Tumgik
#karena kita tidak tahu lelah mana yang akan membawa kita ke surga
vinsyasalsabila · 3 months
Text
instagram
0 notes
manusiaquat · 3 months
Text
Sabar itu Bertahap~
Menjadi manusia di dunia ini pasti di kelilingi ujian. Baik yang kaya ataupun miskin, baik yang tua maupun yang muda, baik yang sudah berkeluarga maupun yang belum. Jadi jelas sepenuhnya salah jika orang beranggapan mereka ingin menikah untuk menyudahi derita dan drama hidup ketika masih single. Mungkin mereka lupa bahwa mereka sedang di dunia, dunia tempatnya berjuang, dunia tempatnya lelah, karena memang yang menjadi tujuan seorang muslim adalah surga.
Kembali lagi pada ujian yang tidak memandang latar belakang seseorang. Mungkin bentuk ujiannya saja yang berbeda seperti kesehatan, ekonomi, dan lain-lain.
Setelah menikah, aku merasa secara bertahap diajarkan bagaimana menjadi dewasa yang sebenarnya. Karena memang isi dari pernikahan adalah melaksanakan tanggung jawab sambil mengusahakan menjadi versi terbaik.
Sudah tiga harian ini mertua kurang enak badan. Pilek disusul demam kemudian sekarang batuk. Biasanya ketika ‘nggreges’ begini selesainya satu atau dua hari setelah minum obat pereda. Tapi ini sudah tiga hari, akhirnya aku dan suami putuskan untuk membawa ke puskesmas. Aku mendampingi mertua periksa sedangkan suami jaga anak di rumah sambil WFH.
Aku coba langsung minta tes lab ke dokternya tapi sayang tidak diizinkan karena dokter lebih memilih observasi lewat obat dulu. Padahal maksudku di sini, sekalian tahu apa ada sakit di dalam sehingga bisa kami bawa ke spesialis sekalian. Tapi mungkin aku sebagai orang awam yang tidak paham sehingga maunya sat-set. Selain itu yang aku khawatirkan adalah ibu mertua selama 2 hari ini sudah ngompol. Agak tidak sadar mungkin ketika keluar air seni terutama saat batuk.
Aku hanya ingin meringankan beban suami yang harus ngepel seisi rumah ketika mertua ngompol, apalagi saat pertama kali itu sudah meluber ke mana-mana dan anakku sempat terpleset akhirnya jatuh terlentang. Aku tidak mau hal-hal serupa terjadi lagi. Tapi alhamdulillah, mertua sudah mau dipakaikan popok meskipun aku dan suami harus memohon dulu 😅 ya emang kuncinya harus sabar-sabar untuk menghadapi orang yang sudah lanjut usia.
Kami berdua sempat searching tentang gejala-gejala yang dirasakan mertua. Suami temukan bahwa gejala batuk bisa keluar urin adalah karena otot-otot kemih perempuan lansia sudah tidak sekuat dulu apalagi bekas melahirkan dan dokter spesialis yang tepat adalah Sp.OG.
Kami akan lihat dulu bagaimana keadaan ibu setelah berobat di dokter umum tadi pagi. Meskipun sebenarnya obatnya sama saja, tapi inilah ikhtiar kami. Jika memang nanti harus periksa ke dokter spesialis, maka kami akan bawa ibu ke sana.
Harapanku semoga dengan ujian ini, kami sekeluarga bisa jadi muslim yang lebih luas sabar dan empatinya. Mohon doanya untuk kesembuhan ibu mertua ya teman-teman. Semoga kalian dan kita semua sehat selalu.
0 notes
kafabillahisyahida · 3 years
Text
Kemana Ilmu Membawa Kita?
Allah luhurkan derajat orang yang menuntut ilmu di jalanNya. Tapi di setiap jalan keluhuran, syaitan juga berjaga2. Maka pada perkara seindah mengaji pun, kita wajib waspada. Mari merenung sejenak & bertanya kemana buku yg qt baca, kajian yg kita cerna, dn ilmu yg qt tela'ah itu membawa kita??
Apakah mengaji ini membawa kita pada perasaan “Ana khairun minhu, saya lebih baik daripada dia”, hingga kita merasa paling berada di atas kebenaran, paling berhak atas ridhaNya dan Surga, lalu menganggap diri lebih utama dan memandang sesama remeh dan hina?
Subhaanallaah; yang seperti ini ada pendahulunya, dengan ibadah yang tak tertandingi di mayapada, tapi ujungnya terlaknat sepanjang masa.
“Berkata Iblis, ‘Aku lebih baik daripada dia..” (QS: Al A’raaf: 12)
Ataukah mengaji ini membawa kita pada perasaan “Rabbanaa zhalamnaa anfusanaa.. Duhai Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri..”, lalu kita kian menginsyafi aneka kekurangan diri, merasa betapa lemahnya kita, betapa mudah jatuh dalam alpa, serta betapa faqir akan ampunan dan rahmatNya?
Masyaallaah; yang seperti ini ada pendahulunya, dimuliakan di atas para malaikat, dipilih di antara semesta, menjadi bapak yang membawa keturunannya mewarisi bumi dunia. Dia bermaksiat, tapi bertaubat, menjadikan cinta Allah padanya berlipat-lipat.
“Berkata Adam dan Hawa, ‘Duhai Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri. Andainya Kau tak mengampuni dan mengasihi kami, niscaya kami termasuk mereka yang rugi.” (QS: Al A’raaf: 23)
Lalu apakah mengaji ini membawa kita pada perasaan, “Innamaa utiituhu ‘alaa ‘ilmin ‘indii.. Aku diberi segala kelimpahan ini karena ilmu yang ada padaku”; hingga kita menyangka kitalah makhluq paling utama, dengan titian hidup paling gemerlap, dan sesama dengan berbagai deritanya adalah karena dosa mereka yang lebih banyak atau ibadah yang lebih cekak?
Subhaanallaah, yang seperti ini ada pendahulunya, dengan perbendaharaan yang kunci-kuncinya tak dapat dipikul orang-orang perkasa, tapi terbenamnya dia ke bumi menjadikan namanya abadi sebagai sebutan untuk harta temuan yang tergali.
“Berkata Qarun, ‘Sesungguhnya aku diberi segala kelimpahan ini disebabkan oleh ilmu yang ada padaku..” (QS: Al Qashash: 78)
Ataukah mengaji ini membawa kita pada keinsyafan, “Haadzaa min fadhli Rabbi, liyabluwani a asykuru am akfur.. Ini semata-mata adalah karunia dari Rabbku; untuk menguji diriku apakah aku mampu bersyukur ataukah justru akan kufur”; bahwa bertambahnya nikmat adalah juga kenaikan jenjang ujian yang membuat kita harus kian peka menyembahkan kehambaan?
Masyaallaah yang seperti ini ada pendahulunya, dialah raja dunia yang tak hanya berkuasa atas manusia, tapi juga hewan, burung, jin, serta angin; tapi kerendahan hatinya pada Sang Pencipta membuatnya menjadi buah bibir sejarah.
“Berkata Sulaiman, “Ini semata-mata adalah karunia dari Rabbku; untuk menguji diriku apakah aku mampu bersyukur ataukah justru akan kufur.” (QS: An Naml: 40)
Juga, apakah mengaji kita membuat kita ingin diakui dan disebut-sebut dalam gelar megah, seperti ucapan, “Innii Anal ‘Aziizul Kariim.. Sungguh aku ini orang perkasa lagi mulia”?
Subhaanallaah, yang seperti ini ada pendahulunya. Lelaki yang tak menyangkal kejujuran Rasul mulia, yang tahu benar kebenaran di pihak siapa, namun demi kepentingan dan harga diri lebih memilih membutakan hati, memusuhi, dan binasa dalam api, hingga Allah memuaskan siksa itu baginya dengan gelar yang dipilihnya. Pada Abu Jahl dikatakan:
“Rasakan ‘adzab ini, sungguh engkau lelaki perkasa lagi mulia!” (QS Ad Dukhaan: 49)
Ataukah mengaji ini membuat kita kian merasa berhajat pada Allah, bersangka baik padaNya, dan bersandar sepenuhnya hingga berkata, “Rabbii innii limaa anzalta ilayya min khairin faqiir.. Duhai Rabbku, sungguh aku terhadap apa yang Kauturunkan di antara kebaikan amat sangat memerlukan”?
Masyaallaah; yang inipun ada pendahulunya, seorang yang sejatinya sungguh perkasa, tepercaya, lagi mulia, yang di tengah takut, lelah, dan laparnya masih bisa menawarkan bantuan pada sesama lagi sama sekali tak meminta terimakasih dan balasan dari mereka. Cukup Allah baginya.
“Berkata Musa, ‘Duhai Rabbku, sungguh aku terhadap apa yang Kauturunkan di antara kebaikan amat sangat memerlukan.” (QS Al Qashash: 24)
Kemudian apakah mengaji ini membuat kita terjangkit keinginan menyingkirkan, “Layuhrijannal a’azzu minhal adzall.. Sungguh orang mulia ini akan mengeluarkan orang hina..”; sebab kita merasa lebih berhak atas apa-apa, mana-mana, atau sesiapa di dalam perlombaan yang semu maupun yang nyata?
Subhaanallaah; yang inipun ada pendahulunya, bagai pokok kayu tersandar, memikat bicaranya, mempersaksikan isi hatinya dengan sumpah bermadah, tapi sebenarnya hatinya luka, penyakit tumbuh di sana, permusuhan dinyalakan apinya, kejahatan dibalut sutra, dan dia mengira tiap teriakan keras ditujukan padanya.
“Berkata ‘Abdullah ibn Ubay ibn Salul dan pengikutnya, ‘Jika kita kembali ke Madinah, maka sungguh orang mulia ini pasti akan mengeluarkan orang hina itu.” (QS Al Munafiqun: 8)
Ataukah mengaji menjadikan cita kita sederhana tapi penuh kerendahan hati, “Tawaffanii musliman, wa alhiqnii bish shaalihiin.. Ya Allah, wafatkan aku sebagai seorang muslim yang berserah diri, dan himpunkan aku bersama orang-orang yang shalih”; merasa tak pantas menjadi orang shalih, hanya karena rahmat Allah maka teranugerahi nikmat dihimpun bersama mereka.
Masyaallaah, yang inipun ada pendahulunya, seorang bernasab terbaik, yang lika-liku hidupnya dalam Al Quran dikisahkan sebagai cerita terbaik, dengan pengisahan terbaik.
“Berkata Yusuf putra Ya’qub putra Ishaq putra Ibrahim, ‘Ya Allah, wafatkan aku sebagai seorang muslim yang berserah diri, dan himpunkan aku bersama orang-orang yang shalih.” (QS: Yusuf: 101)
Dan apakah mengaji ini menjadikan kita suka berkata, “Maa uriikum illaa maa araa, wa maa ahdiikum illaa sabiilar rasyaad.. Aku tidak mengemukakan kepadamu melainkan apa yang kupandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar”; sebab ilmu yang dikhazanahi membuat kita merasa mengetahui segala hal padahal ia nafsu diri?
