanpa beban seseorang dengan mudahnya menghakimi atas hal yang dia tidak ia ketahui secara utuh. Hanya karena mendapat sedikit informasi, membuat asumsi dan langsung menghakimi. Tanpa beban.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata:
فالخبيث يتفجر من قلبه الخبث على لسانه وجوارحه، والطيب يتفجر من قلبه الطيب على لسانه وجوارحه.
“Orang yang busuk akan terpancar dari hatinya kebusukan melalui lisan dan anggota badannya. Sedangkan orang yang baik akan terpancar kebaikan dari lisan dan anggota badannya pula.”
Lagi-lagi, bijaklah dalam bertutur kata, atau dalam konteks bersosial media, menjaga ketikan dari argumen, pertanyaan, penyataan milik kita.
Kita tidak tahu, barangkali ketikan yang pernah kita haturkan untuk seseorang pernah melukai hatinya, dan tanpa tersadar belum kita dapati ridho dan maaf darinya, hingga akhir hayatnya.
Jika sudah demikian, lantas mau bagaimana? Sudah siap mempertanggungjawabkan itu semua dihadapan-Nya? Atau dengan pedenya sudah siap berargumen dihadapan-Nya sedangkan mulut terkunci di hari penghakiman.
Semoga saja, masih ada secercah cahaya yang menerangi dari kegelapan dosa dalam hati kita, yang selanjutnya mendorong kita memohon ampun pada seseorang yang pernah kita lukai.
Bukankah salah satu diterimanya taubat seorang hamba dari kesalahan kepada seseorang adalah ketika kita sudah menunaikan hak kepadanya?
Kalau merasa punya kesalahan-kesalahan itu, mintalah maaf padanya, dan semoga menjadi pelajaran untuk menjaga lisan, ketikan, jikapun tidak mampu, diam adalah baik bagimu.
Wallahua'lam.
39 notes · View notes
cheloteheh · 4 months
Text
17/366
Ku kira sambat, marah, atau mengucapkan umpatan buat masalahnya akan selesai.
Ternyata malah capek dan jadi negatif.
Emang sabar tu cuma hati yang bisa kelola.
Tolong bantu aku menyelesaikannya satu-satu yaa sayang
2 notes · View notes
punyalululili · 1 year
Text
Sudah Lama, Yaa
Hi, sudah lama ternyata aku tidak menulis disini
Apa hidupku sudah berubah? Literally, belum sepenuhnya. Aku masih menapaki jalan kehidupan ini, mencari jalan terbaik untuk kulewati, menerangi kegelapan saat melalui, berusaha bangun sendiri saat terjatuh pada lubang yang tidak terdeteksi, bahkan harus membusungkan dada untuk terlihat baik-baik saja -- padahal tidak.
Aku hanya tidak ingin terlihat lemah.
Jika mengingat apa saja yang sudah terjadi, ada syukur yang belum penuh ku atasi. Aku masih terlalu fokus pada permintaan, padahal yang kuterima lebih dari apa yang kucari, bahkan dicari juga oleh orang lain.
Saat aku merasa tidak memiliki apa-apa, seperti yang harusnya terlihat, tapi ternyata apa-apa yang kumiliki sudah berwujud syukur ibuku sendiri.
Saat aku melihat, tidak satupun barang bagus yang kupunya, ternyata uang itu berguna untuk menghidupi banyak manusia.
Sudah cukup. Aku tidak ingin mengatakan apa yang kulakukan adalah mulia. Tapi, aku hanya ingin membuatku kembali mengingat kebelakang. Bukankah ini yang kamu inginkan dulu?
Mungkin benar. Perjalanan ini akan berlalu, hanya saja bagaimana kamu menulis cerita didalamnya? Apakah penuh dengan umpatan? Apakah penuh dengan pelajaran? Atau rasa berterima kasih karena berhasil melewati hidup yang berat?
Aku hanya ingin mengatakan ini,
Jangan sampai kamu kehilangan apa yang seharusnya kamu terima sekarang, belajarlah menghargainya, karena bisa jadi apa yang kamu terima adalah pemberian terbaik-Nya untukmu hari ini. Tuhan lebih tahu apa kebutuhanmu, Tuhan tidak melepaskanmu karena Dia mengetahui kamu percaya pada-Nya. Maka, berusahalah percaya pada jalan cerita indah yang Dia tulis juga.
Kejarlah apa yang kamu inginkan, selagi dalam hatimu masih ada mimpi itu. Mungkin selanjutnya, jalan cerita itu milikmu yang sudah ada campur tangan-Nya. ♡
Di malam bulan Mei 11/05/2023
7 notes · View notes
skyasss · 1 year
Text
CW/NSFW/ONESHOOT/BLOWJOB/HARSWORD
ㅤㅤㅤ⠀ㅤㅤㅤ⠀𝐴𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑎𝑠𝑡 𝑛𝑖𝑔ℎ𝑡.
"Yang di belakang, apa yang terjadi? Terjadi sesuatu?" tanya kepala Seminar melalui microfon nya.
"T-tidak, tidak terjadi apa-apa." jawab Yasfa sambil membenahi duduk nya, sedangkan tangan Zulfan masih berada di area kewanitaan Yasfa, beruntung paha Yasfa tertupi oleh tas miliknya.
"Hei, kamu gapapa? Wajah kamu memerah, sakit?" tanya seorang Mahasiswi pada Yasfa yang duduk di samping nya.
Tidak tau saja wajah Yasfa memerah karena baru saja mencapai puncak klimaks nya.
