Tumgik
#Penerjemah Korea Indonesia
belitonginfo · 1 year
Text
Drakor Indo: Perkembangan dan Popularitas Drama Korea di Indonesia
Tumblr media
BELITONGINFO - Drama Korea atau drakor sudah lama di kenal oleh masyarakat Indonesia. Sejak munculnya drama-drama seperti Winter Sonata dan Full House pada awal 2000-an, minat masyarakat Indonesia terhadap drakor semakin meningkat. Kita akan membahas perkembangan dan populeritas drama korea di Indonesia serta alasan mengapa drakor begitu populer di Indonesia. Drakor Indo atau drama Korea Indonesia adalah istilah yang di gunakan untuk menggambarkan drama-drama Korea yang di siarkan di Indonesia atau di buat oleh perusahaan produksi Indonesia. Drama korea Indo sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia, terutama kalangan remaja dan dewasa muda. Drakor Indo biasanya memiliki genre yang beragam, seperti romantis, komedi, aksi, dan thriller.
Sejarah Drakor di Indonesia
Drama Korea pertama kali di siarkan di Indonesia pada tahun 2000-an. Pada saat itu, drama-drama Korea seperti Winter Sonata dan Full House sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia sangat terpukau dengan cerita yang di sajikan dalam drakor, kualitas produksi yang tinggi, dan akting para pemain yang memukau. Seiring berjalannya waktu, jumlah drama Korea yang di siarkan di Indonesia semakin bertambah. Saat ini, stasiun televisi swasta seperti RCTI, SCTV, dan Trans TV menayangkan drakor pada jam-jam tertentu. Selain itu, banyak juga situs streaming dan aplikasi nonton drakor yang dapat di akses secara online. Baca Juga : Youtube MP4: Cara Mudah Mengunduh Video Youtube dalam Format MP4
Alasan Popularitas Drakor di Indonesia
Ada beberapa alasan mengapa drakor sangat populer di Indonesia. Pertama, cerita dalam drakor umumnya memiliki alur yang menarik dan penuh dengan konflik, sehingga mampu menarik perhatian penonton. Kedua, drakor memiliki kualitas produksi yang tinggi, mulai dari skenario, pengambilan gambar, hingga akting para pemain. Ketiga, drakor memiliki keunikan dalam budaya Korea yang di tampilkan dalam drama. Keempat, drakor memberikan inspirasi dan pelajaran hidup bagi penontonnya. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah penggemar drakor di Indonesia semakin meningkat. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya acara yang di selenggarakan untuk para penggemar drakor, seperti fan meeting, konser, dan festival drakor. Selain itu, banyak juga komunitas penggemar drakor yang terbentuk di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan, drakor sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia, terutama kalangan milenial dan generasi Z. Banyak dari mereka yang menyukai drakor tidak hanya menontonnya di televisi atau layanan streaming, namun juga membeli merchandise dan koleksi DVD drakor.
Perkembangan Industri Drakor di Indonesia
Dengan semakin meningkatnya jumlah penggemar drakor di Indonesia, industri drakor juga semakin berkembang. Banyak produser Indonesia yang mulai memproduksi drakor dengan berbagai genre dan tema. Beberapa drakor Indonesia yang sukses antara lain, Cinta Pertama, Doa Yang Mengancam, dan Hangout. Selain itu, industri pendukung seperti penerjemah, subtitler, dan penyedia jasa nonton drakor online juga semakin berkembang. Hal ini memberikan peluang kerja bagi masyarakat Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Mungkin Tertarik : Google Coin: Masa Depan Mata Uang Digital?
Tren Drakor Indo di Masa Kini
Tren drakor Indo di masa kini masih di dominasi oleh drama romantis, meskipun sudah mulai muncul drakor dengan genre aksi dan thriller. Beberapa drakor yang sedang populer di Indonesia antara lain, True Beauty, Start-Up, dan Hospital Playlist. Selain itu, drakor dengan tema fantasi dan supernatural juga semakin di gemari. Drakor Indo juga memiliki pengaruh yang besar terhadap kebudayaan Indonesia. Banyak kata-kata dalam bahasa Korea yang sudah menjadi bagian dari bahasa sehari-hari masyarakat Indonesia, seperti annyeonghaseyo (halo), saranghae (aku mencintaimu), dan mianhae (maaf).
Dampak Positif dan Negatif Drakor Indo
Dampak positif dari drakor Indo adalah mendorong pertumbuhan industri kreatif di Indonesia, memberikan hiburan dan inspirasi bagi penonton, serta memperkenalkan budaya Korea kepada masyarakat Indonesia. Namun, ada juga dampak negatif seperti kecanduan menonton drakor yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan mengganggu kesehatan mental.
FAQs (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
- Apa itu drakor Indo? Drakor Indo adalah singkatan dari drama Korea Indonesia, yaitu drama televisi atau film Korea yang di tayangkan di Indonesia atau di produksi oleh produser Indonesia. - Apa yang membuat drakor Indo begitu populer di Indonesia? Drakor Indo begitu populer di Indonesia karena alur cerita yang menarik, karakter yang kuat, dan tema yang bervariasi. Selain itu, budaya Korea juga semakin populer di Indonesia berkat drakor. - Apa saja drakor Indo yang sukses di Indonesia? Beberapa drakor Indo yang sukses di Indonesia antara lain, Cinta Pertama, Doa Yang Mengancam, dan Hangout. Namun, drakor Korea yang di tayangkan di Indonesia seperti Goblin, Descendants of the Sun, dan Crash Landing on You juga sangat populer. - Apa dampak negatif dari kecanduan menonton drakor? Kecanduan menonton drakor dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan kesehatan mental, seperti kurang tidur, kurang fokus, dan isolasi sosial. - Bagaimana cara menikmati drakor Indo dengan baik? Untuk menikmati drakor Indo dengan baik, sebaiknya memilih drakor dengan genre dan tema yang di sukai, memilih situs streaming dan aplikasi nonton drakor yang aman dan legal, serta menonton dengan bijak dan tidak berlebihan. Jangan Lewatkan : Gambar Anime: Tutorial Lengkap untuk Membuat Gambar Anime Ayo Yang Mau. Kepo Dengan. Perkembangan. Berita Terbaru , Berita Terkini , Berita Hari ini , Berita Teknologi , Hiburan , dan Berita Viral lainnya di belitonginfo.com Dapat Mengklick Link. Di. Bawah. Ini : Facebook (Dengan Kamu Mengklick. Link. ini. Kamu. Akan. Masuk. ke Facebooknya belitong Info) Ayo Klik Sekarang Juga Atau Kamu Juga Dapat Melihat Instagram , Twitter , Linkedin , Tumblr , Medium Kami atau bisa mengunjungi Google News Kami Kami Juga Ada Channel Youtube Untuk Melihat Berita kami Secara Visual Ayo Sekarang Juga Bergabung Bersama Kami. Read the full article
0 notes
kdramatizerdotcom · 1 year
Text
Download Drama Korea Recipe for Farewell Subtitle Indonesia
Download Drama Korea Recipe for Farewell Subtitle Indonesia
Sinopsis Drama Korea Recipe for Farewell (2022) Chang-Wook (Han Suk-Kyu) berusia 40-an. Dia bekerja sebagai penerjemah dan instruktur humaniora. Istrinya (Kim Seo-Hyung) menderita kanker usus stadium akhir. Dia juga kesulitan makan, karena masalah pencernaan. Dia meminta Chang-Wook memasak untuknya setiap hari, meskipun satu-satunya yang dia tahu cara membuatnya adalah ramen. Chang-Wook mulai…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
haikina · 2 years
Text
ALMOND (Novel Review) (Bahasa translated version)
 Anak yang tidak memiliki rasa takut dan tenang dibanding dengan teman sebayanya. 
Begitulah yang ibu tuliskan dalam buku hariannya. Yoonjae, adalah seorang anak yang tidak memahami apa itu perasaan senang, sedih, maupun marah. Ia menjalani hidup dengan wajah tanpa ekspresi. Tak sedikit hal tersebut membuat ia dalam masalah begitu pula dengan ibu Yoon. Seiring berjalannya waktu, ibu Yoonjae mengenalkan apa itu "perasaan" dan agar Yoonjae dapat menjalani hidup seperti orang "normal" dengan merespon perkataan orang lain, merespon dengan ekspresi yang tepat, tertawa atau bersedih di waktu yang tepat. Hal tersebut membantu Yoonjae dalam bersosialisasi dalam masyarakat. Ibu dan nenek Yoonjae pun senang dengan kemajuan tersebut. Namun, semua berubah pada malam ulang tahun Yoonjae. terjadi sebuah kejadian yang merubah hidup Yoon. Kejadian yang tidak dapat dilupakan oleh warga Seoul terutama oleh Yoonjae sendiri. Setelah kejadian yang menimpa keluarga Yoonjae, ia pun hidup sendiri di toko buku milik ibunya. Suatu hari, Yoonjae bertemu dengan seorang laki-laki yang kemudian meminta bantuan darinya. Tak disangka pertemuan Yoonjae dengan laki-laki tersebut mengantarkan Yoonjae pada seorang anak bernama Gon. Ia adalah anak dari paman Yoon, laki-laki yang minta bantuan kepada Yoonjae. Pertemuan dengan Gon mengajarkan Yoonje mengenal berbagai perasaan yang diekspresikan oleh Gon. Disaat Yoonjae sedang menjalani hari-harinya seperti biasa, ia bertemu dengan Dora, sosok yang memberikan perasaan aneh, menjanggal yang terdapat dalam hati Yoonjae, cinta. 
Novel karya Sohn Won Pyung ini menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang memiliki perbedaan dalam perkembangan otaknya sehingga ada satu bagian dalam otak Yoonjae yang hanya sebesar almond. Won Pyung, menceritakan dengan detail terkait kondisi Yoonjae yang berkali-kali dijelaskan tidak memiliki perasaan. Novel ini juga memiliki konsistensi yang tinggi dari mulai chapter 1 hingga chapter selanjutnya sosok Yoonjae tidak berubah dan sangat tenang seperti yang digambarkan pada awal cerita. Tokoh Gon, teman Yoonjae, juga dideskripsikan dengan detail transisi emosi yang dirasakan Gon diusia remajanya. Setiap chapter yang disuguhkan memiliki alur dan latar yang jelas.
Meski sangat baik dalam menyajikan tokoh Yoonjae dan Gon, penyuguhan kaerakter Dora yang menjadi cinta pertama Yoonjae masih kurang dan begitu mendadak kemunculan dan kepergiannya yang hanya muncul dibeberapa chapter akhir tanpa ada irisan pada chapter sebelumnya.
Penulis: Sohn Won Pyung (original in Korean)
Penerjemah: Suci Anggunisa Pertiwi (Bahasa Indonesia)
Penerbit: PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Bahasa version)
Sekian review novel ALMOND yang telah diterjemahkan dari bahasa Korea ke bahasa Indonesia. Review novel ini dibuat semata-mata agar penulis mengingat kisah yang telah dibacanya. Semua tulisan ini adalah murni dari pandangan penulis.
1 note · View note
bizarre-season · 2 years
Text
Kumpulan Puisi "Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api" karya Moon Changgil: BENTUK PERLAWANAN DAN HARAPAN UNTUK KOREA SELATAN
oleh Maretta Dwi Anjani
Tumblr media
Judul buku: “Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api”
Penulis: Moon Chang Gil
Penerjemah: Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia, Desember 2021
Jumlah halaman: 116 + x halaman
Tidak dapat dielakkan bahwa beberapa tahun terakhir ini segala hal berbau Korea Selatan, mulai dari dunia industri hiburan, fesyen, hingga kuliner, menjadi topik hangat di seluruh dunia. Termasuk karya sastranya. Di Indonesia, berbagai karya sastra dari penulis Korea Selatan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan mendapat sambutan hangat, seperti novel Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982 karya Cho Nam-Joo dan novel Almond karya Sohn Won-Pyung. Tidak hanya itu, buku genre non-fiksi self-improvement pun tidak kalah populer, misalnya buku I Want to Die but I Want to Eat Tteokbokki yang ditulis oleh Baek Se-Hee.
Hal ini memberi ruang bagi karya sastra puisi dari Korea Selatan untuk turut menambah warna pada kesastraan di Indonesia. Setelah sebelumnya kumpulan sajak karya Choi Jun berjudul Orang Suci, Pohon Kelapa (2019) hadir menyapa pembaca Indonesia, pada akhir tahun 2021 telah terbit pula kumpulan puisi dari penyair Moon Changgil. Buku kumpulan puisi ini bertajuk Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api, diterjemahkan oleh Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah.
Melalui 58 puisi yang terbagi ke dalam 4 bagian dalam buku ini, Moon Changgil akan mengajak pembaca untuk ‘minggir’ sejenak dari pusat kota dan ingar-bingar industri hiburan Korea Selatan. Rangkaian diksinya akan membawa kita menyusuri desa, pinggiran kota, ke gang sempit, ke dermaga, ke masa lalu, dan masa depan. Seiring dengan itu, ia menunjukkan harapan-harapan yang dipikul oleh masyarakat kecil; buruh, petani, pekerja harian. Melalui puisinya juga penyair mengingatkan atau memberi tahu kepada pembaca bahwa Korea Selatan, seperti negara lainnya, pun mempunyai luka, mengalami masa-masa kelamnya, ia juga menyimpan mimpi untuk masa yang akan datang. Itulah yang menjadi keistimewaan dari puisi-puisi dalam buku Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api ini.
Kecenderungan tema dari puisi-puisi Moon Changgil memang didukung oleh ia yang banyak menaruh perhatian terhadap perjuangan rakyat kecil serta hak asasi manusia. Penyair angkatan ‘80-an ini memulai kiprahnya dalam dunia penulisan puisi lewat kumpulan puisi Duresi Dongin. Pada 1984 hingga 1991, ia tergabung dalam Komunitas Sastra Buruh Guro. Di komunitas tersebut ia berada di Bagian Sastra Persatuan Pemuda Perusahaan Demokratisasi. Selain itu, Moon Changgil juga memimpin media dan aktif di organisasi sastra di Korea, yaitu kelompok Changjak21 dan majalah sastra Changjak21. Selain yang telah disebutkan, masih ada beberapa perhimpunan penyair lainnya yang diikuti Moon Changgil.
Berbicara tentang sastra, tidak dapat dilupakan bahwa sebuah karya sastra ialah buah dari ide dan gagasan sang pengarang. Sastra dapat menjadi cerminan realitas kehidupan. Sastra dapat menjadi senjata; bentuk perlawanan. Penyair Moon Changgil meyakini hal tersebut. Penyair asal Korea Selatan ini berpegang teguh pada semboyan “Pena adalah Senjata”. Ia berpendapat bahwa sastrawan harus menyadari, mengkritik, dan melawan kekerasan yang menghancurkan hayat di bumi ini. Dengan karyanya ini, ia ingin menyampaikan bentuk perlawanan melalui gambaran kehidupan, perasaan, gagasan, juga harapan untuk Korea Selatan. Lalu, bagaimana hal tersebut ditampilkan?
