Tumgik
ulfiaana · 3 years
Text
Antara Bakso dan Boraks
Bicara soal makanan, tentu sebagai anak yang ngambil jurusan buat expert dibidang ini, merasa terbebani jika nggak tau tentang bahan tambahan pangan. Padahal mah sebenarnya biasa aja sih wkw
 Dulu pas kuliah, sempat ambil mata kuliah bahan tambahan pangan ini. Tapi, entah kenapa ya, kok ga nyangkut ilmunya . Apa kebanyakan tidur dan ngobrol sendiri ya? Wkw
Yah, mungkin dulu gak terlalu paham ya belajar itu buat apa. Terutama, tidak tau, penerapan atau aplikasinya itu mau kemana.
Misalnya contoh paling kecil adalah masalah bahan tambahan pangan ini. Aku tau teori-teori tentang apa yang boleh ditambahkan dalam makanan dan apa yang tak boleh.
Bagi bahan tambahan pangan yang boleh pun ada batas penggunaannya yang tak bisa pakai ilmu kira-kira tanpa tau teori, apalagi ilmu feeling. Belum lagi, bahan tambahan pangan yang berbahaya yang sudah tidak diakui lagi sebagai bahan yang aman, semua dipelajari.
Tapi, balik lagi dari narasi di awal, semua itu hanya teori. Teori tanpa praktek tentu saja hanya sebatas ilmu. Jadi, aku tidak bisa mengenali mana bahan tambahan pangan aman maupun yang berbahaya dalam dunia nyata.
Salah satu bahan yang selama ini sering orang gunakan adalah boraks untuk membuat makanan awet. Setauku juga, banyak masyarakat yang sudah aware dengan isu dan tak lagi menggunakan bahan ini. Namun, semua pandanganku itu berubah sejak siang tadi.
Kita tau ya, kalau bulan-bulan ini musim orang nikah. Nikah di tengah kondisi pandemi seperti ini tentu tak bisa seperti nikahan pada umumnya dulu dong, yang prasmanan atau piring terbang. Ada peraturan bagi yang punya hajat untuk membungkuskan saja makanan untuk tamu agar bisa dibawa pulang.
Peraturan ini tentu menguntungkan bagi orang rumah yang gak diundang agar tetap bisa ikut menikmati makanan kondangan.
Ini juga merubah kebiasaan hajatan pernikahan menjadi sangat praktis sebab tak perlu berlama-lama berada disana. Tapi disisi lain, muncul masalah baru berupa makanan bisa cepat basi jika si tamu tak kunjung memakan nasi kotak dan jajannya.
Akhirnya, para pembuat makanan di hajatan itu memakai berbagai cara agar makanan itu tetap awet.
Ada yang membuat makanan sekering mungkin untuk menghindari basi, adapula yang menyiapkan makanan dengan jarak waktu pendek dari acara.
Tapi yang nggak habis pikir itu, kok ada pemikiran ngasih pengawet ke makanan kondangan. Yang dipakai itupun yang berbahaya pula.
Ada yang menambahkan boraks ke bakso dengan tujuan bakso ini akan awet sampai sore.
Aku yang denger hal ini cuma bisa geleng-geleng kepala. Aku tau teori bahwa boraks itu gak boleh buat makanan, tapi aku gak tau bau maupun bentukan boraks itu bagaimana. 
Alhasil ketika tadi ada bakso aku makan saja satu butir. Itupun aku sebelum makan aku cuma bilang, kok bau obat ya? Kok kecut? Ini basi ya? Kok aneh? Abis itu aku cium baunya, bilang ini basi kayaknya. Belum puas memastikan, aku ambil sebuah bakso dan tak makan. Ya gimana ya, tau itu basi tetep dimakan wkwk buat memastikan. Hadeuuh.
Aku baru tau kalau ternyata bakso itu tidak basi, tapi dikasih boraks setelah ada diskusi antara ibu dengan tetangga membicarakan sebaiknya dimakan atau tidak bakso ini. Sekali cium tetanggaku tau ini boraks. Beuh, aku kuliah di pangan ga tau ini boraks dan malah langsung makan meski mencium keanehan._.
Ketika tau hasil musyawarah bakso itu langsung shock shock banget. Cuma mikir, aduh aku makan satu lagi T.T
Kemudian hanya menggumam, kok tega ya? Kok tega ngasih itu buat dimakan banyak orang di kondangan. Aku cuma mikir, ketika orang ngasih boraks ke bakso itu, apakah tidak tau jika itu berbahaya?
Kalau yang ngasih itu tidak tau bahayanya, maka yasudah, artinya sosialisasi mengenai bahan tambahan pangan ini masih kurang. Berarti, tingkat kesadaran masyarakat soal isu ini masih belum ada, atau bahkan belum terbentuk. Dan ya mau gimana ya, orang tidak tau?
Tapiii, jika yang ngasih boraks ini sadar betul bahwa boraks itu tak boleh digunakan dalam makanan, juga dengar resikonya, maksudku, kok tega bener? Apakah tak tau bahwa ini perkara yang besar? Kok tega?
Rasanya kalau dipikir-pikir kok ya gak mungkin ya, orang itu dengan sengaja berniat "meracuni" banyak orang di kondangan. Maka, sepertinya itu adalah kekhilafan yang entah ia sadar atau tidak, ia lakukan.
Darisini aku jadi paham bahwa ilmu di perkuliahan itu tak menjamin akan membuat seseorang jadi expert. Tetap saja, pengalaman itu yang akan membentuk pemahaman seseorang. Dahlah.
4 notes · View notes
ulfiaana · 3 years
Quote
Menjaga kesehatan mental itu lebih penting dari sekedar membaca atau melihat hal-hal yang menciderai rasa syukur kita terhadap takdir Allah di medsos
puasa medsos lah
0 notes
ulfiaana · 3 years
Text
Cerita hidupmu
Suatu hari ku buka tumblr ku.
Ku baca satu-persatu, pelan-pelan. Rasanya sudah lama aku gak merasakan emosi yang seperti ini. Perasaan hangat membaca cerita hidup orang lain.
Berbagai macam persoalan dibungkus dengan hangat dari perasaannya dan apa yang ia temukan selama perjalanan hidup itu, benar-benar luar biasa.
Yang kita tidak tau dari orang lain itu begitu banyak. Mungkin ketika bertemu biasa, apa yang ia alami adalah sebuah kejadian yang netral, tapi emosi apa yang bergejolak dalam jiwanya serta saat-saat ia harus menenangkan dirinya itu menurutku sangat menyentuh hati.
Ku kira kita semua mengalami perasaan yang sama, meski dengan masalah yang berbeda-beda. Saat kita pikir kita adalah orang aneh sedunia dan tak waras karena merasakan perasaan itu, ternyata banyak orang yang bergelut dengan perasaan yang sama. Ternyata itu wajar dan semua orang mengalaminya. Bukan berarti perasaan itu tidak valid, tapi sadar bahwa ini fase yang semua orang mengalaminya.
Aku yakin, orang yang menuliskan tentang masalah berbalut hikmah itu tidak mudah. Yang membuat sulit adalah harus jujur dengan dirinya sendiri, dengan hati kecilnya bahwa ia memang tidak sebaik itu. Bahwa ia memang lemah dan bersalah. Semua kesadaran itu diiringi dengan perasaan bahwa ia mau untuk memperbaiki dirinya meski tau jalan yang akan di tempuh itu tidak akan mudah.