Subhaanallaah; yang seperti ini ada pendahulunya, abadi sebagai puncak kesombongan manusia, menjadikan diri sebagai tuan maha tinggi, lalu menganggap dia berhak memaksakan mana yang benar dan mana yang salah
“..Berkata Fir’aun, ‘Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.” (QS: Ghaafir: 29)
Ataukah mengaji ini membuat kita mampu menghargai bahkan si kecil dalam perintah Allah yang mutlak sekalipun, “Ya Bunayya, innii araa fil manaamii annii adzbahuka fanzhur madzaa taraa.. Duhai putraku, kulihat dalam mimpi perintah Allah untuk menyembelihmu, cobalah kemukakan apa yang jadi pandanganmu”; yakni sepenuh hati memahami bahwa agama harus tegak di atas pemahaman dan tiada manfaat untuk memaksakan pengertian kita yang sungguh keshahihannya jauh dibanding mimpi di atas.
Sungguh inipun ada pendahulunya, seorang Kekasih Ar Rahman yang lulus terus dalam berlapis-lapis ujian cinta. Dia meyakini perintah Rabbnya, tapi betapa berharganya musyawarah dengan siapapun yang terdampak perintah itu.
“Berkata Ibrahim, ‘Duhai putraku, kulihat dalam mimpi perintah Allah untuk menyembelihmu, cobalah kemukakan apa yang jadi pandanganmu.” (QS: Ash Shaaffaat: 102)
Semoga Allah membimbing ilmu kita, belajar kita, mengajar kita; agar mengaji ini membawa kita menyusuri jalan cahaya Adam, Sulaiman, Musa, Yusuf, serta Ibrahim; bukan lorong gelap Iblis, Qarun, Abu Jahl, ‘Abdullah ibn Ubay, serta Fir’aun.
“Dan katakanlah hai Muhammad, ‘Duhai Rabbku, tambahkanlah padaku ilmu.” (QS Thaaha: 114).*
@Salimafillah
35 notes · View notes
juliarpratiwi · 3 years
Text
This Will Become a Memory
Senin malam Ai chat, kalau Teh Din mulai merasakan gelombang cinta. Selasa pagi dikabari bahwa sudah pembukaan 1. Karena pembukaan masih lama akhirnya Ibu Bidan menyarankan untuk pulang ke rumah terlebih dahulu. Ternyata saat bangun tidur siang air ketuban mulai rembes, siang itu juga Teh Din dan Ai kembali ke bidan. Aku yang dikabari buru-buru menyusul ke bidan.
Kontraksi mulai rutin, namun kondisi bayi masih diatas. Pihak bidan memberikan obat yang di konsumsi satu jam sekali untuk merangsang pelunakan mulut rahim.
"Aduh gak kuat neng"
"Sabar teh, gak boleh bilang gitu. Teteh harus semangat ya kan mau ketemu adek bayi."
Pukul 20.30 Teh Din di periksa kembali, ternyata dari pembukaan 1 pukul 02.00 pagi itu pembukaan baru bertambah sekitar pembukaan 3 sedangkan air ketuban terus-menerus rembes. Kontraksi semakin meningkat, Teh Din mulai khawatir. Air ketuban terus menerus rembes tapi pembukaan sangatlah lambat.
"Neng, apa ke rumah sakit aja ya? Kok tadi bidannya juga bilangnya gitu"
"Nanti biar Ai tanyain ya teh, baiknya kaya gimana, bidan juga pasti lebih tahu kondisi teteh, tadi juga detak jantung adek masih bagus kan, insyaAllah air ketubannya cukup sampai nanti adek lahir. Teteh jangan serba dipikirin, kalau ibunya stres bayinya juga nanti ikut stres."
Aku dan Ai mencoba menenangkan, sembari terus memberikan afirmasi positif.
"Dek, ayo jagoan, Ibu udah nunggu niih. Semangat ya nak."
Aku mengucap doa semampu yang aku tahu
"Teh, terus dzikir yaa. Sambil dinikmati mulesnya, sabar ya teh, kuat yaa"
Aku dan Ai saling bertukar posisi apabila kami mulai lelah dan mengantuk. Tidur gak bisa, cuma bisa saling menguatkan bertiga.
"Aduh udah gak kuat ini mah, pengen ngejen banget"
Aku lihat waktu menunjukan pukul 00.30
"Teteh gak kuat banget? Udah kaya pengen BAB banget teh?"
"Iya neng"
Akhirnya aku memutuskan mengetuk ruang istirahat bidan, menjelaskan kondisi Teh Din. Setelah di periksa Alhamdulillah sudah masuk pembukaan 7. Kemudian kami membawa Teh Din ke ruang bersalin.
"Neng, tidur dulu aja di ruang rawat nanti gantian." Ai memintaku istirahat
Di ruang rawat boro-boro bisa tidur, yang ada cemas karena Ibu Bidan yang akan membantu kelahiran belum juga datang.
"Udah ada bidannya?" tanyaku saat Ai memasuki kamar rawat
"Belum, coba neng kesana dulu gantian."
Awalnya aku menunggui di luar ruang bersalin karena posisi Teh Din sudah dipersiapkan untuk melahirkan. Alhamdulillah ketika Ibu Bidan tiba, entah keberanian dari mana akhirnya aku ikut masuk ke dalam ruangan.
"Teteh, ayo sebentar lagi nih. Belajar mengejan yang benar yaa." aku memperhatikan bagaimana Ibu Bidan mengajari Teh Din, ini ilmu banget untukku.
"Terus afirmasi ya teh. Adek ayo ini Ayah Ibu udah nunggu dek."
"Aa sini a." Ibu Bidan memanggil Ai "A sini liat tuh rambutnya udah keliatan ya?"
"Teh rambutnya udah keliatan nih, mengejannya yang benar ya nanti kasian adeknya."
Ibu bidan menjelaskan banyak hal tentang dampak dari mengejan yang tak tepat cara dan waktunya. Sembari memberikan afirmasi, Ibu bidan juga memberikan banyak edukasi yang mana aku rasa itu sangat bermanfaat untukku.
"Aduh gak kuat aku."
"Eh Teteh gak boleh bilang gitu dong, adek bayinya aja semangat. Ayo, rileks, insyaAllah bisa, sambil terus dzikir, minta ke Allah. Yuk lagi yuk, siap ya. Kalau yang didalam udah kerasa ingin mengejan, ayo mengejan yang panjang yaa jangan pendek-pendek, kalau belum siap jangan dipaksa."
Aku terus berdoa, menguatkan, memberikan afirmasi positif, mengelap keringat besar yang mulai muncul, juga sesekali menawarkan minum.
Setelah lama proses mengejan, Ibu Bidan bilang
"Duh ini sekali lagi ya, yang kuat insyaAllah keluar."
Allahu Akbar.....
Benar saat itu juga setelah Teh Din mengejan panjang, adek bayi keluar. Tapi sebentar, kok tidak menangis?
Deg deg deg, jantungku berdetak sangat kencang. Allah Allah, Allahu Akbar. Kenapa adek bayi tidak menangis?
Jangan Ya Allah jangan, aku melihat ke samping Ai yang juga mulai khawatir. Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Ibu Bidan mulai sibuk melakukan penanganan kepada adek, 2 asistennya sibuk mempersipkan banyak hal yang Ibu Bidan perintahkan.
"Ayo, oksigennya buka, ini gak boleh terlalu lama" perintah Ibu bidan kepada asistennya
"Adek ayo sayang menangis nak." Ibu Bidan berkata demikian sembari memberikan berbagai cara sebagai pertolongan pertama
"Ya Allah, Ya Rabb, Ya Allah. Ayo dek nangis nak, nangis." teriakku dalam hati
"Ayo nak menangis yang keras." Ibu Bidan kembali mengatakan itu setelah berbagi cara dilakukan untuk membuat adek menangis
"Kenapa neng?" Teh Din mulai ikut bertanya
"Gak apa-apa teh, adek sehat kok tuh nafasnya aja keras."
"Kenapa neng? Kok gak nangis?"
"Gak apa-apa teh, yuk teteh rileks kan plasentanya masih di dalem. Minum ya?" aku tidak ingin membuat Teh Din panik
"Ayo ini gak boleh lama kaya gini, ayo oksigennya. Adek menangis nak, ayo nak"
Melihat kekalutan 2 asisten bidan tersebut, Ai kemudian ikut turun tangan membantu.
Aku kemudian menggenggam tangan Teh Din, saling berbagi kekuatan. Engga teh gak apa-apa, sebentar lagi adek bakalan nangis kok insyaAllah.
"Ya Allah aku mohon, Ya Rabb Engkau Yang Maha Berkehendak. Adek ayo nangis sayang." mintaku dalam keputusasaan
"Yuk dek nangis nak yang keras. Ini mulai merintih nih." Ibu bidan memberi harapan agar kami yang menyaksikan tenang
Entah berapa menit kejadian tersebut, tapi seakan-akan sangat lama terjadi. Alhamdulillah setelah adek diberikan CPR, tangis jagoan kecil itu perlahan-lahan mengeras.
"Nah, betul nak yang keras sayang nangisnya." Ibu bidan masih dengan berbagai penanganannya
Aku belum bisa lega karena tangisan adek masih sering hilang dan mengecil.
Perlahan setelah cairan terus keluar dari hidung dan mulut adek, tangis itu mengeras lalu mengecil kembali.
"Ayo nak yang keras aja nangisnya, cape ya sayang tadi di dalam. Iya marah ya sama Ibu, kita marahin yuk ibunya yang tadi gak semangat ya, padahal kan adek berjuang ya nak didalam sana."
Alhamdulillah Alhamdulillah, kuatkan adek Ya Rabb.
Sembari menangani kondisi adek dan Teh Din, Ibu Bidan menjelaskan mengapa sampai hal itu bisa terjadi. Aku memungut banyak pelajaran, ilmu dan hikmah dari apa yang Ibu Bidan sampaikan.
Dari apa yang Ibu Bidan sampaikan, aku mengerti bahwa semua itu butuh ilmu, butuh tekad, butuh kemauan untuk belajar, berjuang dan berkorban. Dari apa yang aku saksikan ternyata kodrat perempuan itu teramat berat, pantaslah bila melahirkan berganjar Surga karena perjuangannya adalah perjuangan yang belum pernah aku lihat, karena pengorbanannya lebih dari kata segalanya.
Setelah kondisi adek stabil, grade score adek terus menerus naik dan Teh Din juga selesai ditangani. Aku mundur, mempersilakan Ai dan Teh Din memiliki waktu berdua, mengambil beberapa langkah menuju brangkar lain yang tak cukup jauh dari mereka, aku terduduk seolah tak percaya atas apa yg telah kami lalui sebelumnya. Suara-suara khas menjelang Subuh hari di masjid mulai terdengar, ku lihat jam dinding menunjukan pukul 04.00, kemudian aku menangis pilu, kekuatanku seketika hilang, 'saat ini aku boleh rapuh' perintahku. Aku menangis, bersyukur kepada Allah, sekaligus mengaku takut, takut bilamana Allah berkehendak lain saat itu. Karena saat adek keluar tanpa tangisan, yang terbayang saat itu perjuangan mereka orangtuanya terutama Teh Din. Wajah pucat Teh Din yang ku tatap, belum lagi kisah sedih mereka saat bayi pertama mereka Allah kehendaki gugur, juga waktu-waktu berat mereka menanti 2 garis merah. Aku takut sekali.