Dimulai dari bagian pertama, yang diberi tajuk Rangkuman 1, kita akan melihat kehidupan masyarakat yang bermatapencaharian sebagai buruh, petani, nelayan, dan pekerja harian. Penyair menuturkan keseharian para warga serta harapan dan mimpi mereka dengan sederhana, rasanya seperti melihat kehidupan mereka dari dekat. Contohnya pada puisi “Wanita dari Ahnyang” (hlm. 7). Digambarkan kesibukan masyarakat di tepi dermaga yang banyak bekerja sebagai nelayan serta penjual ikan segar. Harapan tokoh dalam puisi ditunjukkan lewat larik berikut, “Uang yang ini untuk menyekolahkan anak laki-laki sampai universitas/ lalu uang yang itu untuk membelikan anak perempuan sebuah piano.” (hlm. 7).
Sedangkan pada sebagian puisi lain memunculkan suasana kebalikan dari sebelumnya. Misalnya, pada puisi “Ayahku” pembaca dapat merasakan kesengsaraan dari aku-lirik yang merupakan seorang buruh. Berikut penggalan puisinya,
“Aku jadi buruh di pabrik itu
ingin mendirikan tiang untuk
dunia yang sesungguhnya…
Kalian adalah pemimpin
kami adalah buruh..” (hlm. 14)
Hal yang sama juga tampak pada puisi “Rumput Liar di Atas Aspal”.
“Dalam keadaan mabuk
Suara Seo si tukang kayu yang mengkritik pemerintah
meneriakkan pembersihan Pemerintahan Republik kelima dan
keenam
semakin samar bagaikan minuman keras murah.
Benar, aku dan kamu
adalah rumput liar di atas aspal di negeri kapitalisme ini.” (hlm. 25).
Pada puisi di atas aku-lirik seakan ingin mengatakan bahwa harapan sudah tipis sekali adanya. Puisi tersebut yang menggambarkan kondisi buruh serta rakyat kecil juga sarat akan kritik terhadap negara yang kapitalis. Pesan tersebut tampak disampaikan secara halus melalui kisah-kisah, tetapi dengan bahasanya yang lugas, seakan ingin memberi penegasan, ingin menyuarakan dengan keras dan lantang. Hal itu menjadikan makna puisi ini mudah ditangkap, namun juga tetap mengandung unsur estetikanya.
Puisi, atau karya sastra, memang dapat dijadikan sebagai bentuk perlawanan. Apabila melihat kata ‘puisi’ dan ‘lawan’ dalam satu kalimat, mungkin kita akan teringat pada penyair di Indonesia yang juga menulis puisi yang sarat dengan nada perlawanan serta kritik. Widji Thukul dengan puisi “Nyanyian Akar Rumput”-nya memiliki beberapa kesamaan dengan puisi “Rumput Liar di Atas Aspal” karya Moon Changgil. Di mana rakyat kecil diibaratkan dengan istilah ‘rumput’ yang tidak berdaya, rentan terinjak. Begitu pula dengan istilah ‘aspal’ pada puisi Moon dan ‘jalan raya dilebarkan’ pada puisi Widji, sama-sama digunakan untuk menyebut pembangunan di tengah negara yang makin maju, namun juga makin melebarkan kesenjangan bagi kalangan atas dan kalangan bawah.
Tidak hanya soal rakyat kecil, Moon Changgil juga menuturkan kisah Korea di masa lalu melalui puisinya. Sebelum menjadi negara yang maju seperti saat ini, Korea Selatan sempat mengalami masa-masa bersejarahnya yang sulit dan kelam. Penjajahan Jepang, perang Korea yang membuat semenanjung Korea terbagi menjadi dua di bagian utara dan selatan dan hingga saat ini belum ada perdamaian, pemerintah diktator yang memicu berbagai gerakan demokratisasi, dan masih banyak lagi. Di setiap masa tersebut, bentuk perlawanan dan harapan pun senantiasa ada. Rangkuman 2 dalam buku kumpulan puisi Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api mencakup tema-tema tersebut. Puisi pertama dalam bagian ini berjudul “Di Stasiun Woljeong-Ri”. Satu larik dalam puisi ini yang berbunyi “Apa artinya dua lajur rel kereta api yang diharapkan?” (hlm. 31), dijadikan sebagai judul buku kumpulan puisi ini. Lalu, apa gerangan yang diharapkan rel kereta api? Jawabannya ada pada larik setelahnya: unifikasi, reformasi.
Terbaginya Semenanjung Korea menjadi dua merupakan dampak dari perang Korea 70 tahun lalu. Perang yang terjadi selama beberapa tahun itu turut memisahkan masyarakat Korea dari anggota keluarganya. Sejak perang berakhir dan hingga saat ini kedua pihak dari Korea belum ada perdamaian resmi, hanya ada gencatan senjata. Perdamaian antara Korea Selatan dan Korea Utara sejatinya merupakan harapan banyak pihak. Moon Changgil sebagai penyair mewakilkan harapan tersebut.
Puisi yang bertajuk “Kita Adalah Satu” (hlm. 36-37). memberi suasana semangat persatuan, perdamaian, dan harapan. Puisi ini ditulis sehubungan dengan kunjungan Lim Sookyeong ke Korea Utara. Lim Sookyeong merupakan representatif dari warga Korea Selatan yang mengunjungi The 13th World Festival of Youth and Students di Pyongyang, Korea Utara, pada 1989. Pada saat itu presiden Korea Selatan melarang penduduknya untuk pergi ke utara, namun dengan keberaniannya, demi bisa mencapai Korea Utara, Lim Sookyeong melakukan perjalanan dari satu negara ke negara lain: dari Seoul, ke Tokyo, ke Jerman Barat, lalu ke Jerman Timur untuk kemudian terbang ke Pyongyang. Tekadnya dalam peristiwa itu membuat Lim dijuluki sebagai Flower of Unification. Ia telah membangkitkan semangat persatuan masyarakat. Hal itu tercermin dalam puisi “Kita Adalah Satu”. Lariknya berbunyi, “Esok pagi jiwa unifikasi akan merasuk/ sampai kalbuku yang terdalam.” lalu puisi ditutup dengan larik yang sama kuatnya: “Kita adalah satu.”
Puisi yang dijadikan contoh di atas hanyalah satu dari berbagai kilasan peristiwa sejarah Korea yang diangkat penyair dalam puisinya. Selain dari suasana persatuan, kebanyakan puisi tersebut bernuansa pilu. Misalnya mengenai perempuan-perempuan yang menjadi korban pelampiasan hasrat seksual tentara Barat. Ia menggambarkan bagaimana harapan rakyat terinjak-injak seiring dengan terjadinya perang dan datangnya penjajah. Dengan itu, ia juga tetap menyuarakan perlawanan, misalnya saja pada puisi “Di Maehyang-Ri” yang berisi seruan kepada penjajah untuk pergi dari tanah Korea. Puisi Moon Changgil mengingatkan bahwa, dengan mengingat sejarah-lah maka kita bisa belajar untuk membangun masa depan yang lebih indah. Penyair menyatakan hal tersebut dengan apik sekaligus ironi pada puisi "Buku Catatan Putih". Penggalannya sebagai berikut.
entah sejak kapan bunga-bunga liar
yang berwarna putih bagaikan buku catatan putih
tumbuh berdiri menggantikan batu nisan.
Mereka mengajarkan sejarah
yang seharusnya dipelihara orang-orang yang masih hidup. (hlm. 45).
Pada bagian-bagian selanjutnya, Moon Changgil tetap mempertahankan fokusnya dengan menuturkan kisah dalam puisi dari sudut pandang masyarakat kecil. Rangkuman 3 berisi puisi-puisi yang lebih mengungkapkan emosi, rasa sepi, renungan, serta lingkungan alam. Dan di bagian terakhir, di Rangkuman 4, mengisahkan potongan-potongan kehidupan di Seoul yang getir, sulit, dan pahit.
Begitulah bunyi perlawanan dan harapan yang ditampilkan penyair dalam kumpulan puisi Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api. Harapan yang dipikul masyarakat kecil di tengah segala nestapa yang mereka alami. Harapan manusia. Harapan yang rasanya kian terkikis. Harapan untuk perdamaian. Harapan tentang alam. Harapan untuk keadilan dan kesetaraan. Nyatanya, dengan harapan-lah kita bisa bertahan. Sekecil apapun itu, harapan menjadi alasan kita untuk tetap berjalan. Di balik lembar buku sejarah Korea yang menyimpan kisah pilu, kita bisa berharap untuk Korea yang lebih baik di masa depan. Di tengah kondisi dunia yang serba cepat dan maju tanpa memedulikan orang-orang yang ada di pinggiran, kita masih bisa berharap untuk hidup yang lebih baik. Dengan harapan itu maka kita berjuang, melawan.
Demikian, puisi-puisi karangan Moon Changgil akhirnya membawa kita menyusuri Korea dari sisi lain yang mungkin belum banyak diketahui oleh orang-orang sebelumnya. Membaca puisi ini penting tidak hanya untuk masyarakat Korea namun juga luar Korea sebagai pembelajaran. Topik-topik yang diangkat penyair yang meliputi rakyat kecil, persatuan, perdamaian, kesetaraan, hak asasi, dan lain sebagainya merupakan persoalan universal yang dapatdijumpai di masyarakat di tempat mana pun, di masa apapun. Persoalan ini tidak lekang oleh zaman.
"Pena adalah senjata", begitu yang diyakini oleh Moon Changgil. Dan melalui karyanya ini, buku kumpulan puisi Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api, ia tidak hanya menyajikan puisi sebagai alat perlawanan dengan cara sehalus dan seapik mungkin, namun juga menumbuhkan harapan-harapan bagi yang membacanya.
3 notes · View notes
espressodingin · 3 years
Text
REVIEW I WANT TO DIE BUT I WANT TO EAT TTEOKPOKKI, BUKU REKOMENDASI BANYAK K-POP IDOL
Judul : I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki
Penulis : Baek Se Hee
Penerjemah : Hyacinta Louisa
Penerbit : Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Haru
Dimensi : 236 halaman; 19 cm
Tumblr media
Buku I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki Bagian Pertama Edisi Khusus Perayaan 2 Tahun Terbit (Doc. Pribadi)
I want to Die but I want to Eat Tteokpokki merupakan buku pengembangan diri (self improvement) karya Baek Se Hee, penulis perempuan kelahiran 1990 asal Korea Selatan. Belakangan buku ini banyak dicari pembaca dari berbagai negara, termasuk Indoensia, lantaran beberapa idol K-POP seperti RM BTS, S.coups Seventeen dan Hyunjin Stray Kids merekomendasikannya kepada fans mereka. Di negara asalnya sendiri, buku ini juga masuk jajaran buku best seller, selain itu juga mendapatkan rata-rata rating3,82 di goodreads dari 1865 rating.
Buku ini terbagi menjadi dua bagian, bagian pertama diterbitkan pertama kali di Indonesia pada tahun 2019, yang hingga perayaan 2 tahun terbitnya telah dicetak ulang hingga 18 kali. Sedangkan untuk bagian keduanya, yang berjudul sama diterbitkan pada tahun 2020, yang kini sudah dicetak ulang kedelapan kalinya.
Sebenarnya apa yang spesial dari karya Baek Se Hee ini sampai-sampai bisa ramai diperbincangkan dan mendunia?
Buku I want to Die but I Want to Eat Tteokpokki bagian pertama berisi esai perjalanan pengobatan penulis yang sudah lebih dari 10 tahun mengalami distimia (depresi berkepanjangan) dan gangguan kecemasan. Penulis mencoba mengunjungi banyak psikolog dan psikiater hingga akhirnya pada tahun 2017 menemukan rumah sakit yang cocok dan hingga kini sedang menjalani pengobatan.
Pengalaman nyata pengobatan yang dilakukan dengan metode obat serta metode konsultasi tersebut dituangkan dalam bentuk percakapan apa adanya antara penulis dengan psikiater. Buku dibuka dengan pengantar dari dr.Jiemi Ardian, Sp.Kj yang mengajak pembaca memahami terlebih dahulu cara berpikir orang-orang yang mengidap depresi ataupun distimia. Buku terdiri dari 12 bab cerita yang ditulis berdasarkan konsultasi mingguan penulis dengan psikiater serta penutup berupa esai pendek dan kata-kata dari ahli psikologi mengenai buku ini
Tumblr media
Daftar Isi Buku I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki Bagian Pertama (Doc. Pribadi)
Buku ini menceritakan kondisi penulis yang memiliki kecenderungan melihat dirinya dari sudut pandang negatif sehingga memengaruhi kepercayaan dirinya dan juga tentang kondisi penulis yang memandang dunia dari sudut pandang ekstrem, yakni hanya hitam dan putih, bagai dua buah kutub yang bersebrangan yang tidak memiliki titik tengah. Selain itu, dalam buku juga dituliskan bahwa penulis berpikir secara ambivalensi, yakni pemikiran yang sama-sama dirasakan, tetapi saling kontradiktif, misalnya ingin mengakhiri hidup, tetapi saat bersamaan juga ingin hidup, seperti arti judul buku ini sendiri, saya ingin mati, tetapi saya juga ingin makan tteokpokki. Saya pernah mendengar dari podcast klub buku Kumpul Baca yang membahas buku ini, bahwa bahan baku untuk membuat tteokpokki, yakni tteok atau kue beras melambangkan umur panjang, sehingga judul buku ini pun dapat bermakna saya ingin mati, tetapi saya juga ingin berumur panjang.
Setiap bab sesi konsultasi mingguan berisi interaksi penulis dengan psikiater yang berisi cerita aktivitas penulis, sesi tanya-jawab, penilaian, saran, nasihat serta evaluasi diri yang bertujuan tujuan mengajak pembaca untuk introspeksi, mengenali dan mencintai dirinya sendiri. Perkembangan pengobatan penulis sendiri tidak selalu maju dan mulus, bahkan terkadang penulis juga merasakan stagnan atau menjadi menderita lagi karena efek samping obat yang dikonsumsinya.
