Berjalan Bersama Barefood
Tadinya mau dimasukin Sobat Barefood tapi enggak sempat, akhirnya berkembang dengan mengambil jeda waktu 2 Minggu setelah showcase album Milkbox. Mengikuti kata Sapardi Djoko Damono, agar saya dapat mengambil jarak dengan apa yang saya tulis.
Di bawah pohon rindang, di sebuah SD tempat SMP kami menumpang, waktu itu Mamet (lebih akrab dipanggil “Mamat”) pertama kali bertanya pada saya,
“Lo yang kemaren di smackdown yak?”
Memang pada saat itu acara wrestling sedang hangat-hangatnya di televisi, dan saya adalah salah satu korban teman saya yang melakukan “Rock Bottom” di sekolah. Kejadian itu lumayan menghebohkan sekolah kami. Ya, yang saya ingat obrolan pertama kali saya dengan Mamet memang bukan membicarakan musik.
Mungkin dari kesamaan selera bercanda, kami menjadi akrab dan setelah itu kami baru lebih sering ngobrol tentang musik, Mamet adalah salah satu kawan barter kaset dan bertukar informasi soal musik terbaru pada era itu, yang mungkin sumbernya hanya dari MTV, majalah atau dari radio dan sedikit dari internet, sebuah masa di mana menemukan kawan seumuran yang juga mendengarkan The Smiths adalah kemewahan. Selain itu Mamet adalah kawan andalan yang biasa diajak mengarungi pensi dan acara-acara musik yang ada pada saat itu. Kami punya istilah “cari keringet” jika ingin terjun ke moshpit.
Sejak SMP band bentukan Mamet pada waktu itu, Jinx, terhitung edgy di skena sekolah kami. Di saat teman-teman lain sibuk pamer skill dengan membawakan Mr. Big atau Cake, Jinx mengajak penonton sing along dengan membawakan Blink 182 dan Phantom Planet ketika pensi 17-an.
SMP usai, saya dan Mamet berpisah sekolah. Mamet bersekolah di SMA 91, tempat di mana ia bertemu dengan Ditto, tandem yang melahirkan proyek-proyek musiknya ke depan. Dengan Ditto, perkenalan saya dimulai dengan bertegur sapa lewat message Friendster karena mutual friend kami dengan Mamet dan tentunya karena kesamaan selera musik. Bersama dengan Mamet, Ditto dan beberapa kawan lain, kami menjadi akrab dan sering mengarungi gigs yang kebanyakan di Nirvana Cafe atau Rouge Kemang pada waktu itu.
Ditto (sebelum Barefood), Tommy (Sebelum Holytunes), Mamet (sebelum Barefood , MinChan (sebelum Sobat Indi3), Yudha (sebelum Disfare) Irfan (sebelum menikah) saat menonton MONO di Jakarta Rock Parade (dokumentasi Lala Sabila)
Mungkin, saya adalah groupies paling setia dari proyek-proyek musik yang pernah dibuat oleh Mamet dan Ditto. Dimulai dari TEARS (https://myspace.com/thisistears) ketika mereka SMA (salah satu personilnya adalah Yudha yang kini menjadi gitaris Disfare) saya hampir selalu turut serta ikut kemanapun mereka manggung (dan kadang ketika mereka latihan) padahal crew bukan, manager juga bukan,ahaha. TEARS pada saat itu sebenarnya mulai beranjak naik, yang sayangnya kemudian tren Emo/Metalcore surut bersamaan dengan tidak dilanjutkannya TEARS.
TEARS live at Loud Fast Rules 4 (sumber myspace.com/thisistears)
Masuk ke masa kuliah, TEARS lalu berkembang menjadi Fire Arena (https://myspace.com/firearena), di mana arah musiknya lebih kepada southern rock yang di crossover dengan varian metal yang lain. Fire Arena sempat bermain di beberapa acara HC, salah satunya di Marotti cafe (RIP) dan sebuah cafe di depan GOR Bulungan yang saya lupa namanya, sorry. Sayangnya, Fire Arena pun tidak lagi berjalan, kalau ini saya tidak tahu mengapa.