"Gapapa, terimakasih." Yasfa membalas dan tersenyum untuk meyakinkan bahwa ia baik baik saja.
Detik berikutnya, mata Yasfa memincing dan menatap tajam pada Zulfan dengan umpatan yang ia tunjukan untuk orang yang telah membuatnya kacau.
"Zulfan Bajingan."
Yang di umpati malah menyeringai puas dengan tindakan yang baru saja dia lakukan kepada gadisnya.
Setelah insiden siang tadi di acara seminar Yasfa dan Zulfan pulang bersama, Zulfan menemani gadis itu yang mempunyai acara bersama teman satu fakultasnya. Akhir - akhir ini Zulfan tidak mau melepaskan Yasfa seorang diri. Dia selalu membuntuti atau ikut bersama gadis itu ke manapun.
Setelah acara itu selsai, entah mengapa Yasfa berpikiran untuk membalas perbuatan Zulfan tadi siang di aula. Dia menyeringai kecil saat lihat Zulfan yang masih sibuk dengan ponselnya.
" Ayo balik, gue mau nginep di apart lo "
" Tumben banget Yas "
" Apart gue lagi ada perbaikan, keberatan lo? "
" Gak gitu gue seneng cantik, lo bisa tidur di kasur gue. Gue bisa di sofa "
" Bagus "
Sesampainya di Apartemen Zulfan, Yasfa langsung melepaskan pakaian nya dan hanya menyisakan celana dalam dan bra nya saja, membuat Zulfan langsung menelan ludah. Melihat tubuh Yasfa dengan sempurna itu membuat bagian selatan nya mulai mengeras kembali, dia sudah mati - matian untuk menahan nya sedari tadi. Tapi apa ini? Yasfa dengan seenaknya membuka itu dengan suka hati memang kurang ajar.
" Gak ada adab banget langsung buka , bukan nya di kamar mandi "
" Ya gue kan gerah nya disini "
" Terserah, gue mau ke kamar deh pegel ni badan. Kalau lo mau tidur bilang aja biar gue pindah "
" Iya "
Yasfa yang menatap kepergian Zulfan jelas sudah hafal bahwa dia adalah pria yang kelebihan hormon, perlahan dia mengikuti Zulfan yang sedang berbaring di kasur dengan terlentang. Sepertinya kelelah, namun Yasfa tidak mengurungkan niatnya untuk membalas dendam kepada Zulfan.
Yasfa menghampiri nya, Zulfan sepertinya sudah mulai memejamkan matanya karena kelelahan. Dengan perlahan Yasfa duduk diatas pangkuan Zulfan yang sedang terlelap, mencium seluruh wajahnya dan turun mencium bibirnya lembut.
Zulfan belum terlelap sepenuhnya, sungguh sebenarnya dia menahan nafsu dari siang untuk tidak melampiaskan nya kepada Yasfa, namun jika sudah begini apa boleh buat, di sudah tidak kuat lagi.
Yasfa memperdalam ciuman nya, menghisap bibir Zulfan dengan begitu lembut dan teratur. Zulfan dibuat mabuk kepayang dengan ciuman nya, tangannya mulai menyentuh gundukan yang sekarang tepat di atas penisnya yang mulai mengeras. Yasfa dengan sengaja menggerakan pinggulnya untuk menyentuh penis milik pria itu.
Gadis itu melepaskan ciuman nya, mengusap bibir pria itu yang basah karenanya. Menyeringai perlahan dan menatap pria itu dengan senyuman nya.
" Sekarang lo yang harus rasain hukuman gua "
" Jangan aneh aneh lo, Yas "
" ssssttttt- anak baik gaboleh nakal sayang"
Dengan perlahan Yasfa membuka seluruh pakaian yang di kenakan oleh Zulfan, dan terakhir menurunkan celana dalam milik pria itu yang langsung disambut oleh kejantanan Zulfan.
Yasfa terkejut, tidak menyangka bahwa milik Zulfan sebesar ini. Apakah akan cukup di dalam mulutnya?
"Kenapa? Kaget lo punya gua segede gini?" tanya Zulfan dengan pongahnya.
Enggan membalas pertanyaan Zulfan, Yasfa menunduk dan langsung menggenggam kejantanan Zulfan. Mengulum kepala kejantanannya dengan pelan, hal itu sukses membuat desahan pertama Zulfan lolos.
"Ahh—" desah Zulfan memejamkan matanya menikmati miliknya berada di mulut Yasfa.
Tak lama Yasfa melahap kejantanan Zulfan sekaligus, memasukinnya semaksimal mungkin dan menghisapnya di dalam tenggorokan, kepalanya mulai bergerak pelan dan sesekali keluar masuk kan Kejantanan Zulfan di mulut.
"Eughh— humhh—" desah Yasfa tertahan, tangan Yasfa tidak tinggal diam ; ia memainkan kedua bola kembar Zulfan kemudian meremasnya pelan.
"Ahh— shh. . ." desis Zulfan saat di rasa miliknya sedangkan di manjakan oleh Yasfa, kepalanya ia gerakan karena nikmat dan tangannya memegang kepala Yasfa yang sesekali meremas rambutnya menyalurkan rasa nikmat yang di rasa.
"Umhh— flop. ." desahan dan bunyi hisapan di lepas, lidah nya Yasfa julurkan dan tangannya mengurut Kejantanan Zulfan narik turun.