Dalam buku ini, terbaca dengan jelas sekali bahwa penulis mengakui bahwa dirinya tidak baik-baik saja, oleh karena itu penulis berusaha dengan keras untuk bangkit dan sembuh walaupun dalam prosesnya tidak mudah, seperti kutipan yang ditulis pada awal buku yang berbunyi, “Salah satu cara untuk membuat diriku merasa bebas adalah dengan menunjukkan sisi gelapku. Aku ingin orang-orang yang berharga baiku mengetahui kalau sisi gelap itu juga merupakan bagian dari diriku”. Sepertinya dengan menulis buku ini, penulis merasa bebas karena telah menunjukkan sisi gelapnnya untuk merasa utuh sebagai manusia yang memang tidak sempurna. Hal itulah yang membuat saya membaca buku ini sampai tuntas, saya suka sekali dengan fakta bahwa penulis tidak menyerah dengan dirinya dan ingin mencintai dirinya sendiri agar hidupnya lebih bahagia.
Esai penulis yang berjudul “Racun Bernama Semangat” yang membahas masalah toxic positivity juga menyiratkan bahwa buku ini terasa lebih manusiawi dan lebih terhubung dengan kehidupan sehari-hari sebab terasa seperti merangkul sisi ketidaksempurnaan manusia, tidak seperti buku motivasi dengan bahasa yang muluk-muluk. Kutipan pada esai tersebut yang berkesan untuk saya, yaitu, “Tidak apa-apa jika tidak bersemangat, mungkin saja hari ini aku tidak bisa melakukan pekerjaanku dengan baik. Itu semua adalah pengalaman. Tidak apa-apa.” (hlm.197)
Karena bentuk buku ini yang berupa esai percakapan, sepertinya berpotensi membuat pembaca sedikit bosan apabila dibaca dalam sekali duduk sebab rasanya semua bagian penting untuk disimak dengan cermat, untungnya bahasa terjemahan yang digunakan cukup ringan dan beberapa bagian tertentu buku seperti kutipan dan kalimat-kalimat yang berkesan dicetak tebal dan diberi highlightdengan warna yang eye-catchingsehingga fokus mata tetap terjaga. Untuk mengurangi rasa bosan, saran saya sebaiknya teman-teman bisa membacanya dengan mencicil di waktu luang atau secara rutin ketika sebelum tidur. Terkait dengan istilah-istilah psikologi yang minim penjelasan, Dr. Jiemi Ardian sendiri telah mengatakan di bagian pengantar bahwa esai ini memang tidak dimaksudkan untuk dipahami secara teori, jika teman-teman pembaca ingin mendalami istilah-istilah tersebut, sebaiknya mencari lebih lanjut melalui sumber-sumber yang valid, seperti buku ataupun artikel ilmiah psikologi.
Saya rasa teman-teman pembaca lain juga tidak harus selalu setuju dengan pemikiran ataupun sikap penulis yang ada pada buku. Buku ini hanya bertujuan menceritakan pengalaman seseorang yang mengalami gangguan mood agar pembaca lebih aware dengan kondisi mental diri sendiri ataupun orang lain dan juga bertujuan menggandeng tangan orang-orang yang memiliki kondisi yang sama agar mereka tidak merasa sendiri. Seperti yang Baek Se Hee tulis, buku ini bukan pertanyaan ataupun jawaban tetapi harapan yang mengajak pembaca merasa ingin mencintai ataupun dicintai.
Secara keseluruhan, buku ini sangat worth to read untuk teman-teman yang ingin mencari bacaan pengembangan diri bertema psikologis dengan bahasa yang ringan.
“Rasa percaya bahwa meskipun bukanlah hari yang sempurna, hari ini bisa menjadi hari yang cukup dan baik-baik saja. Rasa percaya bahwa hidup adalah ketika meskipun aku merasa depresi seharian penuh, aku masih bisa tersenyum hanya gara-gara sebuah hal kecil sekalipun.”—Baek Se Hee.
5 notes · View notes
pikiranberlebih · 3 years
Text
Black to the Pink #1
Tumblr media
Our Lovesick Girls (Source: https://id.pinterest.com)
Blackpink….
Pertama dengar kata itu, saya pikir itu judul film, merujuk pada film Pink Panther. Kembali mendengar itu dalam rentan yang cukup lama, saya pikir itu nama sebuah band indie. Kalau tidak salah itu sekitar tahun 2016, waktu dimana saya lagi senang-senangnya mengulik lagu-lagu indie dari berbagai negara dan sedang terkena demam drama Descendant of The Sun dimasa-masa mengerjakan skripsi. Beberapa lama setelahnya kata itu saya dengar lagi-mungkin sekitar tahun 2017-dan saya pikir itu nama sebuah boyband korea. Dalam rentan waktu itu saya hanya berakhir menduga-duga tanpa pernah mencari tahu lebih lanjut apa dan siapa sebenarnya Blackpink ini. Saya hanya fokus ingin jadi sarjana saat itu.
Sampai pada 2018, saya kembali mendengar kata ini digaungkan oleh teman-teman lelaki saya. Blackpink- Rosé-Lisa. Tiga kata itu selalu saya dengar disebut-sebut. Karena tidak paham, maka bertanyalah saya kepada teman saya,“Apa sebenarnya itu Blackpink?”.
“Girlband korea”, senior saya menjawab.
“Oh, girlband, astagaaa… kukira boyband. Yang mana lagunya itu? Berapa orang anggotanya?”, tanya saya.
“Empat orang”, kata seorang teman yang sedang di depan laptop sambil memutarkan lagu dari Blackpink, yang dua tahun kemudian baru saya ketahui berjudul Ddu-du ddu-du.
Untuk saya yang pada masa itu lebih sering terpapar lagu-lagu bernuansa pop ceria yang santai, lagu yang teman saya putar terdengar lumayan keras di telinga saya. Bukan karena lagunya tidak bagus yah, tapi telinga saya butuh adaptasi lama, jadi lagu itu terkesan bising pada saat itu.
“Kenapa bisa terkenal sekali ini girlband? kayak banyak sekali orang selalu sebut-sebut”, saya bertanya heran, tapi bukan untuk maksud meremahkan. Saya heran karena baru sekali itu dengar temen-teman laki-laki saya menggaungkan nama girlband korea dengan sebegitu antusias. Berarti ada sesuatu yang spesial dari Blackpink sendiri.
“Bagus-bagus lagunya, terus cantik-cantik member-nya, baru bisa juga bahasa Inggris”, kata senior saya yang kemudian menyebutkan nama-nama member-nya. Hanya dua nama yang saya ingat saat itu, Rosé dan Lisa. Saya ingat dua nama ini karena selain terdengar Indonesia, saya tiba-tiba ingat tetangga sekaligus ibu teman main saya waktu kecil yang dipanggil Ibu Ros dan juga teman angkatan saya yang bernama Lisa. Saya bertanya lagi untuk memastikan karena saya pikir dia bercanda waktu menyebut nama itu, ”Lisa temanku?”.
“Bukan, Lisa Blackpink. Ada member-nya seksi sekali namanya Lisa”, kata teman saya.
“Rosé saya kusuka”, kata teman yang tadi memutar lagu Blackpink menimpali.
“Dari manajemen mana itu?”, saya kepo.
“Dari YG entertainment”, jawab senior saya.
“Oh, satu manajemen sama Big Bang dong. Pantas begitu musiknya”, kata saya yang kebetulan seorang VIP online.
Awalnya saya pikir anggota Blackpink ini adalah gadis-gadis korea yang pintar bahasa Inggris karena mereka belajar, sebab anggota Big Bang juga seperti itu, seperti G-Dragon dan Taeyang. Mereka belajar bahasa Inggris secara otodidak. Tapi dari jawaban senior saya ternyata saya salah. Tidak, ada dua orang bukan asli Korea. Rosé kayaknya dari Australia.
“Oh, bule ini Rosé?”, tanya saya kaget.
“Bukan. Orang korea tapi dari kecil tinggal di Australia”, kata senior saya.
“Aha, pantas mendunia. Ada anggotanya bukan dari Korea, baru pintar bahasa Inggris juga anggotanya”, kata saya sok tahu.
Dari percakapan saat itu dalam benak saya yang terlintas adalah bahwa untuk menggaet dunia internasional ada baiknya memang tiap member boyband atau girlband korea yang kurang bisa bahasa Inggris untuk semakin belajar bahasa Inggris, setidaknya untuk mempermudah mereka mengutarakan pendapat mereka secara langsung dengan nyaman yah walaupun menggunakan penerjemah tentu bukan hal yang buruk. Semoga maksud saya dipahami. Saya pernah nonton salah satu episode Running Man, bintang tamunya ada anggota boyband bernama Rap Monster (RapMon) yang merupakan leader ditimnya dan dikenal sebagai seorang jenius bahasa karena pintar bahasa Inggris dan ternyata dia belajar secara otodidak. Klu G-Dragon, Taeyang, dan RapMon bisa, yang lain pasti juga bisa, asal mau saja.
Setelahnya tidak ada lagi hal lebih lanjut seputar Blackpink yang saya ketahui. Saya tidak ada minat menggali lebih lanjut karena pada waktu itu saya sedang tenggelam dalam kegiatan saya dan juga merasa masa bakti saya sebagai fangirl sudah habis. Rasanya sudah tidak pantas lagi bagi saya menjadi pemuja member boyband/girlband diumur saya waktu itu, terlebih juga saya sudah tidak mengikuti perkembangan seputar boyband pun girldband korea seperti yang saya dulu intens saya lakukan di masa SMA sampai awal kuliah.
***
Pada pertengahan tahun 2020, saya menghabiskan waktu luang di malam hari dengan menonton salah satu kanal di youtube yang tidak sengaja saya temukan. Sama seperti banyaknya penonton youtube lainnya, ketika sedang menonton saya sambil membaca kolom komentar. Ada satu komentar yang selalu dilayangkan setiap saya menonton di kanal tersebut. “Reaction to Jenlisa Please…”, tulisan di kolom komentar tersebut.  
Selain tidak mengerti manfaat video reaction itu apa, saya pun tidak paham Jenlisa itu apa. Saya tidak ada niat sedikitpun untuk mencari tahu. Sampai suatu ketika pemilik kanal yang saya tonton itu-mungkin karena bosan dibombardir permintaan yang sama terus menerus-akhirnya mewujudkan harapan penontonnya yang gigih dan tekun mengirim komentar yang sama di setiap videonya ini.
Akhirnya video reaction Jenlisa hadir di kanal youtube-nya dan saya menonton. Ternyata “Jenlisa” adalah akronim dari Jennie dan Lisa, dua member Blackpink, yang tentunya sama-sama perempuan. Para penggemar pro Jenlisa adalah mereka yang menyukai kedekatan, keakraban dan kemesraan yang ditujukan antara dua member Blackpink ini, malah banyak yang baper sendiri melihat aksi-aksi so sweet diantara keduanya, dan bahkan meyakini hubungan diantara keduanya adalah nyata. “Zaman sudah berubah semakin pesat yah. Progresif dan liberal”, pikir saya.  
Saya jadi nostalgia ke masa saya mengidolakan boyband korea. Saya tidak menemukan bentuk shiper-shiper semacam ini. Mungkin ada, tapi saya tidak tahu. Zaman saya, yang saya tahu hanya para anggota boyband/girlband membuat sebuah video parodi dari drama hits saat itu untuk ditampilkan dalam acara konser mereka. Seperti Big bang yang pernah membuat video parodi dari drama Coffee Prince (2007) dan Secret Garden (2010). Saya tidak ingat ada yang menyoroti dan mengagumi kedekatan antara dua anggota boyband atau girlband dalam satu grup dan baper karenanya. Sekali lagi, mungkin ada, tapi saya tidak tahu.
***
Di tahun yang sama-2020- tepatnya awal November, saya tidak sengaja menonton cuplikan salah satu episode Running Man yang disarankan oleh Youtube. Itu adalah episode ketika para member Running Man sedang mempersiapkan pertunjukkan untuk merayakan ulang tahun mereka ke-9. Kedelapan anggota latihan menari bersama koreografer Lia Kim dengan koreografi yang awalnya nampak mustahil untuk dilakukan tapi akhirnya dapat dieksekusi dengan baik oleh semua anggota RM di atas pangggung. Dari situ saya belajar, apapun yang awalnya terlihat mustahil ternyata kalau dilatih dan diusahakan dengan sungguh-sungguh dan penuh kesabaran pasti akan berbuah manis. Saya menonton semua cuplikan di episode itu berulang-ulang dan mendapati diri juga merinding berulang-ulang.
Beberapa hari kemudian saya disarankan lagi oleh youtube episode Running Man lainnya. Cuplikan episodenya cukup panjang. Para pemain yang dibagi dalam tiga tim harus mengirim satu perwakilannya untuk duduk melantai dan menggunakan bando kucing dengan sensor yang membuat telinganya dapat bergerak naik turun mengikuti rangsangan otak dari penggunanya. Masing-masing perwakilan diberikan kesempatan untuk menggoda para pemain lain agar telinganya bergerak. Pemain yang menang adalah dia dengan jumlah pergerakan telinganya lebih sedikit. Bintang tamu dalam episode tersebut adalah Blackpink, yang saya tahu karena nama itu ada dijudul videonya. Selain episodenya seru dan lucu, itu juga adalah pertama kalinya saya melihat keempat anggota Blackpink. “Oh, inimi Blackpink yang legendaris itu”, pikir saya. Saya pun kemudian menonton episode Blackpink ini secara penuh di VIU.
Dari episode Running Man itu saya menjadi sedikit tahu tentang personel Blackpink. Mereka ternyata sudah dua kali menjadi bintang tamu di Running Man, dan itu adalah kali kedua mereka bertamu sekaligus untuk mempromosikan lagu terbaru yang ada dalam album terbaru mereka. Ternyata mereka baru comeback. Nama dan wajah anggota sekilas saya sudah sedikit tahu, tapi bagaimana suara mereka saya tidak tahu, sebab saya belum pernah mendengar lagu mereka dengan seksama.
***
Pada minggu kedua bulan November, sambil bersiap-siap untuk menemani mama saya ke Rumah Sakit Gigi, saya membuka youtube dengan niat untuk mendengarkan lagu dan melihat video berjudul BLACKPINK-‘Lovesick Girls’ M/V di beranda saya. Saya tidak pernah mendengar lagu Blackpink sebelumnya, jadi bisalah yang ini dicoba. Saya tidak memperhatikan videonya karena sedang berpakaian, hanya mendengar lagunya, tapi spontan melihat ke arah layar ketika sampai pada bait…
Yeah, We were born to be alone, but why we still looking for love?
“Iya juga yah? masuk akal”, pikir saya ketika mendengar lirik tersebut, mengingatkan pada lirik lagu Noah,”tak pernah ku mengerti aku segila ini, aku hidup untukmu, aku mati tanpamu”.