Adzan Subuh berkumandang, aku izin ke kamar rawat untuk melaksanakan shalat. Saat Ai masuk ke kamar rawat dan melihat aku yang sedang tersedu-sedu menangis, Ai hanya membiarkan seolah mengerti bahwa itu wajar, mungkin Ai pun ingin melakukan hal yang sama tapi tegar menjadi pilihannya.
Setelah aku selesai shalat, aku dengan mencoba kuat berkata
"Ai, Ai lihatkan bagaimana perjuangan seorang istri yang melahirkan, apalagi adek yang begitu berjuang. Ingat ya A, kalau di masa depan Ai terbersit untuk mengecewakan mereka, ingat hari ini, perjuangan, pengorbanan bercampur dengan pasrah dan keputus asaan kepada-Nya. Hari ini bakal jadi hari yang gak bakal neng lupa. Jadilah suami yang terus menyayangi dan menghargai istri, jadi Ayah teladan buat adek."
"Itu yang Ai pikirin juga. Setelah apa yang tadi terjadi dan Alhamdulillah atas pertolongan Allah bisa terlewatti. Ai semakin sayang sama istri dan anak Ai."
"Alhamdulillah...Alhamdulillah. Makasih ya sudah bertekad akan selalu berusaha menjadi suami dan ayah yang baik untuk mereka."
Paginya saat matahari mulai naik, aku pamit untuk pulang terlebih dahulu. Mata bengkak dan badanku perlu istirahat. Siangnya Ai mampir ke rumah.
"Neng, sekarang adek nangisnya udah keras dan sering. Bismillah, mudah-mudahan terus sehat yaa."
"Alhamdulillah.. Aamiin Allahumma Aamiin."
Nanti kita akan bercerita tentang hari ini, ya.
Sekarang aku paham mengapa Rasulullah shalallahu'alaihi wa sallam mewasiatkan untuk berbuat baik kepada Ibu 3 kali lebih dahulu dibandingkan Ayah. :'
17 Maret 2021
17 notes · View notes
rahasiabulannn · 4 years
Text
Cinta untuk Perempuan yang Tidak Sempurna
Sebuah webinar atau entah apa nyebutnya, diinisiasi oleh Lentera Hati dan Cupyts dengan Bu Ela sebagai presenternya. Membawakan tiga tema yang berfokus pada perempuan, dengan tujuh narasumber yang masyaaAllah hebatnya. Satu setengah jam yang worth it dan rasanya kurang lama. Sepakat banget sama pendapat yang dikemukakan sama narasumber dan jadi tertarik pengen bahas juga.
Kepinteran
Hidup di lingkungan yang masih kental sama pertanyaan kenapa perempuan harus sekolah tinggi kalau berakhir di dapur. Ngapain sih sekolah lagi, bikin cowo minder mau deketin, dan banyak banget pertanyaan sejenis lainnya. Menormalisasi bahwa lelaki harus lebih "pinter" dari perempuan, dengan dalih "kalo cewe gue bini gue udah pinter, bisa cari duit bisa ngapa-ngapain sendiri, terlalu independent, then what i'm supposed to be? gue buat apa? dia udah ga butuhin gue lagi". Aku sendiri jujur kurang sepakat dengan asumsi itu, karena ya apakah hierarki dalam kepinteran itu memang harus ada? Atau ini cuma sebuah kebiasaan yang akan terus dibudayakan? Kenapa perempuan tidak perlu punya pendidikan padahal ia akan menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya? Dan "pinter" ini sendiri memang maknanya apa sih. Pinter kalau menurutku adalah suatu hal yang nggak bisa dibandingkan, si A lebih pinter dari si B. Dalam hal apa? Linguistik, penalaran, kreatifitas, etika, atau apa? Pinter adalah semakin kita banyak tahu, semakin kita ngerasa nggak tahu. Justru kalau kita udah ngerasa pinter, kita akan bingung harus apa? Mau apalagi? Banyak banget hal di dunia ini yang masih perlu kita pelajari. Soft skill, hard skill. Cara kita komunikasi, bersosial, sains, berpendapat, dan lainnya. Pinter adalah saat kita mampu untuk acknowledge diri kita, minat kita, capability kita, tahu mana yang harus dikembangkan dan mau terus mengembangkannya. Untuk para perempuan, semoga kita bisa tetap semangat untuk memperjuangkan pendidikan kita dan mau terus belajar. Itulah kodratnya manusia; harus dan akan terus belajar. Orang yang well-educated akan mampu memahami lebih banyak situasi dan memandangnya dari berbagai perspektif. Cara kita dalam mendidik anak kita kelak, akan membawa dampak yang besar dalam pertumbuhannya. We should make something bigger and better than us. Semoga dipertemukan dengan laki-laki yang open minded, mau diajak bertukar pikiran, tidak lelah mengingatkan dan mau diingatkan. Asal tetap ingat kodrat kita sebagai makmum, bahwa setinggi apapun pendidikan kita, setinggi apapun jabatan kita, suami harus tetap dihormati, karena di sanalah surga kita berada.
Cantik dan Body Image
Di usia remaja, kita sering banget dibikin insekyur sama penampilan. Apalagi saat direndahkan karena kondisi fisik tidak sesuai standar kecantikan yang ditetapkan oleh sekitar. Ketika fisik jadi penghalang buat bisa berkarya, saat disuruh di balik layar aja karena nggak bagus kalau on cam, eh tapi idenya dipake. Nggak bisa dipungkiri kalau good looking have a previlige. Orang yang sebenernya nggak capable bisa punya posisi karena fisiknya. Ada juga yang bisa famous karena karya tapi direndahkan, dianggap "bisa gitu pasti karena cantik/ganteng". Menuruti omongan orang, mengikuti standart yang mereka buat, cuma buat kita capek karena cuma lari tanpa tau apa yang dikejar dan kemana tujuannya. Orang akan selalu punya celah buat lihat kesalahan kita. Nggak ada manusia yang punya 100% pro dalam hidupnya. Semua perempuan itu cantik. Mau gimana bentuk rambutnya, mau berapa berat badannya, apa warna kulitnya. Cantik saat kita bisa connected sama diri, jiwa, dan pikiran kita. Cantik saat kita bisa ngerasa damai dan nerima diri kita apa adanya. Seperti apapun rupa kita, itu adalah sebaik-baik yang telah Tuhan berikan. Nggak ada yang bisa bersinar lebih terang dari kecantikan hati dan spread positivity. Aku pernah di titik itu, merasa nggak nyaman sama diri sendiri. Seiring berjalannya waktu, kita pasti mengalami proses pendewasaan. Bahwa ada lho yang harusnya kita kasih concern lebih than standar kecantikan yang kadang nggak masuk akal. Menerima bukan berarti tidak merawat. Justru harus dirawat, makan yang sehat dan teratur, istirahat yang cukup. Jangan terlalu keras dan berambisi memenuhi standart cantik kalau cuma bikin kita ngerasa gak nyaman. Kalau tubuh kita bisa displit nih, mungkin bagian tubuh kita yang lain akan protes "udah nih, gue udah berusaha semampu gue. lu masih mau yang gimana". Belajar untuk menyayangi diri sendiri dulu, sebagaimana kita berharap untuk disayangi orang lain seperti itu.
Ambisi
Kalau kata Dewi Sandra dan Dian, setiap dari kita harus punya yang namanya ambisi agar kita tau mau ngelakuin apa. Kalau cuma diem-diem aja, ngikutin arus, kita jadi nggak bisa nemuin apa sih meaning dari hidup kita. Kenali dirimu, minatmu, maumu, find your purposes. Goals yang ada di kepala kita bukan hadir sembarangan, kita pasti akan cari gimana cara untuk sampai ke sana. Kita nggak selamanya ada di dunia, lalu setelah kita sudah pergi, apa yang mau kita tinggalkan? Apa yang udah kita lakukan untuk bisa beri manfaat buat orang lain? Cita-cita dan mimpi kita saat kecil mungkin beda sama apa yang ada sekarang, and it's okay. Kita sudah melalui banyak proses yang mengajarkan kita, membantu kita, membentuk diri kita sampai jadi yang sekarang. Kalau dulu kita mikir dunia ini just about "me", semakin dewasa kita akan mulai kontemplasi lagi nih "how should I do to help others", what's my impact, am I live or just breathing? Ketika mimpi kita ngga kesampean, selalu ada pelajaran yang diberikan sama Tuhan buat kita. Bahkan bisa jadi hal baik yang kita punya sekarang, karena Tuhan detach keinginan kita di masa lalu. This world is not just about us, how our existence have a meaning for the others. Kalau saya sendiri, lebih baik kita sama-sama nggak dapet apapun, daripada keuntungan saya harus merugikan orang lain. Saya selalu ingin punya pekerjaan yang nggak cuma ngasih saya "job", but allowed to help others. Di situlah saya merasa hidup, menemukan arti, dan lebih memberi semangat kalau apa yang saya lakukan akan ada lho dampaknya buat orang lain. Kalau dulu saya suka gerombolan, keliatan keren ni temennya banyak. Makin ke sini ngerasa, temen paling dua tiga cukup selama itu bisa saling support dan bisa dipercaya. Saya seneng punya relasi banyak, tapi nggak begitu nyaman untuk mengizinkan semuanya bisa masuk dan tahu tentang dunia saya.
Sebagai sesama perempuan, kita harus lebih sadar dan peduli sama perempuan lain. Saling support bukan malah mencibir, karena sekarang kayanya lawan perempuan justru perempuan itu sendiri. "Eh lu masih belum nikah aja badan udah segini gimana kalau udah punya anak", "alah cuma gitu doang biasa, lu aja yang baper", "eh iya ya badan lu tu tapi gede banget", dan banyak banget ucapan lain yang entah sadar atau enggak, diucapkan dengan santai tapi melukai perempuan lain. Hargai orang lain. Apa yang baik buat kita, belum tentu baik juga buat orang lain. Apa yang menurut kita nilainya 4, bisa jadi itu 10 buat orang lain. Jangan karena kamu ngerasa nyaman sama hidupmu, kamu jadi mikir kalau orang lain juga nyaman sama hidupnya. Sesekali kita perlu tengok kanan kiri, masih banyak banget orang yang butuh bantuan kita. This world is full of good person. If you cant find one, be one!
https://youtu.be/A-BqFW0gjF8
3 notes · View notes
adithyafahmi · 4 years
Text
UIM dan Menjadi Baik
“Papa ingin sekali kamu bisa sekolah di Madinah. Semoga Allah mendengar doa ini. Hanya Allah yang tau caranya.”