Ujung Lidah Yasfa mendekat ke area kepala Kejantanan Zulfan, dengan kurang ajar ia menjilat dan menggelitiki lubang kencing Zulfan, gerakannya memutar sengaja menggoda Zulfan.
"Arghh— shh umh. . . " mata Yasfa teralih, ia menatap ekspresi Zulfan tanpa menghentikan kegiatan menggoda lubang kencing nya.
"Umhh— cuph— heuh. ." di sela kegiatannya Yasfa mengecup pucuk kejantanan Zulfan berkali-kali. Kemudian meremas kembali dengan sensual, sesekali mengurutnya lagi.
Kali ini mulut Yasfa menyambar dua bola kembar milik Zulfan, mengemut keduanya dan menghisapnya.
"Arngh— mulut lo anjing banget Yasfa angh. ." umpat Zulfan, Dia langsung mengubah posisi nya menjadi duduk. Kepalanya ia tundukan untuk melihat aksi Yasfa.
Dari atas sini bisa Zulfan lihat betapa sexy dan panasnya Yasfa yang hanya mengenakan celana dalam saja. Tangannya terulur kembali untuk mengusap kepala Yasfa, sesekali meremasnya saat kenikmatan berlebihan menyerangnya.
Kepala Yasfa mendongkak dan pandangan kedua matanya bertemu. Di sela-sela kegiatan nya Yasfa dapat melihat wajah Zulfan memerah menahan nafsu.
Tangan Zulfan memegang kepala Yasfa, diangkatnya pelan kepala Yasfa yang otomatis hisapan pada kejantanan nya terlepas.
"Ssh— cukup sayang, gua ingin setubuhi lo, gua udah ga—"
"No, gak semudah itu, sayang. ." ucap Yasfa memotong perkataan Zulfan. Yasfa mendorong kembali Zulfan untuk Terlentang.
Sedangkan ia sendiri kembali berhadapan dengan milik Zulfan. Tanpa aba-aba langsung melahap lagi milik Zulfan sampai ujung tenggorokan nya.
"Ashh— berhenti yasss ahh.."
Tidak dapat Zulfan pungkiri, nyatanya ia tidak bisa menolak apa yang di berikan Yasfa pada Kejantanan milik nya meskipun mulut berkata dan menyuruhnya berhenti, namun tidak dengan reaksi tubuhnya.
Mendengar desahan suara Husky nya. Yasfa semakin bersemangat dan langsung mengurut Kejantanan Zulfan menggunakan mulut dengan cepat, sesekali mengerit gemas batang coklat kejantanan nya menggunakan kedua gigi.
Mengemut, menghisapi, mengerit dengan gigi itu yang Yasfa lakukan. Tak lama kemudian, Yasfa menggerakan kepalanya dengan cepat, mengocok milik Zulfan di dalam mulut.
"Aahh— f-fuckhh hah. . ." umpat Zulfan, tangannya memegang kepala Yasfa dan ikut menggerakan kepala Yasfa agar makin cepat.
Menekan kepala Yasfa untuk memasukinya lebih dalam yang sukses membuat Yasfa tersedak.
"Ughh— hukh— eungh. . ." lenguh Yasfa dan tersedak di sela kuluman milik Zulfan.
Saat merasakan Kejantanan Zulfan yang berkedut di dalam mulut menandakan Orgasme akan datang sebentar lagi, maka dari itu, Yasfa segera menghisap kuat Kejantanan Zulfan di dalam mulut sembari meremas nya kuat, dan tak lama. . .
"A-ssh- fuckh baby yeah— argh. . .-"
Lenguhan serta desisan panjang Zulfan terdengar indah dan merdu di telinga Yasfa sendiri saat ledakan Klimaks memenuhi mulut Yasfa.
Saking banyakan Sperma dan tidak muat di tampung semua pada mulut Yasfa, akhirnya Yasfa mengeluarkan sebagian spermanya dari mulut dan itu melumuri area leher Yasfa akibat sperma yang di keluarkan.
Tanpa rasa jijik sama sekali, Yasfa langsung menelan habis sisa cairan sperma yang berada di dalam mulutnya dengan habis tanpa tersisa.
Tangan Yasfa belum berhenti mengurut kejantanan Zulfan, kemudia ia mendongkakan wajahnya untuk ia sejajarkan dengan kejantanan Zulfan.
Yasfa mengurut kembali milik Zulfan untuk mengosongkan semua sisa sperma yang masih di dalam lubang kejantanan Zulfan, sengaja Yasfa sejajarkan dengan wajahnya agar sperma tersebut mengenai wajah Yasfa.
"Hah— ssh. . . " desis Zulfan saat ia mengeluarkan sisa sperma pada wajah Yasfa.
Saat dirasa sperma Zulfan kosong, Yasfa menampar-nampar kejantanan Zulfan pada wajah nya, melumuri wajahnya dengan sisa sperma, kemudian ia tersenyum puas.
"Your punishment have done babe."
" Ah anjing gua kan pengen lobang lu Yasfa "
" in your dream bajingan "
" fuck u "
Yasfa meninggalkan Zulfan yang terkapar lemas setelah aksinya tadi. Dia tau Zulfan akan tersiksa jika belum tuntas keinginan nya di penuhi, tapi bukan Yasfa namanya jika perlakuan yang mengganggu nya tadi siang tidak ia balaskan.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
8 notes · View notes
rsintiyaaa · 6 months
Text
Amarah
Tidak sekedar kata hanya umpatan
Tidak sekedar tindakan hanya luapan kasar
Apa rumah bisa menjadi wadah penampung?