Setelah selesai bersiap, saya memutar kembali video itu karena suka dengan lagunya dan menonton dengan seksama adegan demi adegan sekaligus memperhatikan penampakan anggota Blackpink satu per satu. Oh, ternyata mereka memang pada cantik-cantik semua, pantas jadi idola global. Oh, ternyata Jennie dan Lisa ini bagian Rap. Oh, ternyata pemilik suara yang saya pikir adalah suara Jennie ternyata Rosé. Oh, ternyata  pemilik suara yang saya pikir adalah Lisa ternyata adalah Jisoo. Oh, ternyata yang namanya Lisa memang cantik, apalagi dengan rambut pendeknya itu. Lisa sangat cocok dengan model rambut itu, menurut saya yang adalah penggemar telenovela “Cinta Paulina” pada masanya. Saya sangat suka perempuan dengan model rambut pendek lurus sebahu- itu model rambut favorit saya. Memperhatikan wajah Lisa, saya merasa dia mirip seseorang yang biasa saya liat, tapi saya lupa siapa. Ketika kemudian ingat dia mirip siapa saya memutuskan untuk menyimpan ingatan ini untuk diri sendiri. Bahaya kalau diungkap. Nanti saya kena hujat.
Beberapa saat setelahnya, dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Gigi, tiba-tiba mengalun lagu Lovesick girls di radio mobil online yang mengantar kami. “Kok kebetulan sekali? pertanda apa ini?”, benak saya.  
***
Dari cuplikan Running Man, lalu menonton MV, youtube kemudian kembali merekomendasikan saya cuplikan acara Knowing Brother yang dimana bintang tamunya sekali lagi, Blackpink. Jelas mereka tampil di sana untuk mempromosikan album terbaru mereka. Saya termasuk penonton Knowing Brother, jadi saya nonton cuplikan itu, ternyata seru, maka saya memutuskan untuk menonton versi lengkapnya di VIU.
Beberapa hari berselang, ketika sedang  menonton youtube, tiba-tiba ada  iklan Tokopedia muncul dan disitu ada Lisa yang bilang,”… Four more days until Tokopedia Waktu Indonesia Belanja TV Show ”. Setelah melihat itu, entah mengapa saya tiba-tiba merinding. Blackpink akan muncul di acara tersebut, tepatnya pada 25 November. Saya kaget bukan karena Tokopedia berhasil mengundang Blackpink, tapi lebih kepada kok ‘lu lagi lu lagi’. Layaknya sebuah efek domino, Blackpink terus menerus menampakkan pengaruhnya kepada saya tanpa saya sadari.
Kepalang penasaran, empat hari kemudian, saya ikutan menonton Waktu Indonesia Belanja TV Show itu. Ada mas Hansol dan MC Jongnim sebagai pemandu acara. Mereka diwawancara seputar kegiatan mereka selama pandemi dan ditantang bermain games. Permainannya adalah mereka harus menebak judul film berdasarkan clue yang digambar oleh salah satu anggota, yang dalam hal ini dilakukan oleh Rosé. Disitulah perhatian saya kemudian lebih banyak tertuju pada Jisoo dan Rosé, sebab sebelumnya tidak terlalu memperhatikan keduanya.
Ketika melihat Rosé mulai menggambar, seketika dalam benak ini langsung berkata,”aihh, tinggal tunggu waktu saya suka ini orang, tapi sebelum itu mari kita perhatikan yang lain”. Pikiran saya itu muncul bukan karena dia pandai menggambar. Bukan. Tapi karena dia left-handed. Ya, saya suka orang kidal.
Permainan dimulai, clue yang digambar Rosé cukup jelas, dan ketiga anggota lainnya berhasil menjawab pertanyaannya dengan baik. Yang menarik adalah ketika para member berhasil menjawab dengan benar, Rosé berbalik dan bilang ke mereka ‘gomawo yeorobun’ yang artinya terima kasih guys. Saya terkesima ketika dia mengatakan itu, bukan karena merasa itu ditujukan ke saya. Bukan. Saya tidak sepercaya diri itu.
Mengutip kalimat dari buku Pak Parlindungan Marpaung,“Satu kata penting adalah Kita. Dua kata penting adalah Terima Kasih. Tiga kata penting adalah Mari Lakukan Bersama”. Kalimat ‘terima kasih’ memang cuma terdiri dari dua kata, tapi efeknya besar sekali-saya pernah merasakannya. Sayangnya, orang sering tidak sadar akan pentingnya sebuah ‘kata’ dan dampak yang ditimbulkan ketika kata tersebut menjadi sebuah ‘kalimat’ untuk orang lain. Saya yang suka baper akibat efek dahsyat ‘dua kata penting’ tersebut jadi memandang Rosé berbeda sejak itu. Saya dalam hati langsung menghakimi,“Saya kira ini orang jutek, ternyata dia orang yang sopan, baik, dan rendah hati sekali”. Makanya guys, jangan seperti saya. Jangan mudah berasumsi sebelum mengenali.
Hal menarik lainnya yang saya temukan datang dari Jisoo ketika dia mencoba menjawab. Dia menjawab ‘Anpanman’ untuk jawaban ‘Shrek’ dan ‘Eternal Sunshine’ untuk jawaban ‘Thor’. Seketika itu juga saya bilang,”lah, ini orang pasti seumuran sama saya. Dan dia sepertinya juga satu selera dengan saya, menyukai film-film lawas”. Berdasarkan jawaban tersebut-selain juga karena seingat saya, sejak tahu blackpink beberapa minggu, saya jarang mendengar nama Jisoo disebut- maka saya memutuskan untuk suka Jisoo. “Mantap ini orang”, pikir saya.
Ibarat Bom Hiroshima dan Nagasaki (radiasinya dikabarkan masih ada sampai saat ini)-tepatnya setelah bom pertama dijatuhkan-pengaruh Blackpink semakin besar dan mendorong saya mengulik mereka lebih dalam.“Kenapa semesta tiba-tiba membombardir saya dengan berbagai hal seputar Blackpink terus menerus? Apa tujuan dari semua ini?”, kata saya dalam hati bak pesinetron yang sedang monolog sekaligus berharap semoga saya tidak jadi budak cinta. Tidak jadi lovesick girl. Jujur saya takut sekali. Ini sungguh kebetulan yang sangat membingungkan sekaligus meresahkan saya.
***
4 notes · View notes
allaboutiu · 3 years
Text
[TRANS-INDO] Lirik Lagu Pre-Release Full-Album ke-5 IU, <Celebrity>
Tumblr media
Chorus oleh IU Lirik oleh IU Komposisi lagu oleh Ryan S. Jhun, Jeppe London Bilsby, Lauritz Emil Christiansen, IU, Chloe Latimer, Celine Svanback Aransemen oleh Jeppe London Bilsby, Lauritz Emil Christiansen, Ryan S. Jhun
Hidup di tepi masyarakat, Seorang dewasa dengan bahu yang membungkuk, Seorang outsider yang mengusik semua orang [catatan penerjemah: ‘Outsider’ adalah orang yang ‘tidak masuk dalam kelompok/ golongan tertentu’]
Dari gayamu berjalan dan berpakaian, Hingga playlist musik di earphonemu, Semuanya minor [catatan penerjemah: ‘Playlist’ adalah ‘daftar lagu’, sedangkan ‘Minor’ dalam konteks Korea-Inggris memiliki makna ‘tidak populer’]
Pasti kamu tidak tahu Diatas kepalamu yang tertunduk Dimana ada cahaya terang Yang bersinar
Tidak mengapa butuh waktu Hanya saja aku berharap pada akhirnya kamu tahu The one and only You are my celebrity [catatan penerjeman: ‘The one and only, you are my celebrity’ berarti ‘Kamulah satu-satunya selebritasku]
Jangan lupa, diantara lamat-lamat kegelapan Kamulah sebuah bintang yang dilukis dengan tangan kiri Tidak dapatkah kamu melihatnya? Betapa indahnya The one and only You are my celebrity [catatan penerjemah: Tangan kiri memiliki arti tangan nondominan, yang tidak biasa kita gunakan dalam hidup sehari-hari]
Celebrity You are my celebrity
Wajahmu yang lelah Nampak seolah seseorang telah memadamkanmu Suara detak jantungmu, too quiet [catatan penerjemah: ‘Too quiet’ berarti ‘terlalu sunyi’]
Pancaran yang kamu miliki Imaginasi, identity Mereka semua sedang ber-diet [catatan penerjemah: ‘Identity’ adalah ‘identitas atau jati diri’; ‘Diet ‘disini memiliki arti ‘berkurang’ atau ‘menurun’]
Kuyakin kamu tidak tahu Sebuah puisi cinta terdahulu Tertulis untukmu Yang belum mekar sempurna
Tidak mengapa berkelana Hanya saja aku berharap pada akhirnya kamu dapat tersenyum The one and only You are my celebrity
Jangan lupa, diantara lamat-lamat kegelapan Kamulah sebuah bintang yang dilukis dengan tangan kiri Tidakkah kamu dapat melihat? Betapa indahnya Satu-satunya You are my celebrity
Suatu rasi bintang diikuti oleh setiap jejak kaki Suatu sketsa kasar diukir oleh langkah kaki ceroboh itu Adalah sebuah jalan untuk menemui dirimu seorang Laluilah jalan itu, ikutilah garis putus-putus itu
Jangan lupa, ditengah musim dingin yang panjang ini Setangkai bunga akan mekar melewati celah retakan beku Tidakkah kamu dapat melihat? Betapa indah musim semi akan datang besok You are my celebrity
Celebrity You are my celebrity
Korea-Inggris : IUteamstarcandy Inggris-Indonesia : All About IU
3 notes · View notes
mutiarafirdaus · 4 years
Text
Bismillah
Ketika pertama kali kamu denger pembahasan tentang Palestina, apa yang terlintas di benak?
A : Apaan sih, jauh amat ngomongin Palestina. Indonesia aja dulu urusin. 😒
B : Ooh gitu ya, serem ya banyak tembakan, makasih infonya 😅
C : Hmm.. Kenapa bisa gitu ya? Emang kenapa gak perjanjian damai aja si? Kayak ribet banget 🤨
D : Persatuan umat Islam! Persatuan umat yang saat ini amat dibutuhkan sebagai solusi kebebasan Palestina! Kita harus bersatu, mengembalikan marwah umat dan berhimpun menjadi barisan yang kokoh agar bisa membebaskan Al Aqsha! 😤
Duluuu waktu masih kelas 1 Aliyah (otidak itu 6 tahun yang lalu🤣) aku bertanya dengan lugas kepada seorang Ustadz lulusan Mesir. Beliau adalah guru Fiqh. Alumni HK juga, dan memiliki pembawaan yang penuh semangat.
Awal mula mengisi kelas, beliau mengenakan jas hitam dengan sikap yang enerjik. Citra seorang alumni yang kami kagumi. Setiap ada munashoroh Palestina, beliau yang menjadi oratornya, juga menjadi penerjemah bagi syaikh2 yang hadir.
Pertanyaan ini lahir dari rasa penasaran yang sudah sangat memuncak. Dan aku berani menanyakan ini kepada beliau, karena berharap beliau bisa memberikan jawaban yang membuatku terpuaskan. Beliau adalah guru favorit kami.
"Ustadz, kenapa sih Palestina sama Israel perang mulu? Kan katanya di Islam cinta damai, harus mengalah. Kenapa nggak perjanjian damai aja? Atau apa gitu, misalnya orang Islam yang ngalah pindah."
Pertanyaan bodoh itupun mengalir deras dari lisanku. Tanpa merasa bersalah, bahkan dengan mimik wajah yang tak berdosa.
Memerah muka beliau. Senyum lebar yang biasa terpancar hilang sudah. Matanya melotot ke arahku, dan telunjuknya serta merta mengacung ke hadapan wajahku yang langsung memucat.
"Palestina adalah tanggung jawab seluruh umat Muslim! Tidak ada kata mengalah atau menyerah dalam perjuangan membebaskan Tanah Al Quds! Perjanjian damai tidak mungkin bisa dilakukan dengan orang-orang yang kerap kali melanggar janji! Dulu semasa kuliah di Al Azhar, kami memasang gambar2 para Mujahidin di lemari kami! Di kamar kami! Karena kami bercita-cita menjadi seperti mereka! Israel yang harusnya enyah dari tanah Palestina! Bukan malah Muslim Palestina yang harusnya mengalah! Tidak ada kata mengalah dalam Perang Fii Sabilillah!"
Hening senyap kelas. Tak ada yang berani berdalih. Segera beliau mengemasi barangnya dan meninggalkan kelas kami.
Ohtidak.
Tahun bergulir, isu Palestina masih terus terngiang di kepala. Aku benar-benar tak habis pikir, kenapa masih berlarut begitu terus? Kenapa tidak perjanjian damai? Kemana PBB mengatasi semua polemik ini?
Tak ada sama sekali pemahaman yang tertanam di pikiran, tentang Palestina sebagai tanah wakaf Umat Islam, atau juga sebagai penentu keimanan seseorang di akhir zaman, atau tentang cita-cita panjang yang telah diupayakan oleh generasi Shalahuddin Al Ayubi hingga Ismail Haniyah. Tidak ada.
Tapi aku yakin, sikap keras Ustadz adalah suatu hal yang menandakan masalah ini serius. Bahwa pertanyaan yang kuajukan ialah jenis kebodohan yang harus segera dientaskan. Tapi aku takut kembali bertanya. Maka segala penasaran itu kembali bercokol dikepala.
Dan Allah, adalah sebaik-baik Maha Guru yang tak lelah mengajarkan pemahaman kepada hambaNya yang bodoh. HambaNya yang hina dan rendah.
Allah kenalkan kepada sosok-sosok Guru yang memberikan pemahaman tentang Palestina. Tentang Jihad. Tentang Cita-cita Akhir Zaman. Tentang tokoh-tokoh kaliber seperti Shalahuddin Al Ayyubi, Sultan Abdul Hamid II, Syaikh Ahmad Yasin, Abdul Aziz Ar Rantisi, Khalid Mish'al, dan barisan pejuang lainnya.
Runtuh sudah airmata. Pening kepala, dan aku pun paham kini mengapa reaksi Ustadz begitu keras ketika berhadapan dengan pertanyaan bodohku, padahal sudah 4 tahun ditempa di Pondok yang kerap kali setiap tahunnya mengadakan Munashoroh Palestina.
Dan film ini, film ini benar-benar mampu memunculkan pemahaman bahwa setiap kita memang harus mengenal sejarah perjuangan Palestina. Mengikuti alur heroisme para pejuang, dan mulai memasang cita bahwa kelak keturunan kita akan berdiri di garda depan.
Ketika kamu masih bertanya-tanya atau memiliki pertanyaan yg bercokol di kepala tentang Palestina, atau heran dengan sikap orang2 yang getol sekali membawa isu tersebut, tonton film ini! Ada 33 episode kayaknya. Di toko buku islami kayaknya ada yang jual VCDnya.