Begitu chat WhatsApp dari ayah di suatu sore. Saya paham maksudnya. “Madinah” yang dimaksud adalah Universitas Islam Madinah. Universitas yang terkenal sebagai tempat belajar begitu banyak da’i dan ustadz itu. 
Betapa harapan itu sangat melangit. Betapa harapan itu mengundang mendung yang cukup kelam. Tapi, setidaknya, saat itu rintik-rintiknya masih bisa tertahan.
Meski sebenarnya saya sendiri juga ingin belajar disana, tapi saya sama sekali tak merasa terbebani dengan harapan itu. Saya sangat mengenal beliau. Meskipun demikian keinginannya, ia pasti menerima bagaimanapun kondisi anaknya. Ia akan terima andai anaknya tak mampu memenuhi harapannya yang melangit itu.
Lagipula, saya melihat hal tersebut sebagai sekadar sebuah harapan. Bukan sebagai sebuah target. Sebab, beliau bilang, “Hanya Allah yang tahu caranya.”
Tentang harapan, kita boleh berharap apa saja. Setinggi apapun. Tapi, ketika berbicara target, maka kita berbicara ‘terukur’. Dan ‘terukur’ ini bergantung kepada kuantitas dan kualitas modal dan bekal yang ada pada diri setiap orang. Setidaknya, begitu yang saya pahami.
Tapi, yang menerbitkan mendung di hati adalah bahwa atas begitu banyak kegagalan yang saya berikan sebagai seorang anak, orang tua tak pernah kehabisan bahan dan cara untuk tetap mengharapkan kebaikan dan kemuliaan untuk anaknya. Atas begitu berlimpahnya kekecewaan yang saya berikan kepada mereka, orang tua tak pernah lelah membalasnya dengan doa dan harapan-harapan kebaikan.
Di atas itu semua, saya mencoba memahami bahwa setiap hal yang dzatnya baik, belum tentu akan menghasilkan kebaikan yang sama bagi setiap orang.
Ayam goreng dan rendang itu baik. Tapi, ia akan menjadi masalah jika diberikan kepada bayi usia 2 tahun. Pr*mag itu baik. Tapi, akan ngawur jika diberikan kepada orang yang sakit kepala yang tak pernah punya riwayat sakit maag.
UIM itu baik. Ia adalah salah satu taman surga terindah di dunia. Diisi oleh orang-orang yang baik pula. Tapi, walaupun dzatnya adalah kebaikan, nyatanya Allah tetap tak menjadikan semua manusia masuk dan belajar di sana. Artinya, jika saya tak bisa belajar disana, maka mungkin memang kebaikan saya tidak Allah letakkan disana.
Dan memang, seperti kata Mas @kurniawangunadi, “Apa-apa yang terbaik itu tak pernah ada dalam takaran manusia.”
Lagipula, yang saya pahami, hukum asalnya adalah tidaklah sesuatu itu Allah titipkan kepada kita kecuali hal tersebut pasti membawa kebaikan, setidaknya untuk diri kita sendiri dulu. Apa yang ada pada kita saat ini, itulah yang membawa kebaikan untuk kita. Hingga kemudian yang membedakan adalah apakah kebaikan yang Allah titipkan itu bisa dimaksimalkan hingga bisa menjadi tersebar dengan sebaik-baiknya dan seluas-luasnya.
Maka, untuk menjadi baik, saya hanya perlu memulainya dari mencari tahu bagaimana caranya memaksimalkan segala hal yang kini telah Allah titipkan ke dalam diri saya. Mungkin dari situ Allah bisa saja akan membawa saya ke UIM. Entah bagaimana caranya. Atau setidaknya, membawa saya ke Madinah. Atau paling minimalnya, membawa saya ke tempat baik manapun yang ada di dunia ini.
Atau jika akhirnya tak kemana-mana pun, mungkin memang disinilah saya bisa terus menjadi baik dan menebar kebaikan sebaiknya-baiknya. Sebatas yang saya mampu. Sebatas yang Allah titipkan dan izinkan.
Tapi, hanya dengan sekadar memanfaatkan apa yang dipunya dengan sebaik-baiknya, Allah pasti akan membukakan pintu kebaikan yang lebih tinggi dan luas lagi.
Karena setiap kebaikan akan mengundang kebaikan lainnya.
- Adithya F. Rifanka, 28 Juli 2020
1 note · View note
Text
Keberuntungan dan Kemalangan
Tumblr media
  Kisah Nyata Kristen - Keberuntungan dan Kemalangan
                                  Oleh Saudari Dujuan, Jepang
Aku dilahirkan dalam sebuah keluarga miskin di sebuah desa di pedesaan Tiongkok. Oleh karena kesulitan ekonomi keluargaku, kadang-kadang aku harus tidak makan, apalagi menikmati cemilan dan mainan. Terlebih lagi, semua pakaianku merupakan warisan kakak perempuanku. 
Oleh karena pakaiannya biasanya kebesaran untukku, teman-teman sekelasku akan menertawakanku dan menolak bermain denganku. Aku sangat menderita sepanjang masa kecilku. Sejak saat itu, aku bertekad dalam hati: Saat aku tumbuh dewasa nanti, aku harus menghasilkan banyak uang dan menonjol di atas rekan-rekanku. Aku tidak akan membiarkan orang lain memandang rendah diriku lagi. Oleh karena keluargaku tidak punya uang, aku terpaksa putus sekolah sebelum lulus SMP dan bekerja di sebuah pabrik obat di kota kabupaten. Untuk menghasilkan lebih banyak uang, aku sering bekerja lembur hingga pukul 9 atau 10 malam, tetapi, meskipun sudah berusaha keras, aku hanya mendapatkan upah sedikit sekali. Pada suatu ketika, aku mendengar bahwa kakak perempuanku dalam lima hari menjual sayuran dapat menghasilkan apa yang aku hasilkan dalam sebulan, jadi aku berhenti dari pekerjaanku di pabrik obat dan mulai menjual sayuran. Setelah beberapa saat, aku mendapati bahwa aku dapat menghasilkan lebih banyak uang dengan menjual buah-buahan, jadi aku memutuskan untuk memulai bisnis buah-buahan. Setelah aku menikah dengan suamiku, kami membuka restoran kami sendiri. Aku berpikir bahwa karena sekarang aku sudah punya restoran, aku akan bisa menghasilkan lebih banyak uang. Begitu aku bisa mendapatkan penghasilan yang cukup besar, aku secara alami akan mendapatkan kekaguman dan rasa hormat dari rekan-rekanku dan, pada saat yang sama, aku juga akan bisa menjalani gaya hidup kelas atas. Namun, setelah mengelola bisnis untuk sementara waktu, aku mendapati bahwa kami tidak dapat menghasilkan uang sebanyak itu. Aku mulai cemas dan khawatir. Kapan aku bisa menjalani kehidupan yang akan dikagumi oleh orang lain?
Pada 2008, sebuah peluang acak muncul. Aku mengetahui dari seorang teman bahwa di Jepang, upah satu hari kira-kira sama dengan upah sepuluh hari di Tiongkok. Saat mendengar hal ini, aku sangat bersukacita. Aku pikir bahwa akhirnya aku menemukan peluang bagus untuk menghasilkan uang. Meskipun biaya agen untuk pergi ke Jepang mahal, aku berpikir: "Tidak ada usaha, tidak ada hasil. Berapa pun biaya agen, asalkan kami punya pekerjaan di Jepang, kami akan dapat mengembalikan uang itu dengan cepat." Untuk mewujudkan impian kami menjalani kehidupan yang lebih baik, aku dan suamiku memutuskan untuk segera pergi ke Jepang. Setelah tiba di Jepang, kami dapat menemukan pekerjaan dengan sangat cepat. Setiap hari, aku dan suamiku bekerja selama lebih dari sepuluh jam. Tekanan kerja cukup signifikan dan aku merasa sangat lelah sepanjang hari. Setelah bekerja, yang ingin aku lakukan hanyalah berbaring dan beristirahat—bahkan makan tampak seperti pekerjaan berat bagiku. Aku merasa sulit untuk bertahan dalam gaya hidup yang serbacepat. Namun, saat aku memikirkan tentang semua uang yang akan aku miliki setelah berjuang selama beberapa tahun, aku akan mendorong diriku sendiri dengan berpikir: "Sekarang mungkin harus bekerja keras, tetapi di masa mendatang engkau akan menjalani kehidupan yang indah. Jadi, teruslah berjalan dan jangan menyerah." Jadi, setiap hari aku bersusah payah, bekerja tanpa henti seperti mesin penghasil uang. Pada 2015, akhirnya aku ambruk karena beban pekerjaan yang berat. Aku pergi ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan dan dokter memberitahuku bahwa aku menderita saraf terjepit dan itu menekan saraf. Jika aku terus bekerja seperti biasa, pada akhirnya aku akan terbaring di tempat tidur dan tidak mampu mengurus diriku sendiri. Berita ini menyambarku bagai petir di siang bolong. Seketika, aku menjadi sangat lemah. Hidupku baru saja mulai membaik, dan aku semakin dekat dengan impianku. Aku tidak akan pernah berpikir bahwa aku akan sakit. Aku menolak menyerah. Aku berpikir: "Aku masih muda. Aku bisa bekerja keras dan memaksa diri melalui ini. Jika aku tidak menghasilkan lebih banyak uang sekarang, dan kembali ke Tiongkok dengan penghasilan yang sangat sedikit, tidakkah aku akan semakin kehilangan muka?" Maka, aku terus menyeret tubuhku yang sakit untuk bekerja setiap hari agar menghasilkan lebih banyak uang. Namun, setelah beberapa hari, aku sakit parah sehingga benar-benar tidak bisa bangun dari tempat tidur.
Saat berbaring di tempat tidur di rumah sakit tanpa ada yang merawatku, aku merasa sangat sengsara. "Bagaimana bisa aku berakhir dalam situasi seperti ini? Apakah aku benar-benar akan berakhir di tempat tidur?" Betapa aku berharap pada saat itu ada seseorang yang duduk di sisiku. Sayangnya, suamiku sedang bekerja dan putraku sedang sekolah. Atasan dan rekan-rekanku hanya mementingkan keuntungan pribadi mereka sendiri; tak satu pun dari mereka menunjukkan perhatian sedikit pun. Saat aku melihat sekeliling bangsal orang sakit pada semua pasien yang beraneka macam, masing-masing terserap dalam penderitaan mereka sendiri, aku mengalami semacam kesedihan yang tak terungkapkan dan mau tidak mau merenung: Apa tujuan hidup? Bagaimana seserang bisa menjalani khidupan yang bermakna? Bisakah uang benar-benar membeli kebahagiaan? Aku merenungkan apa yang harus aku tunjukkan selama 30 tahun berjuang. Aku pernah bekerja di pabrik obat, berjualan buah-buahan, menjalankan restoran, dan pergi ke Jepang untuk bekerja. Meskipun aku memang mendapatkan uang selama bertahun-tahun ini, itu semua akhirnya mengorbankan kebahagiaanku sendiri, dan tidak ada seorang pun yang bisa menjadi tempatku menceritakan penderitaanku. Aku pernah berpikir bahwa begitu aku tiba di Jepang, aku akan bisa mewujudkan impianku dengan sangat cepat. Setelah beberapa tahun di Jepang, saat aku kembali ke Tiongkok, aku akan dapat memulai hidup baru dalam kekayaan dan kemegahan dan membuat iri teman-teman sebayaku. Namun, sekarang di sinilah aku, berbaring di atas ranjang rumah sakit dan bahkan menghadapi kemungkinan menghabiskan seluruh paruh kedua hidupku terkungkung di atas kursi roda dan terus-menerus kesakitan…. Saat memikirkan hal ini, aku mulai menyesal bahwa aku telah mempertaruhkan hidupku hanya untuk mendapatkan uang dan kesuksesan dalam hidup. Semakin aku memikirkan hal ini, semakin banyak air mata pahit mulai mengalir di wajahku. Dalam kesakitan, aku tidak dapat menahan diri untuk berseru di dalam hati: "Oh, Surga! Selamatkan aku! Mengapa hidup sekejam ini?"