Mengakui bahwa diri itu egois sangat tidak mudah loh. Mengakui bahwa perasaan benci itu salah juga sangat tidak mudah. Itu sebabnya dalam sholat dan berdoa, ketika kita menanggalkan kebesaran kita dan bersujud kepadaNya, Allah menyayangi kita. Aku pernah dengar, “berdoa” itu sebenarnya kalau di fikir secara logika gak enak ya, kan kita ngemis-ngemis, minta-minta, ngerasa lemah, artinya kita menjatuhkan “harga diri” kita yang seupil itu, itu sebabnya Allah sayang sekali sama hambaNya yang mau berdoa. Menyadari bahwa kita ini ya sebagai hamba, kita ga bisa apa-apa. Meski kita di selimuti oleh bermacam kesalahan, tapi Allah katakan ampunanKu lebih besar dari dosa hambaKu.
Itu sebabnya, kadang aku relate dengan tulisan seseorang yang mengakui kesalahannya. Bukan berarti detail salahnya di tulis, karena jatuhnya justru mengumbar aib, tapi lebih kepada tulisannya tentang bagaimana ia struggle dengan hal itu dan berhasil menemukan kebaikan yang di ambilnya dari gelapnya waktu yang ia lewati. Aku merasakan perasaan kasih sayang Allah yang meliputi hatinya begitu besar, sehingga aku juga ikut merasakan eksistensi Allah dalam ceritanya.
Darisana aku juga belajar, tiap orang punya timeline yang berbeda-beda. Punya pengalaman hidup yang berbeda, yang ga bisa disamain atau di bandingin siapa yang paling menderita. Semua orang strugling and suffering, tapi Allah menjanjikan tak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan hamba-hambaNya.
Benar kata orang, pelajaran hidup itu bisa diambil darimana saja. Sering aku merasa bahwa tak ada yang kebetulan dalam hidup termasuk waktu dimana aku bisa membaca semua tulisan itu. Aku tau mungkin Allah ingin mengingatkanku dan memberi petunjuk kepadaku yang baru kemarin merasa haus sekali akan dunia dan pencapaian-pencapaian “memabanggakan” yang selalu ku keluhkan. Mungkin Allah sering mengatakannya kepadaku, tapi aku yang menutup hati untuk mengerti.
Terimakasih untuk semua orang yang ku baca tulisannya di timeline tumblr ku hari ini.
Lagi-lagi, sesuatu yang kita anggap kecil ternyata begitu berharga bagi orang lain.
Ponorogo, 21 Desember 2020
RU 23th
0 notes
ulfiaana · 4 years
Text
Kesempatan Kedua #3
PART 3
Sharing sedikit, aku sering sekali mengulang-ngulang cerita ini karena aku berusaha untuk mengingatnya di dalam perjalanan hidupku.
Saat aku merasa aku punya penyakit serius yang membuatku takut untuk “pergi”, aku jadi banyak menangis. Aku merasa waktu ku di dunia hanya tinggal sedikit sekali. Aku merasa penyakit ini “mematikan” karena begitu populer untuk masyarakat Indonesia bahwa banyak orang yang mengidapnya tak memiliki waktu yang lama.
Saat itu aku merasa waktuku tak lama dan aku melakukan refleksi kira-kira amal apa ya yang bisa membuatku ke surganya? Pantas gak ya aku menyebut surga? 
Bisa gak ya aku melewati pertanyaan yang ada nanti hanya mengandalakan kepercayaan bahwa aku orang islam yang lahir dalam kondisi yang orang bilang islam, keluarga yang mengaku muslim dan hidup dalam lingkungan orang islam. 
Aku sadar selama ini aku sholat hanya melakukan rutinitas saja yang kalau di ingat-ingat kapan pernah khusyu’nya rasanya kok bisa di hitung dengan jari. Itupun tidak penuh. Bisa ga ya aku terhindar dari siksa api neraka?
Ditambah lagi aku merasa aku tidak melakukan apapun gitu. Sesuatu yang berarti dalam hidupku yang bisa membawa manfaat bagi banyak orang. Aku ngerasa apa ya kira-kira amal jariyahku? Cukup gak ya dengan sedekah 2000 saja pada kotak amal berjalan yang kadang hanya formalitas agar tak malu kalau gak memasukkan uang kesana. Lalu aku selama 20 tahun ini ngapain aja ya? 20 tahun lo… waktu yang benar-benar panjang.
Waktuku habis buat apa ya? 
Aku menangis banyak sekali. Ada banyak hal sederhana yang selama ini kuremehkan saat-saat itu, banyak ku tangisi karena merasa itu sebuah kemewahan yang nanti kalau sudah pergi tak bisa merasakan ini semua lagi.
Lama aku berfikir tentang kesempatan-kesempatan yang pernah datang kepadaku dan bisa jadi apa aku “seharusnya”, tapi aku menemukan jalan buntu. Seolah-olah memang jalan hidup dan takdir adalah ya seperti itu. Aku rasanya tak bisa melakukan lebih banyak lagi. 
Sekalipun hidup “lebih lama” aku tak tau apakah aku bisa benar-benar bisa membuat sebuah perubahan yang besar. Hingga akhirnya aku menyimpulkan bahwa kadang takdir seseorang ya memang menjalani semua kegiatan itu. 
Tak bisa tiba-tiba bercita-cita jadi presiden, mau ikhtiar kuat biar bisa terpilih, saat takdirnya sebenarnya adalah seorang guru. Artinya jika takdir Allah sudah menentukan berarti yang bisa di rubah adalah sikap saat menjalaninya dong. 
Karena kita tidak tau, maka yang terpenting adalah terus bergerak dengan hati yang ridho. Terus bergerak karena siapa tau ternyata takdir kita itu tiba-tiba mengarah pada sesuatu yang begitu bermanfaat.
Kalau seandainya diberi hidup yang lebih lama saat itu aku berfikir rasanya aku tidak bisa menjadi hebat tiba-tiba, langsung “berkontribusi”, langsung “berdampak” pol-polan. Sepertinya polanya memang sudah ada. 
Itu sebabnya kenapa ga mulai dari hati dulu aja? 
Mulai dari cara mensikapi sesuatu. Misal kalau takdirnya jadi guru ya jadi guru yang hebat dan sungguh-sungguh. Banyak bersedekah, beramal, membantu dan memaksimalkan kapasitasnya sebagai guru. Itu yang aku inginkan katakan terkait kesempatan kedua ini, mungkin salah satunya adalah agar kita merubah hati pada sesuatu yang selama ini telah kita jalani yang mungkin memang ladang amal kita. Yang dulunya hanya setengah-setengah jadi bersungguh-sungguh dan mengalirkan banyak pahala serta amal jariyah yang bermanfaat untuk di akhiratNya nanti.
Saat itu aku merasa aku tidak bisa merubah hidupku ujug-ujug jadi seseorang yang benar-benar berubah posisinya. 
Aku hanya bisa merubah hatiku untuk lebih takzim, lebih banyak melakukan apa yang aku bisa. 
