Tumgik
septawiranita · 11 months
Text
Surabaya 1:11 am
Hari sudah beranjak pagi. Tapi mataku belum mau terpejam. Di tengah heningnya malam, kepalaku ramai sekali. Sangat ramai, sampai-sampai sulit tidur.
Awalnya, aku pikir gampang menganut paham "Jalani aja dulu."
Ternyata nggak segampang itu. Bahkan ketika aku sudah ada di fase "Ya udahlah," segalanya tetap sulit. Keramaian di kepalaku ini sulit sekali dikendalikan, menggerogoti hatiku, menggerogoti tubuhku. Bukan hanya capek hati, tapi juga tubuh, dan pikiran. Aku bukan lagi merasa lelah, tapi lebih dari itu. Lelah yang nggak cukup dihilangkan dengan beristirahat. Aku bahkan nggak tahu apa yang harus kulakukan.
1 note · View note
septawiranita · 2 years
Text
Setiap mimpi, setiap harapan, setiap ingin yang aku punya, aku selalu berusaha untuk nggak terlalu berekspektasi tinggi. Aku selalu melibatkan Tuhan di dalamnya. Walaupun imanku naik turun, tapi kata orang itu wajar, karena manusia nggak pernah lepas dari yang namanya belajar.
Setiap kali punya keinginan, selalu kutanamkan dalam hati dan pikiranku "Jangan kecewa kalau akhirnya nggak dapet, Tuhan punya rencana lain yang lebih baik." Tapi entah kenapa, setiap kali aku sampai pada hasil yang gagal —entah untuk yang keberapa kalinya— rasa kecewa itu nggak bisa kuhindari.
Bahkan benakku masih sempat bilang, "Nah, kan."
Sekarang, aku harus ada di fase jatuh (lagi). Melalui hari-hari untuk mengobati hatiku yang babak belur (lagi). Dan entah kapan bisa bangkit kembali. Orang bilang waktu yang akan sembuhkan. Kita lihat saja nanti.
Hati... Aku nggak akan bilang kamu nggak apa-apa. Karena nyatanya kita nggak baik-baik aja. Hati... Kita lalui semuanya sama-sama ya. Karena biar gimanapun, kita harus bertahan, life must go on. Hati... Aku nggak akan maksa kamu buat kuat. Pelan-pelan aja, kita jalan pelan-pelan. Nggak perlu mikirin 'ini udah umur berapa, tapi belum jadi apa-apa'. Itu biar jadi urusan Tuhan. Yang penting kita udah berusaha. Hati... Take your time to heal. Nanti aku bantu cari vidio-vidio lucu, biar kita bisa ketawa bareng. Because when you get better, I will feel the same. Hati... It's okay to not be okay. Kita sembuh sama-sama, kita bagkit sama-sama, ya...
6 notes · View notes
septawiranita · 2 years
Text
Dulu, setiap kali gagal, aku selalu percaya bahwa Tuhan sudah siapkan hal lain yang lebih baik. Pun sampai saat ini, aku masih percaya. Aku selalu berusaha untuk mencari jalan lain. Karena, pikirku, kalau bukan jalan yang ini, mungkin jalan yang itu. Tapi nyatanya, setiap kali aku membuat keputusan, ternyata aku salah langkah.
Apa iya aku sebodoh itu? Menentukan langkah aja nggak bisa. Apa mungkin aku memang nggak layak?
0 notes
septawiranita · 2 years
Text
Halo
Udah lama, ya, nggak nulis di sini. Kayaknya udah setahun lebih, deh. Karena lagi pengen curhat, tapi nggak mau orang-orang yang aku kenal tahu, jadi aku tulis di sini aja wkwk.
Jadi, sebulan belakangan hidupku lagi berat. Berat banget—buatku. Aku sudah tahu dari awal—bahkan di saat usiaku belum benar-benar dewasa—kalau jadi dewasa itu nggak mudah. Tapi tetep aja, waktu menjalaninya secara langsung, aku kelimpungan. Merasa nggak siap, tapi apa mau dikata. Life must go on. Nggak ada kata siap atau nggak siap. Waktu terus berjalan tanpa repot-repot nunggu kita siap.