Apa rumah bisa menjadi pelabuhan terbaik dari sebuah masalah?
Apa rumah bisa menjadi tempat tinggal ternyaman bagi seorang anak?
Cukuplah , aku bosan dengan kata sabar
✍️:@rsintiyaaa
4 notes · View notes
bungajurang · 6 months
Text
Budi Pekerti
Tulisan ini mengandung spoiler dari film Budi Pekerti (2023)
"Goblok" -- adalah dialog pembuka terbaik tahun ini. Meski medoknya masih kurang mantap, tapi saya cukup puas mendengarnya. Kalau itu Bu Prani sedang memberi tugas refleksi pada salah satu siswanya. Dia habis merundung siswa lain dengan mengatainya bodoh. Bu Prani meminta siswa yang merundung untuk melakukan eksperimen sebagai berikut. Memutar rekaman berisi umpatan pada biji kacang hijau, sementara membiarkan biji kacang hijau lainnya tumbuh dalam keadaan normal. Hasilnya? Keduanya sama-sama tumbuh setinggi 23 cm.
Namun film ini bukan soal kecambah.
Saya kagum dengan film ini sebab mampu menggambarkan efek domino dari satu masalah, yang awalnya sepele lalu membesar hingga menyibak masalah di belakangnya--yang semakin rumit. Akhir dari film ini, saya pikir, jelas. Kehidupan keluarga Bu Prani berubah drastis, dan akan sulit untuk bangkit kembali. Mereka pindah dari tengah kota Yogyakarta menuju daerah pinggiran. Saya hanya heran, mengapa kondisi cuaca pada adegan pindah hujan. Tapi, ya, apalagi kalau bukan untuk tujuan dramatisir. Haha.
Informasi di media sosial tidak bisa selalu diandalkan. Informasi dari media-media alternatif pun tidak melulu berbeda dari media-media besar yang menerbitkan konten clickbait. Saya suka sekali sama monolog Tita saat ia memberi makan lele di peternakan. Ejekan "wawawa"-nya masih terngiang di kepala saya. Ada kepuasan tersendiri mendengar Tita mengejek orang-orang yang melakukan sesuatu hanya untuk membangun citra diri, mencari sensasi dan tidak tulus ingin memperbaiki keadaan. Peduli hanya pada dirinya sendiri.
Film ini menampilkan, apa ya istilahnya, pokoknya, bagaimana satu keluarga kelas pekerja (atau ya kelas menengah yang bukan miskin, tapi juga jelas bukan orang kaya) menjadi kelompok yang sangat rentan dalam hal ketenagakerjaan.
Anak-anak Bu Prani bekerja mengandalkan internet dan media sosial. Ketika Bu Prani viral, citra anak-anaknya ikut terdampak. Kepercayaan penonton dan pengikut Muklas menurun drastis. Meski kabar toko awul-awul Tita tidak ditampilkan secara gamblang di film, bisa ditebak bahwa ia tidak meneruskan usahanya tersebut. Sementara itu, Pak Didit yang mengidap bipolar mulai memasuki masa manic-nya ketika kasus Bu Prani semakin rumit.
Saya senang hari ini memutuskan nonton Budi Pekerti. Film ini membawa pesan yang cukup berat dan dalam, namun penyampaiannya ringan dan menghibur. 10 out of 10, minus dialog bahasa Jawa yang medoknya kurang nampol. :P
2 notes · View notes
mejakerani · 6 months
Text
PUISI EKOLOGIS DAN POPULIS ATAS PENCARIAN KEBARUAN DALAM ANTOLOGI PUISI PERCAKAPAN DI DASAR SUNGAI
Tumblr media
Oleh: Muhammad Irwan Aprialdy
Lahirnya buku antologi Percakapan di Dasar Sungai sejatinya memang tidak lepas dari tradisi penyelenggaraan tahunan Aruh Sastra Kalimantan Selatan yang tahun ini berumur 20 tahun. Tahun ini, penyelenggaraan diadakan di Kota Banjarmasin, setelah sebelumnya diadakan di kota yang sama pada tahun 2012 lalu. Lokalitas masih menjadi tema sentral penyelenggaraan acara dari tahun ke tahun. Dalam Aruh Sastra Kalimantan Selatan tahun ini, sungai yang menjadi trademark Kota Banjarmasin diangkat sebagai tema besar acara. Dapat ditebak karya-karya sastra, baik karya peserta lomba maupun puisi-puisi dalam antologi ini, banyak membicarakan wacana ekologis yang menyaran pada keberadaan hati nurani penduduknya di tengah duka tangis bukit, gunung, hutan, laut, sungai atau penduduk lokal yang kehilangan tempat di tanah lahirnya sendiri oleh oknum-oknum tertentu. Selain subtema lokalitas yang telah disebutkan, mistisisme masyarakat Banjar, baik di kota maupun di pedalaman, serta puisi-puisi  bernapas islami atau sufisme kerap menjadi alternatif. 