Bukan berangan-angan untuk sesuatu yang tidak aku bisa. Aku banyak menangis sebelumnya karena aku sadar aku tak bisa merubah hidupku, tapi aku merasa tenang karena aku punya kesempatan untuk merubah hatiku ketika menjalani kehidupanku.
Lalu sesaat aku memeriksakan diri dan dokter mengatakan ini bukan sebuah penyakit yang serius, tiba-tiba aku merasa ringan dan bersyukur. Seperti ada beban yang tercerabut dari punggungku. Lalu apa yang terjadi? Aku lupa dengan kesadaran bahwa aku pernah merasa di titik aku tidak punya banyak waktu. Aku termasuk orang yang terlena pada dunia dan melupakan semua resolusi seandainya aku hidup lebih lama.
Itu sebanya aku merasa kagum sekali kepada mereka yang hingga hari ini konsisten dengan apa yang di inginkannya untuk di lakukan saat mengatakan 
“seandainya di beri hidup lebih lama, aku akan beramal sebanyak-banyaknya”
seperti public figur tadi. Punya kesadaran seperti itu tidak semua orang bisa, maka luar biasa sekali Allah menunjukkan kepada kita bahwa ada contoh yang nyata dari orang-orang yang mau berusaha istiqomah dengan amalnya setelah di beri kesempatan keduanya
Ponorogo, 31 oktober 2020
RU, 23 th
1 note · View note
ulfiaana · 4 years
Text
Kesempatan Kedua
PART 2
Merasa memiliki waktu yang banyak, ah iya itu kata-kata yang aku cari dari tadi. merasa punya waktu, padahal belum tentu. Akhirnya mudah lupa dan bertindak semaunya, tak ingat bahwa diri pernah begitu lemah dan mengemis-ngemis agar diberi kesempatan kedua.
Kubilang orang seperti itu yang konsisten memegang janjinya hingga sekarang itu langka, dan itu rahmat dari Allah. Ada pula orang yang mengalami serangkaian kejadian tersebut namun saat membuka mata ia lupa dengan segala hal yang telah dialaminya dan di janjikannya. Itu cobaan yang luar biasa. 
Di beri kesempatan kedua tapi tidak di beri nikmat kesadaran atas apa yang pernah di laluinya. Ibaratnya itu seperti kita tidur dan bermimpi, saat bangun itu ada tipe orang yang:
 ga ingat sama sekali kalau dia mimpi, 
ada yang ingat dia mimpi tapi lupa apa mimpinya, 
ada yang ingat mimpinya tapi meremehkan, 
ada yang ingat mimpinya dan mau melakukan perubahan agar tak terjadi seperti di mimpi buruknya itu.
Kemungkinan orang kan banyak sekali ya, dari semua pilihan itu pertanyaannya adalah kita yang mana nih? Kita tipe yang mana? 
Coba di ingat-ingat lagi, dulu pernah gak kita merasa jatuh atau bahkan hampir “pergi” dan kita banyak menyesali bahkan berjanji untuk menjadi orang yang lebih baik demi merayu Allah agar diberi kesempatan lagi? 
Jangan-jangan kita pernah memintanya dan kita lupa melakukannya.
0 notes
ulfiaana · 4 years
Text
Kesempatan Kedua
PART 1
Kemarin aku menonton podcast tentang salah satu public figure di Indonesia yang menceritakan tentang hidupnya. Ada dua poin sih sebenarnya; satu tentang pernikahan yang masyaallah cobaannya, kedua adalah ujian hidup saat merasakan menuju “kematian”.
Sepertinya aku lebih tertarik untuk membicarakan kesempatan kedua yang ia peroleh itu.
Percaya tidak, bahwa sebenarnya setiap orang itu punya kesempatan kedua? Setiap orang itu mungkin Allah kasih kesempatan kedua, ketiga, ke empat bahkan berkali-kali dalam hidupnya untuk berbuat baik. Hanya saja, hanya orang-orang tertentu yang Allah izinkan untuk tetap dalam kesadaran bahwa ia telah di beri kesempatan yang akhirnya bisa benar-benar merubah arah hidupnya.
Orang yang bercerita itu adalah orang yang pernah di diagnosis mengidap penyakit auto imun. Hanya dalam hitungan hari, ia yang begitu aktif bergerak atau berkegiatan tiba-tiba terbangun dalam keadaan tidak bisa menggerakkan tubuhnya kecuali mengedipkan mata saja. Kondisinya terus menurun sampai ia dalam kondisi koma. Saat koma itu dia mengatakan tiba-tiba ia melihat cahaya dan melihat refleksi dirinya. Ia bertanya, apakah bekalku cukup untuk ke akhiratNya?
Apakah bekalku cukup untuk masuk surgaNya?
Apakah aku sudah melakukan banyak kebaikan sehingga nanti ketika di hisab ada berat di timbangan amalku?
Ia menangis dan mengatakan agar di beri kesempatan kedua. Ia berjanji akan lebih banyak beramal, bersedekah,  dan menyiapkan semua bekal menuju akhiratnya. Saat itu kemudian ia terbangun masih belum bisa bergerak. Ia hanya mengedipkan matanya, tak mau tertidur.
Ia bisa mendengar semua yang ada di sekitarnya dalam kondisi sadar, ia hanya tak bisa bergerak. Ia takut tertidur karena sekalinya tertidur ia takut tak bisa terbangun. Terakhir kali ia tidur rasanya lama sekali dan ternyata ia koma, itu sebabnya ada rasa was-was untuk tidur. Hingga kemudian kondisinya semakin membaik- semakin membaik dan dinyatakan sembuh seperti sebuah keajaiban, sebuah mukzizat. Sebenarnya dari ceritanya dapat di ketahui bahwa orang-orang di sekitarnya yang menyayangi dia dan mendoakannya juga berpengaruh, namun aku belum membahas itu dulu.
Sejak dari sana ia punya kesadaran bahwa ia akan sangat aktif melakukan banyak kegiatan, banyak usaha yang tujuan nya murni untuk sedekah karena pernah merasakan benar-benar akan pergi. Ia benar-benar melakukan segala hal untuk mengharap keridhoan Allah SWT untuk bekal di akhiratNya hingga hari ini.
Tak semua orang punya perjalanan spiritual yang sebesar itu dan effect atau imactnya sebesar itu. Maksudku adalah, mungkin banyak ya orang yang pernah sakit, koma atau berada di titik seperti mendekati “pertemuan”, tapi mereka semua belum tentu bisa berubah ketika diberi kesempatan kedua. Kadang manusia cenderung terlena dan melupakan banyak hal. Meremehkan sesuatu dan merasa “tinggi” pada kondisi nya sekarang. Merasa tak mungkin “pergi” dalam waktu dekat.
0 notes
ulfiaana · 4 years
Text
Yang Mahal adalah Sebuah Hidayah
Tadi malam aku berbicara dengan teman-temanku. Kami membahas banyak hal, tak seperti biasanya, aku tidak banyak mengeluh. Aku banyak mendengar dan yang di ceritakan oleh temanku meski itu sebuah keluhan tapi juga banyak kebahagiaan dan keberuntungan-keberuntungan yang ia dapatkan. Aku tersenyum di dalam hati, ikut bahagia dan menimpali kalau yang namanya rezeki itu luar biasa Allah sudah ngatur. Hari itu aku merasa hidayah datang kepadaku, memenuhi di setiap rongga di dalam dadaku. Aku seperti mendapat sebuah pencerahan yang hingga hari ini masih ku proses dan meraba-rabanya ini apa dan sampai sejauh mana pemahamanku.