Tumblr media
Tepat saat aku tenggelam dalam kesedihan dan ketidakberdayaan yang paling dalam, keselamatan Tuhan Yang Mahakuasa datang kepadaku dan penyakitku menjadi berkat bagiku. Secara kebetulan, aku berkenalan dengan tiga saudari dari Gereja Tuhan Yang Mahakuasa. Dengan membaca firman Tuhan bersama-sama dengan mereka, aku mengerti bahwa semua hal di surga dan di bumi tidak muncul dari proses alami, tetapi diciptakan oleh Tuhan, bahwa Tuhan adalah Penguasa dari seluruh alam semesta, bahwa nasib manusia juga berada di tangan Tuhan, bahwa Tuhan selama ini telah membimbing dan menyediakan bagi umat manusia, dan bahwa Dia senantiasa memelihara dan melindungi umat manusia. Aku merasakan betapa Tuhan sangat mengasihi manusia. Namun, ada sesuatu yang masih tidak kumengerti: Tuhan menguasai dan mengendalikan nasib kita, dan seharusnya kita bahagia dan bersukacita, jadi mengapa kita masih mengalami sakit dan derita? Mengapa hidup begitu sulit? Di mana tepatnya rasa sakit dalam hidup itu datang? Suatu hari, aku memberi tahu para saudari tentang kebingunganku. Seorang saudari membacakan satu bagian dari firman Tuhan Yang Mahakuasa untukku: "Dari mana asalnya rasa sakit melahirkan, kematian, penyakit, dan usia tua yang muncul di sepanjang hidup manusia? Karena apa manusia pertama-tama mengalami hal-hal tersebut? Manusia tidak mengalami hal-hal itu ketika mereka pertama kali diciptakan, bukan? Jadi dari mana datangnya semua itu? Semuanya ini datang setelah manusia dirusak oleh Iblis dan daging mereka merosot, yaitu rasa sakit daging, masalah, kehampaan daging, dan kesengsaraan dunia yang ekstrem. Setelah Iblis merusak manusia, manusia lalu menjadi semakin merosot, penyakit manusia semakin parah, dan penderitaan mereka menjadi semakin lama semakin berat. Manusia merasa semakin lama semakin merasakan kekosongan, tragedi dan tidak mampu untuk terus hidup dalam dunia, dan mereka merasa semakin lama semakin kehilangan harapan untuk dunia. Jadi penderitaan ini dibawa oleh Iblis kepada manusia dan hal ini terjadi hanya setelah manusia dirusak Iblis dan daging manusia menjadi merosot" ("Makna dari 'Tuhan Menanggung Penderitaan Dunia'" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus"). Saudari itu bersekutu denganku dengan mengatakan, "Pada mulanya ketika Tuhan menciptakan manusia, Tuhan menyertai mereka, dan Dia merawat dan melindungi mereka. Pada saat itu tidak ada kelahiran, penuaan, penyakit, atau kematian, dan tidak ada kekhawatiran atau gangguan. Manusia hidup bebas dari kecemasan dan kekhawatiran di Taman Eden, menikmati semua hal yang diberikan Tuhan kepada mereka. Umat manusia hidup bahagia dan bersukacita di bawah bimbingan Tuhan. Namun, setelah manusia dibujuk dan dirusak oleh Iblis, mereka mengkhianati Tuhan dan mengindahkan kata-kata Iblis daripada firman Tuhan. Oleh karena alasan inilah manusia kehilangan perhatian, perlindungan, dan berkat Tuhan, dan jatuh ke dalam wilayah kekuasaan Iblis. Selama ribuan tahun, Iblis telah secara konsisten menggunakan ajaran sesat dan kecanggihan seperti materialisme, ateisme, dan evolusionisme, serta absurditas dan kebohongan yang dipublikasikan oleh orang-orang hebat dan selebritas untuk menipu dan melukai orang-orang: 'Tuhan tidak ada sama sekali', 'Belum pernah ada Juruselamat mana pun', 'Takdir seseorang berada di tangannya sendiri', 'Menonjolkan diri dan membawa kehormatan bagi nenek moyangnya', 'Tiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan yang ketinggalan akan dimangsa', 'Manusia akan melakukan apa pun untuk menjadi kaya', 'Uang membuat dunia berputar', dan 'Uang yang terpenting', dan seterusnya. Setelah manusia menerima absurditas dan bidat ini, mereka menyangkal keberadaan Tuhan, menyangkal kedaulatan Tuhan, dan mengkhianati Tuhan. Mereka ingin mengandalkan kedua tangan mereka sendiri untuk menciptakan kehidupan yang bahagia. Watak manusia juga menjadi semakin congkak dan angkuh. Mereka menjadi semakin merasa benar sendiri, egois, licik, dan jahat. Segala bentuk persekongkolan, intrik, dan persaingan muncul di antara manusia dalam perjuangan mereka untuk meraih status, kekayaan, dan keuntungan pribadi. Mereka saling berkelahi dan saling menipu, dan dalam prosesnya menjadi semakin merasa cemas dan kelelahan. Pada akhirnya, ini membuat mereka menjadi sakit, mengalami kesakitan dan penderitaan dan menjadi hampa secara rohani. Rasa sakit dan kecemasan ini membuat kita merasa bahwa kehidupan manusia di dunia ini terlalu berupaya, terlalu melelahkan, dan terlalu penuh dengan penderitaan. Ini semua terjadi setelah Iblis merusak manusia, Iblislah yang melukai kita, dan itu jugalah konsekuensi pahit bagi umat manusia yang menyangkal, menjauhi, dan mengkhianati Tuhan."
Saudari itu melanjutkan persekutuannya denganku, dengan mengatakan, "Tuhan tidak tahan menyaksikan umat manusia terus dirusak dan dilukai oleh Iblis dan karenanya Dia berinkarnasi dua kali di tengah manusia untuk menebus dan menyelamatkan kita umat manusia yang rusak. Terutama pada akhir zaman, Kristus yang berinkarnasi telah mengungkapkan jutaan firman; firman-firman ini adalah kebenaran yang memungkinkan orang-orang untuk merebut diri dari kerusakan oleh Iblis, untuk disucikan dan diselamatkan sepenuhnya. Selama kita mendengarkan firman Tuhan dan memahami kebenaran di dalam firman Tuhan, kita akan dapat membedakan dan melihat dengan jelas semua metode dan cara Iblis dalam merusak manusia. Kita akan memahami esensi jahat Iblis dan memiliki kekuatan untuk meninggalkan Iblis, membebaskan diri dari bahaya Iblis, kembali ke hadapan Tuhan, memperoleh keselamatan Tuhan, dan pada akhirnya, dibawa oleh Tuhan ke tujuan akhir yang indah." Saat mendengar bahwa Tuhan secara pribadi datang untuk menyelamatkan umat manusia, aku menjadi sangat terharu. Aku benar-benar tidak ingin Iblis terus melukaiku, jadi aku memberi tahu para saudari tentang rasa sakit dan kebingunganku: "Ada masalah yang tidak aku mengerti. Ada pepatah mengatakan, 'Manusia bergelut ke atas; air mengalir ke bawah.' Aku telah bekerja sangat keras untuk menonjol dan menjalani kehidupan yang nyaman, dan menurut norma-norma sosial, ini akan terlihat sebagai sesuatu yang idealis dan ambisius. Mungkinkah cara hidup ini juga merupakan cara Iblis dalam melukai kita?"