Sebelum dilakukan pembedahan atas puisi-puisi yang terhimpun dalam antologi puisi Percakapan di Dasar Sungai, pembedah merasa perlu untuk menegaskan pengertian puisi dari sudut pandangnya sebagai pengamat dan tujuan dikumpulkannya 200 sekian puisi dalam antologi bersangkutan. Namun puisi, sebelum ditegaskan makna atau ditinjau-tinjau isinya, perlu dirujuk pula pengertian dari kerja seorang penyair itu sendiri: seseorang yang menulis puisi atau sajak, begitu sederhananya. Puisi atau sajak itu sendiri merupakan jenis sastra tertua yang terikat baris, bait, rima, irama, matra, dan unsur-unsur fisik atau batin lainnya. Namun, pada praktiknya dewasa ini, puisi atau sajak ditemukan dalam bentuk-bentuk yang beragam: terlampau panjang atau pendek; tipografi yang ikut menegaskan unsur batin/fisik puisi dengan beragam pola; penggunaan slang, penggunaan istilah asing, penggunaan bahasa lokal atau bahkan penggunaan bahasa denotatif di seluruh baris puisinya. Penggunaan bahasa-bahasa kasar atau umpatan juga sesuatu yang kian hari kian lumrah digunakan dalam puisi sebagai penanda pada dunia yang jungkir balik. Lalu, apa kerja penyair memang mengotak-atik piranti bahasa dan kemungkinan estetika yang segar dan baru dalam puisi?
Fakta tentang tren puisi hari ini yang sudah berani menanggalkan perangkat bahasa estetik untuk berusaha mencapai level kebaruan seperti halnya Chairil Anwar di era Pujangga Baru semakin menciptakan kesenjangan pada pengertian konkret puisi (yang secara awam dianggap sebagai bentuk penulisan yang indah dengan segala teka-teki artinya). Hal ini tidak lantas menyebabkan pengukuran kualitas antara puisi baik dan buruk sulit untuk dikejar ketika sekian juta penyair telah menawarkan beragam tema dan bentuk dalam tubuh kekaryaan masing-masing, teori puisi diperbaharui, dan selera terhadap suatu karya selamanya subjektivitas yang dipersenjatai pengalaman membaca. 
Apabila ada tulisan serupa percakapan daring dan penulisnya menyatakan itu adalah puisi, maka jadilah ia puisi. Hal itu sah, seperti yang diterangkan Sapardi Djoko Damono dalam pengantar buku puisi Melihat Api Bekerja karya M. Aan Mansyur. Licentia poetica menjadi dalih yang membebaskan penyair melakukan bermacam eksperimen sastrawi di laboratorium puitikanya. Pertanyaannya, sejauh mana licentia poetica mampu mengakomodir kebebasan penyair atas bahasa, bila bahasa adalah piranti yang digunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu, bahkan dalam puisi?
Apabila dipahami pengertian bahwa penyair adalah man speaks to men, menurut William Wordsworth, penyair era Romantik Inggris, atau, pembakar utama menulis puisi adalah keputusasaan, merujuk pada penjabaran penyair dan esais peraih Nobel 2020, Louise Glück, maka, apa para penyair dalam antologi Percakapan di Dasar Sungai telah berhasil membicarakan apa yang ingin dibicarakan lewat puisi atas dasar keputusasaan? Apabila digugat balik pertanyaan tersebut, apakah puisi harus selalu berhasil membicarakan sesuatu? Dan betapa kusamnya puisi apabila dasar penulisannya selalu berawal dari keputusasaan atau perasaan-perasaan nelangsa yang tak diangkat atau dibicarakan dalam konvensi komunikasi sehari-hari? Atau jangan-jangan topik wicara puisi diutarakan karena keharusan atau rasa penasaran untuk mengejar kebaruan? Seolah suatu topik bicara tidak dapat dikomunikasikan dalam bentuk-bentuk lain dan penyair mengidap sindrom Fear of Missing Out atas tema-tema segar dan bentuk baru sebagai respons atas hidup modern dalam tren berpuisi hari ini? 
Berdasarkan keresahan pada wacana kebaruan dan kesegaran pada variasi tema, bentuk, dan jenis puisi yang semakin beragam pilihannya sekarang ini, dengan segala keterbatasan, pembedah melakukan pembacaannya atas Percakapan di Dasar Sungai dengan harapan menemukan kesegaran pada tema lokalitas yang pasti dominan dalam antologi ini.
Seperti yang telah diungkapkan, dari tahun ke tahun, penulisan antologi puisi Aruh Sastra Kalimantan Selatan awet dengan tema-tema lokalitas. Apabila ini dipandang sebagai upaya pemertahanan budaya dan menumbuhkan semangat lokalitas dalam diri penyair, maka, upaya yang dilakukan dianggap lebih dari cukup. Upaya tersebut juga memiliki efek samping yang menimbulkan kemandekan dalam menggarap tema-tema lain dan pemberontakan dalam memandang dominasi tema lokalitas sebagai penyirat identitas kelahiran para penyair. Apa bedanya penyair sebagai agen promotor kebudayaan dan lingkungan hidup? 
Mudah ditemukan nama-nama penyair yang akrab bertutur dengan tema dan istilah lokal dalam antologi ini. Mudah pula ditemukan nama-nama penyair yang menolak sama sekali konsep lokalitas dan membicarakan perihal lain, yang bisa dipandang remeh atau bentuk karya romantisasi atas kontemplasi berkehidupan sehari-hari. Bisa juga puisi-puisi dipaksakan menyaran pada tema agar ikut termaktub dalam antologi ini. Man speaks to men. Apa penyair bicara lewat sastra atau atas nama sastra atau karena acara Aruh Sastra ia bicara (menulis)?
Penghayatan atas sungai, alam atau kota sebagai bagian tak terpisah dari ruang hidup masyarakat di Kalimantan Selatan sebagian besar memang hanya dilukiskan. Apakah dalam pelukisannya yang purna dan keluar-masuk antara lanskap alam atau kota yang jadi bermacam analogi memang dibarengi penghayatan hidup serupa yang dilukiskan dalam puisi? 