Fire Arena (sumber myspace.com/firearena)
Entah karena bias karena kami berkawan atau memang proyek-proyek musik mereka keren beneran,saya selalu yakin proyek-proyek musik yang dibuat Mamet dan Ditto pasti akan besar, tapi entah mengapa feeling mengatakan, jalannya adalah apabila mereka bukan bermain di wilayah musik keras, tanpa mengecilkan apapun yang mereka sudah pernah buat.
Hingga akhirnya suatu sore ketika saya sedang mampir ke rumah Ditto di bulan Ramadhan kalau enggak salah, saya melihat Ditto dan Mamet jamming akustikan dan sempat mencetuskan nama “Barehands” untuk proyek musik mereka selanjutnya, yang selanjutnya seingat saya, saya mesti pulang karena ada urusan lain yang kalau saya enggak salah lagi, saya mesti ke acara buka puasa bersama wkwkwk.
Sampai tak lama kemudian akhirnya dirilislah demo Barefood di tahun 2010, yang setelah itu kalau kata orang mah “adalah sejarah” dengan kelanjutannya adalah kehadiran E.P Sullen hingga album Milkbox.
Barefood, paling tidak sampai saat ini adalah bentuk terbaik dari proyek-proyek yang pernah dikerjakan Mamet bersama Ditto, nada-nada catchy (Sharon kali ah..) yang dihasilkan menurut saya adalah karena keluasan referensi musik mereka, Mamet pernah menjadi seorang punker hingga metalhead yang telah khatam mendengarkan semura rilisan penting dari kedua genre tersebut, walau sebenarnya deep inside dia adalah seorang truly popkid dan pengikut setia Elliot Smith, sementara Ditto adalah seorang emokid yang tertarik pada jazz, blues dan merupakan seorang penggemar berat The Beatles.
Karenanya Barefood bisa membuat anak-anak hardcore moshing saat mereka bermain di Rossi atau bahkan menghibur para pengunjung mall ketika mereka bermain di Senayan City.
Buat saya personal, Barefood memberi arti pada banyak hal. Kalau boleh jujur sampai saat ini saya belum punya rilisan fisik E.P Sullen karena selalu saya berikan ke orang lain yang menurut saya lebih membutuhkan, mulai dari gebetan hingga salah satu member JKT48 kesukaan. Momen-momen “cari keringet” bersama kawan-kawan lain ketika Barefood manggung juga adalah salah satu kesenangan tersendiri.
Me, listen to (not)...MOSH to Barefood (sumber: irockumentary.com)
Jika melihat lagi sekarang paling tidak satu hal yang berhasil dibuktikan, saya tidak bias menilai musik mereka karena pertemanan, toh banyak orang juga memuji Barefood.
Mamet pernah bercerita bahwa bersama Barefood ia pernah merasa sell out, tapi mungkin ini adalah “dosa” yang harus ia tanggung karena kemampuannya. Kepada Ditto, saya selalu berharap dia punya proyek solo sampingan bergenre emo ala-ala Owen atau City and Colour, karena saya tahu dia punya minat besar pada genre ini.
Mendatangi Barefood ketika showcase album Milkbox kemarin rasanya sama halnya melihat teman wisuda atau merayakan sweet seventeen-nya, sebagai teman dan fans, saya bersama #MinReg berupaya memberi penghargaan dengan membuat Sobat Barefood, melihat kembali manggungya Sorra dan melihat lyric sheet SOBAT Barefood ternyata berguna bagi penonton adalah kelegaan,sisanya tidak ada yang terlalu spesial secara personal, selain saya bisa moshing sambil berkata dalam hati “Album lo bagus bangat bngzd!!”
*download Sobat Barefood di sini:
http://radioheyhojkt.blogspot.co.id/2017/03/free-zine-sobat-barefood.html
1 note
·
View note