Aku merasa sedikit aneh karena dulu rasanya kalau ada yang membawa kabar bahagia tentang keberuntungannya aku ada perasaan sedikit iri dan menginginkan hal itu juga. Kali ini tidak, aku benar-benar ikut berbahagia. Aku berfikir apa aku mulai memasuki fase dewasa ya?
Sebelumnya memang aku menonton sebuah video yang mengatakan bhawa kita mulai mendewasa kalau kita ikut berbahagia atas keberhasilan orang lain meskipun disaat itu kita sedang megalami kegagalan.
Tidak tau bagaimana, tapi rasanya Allah menurukan sakinah dalam hatiku saat itu juga, hingga hari ini aku merasakan itu. Aku menyadari kalau ternyata yang mahal adalah sebuah hidayah. Kalau perkara dunia itu mudah bagi Allah, Allah memberikan kepada siapa saja manusia yang ada di dunia karena tak ada “harganya”. Toh rezeki tiap orang sudah ada yang mengatur. Dari situ aku merasa yakin gitu sama ketentuan Allah, kalau masalah materi dunia Allah gak pandang bulu dan tiap orang punya jatahnya masih-masing. Yang harus di syukuri saat ini adalah sebuah hidayah. Allah rata juga ngasih hidayah, tapi kemampuan manusia buat nangkepnya itu yang berbeda-beda. Sampai di titik ini aku merasa aku bersyukur dengan segala hal yang Allah berikan padaku. Aku senang melakukan apa yang aku sukai, meski kadang jika dilihat dari ukuran dunia tak seberapa.
Tepat setahun semenjak aku lulus kuliah, belum ada progres yang begitu besar, baru kemarin juga rasanya aku mengeluh frustasi karena rasanya kok tidak bermanfaat, tapi hari ini aku merasa bersyukur. Aku merasa bahagia dengan apa yang aku miliki. Aku merasa nyaman dan entah bagaimana aku menemukan kedamaian dalam hati saat sebelumnya begitu kemrungsung.
Ternyata hidayah bisa datang dari siapa saja dan dimana saja. Aku tak menyangka jawaban dari doa-doaku begitu mudah dikabulkan hanya dengan merasa ketenangan hati saat menjalaninya. Aku bersyukur, benar-benar berterima kasih kepada orang-orang yang juga menjadi perantara hidayah itu sampai kepadaku.
Mungkin selama ini Allah sudah memberi tanda-tanda nya kepadaku, tapi mungkin disebabkan aku yang terlalu bodoh untuk menerjemahkannya maka aku terus merasa tak berguna. Hari ini aku paham pada sebuah kata-kata yang aku lupa mendengarnya dari mana yang mengatakan bahwa Allah berbicara kepadaku setiap hari. “bicaranya” itu adalah dari tanda-tanda atau kejadian yang aku dapatkan dan perasaan hati yang menyuruh pada sebuah kebaikan.
Selama ini jika ada yang seperti itu aku selalu mengelak dan menunda-nunda melakukannya. Akhirnya nunggu di setil dulu baru ngerasa mau bergerak. Benar ya, lebih  peka lagi memahami apa yang Allah ingin katakan dan terus ikhtiar buat berada satu frekuensi dengan Allah adalah jalan yang paling indah.
Ponorogo, 28 Oktober 2020
RU, 23 th
1 note · View note
ulfiaana · 4 years
Text
Tidak Semua Orang Mampu Mau
aku jadi teringat salah seorang kawan yang akan menikah. Ada yang menganggap caranya salah karena sebelum nikah “memilih” aktivitas seperti “pacaran”, sedang kawanku ini di ekspektasikan sebagai anak “hijrah” karena pakaiannya pasti tak mau pacaran. 
Desas-desus muncul bahkan dari orang yang juga melakukan “pacaran” tapi tak sama cara berpakaiannya. Aku hanya bertanya, mengapa mereka membicarakan itu?
Ku fikir karena “perubahan” yang ia tunjukkan dan orang berekspektasi tinggi bahwa saat berubah langsung ujug-ujug semua total jadi baik gitu. Menurutku ya, tiap orang itu berproses dan ga bisa di samakan, termasuk dalam hal belajar.
 Di sekitarku juga banyak orang –orang yang belajar, tau aturannya tapi tak bisa langsung mengamalkan, harus sedikit demi sedikit. Yang sedikit aneh itu adalah orang tak mau memahami bahwa berproses itu waktunya bisa berbeda-beda tiap orang, dan orang yang belajar dan langsung bisa beramal itu salah satu orang yang dapat privilege atau kemudahan, dan ga semua orang mendapatkannya. 
Termasuk hal cinta ini jika di kaitkan dengan tulisanku di awal adalah itu fitrah banget yang sepertinya orang itu susah buat melepaskan itu di dalam hidupnya.
Tindakan yang kita ambil adalah murni dari pilihan kita saat perasaan itu bisa jadi mungkin bukan pilihan kita sendiri, meski tindakan itu juga di ilhami dari kemampuan kita menangkap hidayah. Again, Allah rata bagi-bagi hidayah seperti hujan, tapi ga semua orang mampu menangkap hidayah Allah kan?
 Menahan buat ga jatuh cinta itu sulit lo, apalagi kalau ternyata yang di jatuh cintai itu juga memiliki perasaan yang sama dan dia mendekat kepada kita. 
Itu gimana berjuangnya buat nolak? ga semua orang mampu dan akhirnya kalah, lalu munculah istilah hubungan tanpa status ataupun pacaran syari yang sebenarnya itu juga pembenaran yang mereka buat sendiri agar tak merasa berdosa atau bertanggung jawab terhadap apa yang di pelajarinya dulu bahwa pacaran itu tak ada.
Intinya cobaan tiap orang itu beda. 
Yang ga pacaran juga ga bisa bilang mereka hebat karena mungkin mereka ketika di beri kesempatan untuk merasakan rong-rongan hati yang “selalu ingin bersama” itu belum tentu kuasa menolak juga kalau ga dapat privilege mampu menolak. 
Mereka atau kita nih salah satunya ga tau gimana sulitnya orang-orang semacam kawanku itu menolak orang yang ia sukai itu mendekatinya dan mengatakan ingin serius dengannya tapi belum bisa menikahinya, akhirnya menawarkan “solusi” pacaran dimana itu berat bagi ia yang sedang berusaha mengamalkan teori. Ia juga tak mau, tapi tak mampu “melawan” perasaanya sendiri yang mungkin condong pada orang tersebut.
Begitulah, ga semua orang dapat previlage menolak pacaran.