Saya membayangkan para penyair yang karya-karya masuk dalam antologi ini sebagai seorang flaneur yang melakukan plesiran ke berbagai tempat di tanah lahirnya dan membaca banyak wujud konkret yang ditandai sebagai kata atau frasa yang keluar masuk dalam sensor puitikanya untuk dimodifikasi lalu memberi tawaran perspektif atau dimensi baru dalam memandang kota atau alam. Dalam arti lain, tidak menjadikan lanskap semata objek lukisan atau topik dalam wacana populis atau ekologis, yang hanya dijejali fakta dan berita mentah tanpa diolah lewat puisi yang sejatinya mampu menawarkan dimensi yang mencerahkan pembaca dalam memandang kenyataan, pun dalam konteks lokalitas. Kalimantan Selatan sendiri dalam perkembangannya telah menjadi melting pot beragam kultur, sistem, dan warna hidup yang berbeda-beda. Percakapan di Dasar Sungai harusnya mampu memuat puisi-puisi yang memberi warna yang berbeda-beda atas ekspektasi untuk menemukan kesegaran dalam penulisan puisi di tahun 2023, di provinsi ini. 
“Kapan Sungaiku Benar-benar Merdeka” karya A. Rahman Al-Hakim menjadi puisi pembuka. Puisi ini tak hanya mengembuskan suara yang terus terang dari seorang penduduk Banjarmasin yang kecewa sungai-sungai di kotanya digusur oleh jalan-jalan aspal, bangunan beton, dan bentuk pembangunan infrastruktur lainnya. Puisi ini menampilkan suara yang menuntut pengembalian citra kotanya yang dikenal sebagai kota seribu sungai. Penjejeran nama-nama sungai di Banjarmasin yang sepertinya dikumpulkan dengan cukup cermat dan tekun cukup menambah wawasan indeks nama-nama sungai di Banjarmasin. Namun, daya tarik pengumpulan nama-nama sungai itu menggusur pula ciri utama puisi sebagai medium sastra berdaya ungkap tak langsung. 
Setelah puisi “Kapan Sungaiku Benar-benar Merdeka”, seperti biasa ditemukan puisi-puisi lain yang sebagian besar menyiratkan keprihatinan penduduk pada ekosistem sungai dan alam lainnya. Bolak-balik satu penyair ke penyair lainnya menjadikan objek alam tersebut sebagai modal personifikasi dan depersonifikasi dalam puisi mereka. 
Pengulangan tema ekologis dan populis tadi menyebabkan kegembiraaan ketika akhirnya ditemukan dua puisi yang menandakan jejak lintas kultur dalam ranah media atau seni yang memengaruhi suasana batin dalam puisi “Hujan, Sihir, Malam, dan Trompet Armstrong” karya Dewi Alfianti  dan “Bulan Larut di Sungai Kerokan yang Kusebut Zafri Zamzam” karya Munir Shadikin. 
Hujan lesap di daun jendela, sementara aku membayangkan tawamu yang serupa/ denting piano di kafe yang sepi pengunjung, begitu enggan, begitu acuh./ Namun, tak ada yang lebih menawan daripada ritme suaramu yang menghentak/ mengalahkan improvisasi Amstrong./ Bagiku kau lebih memukau dari alunan jazz di antara hujan/ yang menaklukkan sepi. Demikian Dewi menampilkan ruang puitika yang tidak berkelindan sama sekali dengan sungai, seperti yang diharapkan. Puisi “Hujan, Sihir, Malam, dan Trompet Armstrong” ini menyatakan selera referensi musik yang tak harus sejalan dengan laku tradisi. Puisi ini juga menyiratkan suara bahwa di 2023 sangat mungkin nama Ella Fitzgerald dan Neil Armstrong dipuja-puja di daerah buncu Pulau Kalimantan. 
Atau perhatikan bagaimana Munir menuliskan:  Bulan tersenyum mendengarku, Angelina/ kami beranjak menjadi Jesse & Julie/ Entah bulan sedang apa/ dan aku kembali larut dalam pasang sungai/ “Before Sunrise” dengan diriku sendiri. Seperti Dewi, Munir menyiratkan generasi yang terpapar oleh pengaruh globalisasi pada distribusi industri hiburan Barat ke tanah Banjar. Apa itu salah?  Indeks Fitzgerald, Armstrong, Jesse dan Julie, Jazz, Before Sunrise memunculkan kesan bahwa kota ini memang tidak setertinggal itu. Masih ada oknum-oknum yang mengejar pemaknaan estetika dengan referensi-referensi luar, tidak menjadikannya sekadar catatan kaki belaka, namun substansi yang akrab dengan imajinasi dan penghayatan hidup yang terasa remeh-temeh namun terjadi sehari-hari. Meski, penggunaan piranti bahasa dalam dua puisi tersebut belum diramu dengan matang. Atau, jangan-jangan upaya melawan konvensi terhadap bunga kata-kata puisi warisan Pujangga Baru?