Nggak bosen-bosen meskipun diulang lagi! Daripada nonton drama Korea, atau Anime Manga yang ga ada faedahnya kan ya 😏
5 notes · View notes
wwwhitemustang · 4 years
Text
KRITIK SASTRA
Orang Suci Pohon Kelapa; Nuansa dan Esensi Hidup Oleh : Intan Zahra Ramdhini (1703456) Judul Buku: Orang Suci, Pohon Kelapa Penulis: Choi, Jun Penerjemah: Kim Young So & Nenden Lilis Aisyah Penerbit: Gramedia Jakarta Tebal Buku: 123 Halaman Tahun Terbit: Oktober 2019 (Cetakan dalam bahasa Indonesia) Pembahasan tentang korea selalu ramai dan menjadi hal yang menarik di Indonesia saat ini. Korean Wave begitu cepat pesebarannya dan hangat diperbincangkan. Bukan hanya budaya dan modernnya sajaa seperti drama dan k-pop karya sastra Korea pun banyak mengundang peminat. Akan tetapi, dalam buku ini kita akan disuguhkan bagaimana perspektif seorang yang berasal dari Korea, terhadap Indonesia dari segi visualnya yang disuguhkan dalam bentuk tulisan dan rangkaian kata yang indah. Buku antologi puisi Choi Jun asal Korea yang berjudul “Orang Suci, Pohon Kelapa” cetakan pertama ini terbit pada Oktober 2019 di Indonesia sebagai buku terjemahan yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Jakarta dengan nomor KPG 59-19-01700, serta dengan nomor ISBN 978-602-481-252-2. Diterjemahkan oleh Kim Young Soo, dan Nenden Lilis A. Editor dalam buku ini ialah Candra Gautama. Perancang letak dalam buku ini ialah Teguh Erdyan dan Wendie Artswenda. Perancang sampul dalam buku ini ialah Choi, Jun. Buku ini diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta dengan isi 123 halaman yang memuat kumpulan sajak, kata penutup, dan sekilas tentang penulis dan penerjemahnya. Choi, Jun adalah seorang pengarang dari Korea yang telah menulis beberapa kumpulan sajak, diantaranya adalah Kau, Masih Di Sana, Anjing, dan Melemparkannya ke Dunia Tanpa Aku. Choi Jun lahir di Kabupaten Jeongseon, Provinsi Gangwon, Korea, pada tahun 1963. Ia memperdalam sajak sejak duduk dibangku perkuliahan, yaitu di jurusan Bahasa dan Kesusastraan Korea, Universitas Kyung Hee, Korea. Choi Jun pernah menerima penghargaan dari Sastra Bulanan Korea tahun 1984 sebagai penyair baru. Ia juga terpilih sebagai pemenenang sayembara mengarang pada musim semi yang diadakan oleh Harian Joong Ang, Korea 1995 dengan sajak tradisional Korea. Buku ini diterjemahkan oleh dua orang dengan latar belakang negara yang berbeda, yaitu Kim Young Soo dan Nenden Lilis A. Kim Young Soo lahir di kota Seoul, Korea. Ia pernah memegang jabatan Kepala Siaran Bahasa Indonesia, Siaran Internasional, KBS selama 30 tahun. Aktif menulis dan mengarang. Riwayat pendidikan S1 hingga S3nya dia tamatkan di program kesusastraan dan literatur yang berkaitan dengan sastra Indonesia. Ia menyelesaikan studi S1 di Jurusan Bahasa Malay-Indonesia, HUFS (Hankuk University of Foreign Studies). Ia menamatkan studi S2 di jurusan Kesusastraan Modern Indonesia di HUFS. Ia juga menuntaskan S3 di Jurusan Comparative Literature, HUFS dengan disertasi berjudul “A Study on Chairil Anwar’s Poems with the Postcolonialistic View”. Ia juga menulis dan mengarang sejumlah tesis dan buku. Misalnya Indonesian Language Practice. Baru-baru ini ia menerima hadiah sebagai penyair baru dari Changjak 21. Kumpulan sajak Orang Suci, Pohon Kelapa ini diterbitkan atas dana bantuan bagi penciptaan karya sastra dari Arts Council Korea pada tahun 2007. Sedangkan Nenden Lilis Aisyah, merupakan seorang penyair wanita Indonesia yang lahir di Garut, 26 September 1971. Karya-karyanya telah banyak dimuat di surat kabar, seperti Kompas, Republika, Media Indonesia, Pikiran Rakyat, Majalah Sastra Horison, dll. Kini, ia menjadi dosen di UPI Bandung. Dari keaktifannya dalam berkarya, Nenden Lilis pernah menerima penghargaan dalam Cerpen Pilihan Kompas 2000 sebagai pemenang lomba cerpen. Selain itu, Nenden Lilis juga pernah menerjemahkan karya sastra dari Korea sebelumnya, yaitu antologi puisi “Langit, Angin, Bintang dan Puisi” karya Yun Dong Ju, yang diterjemahkan bersama Prof. Shin Young Duk, PhD. (2018). Sajak lainnya yaitu kumpulan sajak tunggalnya berjudul Negeri Sihir. Cerpen yang ia muat juga terkadang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman, Belanda dan Mandarin. Ia juga kerap diundang untuk membacakan karyanya dan menjadi pembicara dalam suatu acara sastra.Ia pernah diundang di acara workshop cerpen Majelis Sastra Asia Tenggara. Ia juga menerbitkan sejumlah buku nonfiksi. Terdapat antologi sajak terbaru dari dirinya berjudul Maskumambang Buat Ibu. Penyair Choi Jun menuangkan kecakapan estetik dalam menceritakan apa yang dialami dan diamatinya selama tinggal di Indonesia. Hadirnya pandangan lain tentang Indonesia, mengingat adanya perbedaan yang jelas antara Indonesia dengan Korea, baik dari segi geografis maupun budaya. Dalam buku ini dimuat syair-syair mengenai keadaan Indonesia yang diceritakan oleh Choi Jun ketika tinggal selama lima tahun di Indonesia, yakni dari tahun 2000-2005. Kumpulan sajak tersebut menggambarkan imajinasi pengalaman Choi Jun di Indonesia. Apa yang ia soroti tidak lepas dari keterkaitannya sebagai orang luar Indonesia terhadap sosial atau budaya Indonesia. Kumpulan sajak ini ia persembahkan untuk ayahandanya, dan adiknya yang kini telah tinggal dalam keabadian. Ayahnyalah yang mengajak dirinya untuk tinggal di Indonesia. Dalam kumpulan buku sajak ini, Choi Jun menceritakan pengalaman hidupnya selama di Indonesia. Ia sangat menghayati, merasakan, dan menyelami semua cerita itu dengan dekat. dalam alam pikiran Choi Jun yang berusaha menggambarkan segala kenangan, bentuk kekaguman, bentuk keprihatinan, dan bentuk ketertarikan Choi Jun terhadap sosial dan alam yang hidup di Indonesia. Jika kita membaca keseluruhan sajak-sajak Choi Jun dan mencoba menghayatinya, maka ungkapan tersebut adalah benar adanya. Kita akan tahu bagaimana Choi Jun telah memotret sudut-sudut kehidupan Indonesia dalam alam pikirannya. Nilai-nilai kemanusiaan yang ditampilkan oleh Choi, Jun adalah bagaimana ia menuangkan segala bentuk ketertarikannya. Realitas yang ditampilkan oleh Choi Jun dalam buku ini merupakan ungkapan kritik. Misalnya ungkapan kritik dan keprihatinan Choi Jun terhadap ketimpangan sosial . Bagaimana Choi Jun telah memotret sudut-sudut kehidupan Indonesia dalam alam pikirannya dengan mencatat nilai-nilai kemanusiaan yang ditampilkan. Selain itu penyair juga menaruh perhatian lainnya terhadap flora dan fauna yang hidup di Indonesia. Mungkin bagi sebagian besar penyair Indonesia, tak begitu istimewa pembicaraan tentang buah, pohon, dan binatang itu, akan tetapi sebagaimana kita tahu bahwa di Korea sendiri tidak segala jenis pohon dan tumbuhan bisa tumbuh. Tidak segala jenis fauna bisa hidup. Bahkan kita dapat merasakan pengalaman pengarang selama hidupnya di Indonesia, ia seperti telah menjelajahi segala sudut Indonesia. Papua dengan Cendrawasihnya, Bali, Jakarta, Bandung. Hingga alam rimba, sungai yang airnya keruh, dan lautan yang membentang Samudera Hindia dengan senjanya. Hal tersebutlah yang menjadi ketertarikan seorang Choi, Jun dengan membenturkannya pada keadaan sosial yang hadir di Indonesia. dalam sajak “Ladang Garam Burung Cendrawasih”, Penguin dalam sajak “Penguin di Jakarta”, Ikan dalam sajak “Ikan Berbola Mata Suram”, Semut dalam sajak “Semut-Semut Petang Hari”, Kura-Kura dalam sajak “Kura-Kura Laut”, dll. Ketertarikan lainnya yaitu terhadap flora yang ia lukis dalam sajak “Pisang di Pulau Jawa”, “Tarian Pepaya”, “Sketsa Terakhir Tentang Pisang”, “Orang Suci, Pohon Kelapa”, dll. Jika menilik dari makna yang terkandung dalam sajak-sajak tersebut, penyair tentulah tidak semena-mena hanya menceritakan tentang buah-buahan, akan tetapi terdapat makna lain di dalamnya, yaitu makna sosial yang mendalam. Seperti pada sajak “Orang Suci, Pohon Kelapa” yang pada akhirnya dijadikan sebagai judul dari buku ini, terdapat sebuah kisah pohon kelapa yang hidup menyendiri di pemakaman dengan pinggangnya yang bengkok dan menahan pusat pemakaman umum selama tiga puluh musim hujan dan kemarau berlalu. Sebetulnya sajak tersebut menggambarkan manusia yang telah renta namun tetap dihup dalam lingkup pemakaman umum dengan biji-biji tasbih. Pemakaman biasanya dimaknai sebagai pusat segala luka, tangisan, penderitaan, dan lain-lain. Namun, seseorang itu tetap hidup demikian, dengan berpasrah kapan ia akan melapuk termakan usia. Keprihatinan penyair sampaikan dalam beberapa sajaknya, yaitu perihal ketimpangan sosial dalam sajak “Bulan Purnama untuk Malam Ini”, sebagaimana yang dikatakan Nenden Lilis Aisyah selaku penerjemah, bahwa sajak ini sangat mengiris hati sebab mengisahkan seorang anak yang tak memiliki bola mata di sebuah gang sambil makan roti. Akan tetapi, roti itu tak pernah habis dan bentuknya tetap bulat, yang ternyata roti tersebut adalah bulan purnama yang dihalusinasikan si anak sebagai sepotong roti. Betapa miris dan ironisnya isi dari sajak tersebut. Hal ini jelas menunjukkan bahwa kepedulian dan kemanusiaan tak dibatasi oleh apa pun, baik tingkatan sosial seseorang maupun berasal darimana seseorang tersebut. Sajak tersebut sangat dapat menyentuh perasaan seseorang dilihat dari sajaknya yang menggambarkan seorang anak jalanan yang mengalami kelaparan. Choi Jun menggambarkan kondisi anak tersebut dengan majas ironis dan tragis. Buku ini bagus untuk dibaca karena dapat memperkaya wawasan dan pengenalan pembaca akan kesusastraan. Pada keseluruhan sajaknya terdapat permainan kata-kata estetik yang di setiap kalimat dalam baitnya memuat untaian kisah, perjalanan, serta perasaan yang ia alami atas apa yang penyair amati. menyajikan sajak-sajak tersebut sebagai bentuk pemikiran yang luar biasa yang berangkat dari hal-hal kecil.
4 notes · View notes
aksarasunni · 4 years
Text
ORANG SUCI POHON KELAPA: Menyelami Hati di Negeri Asing
Tumblr media
Resensi Buku
Judul Buku: Orang Suci, Pohon Kelapa (Kumpulan Sajak)
Pengarang: Choi, Jun
Penerjemah: Nenden Lilis Aisyah dan Kim Young Soo
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun terbit: 2019
Tebal: 123 + vii halaman
Sebuah tempat yang asing, tempat di mana tidak kita ketahui orang-orang, bahasa, dan lingkungannya seperti apa. Namun, hidup di dalamnya. Bagi seorang penyair, suasana/lingkungan sekitar mempengaruhi sebuah kata-kata yang tercipta. Seperti yang Plato katakan bahwa karya sastra adalah tiruan, tiruan dari lingkungan dan dikembangkan oleh Aristoteles bahwa karya sastra tidak hanya tiruan, tetapi ada kreasi dalam pembuatan tersebut. Seorang penyair dari Korea, Choi, Jun adalah salah satunya. Tinggal di tempat yang tidak diketahui, budaya Korea yang tentu saja berbeda dengan budaya Indonesia, culture shock yang pasti dialami, penyesuaian pasti dilakukan. Hal ini membuat Choi, Jun tertarik dengan budaya Indonesia yang beragam. Sehingga, dia menyelami setiap inci kehidupan di Indonesia yang tersaji dalam buku Orang Suci, Pohon Kelapa berupa sajak-sajaknya yang indah. Buku ini menjadi sebuah bukti hasil keberadaannya di Indonesia—negeri yang asing baginya. Kumpulan sajak ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah.
Choi, Jun seorang penyair yang lahir di Kabupaten Jeongseon, Provinsi Gangwon, Korea, tahun 1963 belajar sajak di jurusan Bahasa dan Kesusastraan Korea, Universitas Kyung Hee, Korea. Mendapatkan sebuah penghargaan penyair baru dari Sastra Bulanan Korea tahun 1984 dan penghargaan mengarang pada musim semi oleh Harian Joong Ang, Korea tahun 1995 dengan sajak tradisional Korea. Kumpulan sajaknya, yaitu Kau, Masih di Sana; Anjing; Melemparkannya ke Dunia Tanpa Aku; Orang Suci, Pohon Kelapa; Meditasi tentang Rumah atau Pencarian Jalan; dan Cinta Gaya Slav.
Dalam kumpulan sajak ini, terdapat 61 sajak yang bercerita tentang tempat-tempat di Indonesia pernah Choi, Jun kunjungi, seperti pada sajaknya yang berjudul “Kenangan, Cibubur” bercerita tentang kehidupannya saat di Cibubur, tentang keluarganya, bagaimana dia merindukan saat-saat seperti itu. Terdapat pula kehidupan sosial yang Choi, Jun tuliskan dalam sajaknya berjudul “Tangan Kecil”.
Saat warna lampu lalu lintas berganti,
aku jadi memahami anak itu
dan semua tentang dunia ini
Anak itu telah mengukir selembar kartu nama dengan sekujur tubuhnya
Apakah telah kau tulis namamu dengan lengkap,
Duhai tangan yang lebih kecil daripada selembar uang seribuan?