Ketika orang lain punya pilihan di hidupnya, aku justru nggak punya apapun untuk dipilih. Yang bisa aku lakuin cuma bertahan ada di posisi ini. Diam di tempat, nggak ke mana-mana.
Setelah mengalami kegagalan untuk kesekian kalinya, rasanya hatiku kebas. Buat sekedar nangispun susah. Cuma bisa bengong, nyalahin diri sendiri karena gagal—lagi.
Aku punya banyak teman buat curhat. Tapi aku mulai ngerasa they won't understand. Entahlah, rasanya didengar aja nggak lagi cukup ngebuat hatiku lega.
Makin hari rasanya makin sulit. Makin nggak punya energi untuk melakukan apapun. Rasanya pengen lari dari masalah. Tapi aku bahkan nggak punya tujuan untuk lari. Balik lagi, aku nggak punya pilihan selain bertahan.
Kadang, rasanya cape possitive thinking sama keadaan. Aku nggak berani buat berharap sama sesuatu. Aku takut merencanakan masa depan. 1x gagal, 2x gagal, 3x gagal, berkali-kali gagal. Aku bahkan udah nggak tahu lagi apa yang sebenarnya baik buat hidupku. Apa yang aku impikan, apa yang aku harapkan, ternyata Tuhan bilang itu semua bukan buat aku.
Aku harus apa lagi? Harus gimana lagi?
0 notes
septawiranita · 2 years
Text
"Kalau bukan sekarang, mungkin nanti."
Kalimat yang muncul buat stay positif tiap kali lagi down, terus aja begitu sampe capek sendiri.
0 notes
septawiranita · 3 years
Photo
Tumblr media
Bismillah, part 1 TEMARAM udah up 😊 @storialco "Novel ini ditulis dalam rangka mengikuti kompetisi #KejutanStorial2021" _______ Kaithlyn Nala Maheswari, gadis keturunan Inggris-Jawa, anak seorang diplomat yang sering berpindah tugas dari satu negara ke negara lain. Nala—begitu ia sering disapa—enggan hidup nomaden dan harus selalu beradaptasi dengan tempat baru lagi. Maka ia memutuskan untuk menetap di Indonesia, tanah kelahiran sang Papa, Juan Maheswara. Nala pikir kehidupannya akan berubah tenang jika ia tak lagi hidup berpindah-pindah. Namun banyak hal terjadi di luar ekspektasinya sejak ia bertemu lelaki misterius yang berhasil menjungkir-balikkan hidupnya, Nicholas. Ayo baca cerita TEMARAM (https://storialco.page.link/Ap6r) di Storial #kejutanstorial #kompetisistorial #ceritainaja https://www.instagram.com/p/CMldj2RA3qy/?igshid=7w8gqrqmduv
0 notes
septawiranita · 3 years
Text
I cried again, last night
I don't think i'm okay
But... I'm okay
It's just too hard to stay possitive and not overthink to something
Regret on something
Tired of everything
How to survive in the world full of shit
I cried again, last night
But i'm okay
@septawiranita
0 notes
septawiranita · 3 years
Text
wpcassey on Wattpad ♥️
Tumblr media
Yuk, mampir ke lapak aku di wattpad @wpcassey. Ada cerpen-cerpen yang menarik buat di baca loh.
0 notes
septawiranita · 4 years
Text
Bahkan sekalipun orang lain lebih beruntung dari kita, tugas kita tetap bersyukur.
—taufikaulia
1K notes · View notes
septawiranita · 4 years
Text
This is my wattpad account, the short story I made has been updated on wattpad. Happy reading! 🥰
0 notes
septawiranita · 4 years
Text
What if I slept a little more and forgot about all this nonsense.