Saudari itu membacakan dua bagian dari firman Tuhan Yang Mahakuasa kepadaku: "Selama proses manusia mempelajari pengetahuan, Iblis akan menggunakan metode apa pun, apakah itu menjelaskan cerita, memberi mereka satu bagian pengetahuan saja, atau memberi kesempatan kepada mereka untuk memuaskan keinginan mereka atau memenuhi cita-cita mereka. Ke jalan manakah Iblis ingin membawamu? Manusia mengira bahwa tidak ada salahnya mempelajari pengetahuan, bahwa itu adalah hal yang wajar. Secara halus, membangun cita-cita yang mulia atau memiliki ambisi berarti memiliki aspirasi, dan seharusnya ini adalah jalan yang benar dalam kehidupan. Jika orang dapat mewujudkan cita-cita mereka sendiri, atau berhasil berkarier dalam kehidupan mereka—bukankah lebih mulia hidup seperti itu? Bukan sekadar menghormati leluhur seseorang dengan cara itu, tetapi juga mungkin meninggalkan jejak dalam sejarah—apakah ini bukan hal yang baik? Ini adalah hal yang baik di mata manusia duniawi, dan bagi mereka hal itu seharusnya tepat dan positif. Akan tetapi, apakah Iblis dengan maksudnya yang jahat, sekadar membawa manusia ke jalan semacam ini dan kemudian memutuskan bahwa semuanya sudah selesai? Tentu saja tidak. Kenyataannya, tidak peduli betapa pun mulianya cita-cita manusia, tidak peduli betapa pun realistisnya hasrat manusia atau betapa pun baiknya semua itu, segala hal yang ingin dicapai manusia pasti terkait erat dengan dua kata. Kedua kata ini sangat penting bagi kehidupan setiap orang, dan ini adalah hal-hal yang Iblis ingin tanamkan dalam diri manusia. Dua kata apakah ini? Kedua kata ini adalah 'popularitas' dan 'keuntungan': Iblis menggunakan cara yang sangat halus, cara yang sangat sesuai dengan pemahaman manusia; ini sama sekali bukan cara yang radikal. Tanpa disadari, manusia mulai menerima cara hidup Iblis, aturan hidup Iblis, menetapkan tujuan hidup dan arah hidup mereka, dan dengan berbuat demikian mereka juga tanpa disadari memiliki cita-cita dalam kehidupan. Tidak peduli betapa mengesankan kedengarannya cita-cita ini dalam kehidupan, ini hanyalah sebuah dalih yang terkait erat dengan popularitas dan keuntungan. Setiap orang hebat atau terkenal, pada kenyataannya semua orang, apa pun yang mereka kejar dalam kehidupan hanya terkait dengan dua kata ini: "popularitas" dan "keuntungan". Manusia mengira bahwa begitu mereka memiliki popularitas dan keuntungan, mereka dapat memanfaatkan hal itu untuk menikmati status yang tinggi dan kekayaan yang besar, serta menikmati hidup. Begitu mereka memiliki popularitas dan keuntungan, mereka dapat memanfaatkan hal itu untuk mencari kesenangan dan kenikmatan daging yang tak bermoral. Manusia dengan rela, meski tanpa disadari, membawa tubuh, pikiran, semua yang mereka miliki, masa depan serta nasib mereka, dan menyerahkan semuanya kepada Iblis untuk mencapai popularitas dan mendapatkan keuntungan yang mereka inginkan. Manusia sesungguhnya melakukan hal ini tanpa ragu sedikit pun, sama sekali tidak menyadari perlunya memulihkan semua itu. Masih bisakah manusia memiliki kendali atas diri mereka sendiri begitu mereka berlindung pada Iblis dan menjadi setia kepadanya dengan cara ini? Tentu saja tidak. Mereka sepenuhnya dan seutuhnya dikendalikan oleh Iblis. Mereka juga telah sepenuhnya dan seutuhnya tenggelam ke dalam rawa dan tidak mampu membebaskan diri mereka sendiri. Begitu seseorang terperosok dalam popularitas dan keuntungan, mereka tidak lagi mencari apa yang terang, apa yang benar atau hal-hal yang indah dan baik. Ini karena kekuatan yang menggoda dari popularitas dan keuntungan terhadap manusia sangatlah besar, dan menjadi perkara-perkara yang dikejar oleh manusia sepanjang hidup mereka dan bahkan untuk selama-lamanya tanpa akhir. Bukankah ini benar?" ("Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"). "Jadi, "Orang-orang menghabiskan Iblis menggunakan popularitas dan keuntungan untuk mengendalikan pikiran manusia hingga yang dapat mereka pikirkan hanyalah popularitas dan keuntungan. Mereka berjuang demi popularitas dan keuntungan, menderita kesulitan demi popularitas dan keuntungan, menanggung penghinaan demi popularitas dan keuntungan, mengorbankan segala yang mereka miliki demi popularitas dan keuntungan, dan mereka akan membuat pertimbangan atau keputusan demi popularitas dan keuntungan. Dengan cara ini, Iblis mengikat manusia dengan belenggu yang tak terlihat. Belenggu ini dikaitkan pada manusia, dan mereka tidak memiliki kekuatan ataupun keberanian untuk melepasnya. Jadi, tanpa menyadarinya, manusia mengenakan belenggu ini dan melangkah maju dengan susah payah dan penuh kesulitan" ("Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia").
Seusai membaca firman Tuhan, saudari itu bersekutu denganku mengenai fakta dan kenyataan tentang penggunaan popularitas dan keuntungan oleh Iblis untuk merusak manusia. Baru pada saat itulah aku mengerti bahwa semua yang memegang kekuasaan di dunia ini dan yang mengendalikan umat manusia adalah kekuatan jahat Iblis, bahwa orang-orang yang terkenal dan terpandang adalah raja setan yang merusak manusia, dan bahwa ateisme Marx dan teori evolusi yang dikemukakan oleh Darwin telah menipu dan merusak manusia hingga ke tingkat yang ekstrem, dan telah menyebabkan umat manusia menjauhi Tuhan dan mengkhianati-Nya. Baru pada saat itulah aku menyadari bahwa buku-buku yang telah aku baca pada masa lalu semuanya dipenuhi dengan racun Iblis, filsafat Iblis, dan logika Iblis. Jika bukan karena firman Tuhan yang diungkapkan kepadaku bagaimana Iblis si setan telah merusak manusia, aku akan tetap tertipu dan dikendalikan oleh Iblis, berjuang keras dalam kegelapan. Tidak ada yang salah dengan manusia yang memiliki cita-cita dan aspirasi itu sendiri, tetapi dalam proses pengejaran cita-cita manusia, Iblis menggunakan segala macam metode untuk menanamkan pada manusia metode dan prinsip bertahan hidup, membujuk manusia untuk hidup hanya demi popularitas dan keuntungan. Ketika manusia mengorbankan diri dan berjuang demi popularitas dan keuntungan, mereka tidak lagi mencari apa itu terang, dan bagaimana menjalani kehidupan yang bermakna, karena daya tarik popularitas dan keuntungan begitu besar bagi kita, dan kita menjadi begitu terobsesi dengan semua itu sehingga kita tidak punya cara untuk membebaskan diri kita. Inilah belenggu yang digunakan Iblis untuk mengikat tubuh kita, persekongkolan licik yang digunakan Iblis untuk merusak manusia. Saat merenung kembali, dalam mengejar keunggulan di atas rekan-rekanku dan mendapatkan uang untuk memenangkan kekaguman orang lain, aku telah kehilangan kesadaran diri, menjadi mesin penghasil uang tanpa jiwa, dan bahkan mengorbankan kesehatanku demi popularitas dan keuntungan tanpa merasa khawatir sedikit pun. Aku benar-benar telah menjadi budak uang, popularitas dan keuntungan. Oleh karena aku berada di bawah kendali pandangan hidup keliru yang diungkapkan dalam perkataan "Menonjolkan diri dan membawa kehormatan bagi nenek moyangnya," aku berusaha keras untuk terus berjuang, selalu ingin menjadi yang lebih baik. Aku tidak pernah puas, dan aku baru berhenti karena aku telah menggerakkan tubuhku ke jurang kehancuran dan tidak punya pilihan lain. Pengejaran popularitas dan keuntungan benar-benar membuat hidupku begitu sulit dan melelahkan! Jika bukan karena pengungkapan dari firman Tuhan Yang Mahakuasa, aku tidak akan pernah tahu bahwa pengejaranku akan kekayaan, popularitas dan keuntungan adalah salah dan bahwa ini adalah salah satu metode yang digunakan oleh Iblis secara serius untuk melukai manusia, apalagi aku akan memahami motif jahat dan rancangan licik yang digunakan oleh Iblis untuk merusak manusia. Setelah ini, saudari itu membacakan kepadaku beberapa bagian dari firman Tuhan Yang Mahakuasa, dan melalui persekutuannya tentang firman Tuhan dan berbagai metode serta cara yang digunakan Iblis untuk merusak umat manusia, aku memahami bahwa dengan terus mencari popularitas dan keuntungan selama bertahun-tahun ini, aku telah diliputi rasa sakit, dan pada akhirnya jatuh sakit. Semua rasa sakit ini adalah hasil dari tidak percaya kepada Tuhan dan tidak mengetahui kebenaran—aku telah dilukai dan dirusak oleh Iblis!
Setelah itu, para saudari itu sering datang untuk berbagi persekutuan denganku tentang firman Tuhan. Berangsur-angsur, aku menjadi semakin yakin tentang pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, aku mengembangkan beberapa pembedaan sehubungan dengan cara-cara yang digunakan Iblis untuk melukai manusia, dan aku mengerti bahwa yang paling penting adalah percaya kepada Tuhan, membaca firman Tuhan, mengejar kebenaran, dan tunduk pada aturan dan penataan Tuhan. Hanya dengan hidup dengan cara ini aku akan menerima pujian dari Tuhan, dan menjalani kehidupan yang paling bermakna dan menyenangkan! Tak lama setelah itu, aku mengetahui bahwa salah satu rekan perempuanku juga datang ke Jepang bersama suaminya untuk mencari pekerjaan dan menghasilkan uang, tetapi meskipun telah menghasilkan uang, suaminya mulai mengalami ketidaknyamanan fisik dan kemudian tidak punya pilihan selain pulang untuk menjalani perawatan. Sekembalinya ke rumah, pemeriksaan mengungkapkan bahwa dia menderita kanker stadium akhir. Setelah diagnosis, mereka tidak lagi ingin datang ke Jepang untuk mengumpulkan uang. Seluruh keluarganya hidup dalam ketakutan dan kesedihan. Kemalangan rekanku memberiku perasaan mendalam tentang kerapuhan dan berharganya kehidupan manusia. Jika kita kehilangan kehidupan, apa gunanya memiliki lebih banyak uang? Bisakah uang membeli kehidupan? Suatu hari, aku membaca firman Tuhan Yang Mahakuasa, yang menyatakan: "Orang-orang menghabiskan hidup mereka mengejar uang dan ketenaran; mereka terus mengharap pada kedua hal ini, menganggap hal-hal tersebut sebagai satu-satunya penyokong mereka, seakan dengan memiliki hal-hal tersebut mereka bisa terus hidup, bisa terhindar dari maut. Namun, hanya ketika mereka sudah dekat dengan ajal barulah mereka sadar betapa jauhnya hal-hal itu dari mereka, betapa lemahnya mereka di hadapan maut, betapa rapuhnya mereka, betapa sendirian dan tidak berdayanya mereka, tanpa arah untuk berbalik. Mereka menyadari bahwa hidup tidak bisa dibeli dengan uang atau ketenaran, bahwa tidak peduli seberapa kaya seseorang, tidak peduli seberapa tinggi kedudukannya, semua orang sama-sama miskin dan tidak berarti di hadapan maut. Mereka menyadari bahwa uang tidak bisa membeli kehidupan, bahwa ketenaran tidak bisa menghapus kematian, bahwa baik uang maupun ketenaran tidak dapat memperpanjang hidup mereka barang semenit atau sedetik pun" ("Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"). Firman Tuhan memungkinkanku untuk melihat dengan lebih jelas bahwa Iblis menggunakan uang dan popularitas untuk membelenggu dan melukai manusia, dan menghancurkan banyak kehidupan orang. Namun, karena kita tidak memahami rancangan Iblis, dan kita gagal menyadari bahwa uang dan popularitas adalah alat yang Iblis gunakan untuk menyiksa umat manusia, kita terseret tak berkutik ke dalam pusaran itu, dan, meskipun tidak menginginkannya, kita ditipu dan dirusak oleh Iblis. Pada saat itu, aku menyadari betapa beruntungnya aku dapat menerima pekerjaan akhir zaman dari Tuhan Yang Mahakuasa. Seandainya tidak membaca firman Tuhan Yang Mahakuasa, aku tidak akan pernah memahami kebenaran tentang penggunaan uang dan popularitas oleh Iblis untuk menyakiti manusia, dan cepat atau lambat, aku juga akan ditelan oleh Iblis.