Sajak ini bercerita tentang anak-anak di Ibu Kota yang harus bekerja banting tulang menghidupi keluarganya atau bahkan dirinya sendiri, menjadi pengamen di lampu lalu lintas adalah pilihan mereka. Choi, Jun memahami sesuatu yang dituangkan di dalam sajak di atas bahwa dunia begitu keras bahkan anak kecil sekalipun sudah menanggung kerasnya dunia tersebut.
Bahasa yang digunakan Choi, Jun banyak menggunakan majas personifikasi. Banyak sajak-sajaknya yang diambil dari nama-nama tumbuhan. Sajak-sajak ini banyak menyampaikan atau menggambarkan orang-orang atau keadaan di Indonesia. Tidak hanya alamnya saja, tapi hal kecil yang sering tidak kita anggap kehadirannya menjadi sorotan paling menarik untuk Choi, Jun tuliskan dalam sajaknya.
“Orang Suci, Pohon Kelapa” menjadi judul utama buku ini. Seperti judulnya, pohon kelapa bermakna banyak manfaat dari atas sampai akarnya. Dalam sajak-sajak ini pun diselami banyak sisi kehidupan dengan banyak pelajaran yang dapat diambil. Nilai-nilai sosial dan kebudayaan hadir dalam sajak-sajak Choi, Jun. Sajak-sajaknya termasuk ke dalam sajak modern karena tidak terikat pada rima dan bait. Setiap penyair memiliki kekhasannya masing-masing pada sebuah karya. Begitu juga dengan Choi, Jun, sajak-sajaknya memiiki ciri khas dari gaya bahasa, sudut pandang yang dipakai, dan mengangkat kondisi sosial dan alam Indonesia.
Buku ini mengajak kita menyelami dan merasakan apa yang Choi, Jun sampaikan tentang Indonesia lewat sajak-sajaknya. Meski perlu pemahaman lebih untuk mengerti apa yang ingin disampaikan Choi, Jun lewat sajaknya. Namun, nilai sosial, lingkungan, atau pesan yang terkandung di dalam sajak tersebut dapat dirasakan dan dijadikan sebagai pelajaran hidup. Dari buku ini, kita bisa tahu sudut pandang Choi, Jun sebagai seseorang yang hidup di negeri asing baginya—Indonesia—penuh dengan pelajaran hidup yang dapat diambil. Kumpulan sajak ini dia persembahkan untuk ayah dan adiknya yang telah lebih dulu menghadap sang pencipta.
1 note · View note
studiowebs · 7 years
Link
Butuh jasa Penerjemahan dokumen pribadi Jepang Indonesia Jepang, Seperti Buku Jepang Indonesia Jepang, Abstrak Jepang Indonesia Jepang, Skripsi Jepang Indonesia Jepang, Tesis Jepang Indonesia Jepang.
0 notes
octaraisa · 6 years
Text
the Great Man
November, 2015.
"Indah, apa yang bisa kamu lakukan dengan menulis? Jangan kan kamu yang nggak pernah makan meja sekolah, orang bergelar sarjana saja nggak sedikit jadi pengangguran."
"Menulis itu nggak akan bikin kamu dikenal. Kamu cuma anak yang nggak bisa jalan, bicara saja nggak bisa. Nggak mungkin orang datang lalu memberimu uang dan membuatmu sukses."
Oktober, 2016.
"Ini buku kamu, Ndah? Kok bisa? Gimana bisa? Ini beneran tulisan kamu? Yah, kenapa kurang panjang ucapan terima kasihnya, sih."
Oktober, 2017.
"Yang benar, kamu diundang ke Jakarta? Tendi Murti? Asma Nadia? Isa Alamsyah? Ultah KMO? Di panggung Taman Ismail Marzuki? Kamu kenal sama mereka? Eh, tunggu dulu, mereka udah tahu kan kondisi kamu kan?"
Sebulan kemudian.
"Indah jadi moderator KBM? Wakasek KMO juga? Terus kepilih jadi salah satu pengurus FLP Kotamobagu? Wah hebat kamu. Pokoknya lakukan yang terbaik yang kamu bisa."
Beberapa bulan kemudian.
"Ndah, kok belum jadi buku kamu sih? Cepatan dikelarin biar bisa dipamerin lagi. Kamu kan disuruh nulis otobiografi. Nah, kamu boleh tanya apa aja tentang cerita kamu dari kecil sama aku."
Itulah kata-kata mutiara yang selama ini aku terima. Dan aku bersyukur karenanya. Awalnya aku memang suka membaca cerpen di majalah, koran bekas. Untuk jadi penulis pun masih jadi mimpi waktu itu. Jangan kan itu semua, nulis biodata, menggarang sebagai hobby saja di tertawakan.
Tapi karena sebuah ejekan dan diskriminasi itulah yang membuatku ingin membuktikan bahwa mereka salah. Walau menulis dengan HP kecil dan jadul, bukan sebuah halangan untuk mengeluh. Aku hanya ingin dipandang bukan dengan sebelah mata lagi. Dan hanya sebuah keyakinan dan ketekunan tanpa pantang menyerahlah yang bisa mengubah itu semua.
---
Tulisan diatas adalah tulisan mba Indah, mba wakasek di komunitas Kelas Menulis Online. Maa syaa Allaah!, apa yang terlintas saat membaca tulisan mba Indah?. Saya langsung teringat teori "the Great Man" nya Thomas Carlyle.
Jendral Soedirman berperawakan kurus dan mengidap penyakit paru-paru. Konon hanya satu paru-paru beliau yang masih berfungsi. Tapi beliau tetap berani bergerilya keluar masuk hutan melawan sekutu, walau beberapa kali harus ditandu para pasukannya.
Syaikh Ahmad Yassin, diusia 15 tahun mengalami patah tulang leher saat bermain gulat dengan temannya. Kecelakaan ini membuat beliau harus mengalami lumpuh dibagian kakinya. Tapi tidak ada yang bisa menampikkan peran beliau dalam mengobarkan semangat umat islam dunia untuk berjuang mempertahankan tanah tempat kiblat pertama umat islam berada.
Franklin Delano Roosevelt, presiden Amerika Serikat yang ke-32. Satu-satunya presiden Amerika yang terpilih empat kali berturut-turut. Berhasil memulihkan ekonomi Amerika dari Great Depression. Roosevelt terserang Gullain-bare syndrome, yang menyebabkan kelumpuhan pada kakinya. Ia, sang Presiden Amerika yang berkursi roda.
Bapak Handry Satriago, beliau salah seorang professional Indonesia. Beliau merupakan CEO termuda General Electric, salah satu perusahaan terbesar dan tertua didunia yang didirikan oleh Thomas Alfa Edison. Dan Bapak Handry Satriago berkursi roda karena sakit yang menyerang beliau saat usianya baru menginjak 15 tahun.
Lee Hee Ah, seorang perempuan berkebangsaan Korea Selatan. Ia adalah seorang penderita down syndrome. Terlahir dengan kedua tangan yang hanya memiliki empat jari. Kelainan jemari tangan yang disebut lobster claw syndrome ini membentuk jarinya seperti capit udang, tanpa telapak tangan. Selain itu ia juga hanya memiliki kaki sampai sebatas lutut. Siapakah Lee Hee Ah? dia adalah seorang perempuan biasa yang dunia menggelarinya dengan julukan “Four Fingers Pianist”.
“The history of the world is the biography of great man” kata Thomas Carlyle. Siapakah orang besar itu?. “The Great man always act like a thunder. He storms the skies, while other are waiting to be stormed”.
Bapak Samson Rahman di halaman pengantar penerjemah Tarikh Khulafa menuliskan, mereka yang mampu mengoptimalkan potensi diri yang ada pada dirinya untuk mengubah dunialah yang berhak untuk dicantumkan dalam sejarah. Sebab sejarah sendiri pada hakikatnya adalah rekaman pertarungan antara manusia yang mau dan mampu untuk memakai potensi dirinya.
—-
“Seseorang yang memiliki keterbatasan akan terus mencoba hal-hal yang baru sebisa ia lakukan. Hanya untuk sekadar bertahan hidup, meski tampak mustahil yang melihatnya. Sedangkan bagi yang merasa dirinya mampu, dia tak banyak bergerak, karena ia berpikir pasti dia bisa jika ia melakukannya, padahal belum tentu demikian”.
Malu ga sih “diginiin” sama mba indah? :”((
13 notes · View notes
speakaterrible · 2 years
Text
Memasuki sisi lain Korea melalui Kumpulan Puisi “Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api”
Tumblr media
Ditulis oleh Ariqa Muqsitha Syafitri
Identitas Buku
Judul Buku: Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api?
(Cholgili Hwimanghanun Koteun)
Penulis: Moon Changgil
Penerjemah: Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Bulan dan Tahun Terbit: Desember 2021
Jumlah Halaman: 116 + x
SAAT mendengar kata ‘Korea’, orang-orang pasti akan dengan sigap mengaitkannya dengan budaya-budaya populer Korea Selatan yang sejak tahun 90-an memang sudah membentangkan sayapnya di seluruh pelosok dunia. Baik muda atau tua, pasti setidaknya bisa menyebutkan satu kebudayaan Korea Selatan jika seseorang tiba-tiba datang dan menanyakan. Entah itu musik dan tariannya (kita semua tahu yang ini), serial televisi dan film layar lebarnya, makanannya, produk-produknya (terutama elektronik dan kecantikan), mungkin beberapa juga akan menyebutkan gim atau komik dan novel grafiknya. Pokoknya, kalau sudah ada huruf ‘K’ di depan, orang langsung tahu dari mana itu berasal.
Bahkan, rasanya sekarang tiada hari tanpa terpapar kebudayaan asal Negara Ginseng tersebut. Bukan hal yang asing lagi melihat para idola menari dengan lincah sambil menyanyikan lagu tentang cinta di musim panas atau aktor dan aktris beradu peran begitu menyalakan televisi di pagi hari. Bukan pula hal yang asing mendengar anak-anak sudah heboh bermain ‘Lampu Merah, Lampu Hijau’ di luar rumah (kemungkinan besar dipengaruhi oleh “Squid Game”, agak mengkhawatirkan sebenarnya). Atau saat berniat untuk mengembalikan energi yang sudah terkuras habis selepas bekerja seminggu penuh dengan window shopping di pusat perbelanjaan hanya untuk melihat deretan artis ternama asal Korea Selatan memamerkan barang dengan niat menaikan penjualan. Bisa dibilang, Korea Selatan seperti perlahan masuk dan bercampur aduk dengan masyarakat di Indonesia.
Sebagai pemuda—yang tentunya tidak terlepas dari paparan ‘demam Korea’ ini—sering kali saya mendengar teman-teman sebaya saya mengimpikan untuk menetap di sana, entah itu karena jatuh cinta pada suasananya atau mungkin pada sang oppa. Anggapan bahwa Korea Selatan adalah negara indah, ‘serba enak’ sepertinya sudah merasuki sebagian besar masyarakat. Tidak mengherankan, sih. Mengingat manusia pada masa modern ini umumnya menyukai hal-hal yang bersifat praktis dan instan, langsung saja menelan yang disajikan tanpa terlebih dahulu melakukan check and recheck.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat masa kini, terutama generasi millenial ke bawah yang sudah terlalu bergantung pada internet dan menjadi ‘korban utama’ globalisasi, terlalu banyak mengonsumsi kultur pop. Terlalu menjadikan media-media populer sebagai buku panduan, termakan utopia buatan yang dirancang sedemikian rupa oleh senimannya, lama kelamaan jadi ‘halu’. Bukan hal yang buruk juga sebenarnya karena itu menandakan bahwa para seniman itu sukses memengaruhi pola pikir mereka. Padahal yang namanya ‘enak terus’ itu hanya lah fiksi, bukan kebenarannya. Manusia terkadang menutup mata padahal kebenaran selagi menyaksikan kenikmatan.
“Sama halnya dengan koin, semua hal di dunia ini memiliki dua sisi.”
Dulu sekali, seseorang mengatakan kalimat bijak itu pada saya. Penulis Moon Changgil dengan buku kompilasi puisinya yang berjudul “Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api” berhasil mengingatkan saya pada realitas itu. Juga, cocok untuk dijadikan tamparan pada orang-orang yang hanya melihat Korea Selatan sebagai ‘surga di dunia’ saja. Bagaimana tidak? Buku dengan setidaknya 58 puisi yang kemudian terbagi dalam empat bagian (dalam buku ini disebut sebagai ‘Rangkuman’) ini membawa langsung pembacanya pada sisi lain Korea Selatan yang kemungkinan besar belum diketahui banyak orang.
Puisi-puisi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah ini dengan jelas menggambarkan kehidupan masyarakat menengah ke bawah Korea Selatan dan bagaimana mereka melewati hari-hari di tengah perekonomian tak menentu. Nelayan yang dengan senantiasa menunggu ikan meski sudah sakit-sakitan, petani, juga buruh dan pekerja kecil lain. Selain ketimpangan sosial antara kaum atas dan bawah, ketidakadilan dan kecurangan yang tak terhindarkan atas nama tahta pada masa-masa setelah kemerdekaan Korea di tahun 1945 juga hadir pada buku ini. Bagaimana terpuruknya Korea saat dua negara Adikuasa—Amerika Serikat dan Uni Soviet—mencampuri urusan mereka dan memaksanya sampai akhirnya terpisah, bagaimana mereka tidak memperlakukan masyarakat di sana sebagaimana layaknya manusia atau bahkan makhluk hidup pada umumnya.
Topik-topik berat tersebut secara apik dikemas dengan diksi yang halus ke dalam puisi imajis. Penulis dengan cermat menyusun puisinya dengan kata-kata indah sehingga kritik yang hendak dilontarkan terasa lebih menohok, membawa pembacanya ikut merasakan sakit yang dirasakan oleh tokoh di dalamnya. Deskripsi suasana, tempat, juga perasaan yang melengkapi puisi-puisi dalam buku ini tidak sekedar membawa pembacanya pada kejadian yang tergambar di sana, akan tetapi langsung ‘masuk’ ke dalam puisi tersebut. Seakan-akan pembacanya adalah salah satu warga Samyang-dong atau ikut berunjuk rasa di Yeouido.
Meskipun banyak dari puisi dalam buku tersebut menyuratkan kesedihan dan kejadian tragis, akan tetapi tiap-tiap tokoh di dalamnya tidak menyerah begitu saja. Tekad mereka yang kuat nampak pada kegigihan mereka dalam menjalankan tugas, cinta untuk menghidupi keluarga dan orang-orang terkasih, juga pada harapan yang disuarakan di penghujung tiap-tiap puisinya. Semangat tersebut seakan-akan tersalurkan pada pembacanya agar dapat lebih semangat dalam menjalani hidup.