Intinya aku ga membenarkan perilaku pacarannya, dan ga menyalahkan kawan-kawan sebagai sisi “pengontrol dalam perilaku sosial”. Aku moderat atau di tengah yang sebenarnya kebingungan untuk berpihak karena tau setiap posisi itu memang sepertinya harus ada dan tugas kita hanya memilih posisi yang kira-kira aman kita pertanggung jawabkan di hadapan Allah kelak. dah ah, jadi ga ada intinya wkwk
Krajan, 31 Agustus 2020
23 th
0 notes
ulfiaana · 4 years
Text
kita itu terlalu banyak excuse, mengandalkan jurus tapi dan nanti. Sampai muncul pertanyaan; serius mau itu? kok gak kunjung action? astagfirullah aku
Kita Tahu Jalannya tapi Tidak Mau Melewatinya
Seperti misalnya, kita tahu bahwa untuk bekerja dengan posisi tertentu. Kita harus menguasai bahasa inggris, tapi kita tidak mau belajar bahasa inggris. Meluangkan waktu untuk ikut kursus, keluar biaya, dan lain-lain.
Kita ingin hidup sehat, ya olahraga, tidur yang cukup, makan yang sehat. Tapi lagi-lagi, kita juga tidak mau repot-repot melakukannya.
Kita pengin banget punya jejaring yang luas seperti teman kita yang lain, atau seperti sosok panutan kita. Tapi, kita tidak mau repot berkomunitas, memulai perkenalan dan percakapan baru, membuka diri, merantau, atau melakukan perjalanan jauh untuk ikut pelatihan dan sebagainya. Kita berlindung dibalik alasan-alasan yang kita buat dalam pikiran kita; aku kan introvert, aku ga nyaman berada di lingkungan yang baru, aku tu anaknya sulit akrab sama orang baru, aku tu gak bisa kalau mau ngajak ngobrol duluan. 
Usia kita udah matang buat menikah. Lingkaran pertemanan kita itu-itu saja. Sampai-sampai kita mengatakan bahwa tidak ada nih orang yang oke yang ku kenal, ya karena kenalanmu terbatas. Disarankan untuk masuk dan berada di lingkaran pertamanan baru yang lebih luas, sejuta alasan keluar. Mulai dari sibuk bekerja, tidak punya waktu luang, takut untuk keluar dari zona nyaman di daerahnya, dan semua hal yang pada dasarnya kita tahu. Kalau mau itu, harus melakukan ini.
Tapi, lagi-lagi, tidak ada aksi. Kita tidak bisa meringkas proses, tidak ada jalan pintas. Semua proses itulah yang membuat kita menjadi bertumbuh dan menjadi pribadi yang lebih matang untuk mengemban tanggungjawab baru.
Apa dikira, kalau circle kita meluas, tanggungjawab kita tidak bertambah? Apa dikira, kalau kita kemudian berhasil naik posisi atau dapat bekerjaan sesuai keinginan, tidak tambah tanggungjawab? Kesiapan kita itu ditempa melalui proses. 
Ambil jalan itu, jalani proses itu. Nikmati setiap langkah kakinya, terjal jalannya, liku jalannya, bingungnya saat ketemu persimpangan, dan semua hal yang membuat perjalanan kita menuju hal-hal yang kita inginkan, semakin membuat hal tersebut menjadi lebih berharga. ©kurniawangunadi
1K notes · View notes
ulfiaana · 4 years
Text
Percaya diri tidak apa-apa
Menurutku ya, kita ga bisa membuat orang lain puas dengan apa yang kita kerjakan karena selalu muncul celahnya dan tentu ada wajah-wajah kecewa yang ga bisa kita skip untuk tak melihat itu sama sekali ketika kita punya kinerja.
 Ukuran sempurnanya adalah dari kita sendiri karena orang lain hanya menilai. 
Maksudku, berusaha percaya diri aja gitu lo sama yang kita lakukan, jangan membuat value yang rendah dengan hasil karya, hasil pemikiran ataupun kinerja yang kita sodorkan untuk orang lain. Jika ternyata mereka tak menerimanya atau mengkritik tentang apa yang kita kerjakan, yasudah itu juga hak mereka, begitupun kita punya hak berekspresi.
Paham ga maksud aku? Intinya tiap orang itu kadang-kadang punya ekpektasi penerimaan secara berlebihan, padahal belum tentu semua orang suka dengan hasil karyanya. Tapi jangan sampai itu juga menurunkan pandangan kita terhadap diri sendiri bahwa semua orang tak suka dengan karya kita, karena kalau ada yang ga suka tentu ada kubu yang suka dong.
Aku ingin menekankan bahwa iya, di luar sana tak terkendali, tapi jangan sampai itu mempengaruhi apa yang ada di dalam. Kalau kita udah berusaha melakukan yang terbaik ya angkat kepala aja bangga dengan apa yang sudah kita kerjakan tak perlu takut orang lain akan kecewa. 
Jika dalam praktiknya ternyata ada orang-orang yang merasa kecewa dengan hasil yang kita kerjakan dan mengatakannya, ya kalau ada kebaikan yang bisa diambil ya serap baiknya aja, tapi ga lantas menjadi tolak ukur bahwa apa yang kita kerjakan itu hasilnya pasti jelek, tak ada baik-baiknya sama sekali. 
Tentu tak ada yang sempurna kan? Jika ternyata punya kekurangan dan lubang yang tak sempurna, itu ya wajar, tiap orang begitu juga kok, ga harus langsung berhasil.
Justru karena ada gagalnya makanya tau gimana cara memperbaikinya. Jangan frustasi dengan kegagalan dan menganggap kita tak bisa melakukannya. Percaya saja dengan value yang selama ini kita pegang dan ikhtiar yang dimaksimakan, Allah yang ngasih jalan kok.
0 notes
ulfiaana · 4 years
Text
Tak perlu memaksakan diri
Kita tidak perlu berusaha menyenangkan orang lain. Ada hal-hal yang memang berjalan begitu saja, apa adanya tanpa perlu di sesali. Kenyataan bahwa kita berharap ada peran kita dalam takdir itu namun tak ada, ya tak perlu di pusingkan karena mungkin Allah mengaturnya sedemikian rupa dan memang kejadian itu ya memang di takdirkan tanpa melibatkan kita di dalamnya.
Aku tidak mau berandai-andai, ah seharusnya begini begitu, ku bantu, ku bersamai, ku lakukan, tapi jika misalnya saat kita melakukan apa yang menurut kita itu sesuatu yang baik dengan mencemplungkan diri kita, belum tentu kejadian bisa memeliki efek yang seperti ini, I mean beda lagi ceritanya gitu lo.
Jadi kalau memang tak memiliki kapasitas untuk membantu dan jatuhnya malah memaksakan diri, yasudah, tidak perlu memaksakan diri yang pada akhirnya terasa tidak ikhlas saat dijalani.
0 notes
ulfiaana · 4 years
Text
Lagi-lagi ekspektasi.
Setiap orang itu punya ekspektasi pada orang lain, dan ketika ia tau bahwa orang lain itu tidak memenuhi ekspektasinya atau bahkan jauh dari apa yang ia duga, ia akan kecewa. Padahal bukan salah dari orang lain tersebut karena tak “sebaik”, “sepintar”, “sedermawan”, “serajin”, dan ekspektasi lain yang ia pikirkan. 
Ia berharap berlebihan, bahwa mungkin ia bisa mengambil inspirasi dari orang tersebut karena “kebaikan-kebaikan” yang ia duga, tapi ternyata tidak di temukan dalam orang tersebut, akhirnya kecewa, maka jawabannya adalah berhentilah. Berhenti saja.
begini lo, setiap orang itu berproses. Kita ga perlu tau gimana detail nya. Orang yang kita kecewa karena tak memenuhi ekpektasi kita, bisa jadi Allah sedang menuntunnya kesana dan belum kelihatan saja di permukaan, jadi juga jangan asal menuduh. 