— Franz Kafka
25K notes · View notes
septawiranita · 4 years
Text
CERPEN — I Love You, Goodbye (PART 2)
"Aku ngga tahu harus gimana. Mungkin kedepannya aku ngga akan bisa ketemu dia lagi. Terlalu sakit. Bertahun-tahun aku simpan rasaku buat dia, tapi ternyata ngga berujung bahagia. Ya iyalah, karena selama ini aku cuma berani menyimpannya. Bodoh, kan?" suaraku terdengar semakin bergertar. Aku juga tidak bisa menahan genangan air mata yang semakin menghalangi pandangan. Cahaya lampu yang berpendar di taman belakang rumahku tidak lagi terlihat jelas.
"Ran..." panggil Mas Bara dengan suaranya yang entah kenapa sedikit parau. Jika aku benar, mungkin dia sudah menangkap benang merah dalam ceritaku.
"Aku nyesel, Mas. Tapi juga lega. Nyesel karena sikapku yang pengecut justru membuat aku kehilangan dia. Dan lega karena akhirnya dia menemukan rumah untuk hatinya."
Air mataku mengalir deras dengan tidak sopannya. Pertahanan yang kubangun sejak tadi akhirnya runtuh. Suasana kembali hening, kali ini bukan lagi ceritaku yang menghiasi malam. Yang terdengar hanya isakanku. Aku memeluk lututku dan menunduk, menyembunyikan wajahku yang basah oleh air mata.
"Apa yang ngebuat kamu takut untuk menyatakannya, Ran? Kenapa kamu begitu yakin dia akan risih, berubah, atau menjau kalau dia tahu?"
Aku menengadahkan wajahku, memaksa air mataku supaya cepat surut. Membersihkan jejak-jejak air mata di pipi. Setelah napasku kembali normal, dan memastikan tak ada lagi isakan, aku menjawabnya.
"Aku nggak pernah lihat ada rasa lebih yang dia punya buatku. Dia baik sama semua orang."
"Kamu cenayang, bisa lihat dia ngga punya rasa yang sama?"
"Pernah denger istilah eyes speak louder than words?"
Mas Bara tidak menjawabku.
"Orang bilang, mata itu jendela hati, Mas. Mata bisa cerita semua yang hati nggak bisa ungkapkan. Dari situ aku tahu dia ngga pernah punya rasa yang sama. Aku tahu hari itu akan tiba, di mana akhirnya hatinya pulang ke rumah, bukan lagi sekedar singgah. Tapi tetep aja, ternyata hatiku ngga pernah bener-bener siap."
Aku beranjak dari dudukku dan berdiri, bertumpu pada pinggiran rooftop setinggi perutku.
"Mungkin aku ngga akan dateng di hari pernikahannya bulan depan, demi melindungi hatiku dari luka, juga demi bisa melepasnya."
Deg!!
Aku terkejut, benar-benar terkejut hingga tubuhku kaku. Sepasang lengan kokoh merengkuhku dari belakang. Dan kurasakan hembusan hangat menerpa ceruk leherku.
"Kenapa kamu ngga pernah bilang?"
Aku masih diam, lidahku kelu, badanku belum bisa kembali rileks, dan otakku juga belum kembali bekerja normal.
"Maaf, Rani. Maafin aku..." ujarnya lirih.
Air mataku kembali luruh. Ternyata benar, Mas Bara tahu. Ia tahu bahwa dirinyalah yang kumaksud dalam ceritaku. Aku bisa merasakan air matanya mengalir di kulitku. Mas Bara menangis, Mas Bara-ku menangis. Sejak dulu Mas Bara tidak pernah menumpahkan air mata di hadapan siapapun. Ia sosok yang tangguh, tapi malam ini ia menangis. Karenaku... Untukku...