Kejutan muncul dari puisi Maria Roeslie yang memberi suara yang jarang diangkat dalam gelanggang puisi Kalimantan Selatan, yaitu perspektif warga peranakan Tionghoa tentang sungai: 
Sesuatu meronta-ronta dalam jiwa mengumandangkan rindu
Rindu mentari pagi yang menghidupi cermin anak sungai tepekong
Bertalu-talu rinduku mengiang menggelitik dada
Tak mampu lagi mengukur dalamnya riak gelombang jukung tiung
Walau kuteropong dari ketinggian jembatan ulin yang semampai
Sirna
Tiang-tiang rumah bahari yang berbaris rapi
Oleh sang empunya si taci si engkoh si encim dan si encek
Perlahan sirna
Akar pohon jingah yang menggurita di tepian
Dan tali-temali akar gantung beringin yang menggelayut
Serta manis getir buah kasturi yang mewarnai subuh
Telah pula sirna
Mungkinkah suatu saat nanti kita akan bertemu kembali
Tuk menguraikan isak tangis air dan udara di seputaran jalan veteran
Semoga angin terus bertiup
Dan bumi mengijinkan
Entahlah
Banjarmasin, 24 Agustus 2023
(Puisi “Sungai Tepekong” karya Maria Roeslie)
Kehadiran puisi “Sungai Tepekong” memberi suara pada the other yang akrab kita beri label chindo, mengesampingkan fakta bahwa mereka telah hidup berdampingan dengan penduduk lokal selama ratusan tahun dan memiliki suara asli mereka sebagian dari populasi; bahwa suara mereka ada dan valid untuk berbicara tentang rindu dan juga sungai. 
Cara Diang Anggrek mengambil Pantai Jodoh yang bukan pantai, melainkan tepian sungai dalam puisi “Pantai Jodoh Tak Jodoh” juga menarik. Kehadiran puisi ini menjadikan buku antologi ini tak terasa baku. Tema yang bisa jatuh dikritisi sebagai karya picisan ini memberi kelenturan dan contoh bagaimana fragmen kehidupan sehari-hari digubah menjadi puisi. Ia memberi sorotan pada latar tempat nongkrong yang dijadikan titik kencan muda-mudi Kota Banjarmasin. Terkesan remeh untuk diangkat jadi puisi? Pembedah memandang Diang memberi gambaran yang abai tentang potongan kehidupan kota ini. Diang juga menambahkan deskripsi kehidupan sehari-hari lewat baris-baris: motor biru kita dorong/ lorong kampus hingga kayu tangi ujung/ duhai pujaan hati yang tak rendah hati. Puisi Diang tak hanya jujur, ia juga dekat.
Selain pendekatan pada sesuatu yang jarang diliput lampu spot puisi lokal, pengenalan lanskap kota dan alam sebagai sosok ibu juga muncul pada antologi ini, seperti Micky menulis dalam puisi “Banjarmasin”: Banjarmasin,/ kehilanganmu sebagai ibu/ tak lagi kusesali// juga mesti berulang kutangisi/ kutulis sajak ini untukmu/ sebagai isyarat aku makin menyayangimu/ tersebab kau adalah surga bagi cintaku.
Pengandaian alam sebagai ibu juga muncul dalam puisi “Sungai Adalah Rahim Ibu” karya Rahmat Akbar: Sungai ialah rahim Ibu, mengalirkan doa leluhur/ Sesekali batu bertafakur/ Menyimpan sakit bercampur/ Bahwa gemercik air yang melebur kini telah kabur.
Kekerabatan intelektual pada sosok alam atau kota yang diumpamakan ibu sebenarnya kerap terjadi, seperti pada cerpen pemenang Aruh Sastra terdahulu “Rahasia Sedih Tak Bersebab” karya Harie Insani Putra atau yang paling anyar buku puisi Kekasih Teluk karya Saras Dewi. Tak jemu-jemu konsep Ibu Bumi atau Ibu Pertiwi muncul dalam karya sastra, menganalogikan tiap kerusakan alam sebagai aksi durhaka yang melukai suwung nurani ibu, yang tanpa pamrih melahirkan dan membesarkan jiwa-jiwa yang melukainya. 
Kerusakan alam yang kerap menjadi tema favorit para penyair yang karyanya tampil dalam buku-buku puisi bertema lokalitas menyaran pada fakta bahwa kondisi alam Kalimantan yang kaya dan tak henti-henti dibulangkir isinya. Di sini peran sastra sebagai media aktivisme para penyair mengambil tempat untuk menyuarakan atau setidaknya mencatat masalah hari ini yang tak kunjung menemu jalan tengah atau solusi. Selain itu, tradisi yang mulai kikis dan adab yang tumpang tindih dengan suara-suara sinis dan individualis juga mengisi halaman demi halaman di buku antologi ini. Namun, bukan berarti puisi-puisi berisi harapan dan doa redup digusur puisi bernada sinis. Simak puisi “Sungai Purba” karya Ratih Ayuningrum berikut ini:
Sungai di mataku
Mengalir purba
Sungai-sungai yang kujaga sejak lama
Hingga mata berkerut nyata
Tak tercemar, mengalir ke cabang-cabang kehidupan
Udara memanas
Sesekali deru pickup berhenti di sungai utama
Membawa ke kota-kota, ke rumah-rumah
Kini tak hanya sesekali
Puluhan kali deru pickup menggema
Membawa sungai-sungai hilir mudik masuk ke rumah-rumah
“Semua mulai tak lagi mengalir”
Sungai di mataku tetap setia
Tak tercemar
Meski banyak deru pickup bertamu dan membawa serta 
alirannya pergi
Ke kota-kota, memasuki rumah-rumah
Kotabaru, 30 Agustus 2023
Sungai yang dibawa mobil pick up. Sungai yang memasuki rumah-rumah. Sungai yang menolak dikira tercemar. Puisi Ratih ini bisa menandakan kedigdayaan sungai sebagai subjek yang mampu memilih aksinya sendiri di tengah ancaman deru mobil pick up, yang entah membawa tanah untuk menimbun dan membawa sungai sebagai sisa dongeng rumahan. Atau menghadirkan sungai sebagai banjir bah yang masuk rumah atas hasil dari hilir mudik mobil pick up yang datang membawa substansi-substansi penting si Sungai yang telah defect fungsinya dalam ekosistem sebagai penampung air serapan. Dalam ambiguitas yang terjaga hingga akhir, Ratih berbicara tentang harapan yang cenderung gelap.