Tenang aja. 
Menerima segala kekurangan dan kelebihan dari orang lain juga termasuk proses pendewasaan diri kok, jadi jangan sedih jika ternyata kecewa dan berlanjut bisa menerima. Tidak perlu menuntut apapun pada orang lain, Allah yang membagi-bagikan hidayahnya. Doakan saja, semoga Allah memberi yang terbaik dan melapangkan hati kita sendiri untuk tak berharap apapun selain pada Allah. 
2 notes · View notes
ulfiaana · 4 years
Text
Yang terlihat olehmu
Insecure
Kali ini jika boleh kita akan membahas insecure dalam fisik, dari film yang aku tonton kemarin adalah banyak orang yang masih membahas masalah fisik. Entah itu karena terlalu gendut, terlalu kurus, item, pendek, keriting dan lainnya yang tidak memenuhi standar cantik bagi orang awam. Sebenarnya ketika aku ngomong standar cantik orang awampun juga tidak jelas loh orang yang dijadikan referensi standar kecantikan itu siapa saja karena toh jika ditanya setiap orang memiliki definisi berbeda.  
Jika boleh ngomong dangkal-dangkalan dan dari mendengar banyak issue yang diyakini kebenarannya, mari sepakat saja khusus saat ini bahwa jika urutkan dari sterotype di masyarakat hampir semua setuju kalau perempuan yang tinggi, putih, dan langsing itu dianggap cantik, pada pandangan pertama. 
Ingat ya ururtannya bahwa perempuan yang tinggi, putih, langsing itu dianggap cantik, tapi tak berarti cantik itu selalu yang tinggi, putih, dan langsing. Nah, masyarakat sekarang ini sering terbolak-balik menganggap definisi cantik itu yang seperti itu, padahal semua itu hanya salah satu dari sekian banyak indikator dari definisi cantik.
Oke, lanjut.
Kenapa pandangan pertama? Karena pandangan berikutnya adalah merujuk pada akhlak yang menentukan perempuan itu benar-benar cantik atau tidak. Baiklah, karena ini terkait fisik, mari kita bahas dulu perkara fisik ini. 
Anggapan yang ada di masyarakat inilah yang membuat orang berlomba-lomba untuk menjadi sedemikian rupa agar merasa di terima di masyarakat. Orang-orang yang tidak memenuhi standar ini, maka siap-siap di komentari ini itu dengan lingkungannya yang “mendewakan” standar ini, minimal menyinggung tentang fisik lah meski dengan nada bercanda.
Kamu kok gendutan? Kamu kok kurusan? Kamu sekarang putih ya? Kamu abis main layangan dimana, dekil banget? Kamu kok dari dulu tingginya segini-segini aja ya?
Ya ya ya, mirip-mirip seperti itulah nada menyinggung tentang fisik seseorang. Kadang-kadang aku merasa tidak terlalu relate lagi dengan bahasan itu meski kadang aku juga merasa itu penting untuk menaikkan motivasi agar merawat diri agar tidak dekil. 
Mengapa tidak relate? 
Karena rasanya itu dangkal dan kekanakan sekali mengungkit-ngungkit fisik seseorang meski kadang ada orang-orang yang “sudah dewasa” tapi gatel aja buat ngomentarin fisik. 
Sekalipun tidak ada yang berkomentar, rasa insecure itu juga bisa muncul ketika bertemu dengan orang yang dalam standar kita lebih baik dalam fisiknya daripada diri kita sendiri.
Tidak hanya laki-laki, perempuan pun juga suka bertemu dengan perempuan lainnya yang dianggap cantik. Eh sebenarnya, ada dua tipe perempuan ketika bertemu dengan perempuan lain yang lebih cantik, satu senang dan mendekat, dua iri karena minder dan menjauh. 
Merasa tidak pantas, terintimidasi dan perasaan insecure lain.  
Perasaan minder itulah yang disebut insecure karena kok bisa ada yang cantik dan kita enggak? huehehe
Ngerasa jelek banget itu bahaya loh, karena minder itu membatasi gerak untuk mencoba hal baru yang lebih baik. Perasaan-perasaan merasa tidak pantas dan lebih rendah itu mengganjal kesuksesan. Minder berarti tidak percaya diri pada dirinya sendiri sehingga memunculkan aura yang membuat orang lain menilai sama dengan apa yang ia rasakan, bahkan mungkin bisa jadi lebih buruk.
Insecure itu yang membatasi diri untuk bergerak lebih aktif karena merasa ia tidak pantas melakukannya. Ngeri ya?
Kalau boleh jujur, sebenarnya tidak perlu separah itu –kalau bisa--. Insecure itu boleh, mungkin juga dibutuhkan asalkan jadi motivasi buat berjuang jadi lebih baik. Misal badan kita berisi, trus ngelihat ada orang yang olahraga setiap hari dan efeknya kurus, ya boleh merasa insecure tapi dengan niat mau sehat juga, bukan buat kurus agar cantik, karena salah-salah kurusnya itu nanti jadi penyakit seperti anokresia, sehingga ia dalam meraih itu menghalalkan segala cara semisal diet ekstrim, tidak mau makan sama sekali, bahkan memuntah-muntahkan makanan yang ia makan. 
Ngeri-ngeri sedap.
Semua hal itu bisa jadi motivasi buat menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri, bukan versi orang lain, karena jika standar nya orang lain maka kita akan selalu merasa tertinggal. Mungkin terkadang insecure itu juga sedikit penting dibentuk oleh lingkungan sekitar ketika kita sendiri bodo amat saja dengan diri kita. 
Mandi jarang, makan sembarangan, ngerawat wajah engga pernah, sehingga butuh nih lingkungan yang nyentil untuk bersikap lebih baik dan lebih peduli pada tubuh sendiri, tapi dalam porsi masuk akal ya, karena bisa menjadi alarm pengingat bagi kebiasaan-kebiasaan yang perlu di rubah meski seringnya cara mengingatkannya itu tidak sesuai dengan keinginan kita, banyak sakitnya daripada enak di dengernya mungkin.
Kalau mau bicara lebih dalam, tampilan fisik itu atau sesuatu yang terlihat dari luar itu adalah bagikan sebuah magnet insidental saja, karena pada akhirnya yang membuat orang stay itu akhlak maupun kepribadian. 
Sering ku temui teman-temanku yang kata orang cantik secara fisik tapi aku tak menyadarinya, karena ketika sudah membaur, apa yang terlihat itu adalah cara berbicaranya, cara berfikirnya, bersikap dan bertingkah laku sehingga kecantikannya adalah justru dari semua itu, bukan bagaimana wajahnya atau berapa berat dan tingginya. 
Maka boleh memperbaiki apa yang terlihat di luar atau ibarat kata cover dipercantik, tapi jangan lupa bahwa isi buku itu yang paling penting. Itu yang menentukan orang mau membacanya atau tidak.
Jika memperbaiki fisik bisa menghilangkan insecure maka lakukan dengan tetap memperhatikan porsinya. Lagi-lagi porsi ya, karena memang sesuatu yang kurang itu perlu ditambah dan sesuatu yang lebih itu perlu di kurangi. 