1 note · View note
septawiranita · 4 years
Text
CERPEN — I Love You, Goodbye (PART 1)
"Mas Bara pernah patah hati?" tanyaku pada sosok jangkung yang kini sedang duduk di sebelahku. Tubuhnya yang memang tinggi tegap membuatku tetap terlihat mungil meski kami sedang sama-sama duduk.
Duduk di atas atap rumah, tempat ibuku biasa menjemur pakaian, sudah sering kami lakukan. Mas Bara adalah tetanggaku, dulu. Ia anak dari teman ayahku. Pindah rumah saat ia lulus SMP, sementara aku masih kelas 5 SD saat itu. Kami cukup dekat untuk berbagi kenangan dan cerita. Kepindahannya pun tak pernah jadi masalah, karena Mas Bara selalu meluangkan waktu untuk bermain ke rumahku. Seperti malam ini.
"Patah hati? Kamu lagi patah hati?" tanyanya balik.
"Ish, aku yang tanya duluan, Mas."
Ia terkekeh, "belum, kenapa nanya-nanya gitu?"
"Pengen nanya aja. Hmm... Mas Bara bener, Aku lagi patah hati."
Mas Bara menatapku dengan sebelah alisnya terangkat penuh tanya.
"Aku punya cinta pertama. Mas Bara harus bangga, karna Mas orang pertama yang tahu."
Lagi-lagi ia terkekeh, nampaknya setelah omonganku terdengar lucu di telinganya.
"Ketawa mulu, ih. Kesambet ya?"
"Jangan ngomong gitu, ntar setannya denger. Malah nyamperin beneran lagi." ujarnya lalu semakin tergelak.
"Mas!" reflek aku memukul lengan padatnya. Selalu saja begitu, sepertinya tidak afdol bagi Mas Bara jika tidak menjahiliku.
"Jangan ngambek dong, becanda doang Ran."
Aku tidak mengcuhkannya.
"Rani, masa gitu aja ngambek, sih?"
Aku tetap tak bergeming.
"Ran... Maaf, masa udah mau sarjana masih ngambekan."
"Masa bodo."
"Besok aku traktir waffle, deh. Di tempat biasa."
"Janji, ya!"
Mas Bara mengangguk dengan senyum tulus menghiasi wajahnya.
"Jadi, siapa laki-laki itu?"
"Cinta pertamaku?"
Lagi, Mas Bara menganggukkan kepalanya.
"Ada deh. Pokoknya orangnya ganteng, tinggi, baik, ramah, perhatian. Tiap hari ada aja sikapnya yang bikin aku makin jatuh cinta."
"Aku kenal orangnya?"
"Mmm... Mungkin?"
"Mungkin? Kok mungkin?"
"Ya emang mungkin."
"Aneh kamu, kasih clue, deh. Selain yang kamu sebutin tadi."
"Nggak, ah. Cukup aku sama Tuhan aja yang tahu."
"Trus faedahnya kamu cerita ke aku apa, dong?"
"Biar sesakku berkurang." sial, suaraku tetap saja bergetar meski sudah kutahan sejak tadi.
Mas Bara hanya diam, mungkin dia menungguku melanjutkan cerita.
"Udah seminggu ini hatiku ngga tenang, Mas. Sejak tahu aku ngga bisa lagi memperjuangkan dia."
"Dia belum tahu perasaanmu?" tanyanya.
Aku menggeleng lemah, "Mana bisa tahu. Aku ngga pernah nunjukin, apalagi bilang."
"Malu?"
"Takut. Takut dia risih, takut dia berubah, takut dia menjauh. Tapi justru karena ketakutanku itu, sekarang aku jadi kehilangan kesempatan. Bahkan untuk sekedar tahu gimana perasannya ke aku."
"Kenapa kamu ngga bisa perjuangin dia lagi?"
"Dia mau nikah."
Aku bisa merasakan tubuh Mas Bara menegang dari lengan kami yang berdempetan.