Dari segi tipografinya sendiri, penulis banyak menggunakan rata kiri. Tetapi dalam beberapa puisinya, penulis tidak menggunakan tanda baca sama sekali dalam satu paragraf. Seakan tidak memberi pembacanya jeda. Misal seperti pada puisi yang berjudul “Kepada Dia” pada akhir Rangkuman 2 berikut ini.
Bayangan panjang ilalang yang menegakkan tulang punggungnya ke arah matahari yang muncul seperti harapan bergoyang lalu berbaring sementara rerumputan mengangkat kepalanya dengan gelisah dan air sungai pun menyimpan duka di hati terdalam.
Tahukah kau tentang kerinduan yang meluap… jika di punggung tangan Ibu yang kasar bagaikan pegunungan terbentuk embun dan jiwa Ayah yang bagaikan urat darah kecil dibasahi kegelapan apakah kau akan bangkit dengan sayap pepohonan bersama dengan bayangan bodohmu harapan tetap hidup di mana-mana asal terkena cahaya menghapus sinar bulan yang berkunjung sia-sia pada tubuhmu. (Halaman 53)
Secara garis besar, buku kumpulan puisi ini memberikan ilustrasi kehidupan nyata di Korea Selatan saat ini. Buku ini juga membuat pembacanya menilik setitik penderita rakyat Korea pada masa-masa setelah kemerdekaannya di tahun 1950. Memberikan pandangan baru terhadap negara Korea yang selalu terlihat berkilauan melalui puisi dengan cara yang secara tidak disangka ‘hangat’.
(Ariqa Muqsitha Syafitri)
0 notes
yasmin-s · 2 years
Text
Kumpulan Puisi “Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api” Karya Moon Changgil
MENELISIK LUKA DARI TUBUH KOREA
Tumblr media
Judul Buku: Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api
Penulis: Moon Changgil
Penerjemah: Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Desember 2021
Jumlah Halaman: 116 + x halaman
Bayangan panjang ilalang yang menegakkan tulang punggungnya
ke arah matahari yang muncul seperti harapan bergoyang lalu
berbaring sementara rerumputan mengangkat kepalanya dengan
gelisah dan air sungai pun menyimpan duka di hati terdalam (hlm. 53)
           Sebait sajak tersebut merupakan kutipan dari salah satu puisi yang berjudul “Kepada Dia” dari buku kumpulan puisi Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api karya Moon Changgil terjemahan Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah. Dari sebait puisi diatas mungkin pembaca sudah dapat merasakan harapan yang menyakitkan? Apabila belum terasa, dalam kesempatan ini saya akan menelisik lebih lanjut tentang salah satu karya sastra korea kumpulan puisi Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api karya Moon Changgil terjemahan Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah.
           Sebelum menganalisis karyanya, sebaiknya terlebih dahulu kita berkenalan dengan penulis dan penerjemahnya. Penulis dari buku ini adalah Moon Changgil, seorang sastrawan berkebangsaan Korea. Ia lahir di Gimje, provinsi Jeolla Utara, Korea Selatan. Moon Changgil memulai partisipasi dalam dunia sastra dengan penulisan puisi pada kumpulan Puisi Dure (Duresi Dongin) pada tahun 1984, sehingga ia dikategorikan sebagai penyair tahun 80an. Pada tahun 1984 pula Moon bergabung dalam Komunitas Sastra Buruh Guro dan bergabung juga di Bagian Sastra Persatuan Pemuda Perusahaan Demokratisasi. Saat ini, Moon memimpin sejumlah media dan aktif fi organisasi sastra di Korea. Moon memimpin kelompok Changjak21 dan mengelola majalah sastra Changjak21. Selain itu, ia juga bergabung dalam Konferensi Pengarang Korea, Perhimpunan Penyair Korea, Persatuan Pengarang Bangsa Korea, Lembaga Riset Kesusastraan Bangsa, Perhimpunan Pengarang Goyang, dan Solidaritas Sosial Masyarakat Demokrasi Goyang.
           Setelah mengenal penulisnya, lanjut berkenalan dengan penerjemahnya yang sudah menerjemahkan karya Moon Changgil ini ke bahasa Indonesia. Penerjemah kumpulan puisi Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api ada dua orang, Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah. Kim Young Soo lahir di kota Seoul, Korea Selatan. Ia menuntaskan studi S1, S2, dan S3 nya di HUFS (Hankuk University of Foreign Studies). Kim Young Soo menulis sejumlah karya diantaranya adalah A Monk of Shilla’s Kingdom Korea to Sriwijaya Kingdom dan Indonesian Language Practice. Saat ini Kim Young Soo menjadi anggota Chanjak21.
           Penerjemah kedua dari kumpulan puisi Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api ini yaitu Nenden Lilis Aisyah. Nenden Lilis Aisyah lahir di Garut, Jawa Barat. Ia merupakan seorang penulis sastra dari mulai cerpen, sajak, esai, puisi, yang dimuat di berbagai media massa nasional dan internasional, banyak juga karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman, dll. Karya-karyanya pun mendapat penghargaan seperti Penghargaan Pusat Bahasa 2005 untuk kumpulan cerpennya Ruang Belakang (Kompas). Nenden Lilis Aisyah juga kerap diundang ke dalam berbagai event sastra untuk membacakan karyanya sekaligus menjadi pembicaranya. Nenden Lilis juga menerjemahkan karya sastra mancanegara, antara lain Antologi Puisi dan Prosa Langit, Angin, Bintang, dan Puisi karya penyair Korea Yun Dong Ju. Saat ini, Nenden Lilis Aisyah menjadi dosen di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.
           Kumpulan puisi Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api terdiri dari 116 halaman dengan jumlah puisi sebanyak 58 puisi. Di dalamnya terdapat empat bagian yang dilabeli dengan kata “rangkuman”. Setiap bagian rangkuman ini memiliki dominan tema yang berbeda-beda di setiap bagiannya.
           Pada rangkuman 1 terdapat 14 puisi yang ditulis oleh penulis. 14 puisi tersebut diantaranya berjudul: “Penduduk di Samyang-dong”, “Anak Perempuan yang Cerah”, “Di Dermaga Bangojin”, “Wanita dari Ahnyang”, “Pemandangan Gedung Koperasi Kredit”, “Malja di Singok-ri”, “Ayahku”, “Abang K di Pabrik Elektronik”, “Tuan Hwang di Todang-ri 1”, “Tuan Hwang di Todang-ri 2”, “Tuan Hwang di Todang-ri 3”, “Rasa Cinta Tuan Kim”, “Rumput Liar di Atas Aspal”, dan “Tuan Ju, Penduduk Daerah Khusus”. Pada bagian rangkuman 1, pembaca akan disambut dengan puisi-puisi yang bertemakan nasib para pekerja kecil, seperti buruh bangunan, petani, nelayan, pekerja kasar harian, dan lain-lain. Penyair menggambarkan kondisi dan situasi dari masyarakat kecil yang memprihatinkan dalam menjalani kehidupan yang suram. Dalam puisinya, pengarang memberi nama aku lirik/objek lirik dengan nama tokoh seperti Tuan Hwang, Tuan Kim, Bapak Gibyong, dan lain-lain untuk memperkuat makna dan menambah perasaan dari isi puisi-puisinya. Penggambaran masyarakat yang bekerja sebagai nelayan dapat dilihat pada puisi yang berjudul “Di Dermaga Bangojin dan Wanita dari Ahnyang”. Puisi tentang kaum petani digambarkan dalam puisi “Malja di Singok-ri”. Puisi-puisi yang lainnya merupakan gambaran dari masyarakat yang berprofesi sebagai buruh. Selain menggambarkan kondisi dan nasib para pekerja, pengarang juga menggambarkan para tokoh dalam puisinya untuk pantang menyerah dalam menggapai harapan yang baik.
           Rangkuman 2 terdapat 15 puisi diantaranya berjudul: “Di Stasiun Woljeong-ri”, “Kembang Unifikasi”, “Masa Perlawanan”, “Kita adalah Satu”, “Gadis Geumchon 1”, “Gadis Geumchon 2”, “Oh, Hari Itu”, “Kepada Sungai Han”, “Fajar untuk Genting Biru”, “Di Maehyang-ri”, “Buku Catatan Putih”, “Sungai”, “Anak yang Digendong di Moodeung”, “Catatan Harian Pedesaan”, dan “Kepada Dia”. Dalam puisi-puisi di ‘Rangkuman 2’ pengarang mengemukakan respon mengenai perang Korea; menggambarkan kepedihan bangsa Korea mengenai pemisahan Korea sekaligus kerinduan penyatuan dua Korea (Unifikasi). Suasana ini tergambar dalam puisi “Di Stasiun Wojeong-ri”, “Kembang Unifikasi”, dan “Kita adalah Satu” yang bentuk puisinya cenderung naratif. Selain tentang perasaan rakyat mengenai unifikasi, pada Rangkuman 2 ini pun terdapat puisi yang menggambarkan kekejaman militer AS di Korea Selatan. Kekejaman ini digambarkan dalam puisi yang berjudul “Gadis Geumchon 1”, “Gadis Geumchon 2”, dan “Oh, Hari Itu”.
           Pada ‘Rangkuman 3’ dan ‘Rangkuman 4’ puisi di dalamnya dominan bertema sosial politik. Dalam ‘Rangkuman 3’ terdapat 15 judul puisi, diantaranya adalah: “Menyusuri Jalan Gunung”, “Duet Musim Dingin”, “Bunga Mawar Hitam”, “Tempat Duduk Penonton”, “Lampu jalan”, “Dermaga Nodeul”, “Bayangan”, “Dalam Gelap”, “Serangga Rerumputan”, “Benteng”, “Sembari Menulis Sebuah Puisi”, “Aku dalam Cermin”, “Tarian Angin”, “Di Hagung-ri”, “Tempat Tinggalku Dulu 1”, “Di Hagung-ri”, “Tempat Tinggalku Dulu 2”.  Pada ‘Rangkuman 3’, puisi-puisinya lebih menggambarkan perasaan aku lirik secara individu baik itu menyangkut religi, cinta, norma hidup, alam, dan lain-lain. Pengarang menyajikan tema tersebut dalam bentuk puisi lirik yang didominasi dengan suasana imajis.
           Pada ‘Rangkuman 4’ terdapat 14 judul puisi, diantaranya adalah: “Stasiun Seojung-ri”, “Angin”, “Memikirkan Ibu”, “Bon-dong Texas Seoul”, “Rumah di Gang Kecil Musim Dingin”, “Hwang, Dewi Pengampun Buddha 1”, “Hwang, Dewi Pengampun Buddha 2”, “Hwang, Dewi Pengampun Buddha 3”, “Bunga Azalea, pada April Itu”, “Lampu Redup Itu atau Harapan”, “Bunga Terompet 1”, “Bunga Terompet 2”, “Setelah Perjalanan pada Musim Peralihan”, “Bungkus Es Krim dan Tuan Hwang”.  Puisi yang terdapat dalam ‘Rangkuman 4’ lebih menggambarkan aku lirik/objek lirik untuk senantiasa bangkit dari keterpurukan dan pantang menyerah dalam mencapai suatu kemauan atau harapan.
Harapan yang bersungguh-sungguh datang
Setelah membuka dada sejenak
Untuk diisi dengan minuman keras botolan yang tersisa
Darah merah mengucur di sela-sela dedaunan (hlm. 78)
           Larik tersebut merupakan salah satu kutipan puisi yang berjudul “Memikirkan Ibu” pada ‘Rangkuman 4’. Dapat terlihat secara tidak langsung kutipan tersebut menyiratkan bahwa terdapat harapan yang memang akan segera datang, namun diri sendiri sudah berusaha untuk bertahan sampai darah mengucur ke dedaunan.
           Buku puisi Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api karya Moon Changgil memberikan informasi mengenai sisi kelamnya Korea dari panggung populer di zaman sekarang. Melalui terjemahannya kedalam Bahasa Indonesia, khususnya pembaca dari Indonesia mendapatkan informasi mengenai kisah dan tragedi yang terjadi di Korea dalam bentuk Puisi. Pemikiran pembaca menjadi lebih terbuka bahwa budaya Korea yang begitu fenomenal dan selalu menjadi bahan pembicaraan yang menarik tersebut menyimpan sisi kelam didalamnya. Masyarakat kecil di Korea juga harus bekerja keras dan tidak putus asa dalam menggapai harapan.
           Secara keseluruhan, buku ini sangat rekomendasi untuk dibaca. Termasuk kalangan yang menyukai budaya Korea agar bisa merasakan sisi kelamnya dalam bentuk karya sastra puisi. Terjemahan yang dihasilkan oleh Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah pun mudah dimengerti, dari penyusunan kata-katanya sampai menjadi puisi utuh tanpa mengurangi makna sebenarnya. Efek imajinasi dan pencitraan yang terdapat di dalam puisi cukup tinggi, sehingga ketika kita membaca puisinya seakan-akan sedang berada di situasi dan kondisi yang sama. Melalui buku ini, pembaca akan mengetahui sejarah Korea lewat karya sastra dan memiliki pandangan baru mengenai jatuh bangun kehidupan yang muram. (Sofia Yasmin S)
 Referensi:
Changgil, Moon. 2021. Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
1 note · View note
dinioww · 2 years
Text
ANTOLOGI PUISI APA YANG DIHARAPKAN REL KERETA API, Menulis Puisi Sambil Melawan, Kenapa Tidak? oleh Dini Fauziyah Zahro
Tumblr media
Apa yang hadir di benakmu ketika mendengar negeri Korea? Drama? Musik? Makanan? atau justru para idola yang sedang digandrungi banyak orang? Eits, jangan salah, selain itu semua, karya sastra terjemahan dari negeri gingseng pun tak kalah diminatinya. Salah satu karya sastra yang banyak diminati adalah novel tentang pengembangan diri, terlebih jika novel-novel tersebut direkomendasikan oleh sang idola. Selain novel, karya puisi pun tak kalah banyak peminatnya, loh. Salah satunya adalah antologi puisi karya Moon Changgil yang berjudul Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api.
Moon Changgil yang merupakan seorang sastrawan angkatan 80-an di Korea ini, mulai berpartisipasi dalam penulisan puisi pada 1984 lewat kumpulan Puisi Dure. Pada tahun yang sama hingga tahun 1991, Moon Changgil bergabung dalam Komunitas Sastra Buruh Guro di Bagian Sastra Persatuan Pemuda Perusahaan Demokratisasi. Pada tahun 2001, kumpulan puisi Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api berhasil menerima dana kreasi karya dari Institut Pengembangan Kebudayaan dan Kesenian Korea. Pada tahun 2019, kumpulan puisinya yang berjudul Amanat Kemerdekaan Negara Utara menerima dana bantuan dari Yayasan Kebudayaan Kyonggi. Selain aktif menulis puisi, Moon Changgil juga memimpin sejumlah media dan aktif di organisasi sastra di Korea. Ia memimpin kelompok Changjak21 dan mengelola majalah sastra Changjak21. (Changgil, 2021:114).