Saat aku sedang sakit, para saudari di gereja sering menghubungiku. Oleh karena aku tidak bisa menggerakkan punggungku, para saudari itu akan memberiku pijatan dan bekam. Salah satu saudari yang terlatih secara medis memberitahuku titik akupunktur mana yang harus ditekan untuk memulihkan kondisiku. Mereka juga secara aktif membantuku melakukan pekerjaan rumah tangga, merawatku seolah-olah mereka keluarga sendiri. Sebagai seorang ekspatriat di negara asing, aku tidak punya siapa pun yang dapat aku andalkan, jadi aku benar-benar tersentuh bahwa saudari-saudari ini merawatku dengan lebih baik daripada saudaraku sendiri. Aku berterima kasih berulang kali kepada mereka. Namun, saudari-saudariku berkata kepadaku, "Ribuan tahun yang lalu, Tuhan telah menentukan takdir dan memilih kita. Sekarang, Dia telah mengatur agar kita dilahirkan pada akhir zaman dan, sepanjang kita menerima pekerjaan Tuhan akhir zaman, berjalan di jalan ini bersama. Ini aturan Tuhan. Kita semua sebenarnya sudah keluarga sejak dulu. Hanya saja kita terpisah dan baru sekarang kita dipersatukan kembali." Setelah saudariku mengatakan ini, aku tidak bisa lagi mengendalikan emosiku dan memeluk mereka, air mata mengalir di wajahku. Pada saat itu, aku merasakan kedekatan dengan saudariku yang tidak dapat aku gambarkan. Hatiku bahkan semakin bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa daripada sebelum-sebelumnya.
Berangsur-angsur dan tanpa terasa, penyakitku mulai membaik. Setelah mengalami siksaan penyakit ini, aku merenungkan bagaimana aku telah berada di bawah kendali filosofi kehidupan Iblis. Selama ini, aku berusaha untuk menonjol di antara teman-temanku, dengan kuat meyakini bahwa dengan melakukan hal itu aku akan bisa menjalani kehidupan yang bahagia dan akan menerima kekaguman dan kecemburuan dari orang-orang di sekitarku. Namun, aku tidak pernah memikirkan apa yang akan aku dapatkan adalah rasa sakit dan kesedihan, tanpa sedikit pun kedamaian dan kebahagiaan. Sekarang aku telah membaca firman Tuhan dan memahami kehendak Tuhan, aku tidak lagi berkeinginan untuk berjuang melawan takdir dan juga tidak ingin mencari popularitas dan keuntungan. Bukan ini kehidupan yang aku inginkan. Sekarang, selain pergi bekerja, aku sering menghadiri kebaktian, membaca firman Tuhan dan berbagi pengalaman dan pemahamanku sendiri dengan saudara-saudariku. Aku juga belajar menyanyikan lagu-lagu pujian. Aku menjalani kehidupan yang bahagia dan telah mendapatkan semacam kepastian dan kedamaian yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
Tumblr media
Suatu hari, selama kebaktianku, aku menemukan firman Tuhan berikut ini: "Ketika seseorang melihat ke belakang ke jalan yang sudah ia tinggalkan, saat ia mengingat setiap fase perjalanannya, ia melihat bahwa pada setiap langkah, baik perjalanan tersebut mulus atau sulit, Tuhan sedang membimbing arah perjalanannya, dan merencanakannya. Dengan penataan cermat, Tuhan, oleh perencanaan-Nya yang hati-hati, memimpin seseorang, tanpa disadari, sampai hari ini. Agar bisa menerima kedaulatan Sang Pencipta, untuk menerima keselamatan-Nya—sungguh keuntungan yang besar! … Apabila seseorang bersikap aktif terhadap kedaulatan Tuhan, ketika ia menoleh kembali perjalanannya, saat ia benar-benar telah menerima kedaulatan Tuhan, ia akan memiliki hasrat yang tulus untuk tunduk kepada semua yang telah diatur oleh Tuhan. Ia akan memiliki tekad dan kepercayaan diri lebih besar untuk membiarkan Tuhan mengatur nasibnya, berhenti memberontak terhadap Tuhan. Sebab seseorang melihat bahwa saat seseorang tidak memahami nasib, apabila seseorang tidak mengerti kedaulatan Tuhan, ketika seseorang meraba-raba ke depan secara sadar, sempoyongan dan terhuyung, melalui kabut, perjalanannya menjadi terlalu sulit, terlalu menyakitkan hati. Jadi, ketika orang-orang mengakui kedaulatan Tuhan terhadap nasib manusia, mereka yang bijak akan memilih untuk mengenalnya dan menerimanya, berpisah dengan hari-hari pedih ketika mereka mencoba membangun kehidupan yang baik oleh kedua tangan mereka sendiri, alih-alih melanjutkan pergumulan melawan nasib dan mengejar yang mereka sebut tujuan hidup dengan cara mereka sendiri. Ketika seseorang tidak punya Tuhan, saat seseorang tidak bisa melihat-Nya, saat ia tidak mengakui kedaulatan Tuhan, setiap harinya menjadi tidak berarti, tidak bernilai, penuh kesusahan. Di mana pun seseorang, apa pun pekerjaannya, cara hidupnya dan pengejaran tujuan hidupnya tidak akan menghasilkan apa pun selain sakit hati dan penderitaan tanpa ujung, sehingga ia tidak mampu melihat ke belakang. Hanya ketika seseorang menerima kedaulatan Sang Pencipta, tunduk kepada pengaturan dan penataan-Nya, dan mencari kehidupan manusia yang sejati, barulah ia akan berangsur-angsur terbebas dari segala sakit hati dan penderitaan, menyingkirkan segala kekosongan dalam hidup" ("Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia") Tuhan adalah Pencipta, dan manusia adalah makhluk ciptaan-Nya. Kehidupan setiap orang berada di tangan Tuhan, di bawah pengaturan dan penataan-Nya. Semua yang diperoleh manusia dalam hidup berada dalam kendali Tuhan, dan telah ditakdirkan oleh Tuhan. Manusia yang bergegas ke sana kemari bukan merupakan faktor penentu. Betapapun banyaknya yang Tuhan berikan kepada manusia, itulah yang bisa dia dapatkan. Jika Tuhan tidak memberikan pemberian seperti itu, sebanyak apa pun manusia bekerja, usahanya akan sia-sia. Itu seperti ungkapan "Manusia menanam benih, tetapi Surga yang memutuskan panennya," dan "Manusia berencana, Tuhan yang menentukan." Oleh karena itu, dalam hidup kita, kita harus tunduk kepada kedaulatan dan penataan sang Pencipta. Inilah rahasia menuju kebahagiaan dalam hidup, dan inilah kehidupan yang sesungguhnya! Pada saat yang sama, aku juga mengerti, bahwa terlepas dari sebanyak apa pun kekayaan yang dimiliki seseorang, atau setinggi apa pun posisi yang dipegangnya, semua ini hanyalah harta duniawi. Dia tidak membawa semuanya ketika dia lahir dan dia tidak bisa membawa semuanya setelah dia mati. Dalam mengabdikan dirinya untuk mengejar popularitas dan keuntungan, apa yang dia dapatkan pada akhirnya adalah kekosongan dan penderitaan, dan hasil akhirnya adalah bahwa dia dikuasai oleh Iblis. Setelah mencapai pemahaman ini, aku memutuskan untuk menempuh cara hidup yang berbeda, untuk memulai yang baru. Aku hanya ingin mematuhi pengaturan dan penataan Tuhan, dan untuk menyerahkan paruh kedua hidupku di tangan Tuhan untuk Dia atur. Aku tidak akan lagi mengejar kekayaan dan status untuk memenangkan kekaguman dari orang lain, tetapi sebaliknya aku akan berusaha untuk menjadi seseorang yang menaati Tuhan, aku akan hidup benar-benar untuk Tuhan dan hidup untuk membalas kasih Tuhan. Sekarang, aku bekerja selama tiga hingga empat jam setiap hari. Atasanku orang Jepang. Meskipun kami mengalami kendala bahasa, atasanku merawatku dengan baik. Setiap kali dia menyuruhku untuk melakukan sesuatu, dia selalu menggunakan kata-kata sederhana yang bisa aku mengerti dan tidak pernah memberiku tekanan. Aku tahu bahwa ini adalah rahmat Tuhan kepadaku, dan berkat-Nya. Aku merasa sangat bersyukur. Pada saat yang sama, aku telah memahami dengan lebih baik bahwa jika manusia mendengarkan firman Tuhan, dan tunduk pada pengaturan dan penataan-Nya, baru kemudian dia akan bisa menjalani kehidupan yang santai dan menyenangkan.
Setiap kali aku sendirian, aku sering kali memikirkan kembali jalan yang aku ambil untuk datang ke hadapan Tuhan. Jika bukan karena penyakitku, aku tidak akan menghentikan pencarianku akan uang dan popularitas, dan aku masih akan menjadi mesin penghasil uang yang sempurna di dunia ini, tepat sampai aku dibunuh dengan kejam oleh Iblis, tidak pernah berpikir untuk bertobat atau mengubah caraku. Iblis menggunakan popularitas dan keuntungan untuk melukaiku, membuatku menjadi sakit, tetapi Tuhan Yang Mahakuasa menggunakan penyakitku untuk membawaku ke hadapan-Nya, memampukanku untuk dengan jelas memahami firman Tuhan bahwa Iblis adalah pelaku utama dalam perusakan terhadap manusia, dan untuk mengenali sifat sebenarnya dari rancangan Iblis dalam menggunakan uang dan popularitas untuk merusak dan menghabisi manusia, membuatku memahami beberapa aspek dari dunia biasa. Aku tahu dari mana manusia datang, dan ke mana manusia akan pergi, aku juga tahu sumber dari dosa dan kebobrokan manusia, dan aku mengerti bagaimana manusia harus menjalani kehidupan yang bermakna. Firman Tuhan menyatakan: "Ada sebagian orang yang baru saja mulai percaya kepada Tuhan dikarenakan penyakit. Penyakit ini adalah kasih karunia Tuhan bagimu; tanpanya, engkau tidak akan percaya kepada Tuhan, dan jika engkau tidak percaya kepada Tuhan, engkau tidak akan sampai sejauh ini—maka, kasih karunia ini adalah kasih Tuhan" ("Hanya Dengan Mengalami Ujian-Ujian yang Menyakitkan Engkau Semua Bisa Mengenal Kasih Tuhan" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"). Firman Tuhan benar-benar nyata. Hanya melalui musibahlah aku mendapatkan berkat! Saat ini, di bawah persediaan dan bimbingan dari firman Tuhan, aku telah melepaskan ikatan Iblis, dan memiliki pandangan yang benar tentang kehidupan. Aku telah berjalan di jalan kehidupan yang benar, dan rohku telah sangat terbebaskan. Tuhan benar-benar sangat bijak, sangat mahakuasa! Aku bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa karena mengasihi dan menyelamatkanku!
Rekomendasi:
Apa yang Dimaksud dengan Kehidupan Rohani yang Sejati?
1 note · View note
inspiroy · 3 years
Text
Be The Greatest Version Of You
Tumblr media
Setiap dari kita telah Allah titipkan 'peran' yang beragam dalam kehidupan di dunia. Salah satu peran yang luar biasa itu adalah menjadi seorang muslimah dan peran utama seorang muslimah adalah menjadi wanita sholihah, istri yang taat dan madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya kelak.