"Mas Bara tahu? Nyesek banget waktu tahu dia mau dijodohin sama orang tuanya. Walaupun mereka kenal dan akan menikah karena perjodohan, aku tahu dia udah menaruh hati sama calon istrinya," lanjutku. "Perempuan itu cantik, terlihat dewasa dan lembut. Pesonanya sulit sekali ditolak, bahkan olehku yang sama-sama perempuan. Aku yakin ngga akan ada satu orangpun yang bilang dia jelek."
Mas Bara masih terdiam dalam duduknya. Hanya terdengar semilir angin dan suaraku, menghiasi malam yang semakin larut.
1 note · View note
septawiranita · 4 years
Text
Pengen deh, bisa jujur ke semua orang. "Hey aku cape. Aku cape jalanin semua 'yang bukan aku'. Aku cape ketakutan mikirin kata orang. Aku cape jadi palsu."
Tapi apa daya yang kubisa cuma nulis di sini, di mana ngga ada yang kenal aku dan ngga tau kalo sebenernya aku ngga sekuat itu. Tired of everything, im even tired of being tired 🙃
0 notes
septawiranita · 4 years
Text
Bagian terberat dari perpisahan adalah merelakan. Sulit, memang. Butuh waktu. Mengingat tidak ada lagi sosok yang pasti akan selalu dirindukan, membuat konsep berpisah menjadi semakin menakutkan. Orang bilang, di setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Tapi, meski kita semua tahu pasti hal itu akan terjadi, tetap saja tidak ada hati yang benar-benar siap menghadapinya.
Berpisah dan kehilangan menjadi momok bagi setiap manusia. Hampa merayap perlahan ketika menyadari semua tak lagi sama, tak akan pernah sama.
0 notes
septawiranita · 4 years
Text
Tulisan ini sebelumnya kubuat pendek, tapi malam ini sedikit kutambal-sulam di sana sini plus dengan uraian air mata selama menulisnya —atau mengetik sebenarnya. Ini kisah nyata, pernah begitu terpuruk karena gagal, beruntungnya aku punya lengan kokoh yang siap menopangku di saat aku jatuh. Terimakasih, Ayah. 🥰
Suatu "Hari Patah Hati"
Aku pernah berada di titik dimana seluruh hatiku luruh, runtuh. Ini bukan soal cinta. Bukan juga karena dia yang pergi tanpa kata. Yaaa, meski itu adalah sebagian kecil penyebab hatiku luka, tapi bukan cinta masalah utamanya. Aku pernah hampir menggenggamnya. Impian. Impianku, yang dulu selalu terselip dalam doa. Impian yang kini hilang dalam sekejap mata. Ada harapan besar pada setiap peluhku yang berjatuhan. Banyak air mata tumpah pada setiap doa yang kupanjatkan. Kubuang semua ego dan ambisiku, begitu tulus setiap sujud yang kulakukan. Telingaku berdengung kala itu. Aku dihempas keras oleh kenyataan. Seperti dibangunkan dari tidur panjang. Bisa kudengar dengan sangat jelas hatiku yang berderit nyeri. Banyak ‘kenapa?’ yang melintas di kepala. Berulang kali kurapalkan mantra 'aku akan baik-baik saja, aku pasti baik-baik saja’. Detik itu aku lupa jika aku hanya manusia, aku juga bisa terluka. Dan ketika kutatap sepasang netra teduh itu, ketika kurasakan lengan kokoh itu merengkuhku… Aku menyerah… Pertahananku patah… Tidak, aku tidak baik-baik saja. Di dalam pelukannya tangisku pecah. “Maaf” hanya itu kata yang terus menerus kuucap dalam tangisku. Maaf untuk setiap harapnya yang tak bisa kuwujudkan. Sayup-sayup kudengar ia berkata “tak apa, Tuhan akan beri gantinya. Kita bisa berencana, namun Dia yang menentukan hasilnya” #sepspoem
1 note · View note
septawiranita · 4 years
Text
Yuk di cek podcast aku 👌😍 jangan lupa follow dan share ya 😘
0 notes