Saat rasa percaya diri itu muncul, begitupun aura yang di pancarkan akan menjadi lebih baik. Pada akhirnya aura yang kita pancarkan itu berbanding lurus dengan cinta yang kita berikan pada diri kita sendiri sehingga bisa mengantarkan kita menjadi versi terbaik dari diri kita.
Jadilah cantik, soal akhlak yang utama, tapi jangan lupa fisik dirawat juga.
0 notes
ulfiaana · 4 years
Text
Yang Lucu dari hidup ini
Ada satu hal yang sangat aku fikirkan setelah mencoba mencari faedah dari apa yang ku tonton hari ini.
salah satu public figur yang aku tonton hari ini adalah contoh nyata bahwa orang yang dulu menjalankan “rutinitas agama” , hari ini dipenuhi dengan hari-hari bersama hal yang memabukkan dan meninggalkan seluruh rutinitas beragamanya, meski dia memiliki pengetahuan dan “kebijaksanaan” atas itu. Entahlah ya mungkin memang jalan atau caranya harus seperti itu untuk dirinya untuk memulai lagi langkah-langkah kecil kepada Allah tanpa orang lain tau. Selangkah demi selangkah untuk membersihkan niat dihatinya yang dulu mungkin ketika menjalankan ibadah ritual belum benar-benar bersih sehingga hari ini ditempatkan di posisi itu agar sampai kepada Allah dengan hati yang bersih, meski orang menganggapnya tersesat terlalu jauh. 
Aku tidak tau, lagi-lagi aku hanya memikirkan, bagaimana jika itu terjadi kepada kita? 
Atau begini lebih enaknya, apa yang membuat kita begitu sombong bahwa kita tak mungkin berada dalam posisi itu?
Saat kita begitu sombong dengan perasaan “merasa” lebih baik, lebih suci dari orang lain, tidakkah kita berfikir bahwa kita justru begitu dekat dengan kesengsaraan? Di dunia yang aku tau, tak ada yang lebih menyedihkan dari perasaan hampa, kosong dan tak memiliki harapan, dan islam yang membuatku memiliki harapan, aku merasa tenang karena aku tau Allah melihatku, Allah menjagaku, Allah menyayangiku. 
Betapa berat cobaan orang-orang seperti mereka ini yang dibuat kecewa pada Tuhan oleh hatinya sendiri dan merasakan bahwa Tuhan tidak ada? Saat dia tau bahwa Allah begitu baik, ia punya pemahaman bahwa Allah sayang sama hambanya, tapi tak lagi punya kemampuan untuk kembali menjalani kesalehan ritual itu karena merasa cukup- mungkin- dari hanya mempercayai bahwa Tuhan itu ada dan yang penting ia berbuat “baik”.
Sering aku temui bahwa ada orang yang diberi pengetahuan tentang baik dan buruk, namun menjadikan itu hanya sekedar pandangan, bukan sebagai jalan karena tak memiliki kemampuan untuk memilih kebenaran. Bisa jadi dari faktor dalam dirinya, bisa juga dari lingkungan yang tak mendukungnya. 
Ilmu atau pengetahuan itu seperti cahaya, ia tak bisa menuntun atau mengubah jalanmu, tapi dia menerangi jalan yang kau lalui itu dan menunjukkan mana yang benar dan salah, perkara kau mau ambil jalan yang mana adalah pilihanmu sendiri. Berapa banyak orang-orang yang “tak mampu” untuk menuruti nalurinya dalam menjalankan sebuah hukum yang ia tau bagaimana baiknya, bagaimana seharusnya. Alasan dan pembenaran mungkin, yang membuatnya berkelok-kelok untuk terus menghindari jalan kebaikan itu.
Semoga kita selalu di tunjuki jalan yang benar dan di mampui untuk berjalan kesana.
Lain "mereka” lain pula bang tato yang meninggal dalam kondisi khusnul khatimah, kepergiannya adalah saat ia berjuang dalam kebaikan, meresmikan pesantren yang akan ia bangun. Tabarakallah. Katanya segala kejahatan pernah ia lakukan dan berada di lubang paling hitam, tapi Allah menyisakan titik cahaya yang kemudian titik itu yang benderang di akhir hayatnya. 
Hidup ini kadang aneh ya, ini menunjukkan bahwa hidayah itu ya terserah-serah Allah, maka jangan buru-buru menghakimi. Apa yang terjadi pada uus ini mungkin adalah fase dimana bangtato dulu berada di dalam kegelapan, kita sebagai manusia awam mungkin mengira orang seperti itu tak mungkin berubah, tapi Allah tunjukkan melalui bangtato bahwa Allah Maha menerima taubat. 
Allah tunjukkan bahwa akhir hidup seseorang bisa sangat berbeda dari suudzon kita. Termasuk fenomena artis-artis yang berhijrah, kita juga tidak menyangka orang-orang yang dahulunya seperti tak mengenal agama, kini berada di barisan paling depan dalam menyebarkan cinta kepada islam dan al quran. 
Seorang chef yang mengakui bahwa dulu pernah berada dalam segala hal yang dalam ukuran kita gelap, hari ini adalah yang paling getol dalam mendakwahkan pelajaran hidup di masjid-masjid. Allah mengujinya dengan sakitnya, tapi ia justru menikmati saat-saat sisa hidupnya yang dalam ukuran manusia adalah usia yang masih muda.
Kalau boleh aku bilang, ia mabuk. Bukan definisi barat tentang mabuk agama, tapi definisi ketika kamu sudah pernah merasakan makanan itu begitu enak, kamu tidak ingin melepasaknnya dan ingin terus makan itu. Saat kamu tau bahwa berada dalam kedekatan dengan sang pencipta itu begitu nikmat, maka apapun akan kamu lakukan agar bisa merasakan nikmat itu lagi, dan itu yang kunamakan mabuk oleh cinta kepada Tuhan. Setersesat apapun, segigil apapun dalam gelap, jika hati sudah pernah merasakan nikmat, ia akan mendatangi nikmat itu lagi hanya agar merasakan gejolak hati menuruti naluri yang membuat ketenangan dan kedamaian.
Aku ingin menekankan, kita tak tau akhir kehidupan seseorang itu seperti apa. Kita tak tau dalam kondisi seperti apa kita akan bertemu denganNya, maka jangan dulu sombong dan berbangga. Juga terhadap orang lain jangan curiga. 
Bisa jadi seseorang yang kita lihat dalam titik tergelap hari ini memiliki titik yang terang di saat detik-detik terakhir kehidupannya nanti. Bukan berarti membenarkan perilaku buruknya saat ini, hanya saja jika itu orang lain, maka tak perlu suudzon, tapi jika itu diri kita maka segera rubah sebisa mungkin. 
Untuk diri kita sendiri, hidayah itu dicari, ditempuh, maka semoga Allah membukakan pintu rahmatnya tak henti.
Oh Allah, ampunilah kami.
Ponorogo, 11 juli 2020
RU 23 th
0 notes
ulfiaana · 4 years
Text
Bergerak
Pernah ngerasa kita kurang kerjaan ga?