Tema mistik khas Banjar tentang hantu banyu juga tak luput tercatat, dihadirkan dalam puisi “Nyanyian Hantu Banyu” karya Aluh Srikandi. Selain menggambarkan dengan deskripsi suasana muram tentang mitos masyarakat Banjar pada hantu banyu, “Nyanyian Hantu Banyu” cukup menghentak dengan bait penutupnya yang berbunyi:
Ah,
Aku si Hantu Banyu sang penunggu tumbukan banyu
Kini hanya bisa bernyanyi pilu
Mendendangkan lagu-lagu rindu
Akan indahnya masa dahulu
Sembari menunggu waktu
Kembali ke hadapan Tuhanku
(“Nyanyian Hantu Banyu”)
Hantu yang bertuhan. Religiusitas yang jadi subtema yang khas dalam gubahan penyair lokal tampil tanpa untaian doa yang ditulis indah berbunga kata-kata. Dengan sederhana, Aluh menyandingkan hantu banyu dengan Tuhan, seperti kerap puisi religius ditulis penyair lokal. Bait terakhir ini efektif memberi tawaran tentang asumsi lain yang mampu digarap dan dibicarakan dalam puisi: gelap yang menjunjung Tuhan. 
Cukup banyak sebenarnya yang dapat dibahas mengenai Percakapan di Dasar Sungai sebagai sebuah produk pencatatan para penyair Kalimantan Selatan tentang masyarakat, hidup mereka masing-masing, dan ekosistem yang melingkupinya. Meski pengulangan tema adalah siklus yang pasti terjadi dan kesegaran dalam segi bentuk dan tema masih menjadi pekerjaan rumah yang tak pernah selesai di ranah puisi Kalimantan Selatan maupun nasional, namun, yang dapat disyukuri: puisi masih ditulis; penyair-penyair baru lahir kembali. 
Sebagaimana saya membaca keluguan dalam pemilihan diksi para penyair muda yang karyanya tampil dalam buku antologi ini, muncul harapan bahwa puisi dari penyair-penyair Kalimantan Selatan mampu berbicara banyak di kancah nasional atau internasional, mewakili dirinya sendiri atau khalayak sastra sekalian. Tentunya harapan itu disematkan pula pada para sepuh penyair yang puisinya terbaca sebagai kematangan tutur puitik, yang tentunya dicapai dari usia sepak terjang pembacaan mereka atas sastra dan jejak kepenyairan mereka.
Berbicara mengenai pembacaan, tentunya penulisan puisi dalam Percakapan di Dasar Sungai merefleksikan seberapa dalam para penyair menyelam ke sungai sastra untuk muncul ke permukaan, menulis tentang sastra sungai di buku ini. Muncul pertanyaan: apa sungai itu selamanya berwarna kecoklatan saja? 
Puisi-puisi yang judulnya disebut pada penjabaran di atas barangkali adalah riak-riak lain, di samping banyak juga puisi-puisi yang tak disebutkan dan menjadi gelembung-gelembung yang muncul dari dasar pembacaan yang cukup dalam. Kapan sungai itu berwarna bening? Barangkali ketika kita memutuskan untuk menyisihkan sampah-sampah yang tak perlu dan membiarkan sungai pembacaan mengalir dan surut sebagaimana mestinya cuaca tak selamanya menyaran pada hujan atau panas semata. 
Puisi adalah media dengan berbagai kemungkinan daya ungkapnya untuk berbicara tentang sesuatu. Apa sesuatu itu? Saya teringat alasan mengapa Jon Fosse dihadiahi Nobel Sastra tahun ini: untuk upayanya memberi suara pada hal-hal yang tak terucapkan. Bagaimana hal itu mungkin? Mari sama-sama mengingat bagaimana kita dulu mengumpulkan patahan fonologi sebagai produk suara di sudut-sudut mulut untuk membentuk kata, kata jadi susunan kalimat, kumpulan kalimat membentuk wacana merujuk pada bermacam tema dan stilistika. Penemuan pada hal-hal tak terkatakan itu tentunya dilakukan bertahap, tanpa paksaan, dan terus dilakukan. Seperti dulu kita belajar bicara, penyair sebaiknya memang terus belajar agar puisinya mampu terus berbicara pada sesama.
Sejatinya membaca dan menulis puisi adalah siklus yang berulang, namun juga tak pasti. Melalui Percakapan di Dasar Sungai dan penghelatan Aruh Sastra Kalimantan Selatan yang sudah menginjak usia dua puluh, ia menjadi bukti puisi masih terus digeluti dan ditulis lagi, pekerjaan rumah literasi dan meja kerja puitika yang tak pernah selesai dan selalu beregenerasi. Tentang kebaruan yang dicari-cari dalam antologi ini? Menurut hemat saya, hal itu akan terjadi ketika membaca dan menulis puisi mencapai kulminasi titik jemu, namun tak redup atau memutuskan mati.
2 notes · View notes