Dalam penulisan puisinya, Moon Changgil sering menulis puisi dengan tema hak asasi manusia, perdamaian, dan lingkungan alam. Hal ini tercermin dalam antologi puisi Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api.
Terbit pada Desember 2021 melalui penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), antologi puisi ini sudah hadir dalam bahasa Indonesia dan bisa kita nikmati dengan mudah. Berkat penerjemahan yang dilakukan oleh Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah, kita dapat menyelami pikiran Moon Changgil tentang mereka yang hidup terasingkan.
Dalam catatan penerjemah (Changgil, 2021:115), disebutkan bahwa Kim Young Soo merupakan seorang sastrawan Korea yang menyelesaikan studi dengan fokus pada karya sastra Indonesia. Kim Young Soo menyelesaikan studi S1 nya di Jurusan Bahasa Malay-Indonesia Hankuk University of Foreign Studies. Lalu dilanjutkan dengan S2 di Program Studi Kesusastraan Modern Indonesia, yang khusus menyorot karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Kim Young Soo menamatkan studi S3nya di Jurusan Sastra Bandingan dengan disertasi berjudul A Study on Chairil Anwar’s Poems with the Postcolonialist View.
Salah satu karya Kim Young Soo adalah The Haecho’s Journey: A Monk of Shilla’s Kingdom Korea to Sriwijaya Kingdom dan Indonesian Language Practice. Selain aktif menulis karya sastra, Kim Young Soo juga aktif dalam penerjemahan buku Korea-Indonesia dan Indonesia-Korea. Salah satu karya sastra yang ia terjemahkan adalah kumpulan puisi Orang Suci, Pohon Kelapa karya Choi Jun dan Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer karya Pramoedya Ananta Toer.
Nenden Lilis Aisyah merupakan seorang dosen Sastra Indonesia di Universitas Pendidikan Indonesia. Selain aktif menjadi seorang tenaga pendidik, Nenden Lilis Aisyah juga aktif menulis karya sastra. Pada tahun 2005, kumpulan cerpennya dengan judul Ruang Belakang mendapatkan penghargaan oleh Pusat Bahasa. Selain itu, karya-karya sastra lainnya seperti kumpulan sajak tunggal dengan judul Negeri Sihir juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman, Belanda dan Mandarin. Pada tahun 2018, Nenden Lilis Aisyah juga pernah menerjemahkan Antologi Puisi dan Prose Langit, Angin, Bintang dan Puisi karya Yun Dong Ju bersama dengan Prof. Shin Young Duk, PhD. (Changgil, 2021:115-116).
Moon Changgil mengangkat cerita tentang mereka yang hidup di pinggiran kota, terasingkan, dan bekerja dengan keras untuk melanjutkan hari esok dalam antologi ini.Antologi puisi yang memiliki 116+x halaman ini terdiri dari empat rangkuman cerita dengan total 58 puisi. Pada rangkuman pertama, kita disuguhi 14 puisi tentang harapan-harapan besar untuk orang tersayang. Mulai dari alasan mereka bekerja keras, hingga rasa sakit yang mereka alami untuk mencapai harapan tersebut. Moon Changgil menggunakan sudut pandang orang pinggiran dalam tema ini. Ia membawa seorang pelaut yang pasrah pada kehidupannya, namun tetap memiliki setitik harapan yang indah. Lalu ada pula seorang ayah rumah tangga yang merasa kehangatan di rumahnya hadir dengan adanya anak perempuan berusia lima tahun.
Pada rangkuman ini, Moon Changgil memperlihatkan harapan kecil yang menjadi penyemangat bagi mereka para orang pinggiran. Meski lika-liku kehidupan yang mereka jalani terasa pahit, namun mereka masih memiliki sedikit harapan yang dapat membuat mereka tersenyum bahagia.
Rangkuman kedua menyuguhkan cerita tentang sejarah peperangan yang kemudian membelah Korea menjadi Korea Selatan dan Korea Utara. 15 buah puisi hadir menggambarkan harapan, suasana, dan kerinduan akan persatuan Korea. Selain itu, ada pula puisi yang bercerita tentang kemalangan dan kesedihan yang diderita rakyat biasa saat masa peperangan. Salah satunya dapat dilihat dalam puisi berikut,
Oh, Hari Itu,
Seperti permen yang dikunyah pemimpin negara
bunga dan pohon dicabut dan di sungai
mengalir darah merah yang membara.
Pada hari itu Ibu melahirkan adik perempuanku yang mungil
dan terus bekerja di sawah dan ladang
dengan payudara yang bengkak.
Tentara Yankee dengan pedang pendeknya menusuk pangkal
paha
dan membelah payudara Ibu.
Oh, Ibuku. (Changgil, 2021:41).
Pada rangkuman ini, Moon Changgil membawa para pembaca untuk ikut hanyut merasakan apa yang pernah terjadi pada negeri itu. Pembaca seakan-akan dibawa masuk ke dalam peristiwa yang terjadi dalam tiap cerita, merasakan tiap emosi yang terdapat dalam tiap lariknya.
Pada rangkuman ketiga, Moon Changgil membawakan 15 puisi yang membawa kekecewaan dan kesedihan yang dirasakan oleh tokoh aku. Kekecewaan dan kesedihan yang diceritakan berhasil membuat hati pembaca ikut teriris. Penerjemahan yang dilakukan pun berperan penting dalam bab ini. Pemilihan kata yang sederhana namun tepat, memudahkan pembaca untuk memahami maksud yang ingin disampaikan oleh Moon Changgil.
Puisi-puisi yang dibahas dalam rangkuman ini bercerita tentang perjuangan sebelah tangan. Moon Changgil menyorot mereka yang tak pernah terlihat, namun selalu hadir baik dalam kejadian penting maupun dalam hari yang biasa-biasa saja. Contohnya dalam puisi Lampu Jalan, Tempat Duduk Penonton, dan Di Hagung-Ri, Tempat Tinggalku Dulu yang menceritakan tentang mereka yang tak pernah terlihat.
Tak jauh berbeda dengan rangkuman tiga, rangkuman empat juga masih bercerita tentang kekecewaan dan kesedihan. Namun, rangkuman ini lebih tertuju pada kepasrahan atas kemiskinan yang tak pernah pergi. Jika pada rangkuman tiga, pembaca ikut dibawa untuk merasakan kesedihan dan kekecewaan, rangkuman ini justru membawa pembaca untuk melihat kepasrahan yang hadir dalam tiap puisinya. Kepasrahan tanpa semangat untuk bangkit kembali, kepasrahan atas hidup yang selalu membawa kesialan, dan kepasrahan atas nasib sial yang selalu mengikuti.
Dalam rangkuman satu hingga empat, Moon Changgil selalu menggunakan sudut pandang dari mereka yang hidup di pinggiran, mereka yang hidup terlupakan, dan mereka yang perlu berjuang. Dalam wawancaranya dengan Penerbit KPG (06/12/2021), Moon Changgil mengatakan bahwa ia menjadikan pena sebagai senjata. Senjata untuk mengkritik dan senjata untuk melawan. Hal ini pun tercermin dalam antologi puisinya kali ini. Seperti di rangkuman dua yang menceritakan sejarah peperangan Korea, Moon Changgil ingin menyampaikan pengalaman buruk yang hadir kepada orang pinggiran. Moon Changgil juga menyampaikan harapannya atas persatuan Korea yang selalu didamba.
Moon Changgil pun memanfaatkan pena dan puisinya untuk sebagai media perlawanan. Melalui media, tiap individu dipersilakan untuk menyampaikan pendapat hingga perlawanannya yang tak pernah didengar. Selain melalui pemikiran Moon Changgil, peran para penerjemah pun turut berperan besar. Pemilihan kosa kata yang sesuai agar penyampaian makna penulis tetap hadir, dilakukan penerjemah dengan sangat baik. Selain itu, penyampaiannya yang sederhana namun tetap berkelas, dan penggunaan metafora yang sederhana. Hal ini membuat pembaca tak perlu risau karena takut tak memahami pesan yang ingin disampaikan. Jadi, tunggu apalagi? Apakah kamu siap untuk menyelami pikiran mereka yang terasingkan dalam antologi puisi ini?
0 notes
negara-my-id · 3 years
Text
Animax Japan (English Subs)
Tumblr media
Negaraku Indonesia Animax Japan (English Subs)
To view this video please enable JavaScript, and consider upgrading to a web browser that supports HTML5 video
Tentang Animax
Animax Japan (アニマックス) adalah sebuah jaringan televisi satelit di Jepang yang didirikan dan dimiliki oleh Sony Corporation untuk produksi dan penyiaran anime. Animax berkantor pusat di Minato, Tokyo, Jepang. Saham perusahaan ini dimiliki oleh Sony Pictures Entertainment, Sunrise Inc., Toei Animation Inc., TMS Entertainment Inc., and Nihon Ad Systems Inc.
Siaran Operasi Animax
Animax beroperasi di Jepang, Taiwan, Hong Kong, Korea Selatan, Asia Tenggara (termasuk Indonesia), Asia Selatan, dan Amerika Latin. Animax adalah jaringan pertama dan terluas yang diperuntukkan anime selama 24 jam di seluruh dunia. Nama “Animax” diambil dari kata anime (アニメ) dan max (マックス).
Sejarah Animax Jepang
Negara Jepang
Didirikan pada 20 Mei 1998 oleh Sony, Animax Broadcast Japan Inc. (株式会社アニマックスブロードキャスト・ジャパン Kabushiki-gaisha Animakkusu Burōdokyasuto Japan) disiarkan pertama kali di Jepang pada 1 Juni 1998 pada televisi satelit SKY PerecTV. Salah satu pendirinya adalah Yoshirō Kataoka, seorang prduser dan desainer anime yang terkenal.
Animax juga melakukan kerja sama dengan salah satu pemrakarsa anime, Osamu Tezuka, Studio Pierrot, Nippon Animation, dan lainnya. Animax telah berjasa dalam produksi beberapa serial anime seperti Ghost in the Shell: Stand Alone Complex, Ultra Maniac, Astro Boy, Hungry Heart: Wild Striker, Aishiteruze Baby, Shakugan no SHANA, dan lainnya.
Selebriti Jepang tekenal juga pernah tampil di Animax termasuk aktris Natsuki Kato dan seiyū Yukari Tamura. Animax juga mengadakan beberapa acara bertemakan anime dan konser seperti sebuah konser tahunan yang selalu diadakan di ZEPP Tokyo dan Animax Taishō (アニマックス大賞), sebuah kompetisi penulisan naskah anime tahunan yang diadakan sejak 2002.
Acara Animax Taishō telah menghasilkan penulis yang terkenal seperti Lily to Kaeru to (Ototo) (リリとカエルと(弟) Riri to Kaeru to (Ototo)), yang diproduksi Toei Animation; Hotori ~ Tada Saiwai wo Koinegau (ほとり~たださいわいを希う。~), diproduksi oleh Sunrise; Azusa, Otetsudai Shimasu! (アズサ、お手伝いします!), diproduksi oleh TMS Entertainment; dan Super Kuma-san (スーパークマさん), diproduksi oleh Toei Animation.
Wilayah Asia
Animax ditayangkan berbeda di Asia, terutama pada bahasa. Pertama kali Animax diluncurkan di Taiwan pada 1 Januari 2004 dan Hong Kong pada 12 Januari 2004. Seminggu kemudian di Asia Tenggara 19 Januari 2004. Di Asia Tenggara, Animax disiarkan dalam bahasa Jepang dengan teks bahasa Inggris atau dalam bahasa lokal.
Pada 5 Juli 2004, Animax memulai pekerjaannya di Asia Selatan. 29 April 2006, Animax diluncurkan dari Korea dan 31 Agustus pada tahun yang sama di Malaysia. Di Indonesia, Animax dihadirkan melalui jaringan televisi berlangganan First Media, MNC Vision, Transvision, Big TV, Centrin TV dan UseeTV.
Wilayah Amerika Latin
Animax hadir di Amerika Latin pada 31 Juli 2005, dan disiarkan dalam bahasa Spanyol dan bahasa Portugis.
Amerika Utara
Animax telah mendukung beberapa acara bertemakan anime di Amerika Utara, termasuk sebuah festival anime dan kerja sama dengan perusahaan distribusi anime seperti Bandai Entertainment dan VIZ Media.
Program acara Animax
Animax telah menyiarkan banyak judul anime, yakni: Ghost in the Shell: Stand Alone Complex, Cowboy Bebop, InuYasha, Fullmetal Alchemist, Eureka 7, Honey and Clover, Kyou Kara Maou!, Rurouni Kenshin, Blood+, Dragon Ball, Cardcaptor Sakura, Tsubasa: Reservoir Chronicle, Vision of Escaflowne, YuYu Hakusho, Wolf’s Rain, Future Boy Conan, Haikara-san ga Tooru, Luck & Logic dan Tweeny Witches, dan beberapa seri OVA series dan film anime, seperti Steamboy, Ghost in the Shell, Nasu: Summer in Andalusia, Blood: The Last Vampire, Escaflowne, Jigoku Shōjo, dan lainnya.
Tim penerjemah dan sulih suara
Animax telah menerjemahkan dan menyulih suarakan beberapa seri anime oleh tim khususnya di jaringan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Anime yang diterjemahkan awalnya tidak memiliki terjemahan asli dan tidak memiliki lisnesi di Amerika Utara seperti: Detective School Q, Dokkiri Doctor, Twin Spica, Zettai Shonen, Clamp School, Emma – A Victorian Romance, Conan: The Boy in Future, Honey and Clover, Jigoku Shoujo, dan lainnya.
Animax juga menyiarkan anime yang telah disulihsuarakan oleh perusahaan lainnya seperti Cowboy Bebop, Witch Hunter Robin, Mobile Suit Gundam, Brain Powerd, Please Teacher!, Galaxy Angel, Arjuna, Jubei-chan, Tsukikage Ran, Angel Tales, Saber Marionette, Appleseed, Alien 9, InuYasha, Fullmetal Alchemist.
Tumblr media
Apa tanggapan Anda?
0 tanggapan
Love
Love
0
Smile
Smile
0
Haha
Haha
0
Sad
Sad
0
Star
Star
0
Weary
Weary
0
Animax Japan (English Subs) Negaraku Indonesia
from Negaraku Indonesia https://ift.tt/3kuyMSR
0 notes