No no no, kerjaan itu banyak, tapi kitanya yang malas. Kitanya mikir-mikir kerjaan apa ya yang kira-kira enak kita kerjain? lama mikir ga nemu akhirnya nganggur dan di sela-sela ke ngangguran itu kita mikir lagi, kok bisa sih ga ada kerjaan?
Wah parah sih emang, kalau kita lagi capek banget, hati kita mengalami mager parah ya memang tidak bisa di paksa untuk melakukan sesuatu yang meski kita tau itu berguna dan bermanfaat tapi kita sedang tidak mau melakukannya. Apa ya? Semacam perlindungan diri dari membuat hati semakin unmood, padahal belum tentu loh kalau kita mengerjakan itu kita jadi tambah capek.
Kita yang seperti itu adalah kita yang menunda-nunda pekerjaan dengan mengatakan kalau bisa dikerjakan besok ya besok-besok aja lah. Ga sadar kalau kita itu semakin menunda pekerjaan justru semakin badmood. Kenapa? Karena rasanya ada pe er terus, dan perasaan punya tanggungan itu akan terus ada sampai kita menyelesaiknnya. Hati juga tau kali ya kalau kita yang berusaha lari dari kenyataan atau berusaha menunda-nunda pekerjaan itu ngga baik.
Wahai generasi rebahan… (ngomong sama cermin)
Ada waktu dimana ketika kita melakukan sebuah pekerjaan justru kita merasa begitu berat, kenapa? Kurang ikhlas. Kenapa kurang ikhlas? Mungkin tujuannya salah sehingga ketika dikerjakan jika tak sesuai dengan ekspektasinya akhirnya merasa kesal dan tak mau melakukan semuanya. Selama mengerjakan itu yang ada hanya menyalahkan semua orang, dan semua hal yang terkait dengan apa yang dikerjakannya. Inginnya mager di rumah, rebahan, tapi nanti kalau rebahan bingung buat mencari pekerjaan.
Ketidak-nyamanan itu kali ya yang disebut adaptasi, ya memang harus begitu dulu caranya beradaptasi. Rasanya memang tidak enak, tapi kan lama-lama juga akan terbiasa. Iya kan? Tidak semua hal harus langsung merasakan manisnya kan? Meski pengennya begitu. Justru kalau di awalnya pahit mungkin saja ditengah-tengah asalkan mau merubah mindset menjadi manis yang sangat di syukuri? Jadi kenapa harus takut? Kenapa harus merasakan semua perasaan yang sebenarnya tidak terlalu penting? atau mungkin penting sih karena itu semua menjadi pelengkap atau bumbu untuk membuat seseorang menjaid lebih kuat dari sebelumnya.
Hidup itu mungkin adalah tentang bergerak, kalau diam maka bisa jadi mematikan kehidupan itu sendiri. Jika kita merasa kita telah bergerak, kita telah begitu berjuang, namun hingga hari ini kita belum juga mendapati apa yang kita harapkan, mungkin kita yang kurang berusaha atau mungkin Allah menakdirkan rezeki kita bukan disitu. Artinya kita berusaha untuk mengetuk semua pintu, perkara pintu mana yang akan terbuka, maka biarkan Allah yang mengetahuinya. Tugas kita hanya bergerak, setidak menyenangkan apapun suasana hati kita, setakut apapun kita dengan apa yang akan terjadi di depan. Kita hanya perlu menunjukkan kepada Allah bahwa kita selalu berusaha untuk melakukan sesuatu yang akan bermanfaat bagi kehidupan kita nanti kelak di akhiratNya.
Syaratnya gampang, jangan berharap apapun kecuali Allah. Sulit tapi gampang. Bagi kaum  rebahan pun juga gitu, bisa jadi yang membuat kita tidak mood dalam melakukan sesuatu dan memilih rebahan itu karena kita berharap terlalu besar dan kita mengharapkan pekerjaan itu mudah kita lakukan. Saat tau ternyata pekerjaan itu tidak mudah, kita memilih mundur untuk mengambil jeda atau mungkin malah mundur dari mengerjakannya. Sedih ya? Ya mungkin kita perlu banyak belajar lagi dengan makna ikhlas melakukan sesuatu tanpa pamrih dunia, tapi pamrih ke Allah saja kalau boleh.
Ponorogo, 9 Juni 2020
Rizka Ulfiana, 23 th
0 notes
ulfiaana · 4 years
Text
Berlaku Baik
Dari semua hal yang kurasa benar, rasanya kadang hal benar juga butuh pembenaran. Bukan berarti bahwa setiap hal harus selalu memiliki alasan, hanya saja adakalanya ketika akan melakukan sesuatu itu butuh penguat-penguat lain untuk bisa akhirnya melangkahkan kaki.
Berlaku baik maupun berfikir dengan baik kadang harus banyak di hitung setiap langkahnya agar tak kurang ataupun berlebihan. Di dalam prosesnya mungkin akan menemui banyak “tantangan” entah meragukan langkah atau menemui persimpangan, apapun itu asalkan tetap mengizinkan kaki ini melangkah maka semua hal akan baik-baik saja pada akhirnya.
Mungkin selama ini memiliki terlalu banyak fokus, sehingga sampai di titik dimana harus berdamai untuk memilih satu dan menjalaninya. Satu itu mungkin sebuah langkah kebaikan yang kecil, namun dimanapun itu berada, sebesar atau sekecil apapun, kebaikan tetaplah kebaikan.
Dua hal maupun tiga hal dari keseluruhan yang di perbuat, mungkin akan ada suara sumbang, yang mempertanyakan. Itu karena mereka tidak tau, atau mungkin menutup telinga dan matanya untuk tau. Dengarkan saja, karena barangkali ada hikmah yang tersimpan meski yang bersuara sumbang itupun tidak menyadarinya.
Selalu berhenti dan berkata cukup, jika merasakan niat mulai berubah. Hati tau, dengan merasakan ada indikasi perasaan yang tumbuh tidak menyenangkan. Tidak apa-apa jika harus kembali ke start awal lagi, atau mungkin harus melalui jalan memutar demi sampai di jalan yang benar.
Proses setiap orang juga berbeda-beda, tak bisa disamakan dan waktu tidak bisa di renggut ulang. Selalu ada hal-hal yang membuat ragu, membuat semangat jadi turun, tapi ketika fokusnya diubah pada hal-hal yang lebih membuat semangat naik, maka kesedihan itu akan terlupakan, sedikit demi sedikit.
0 notes
ulfiaana · 4 years
Text
Belajar Asyik
Belajar nggak harus dari buku, meski ya, memang, sangat mengasyikan untuk membaca buku yang disukai yang kadang nggak paham juga apa yang sedang dibaca.Ketika tak boleh keluar begini dan stock buku dirumah habis ya mau tak mau harus pakai digital, pakai gadget, meski mata bilang gasuka sama layar.
apa boleh buat. belajar lewat youtube, lewat blog, lewat tumblr. sekedar untuk mencari sebuah ilmu, atau mungkin selingan membaca tulisan keluhan dari orang lain yang dikemas begitu apik hingga tersenyum-senyum manis.
Sejatinya hari-hari ini kita disibukkan dengan sebuah perjalanan kedalam diri kita sendiri bukan dari dunia luar yang setiap hari kita jejaki. Yah, semoga segera membaik dan bisa menikmati syahdunya belajar menggunakan buku pinjaman kembali.
0 notes