Seorang wanita sholihah, seorang istri yang taat dan seorang ibu memiliki tanggung jawab terutama berkenaan dengan pendidikan anak-anaknya agar dididik secara islam dan kuat. Ia merupakan teladan generasi. Ia merupakan sumber cinta dan sumber kasih sayang di dalam rumah, kesinambungan kasih sayang ini di dalam rumahnya bergantung kepadanya. Dialah yang menghiasi rumah tangga dengan nuansa kehangatan, cahaya dan kebahagiaan.
Seorang istri yang cerdas dan bijaksana adalah dia yang mampu menjadikan rumahnya sebagai surga yang dapat menarik suami dan anak-anaknya betah di rumah. Di dalam rumah, ia membuat sebuah perpustakaan  yang indah dan bermanfaat agar waktu luang yang dimiliki dapat digunakan untuk hal-hal yang menyenangkan dan bermanfaat.
Menjadi seorang ibu, berarti menjadi teladan generasi. Seorang ibu adalah orang yang menjadi contoh pertama dan utama bagi anak-anaknya. Karena perempuan memiliki peran dan kemuliaan yang sangat luar biasa dalam islam untuk mendidik dan mencetak generasi rabbani. Dari perempuan lah akan lahir generasi-generasi terbaik yang akan menjadi bagian dari generasi yang membawa perubahan pada kebaikan.
Keteguhan, perjuangan, keikhlasan itu adalah hal yang tidak bisa diberikan materinya secara teori. Dibutuhkan praktek secara langsung untuk menjadi istri yang taat dan madrasah utama adalah tumpuan dasar yang tidak bisa ditawar. Dalam segala lelah, dalam segala penat, Allah tahu perhitungannya. Allah tahu setiap proses lelah yang tertempa dalam setiap ikhtiar yang kita kerja. Jadi, jangan pernah merasa sedih, jangan pernah merasa "yaa Allah, kenapa ya kok hidup saya cuma gini-gini aja?"
"Gini-gini"nya kita sudah sejauh mana kita melakukan ikhtiar atau usaha. Sudah memberikan kebermanfaatan sejauh mana dari setiap peran yang Allah titipkan. Apakah kita sudah memaksimalkan setiap peran yang Allah titipkan untuk semakin dekat kepada Allah untuk mendapatkan derajat tertinggi ketaqwaan di hadapan Allah?
Banyak yang bisa kita lakukan sebagai seorang muslimah. Bisa melalui keilmuan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, inovasi, memberi edukasi dan menjadi bagian dari solusi. Kita dapat berbuat dan bergerak dalam peran apapun yang telah Allah titipkan kepada kita. Menjadikan diri kita senantiasa bergerak untuk memberikan kebaikan dan melakukan perbaikan.
Jadilah muslimah yang otentik. Yang tahu mau dibawa kemana hidupnya, peran dan prioritas apa yang perlu dikerja. Tidak pernah terpengaruh dengan godaan dan pencapaian orang-orang disekelilingnya. Ia akan fokus dengan mengerja kebaikan dan perbaikan dirinya. Senantiasa taat kepada Rabb pencipta, merunduk dalam ketaqwaan seorang hamba.
Jangan sampai kita masuk ke dalam kelompok yang lebih banyak mengomentari daripada melakukan perbaikan diri. Yang harus kita fokuskan adalah fokus dengan mengerja kebaikan dan perbaikan pada diri kita. Berlomba-lomba melakukan kebaikan. Berfastabiqul khairat memaksimalkan segala potensi yang Allah titipkan untuk bergerak dalam kebaikan.
Menjadi wanita yang hebat, istri yang hebat, ibu yang hebat bukan ditakar dari berjajarnya penghargaan. Bukan pula tentang seberapa banyak jumlah keberhasilan atau banyaknya pujian yang ia dapatkan. Namun wanita idaman, istri idaman, ibu idaman adalah saat laku yang dikerja bernaung dalam keridhoan, saat sabar yang tertempa menghadirkan ketaqwaan, saat setiap lelah yang dirasa menjelma dalam ketaatan.
Maka idaman yang ideal bukanlah ditakar dengan kepuasan seorang insan namun keridhoan sang pencipta yang maha teliti dalam menimbang setiap perbuatan hamba-Nya.
Menjadi seorang yang hebat dan diidamkan bukan karena perspektif manusia, namun perspektif sang pencipta yang lebih mengetahui isi hati dari setiap kita, lelah penat perjuangannya. Yang maha mengetahui apa saja ikhtiar yang sudah tertempa dalam keterbatasan seorang hamba.
Be the greatest version of you adalah bagaimana kita berlomba untuk menjadi hamba yang spesial di mata Rabb-nya. Yang bersinar karena iman. Yang mulia karena keikhlasan. Yang menaiki anak tangga ketaqwaan dengan perjuangan dan kesabaran dalam menghadapi ujian. Sudah pasti di tengah-tengah perjalanan akan hadir begitu banyak cobaan dan tantangan. Hanya ketaatan dan ketaqwaan yang menjadi sebaik-baik bekal.
[Dalam Kajian Be The Greatest Version of You bersama Dewi Nur Aisyah]
1 note · View note
aufaramahayum · 4 years
Text
Agar tak lupa.
Jalan ini panjang
Dakwah ini jalan panjang
Sering berkata pada diri sendiri
“Berjuanglah sesuai keadaan,
Biasakanlah menjalani peran”
Tapi turut berjanji mencerdaskan kehidupan bangsa
Ternyata tak semudah mengucapkannya
Dengan semua skenario-Nya, Allah perintahkan untuk “bertarbiyahlah” dengan mendidik generasi para mujahid
Bukannya tak pernah putus asa
Dilontarkan dengan ucapan menyakitkan yang mungkin tak sengaja pun ingin melangkah mundur sejauh-jauhnya
Hemat pikir “aku mempunyai ridho mereka”
Terus menahan ucapan buruk agar tak sampai penduduk langit
Ya Rabbi..
Kuatkanlah hati,
jaga selalu mereka •
Setiap kita,
Selalu punya kata pembangun semangat, yang selalu kita buka kembali, sbg pemacu istiqomah, ketika lelah menghampiri
Beliau, sang murobbi
Sosok yang sangat ku kagumi
Tulisan yang selalu ku baca kembali.
Karena keikhlasannya, juga pengorbanannya di garda terdepan dalam berdakwah memperjuangkan agama dan menyerukan sunnah Rasul-Nya
Tapi dunia tak sempat mempertemukan,
Semoga surga Allah izinkan sebagai tempat terbaik sebuah pertemuan
Beliau,
Alm. Ustad Rahmat Abdullah dengan tulisannya tentang dakwah •
Tumblr media
Memang seperti itu dakwah.
Dakwah adalah cinta.
Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu.
Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu..
Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai.
Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yang menempel di tubuh rentamu. Tubuh yang luluh lantak diseret-seret...
Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari.
Seperti itu pula kejadiannya pada rambut Rasulullah. Beliau memang akan tua juga. Tapi kepalanya beruban karena beban berat dari ayat yg diturunkan Allah.
Sebagaimana tubuh mulia Umar bin Abdul Aziz. Dia memimpin hanya sebentar. Tapi kaum muslimin sudah dibuat bingung. Tidak ada lagi orang miskin yang bisa diberi sedekah. Tubuh mulia itu terkoyak-koyak. Sulit membayangkan sekeras apa sang Khalifah bekerja.
Tubuh yang segar bugar itu sampai rontok. Hanya dalam 2 tahun ia sakit parah kemudian meninggal. Toh memang itu yang diharapkannya; mati sebagai jiwa yang tenang..
Dan di etalase akhirat kelak, mungkin tubuh Umar bin Khathab juga terlihat tercabik-cabik. Kepalanya sampai botak. Umar yang perkasa pun akhirnya membawa tongkat ke mana-mana. Kurang heroik?
Akhirnya diperjelas dengan salah satu luka paling legendaris sepanjang sejarah; luka ditikamnya seorang Khalifah yang sholih, yang sedang bermesra-mesraan dengan Tuhannya saat sholat.
Dakwah bukannya tidak melelahkan. Bukannya tidak membosankan.
Dakwah bukannya tidak menyakitkan. Bahkan juga para pejuang risalah bukannya sepi dari godaan kefuturan.
Tidak… Justru kelelahan. Justru rasa sakit itu selalu bersama mereka sepanjang hidupnya. Setiap hari.
Satu kisah heroik, akan segera mereka sambung lagi dengan amalan yang jauh lebih “tragis”.
Justru karena rasa sakit itu selalu mereka rasakan, selalu menemani… justru karena rasa sakit itu selalu mengintai ke mana pun mereka pergi… akhirnya menjadi adaptasi.
Kalau iman dan godaan rasa lelah selalu bertempur, pada akhirnya salah satunya harus mengalah.
Dan rasa lelah itu sendiri yang akhirnya lelah untuk mencekik iman. Lalu terus berkobar dalam dada.
Begitu pula rasa sakit. Hingga luka tak kau rasa lagi sebagai luka. Hingga “hasrat untuk mengeluh” tidak lagi terlalu menggoda dibandingkan jihad yang begitu cantik.
Begitupun Umar. Saat Rasulullah wafat, ia histeris. Saat Abu Bakar wafat, ia tidak lagi mengamuk. Bukannya tidak cinta pada abu Bakar. Tapi saking seringnya “ditinggalkan” , hal itu sudah menjadi kewajaran. Dan menjadi semacam tonik bagi iman..
Karena itu kamu tahu. Pejuang yang heboh ria memamer-mamerkan amalnya adalah anak kemarin sore. Yang takjub pada rasa sakit dan pengorbanannya juga begitu. Karena mereka jarang disakiti di jalan Allah. Karena tidak setiap saat mereka memproduksi karya-karya besar. Maka sekalinya hal itu mereka kerjakan, sekalinya hal itu mereka rasakan, mereka merasa menjadi orang besar. Dan mereka justru jadi lelucon dan target doa para mujahid sejati, “ya Allah, berilah dia petunjuk… sungguh Engkau Maha Pengasih lagi maha Penyayang… “
Maka satu lagi seorang pejuang tubuhnya luluh lantak. Jasadnya dikoyak beban dakwah. Tapi iman di hatinya memancarkan cinta… Mengajak kita untuk terus berlari…
“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.
Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.
Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.
Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.
Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.”
0 notes
abdulloh-ibnu-suna · 4 years
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
#Kisah Pemuda Bertemu Bidadari Surga
Dalam Shifatus Shofwah oleh Ibnul Qoyim Al.Jauzi dan Masyaraqiul Asywaq oleh Ibnu Nahhas dikisahkan seorang salih yang bernama Abu Qudamah Asy-Syami.
Abu Qudamah adalah seorang yang hatinya dipenuhi kecintaan akan jihad fi sabilillah. Tak pernah ia mendengar akan jihad fi sabilillah, atau adanya perang antara kaum muslimin dengan orang kafir, kecuali ia selalu ambil bagian bertempur di pihak kaum muslimin.
Suatu ketika saat ia sedang duduk-duduk di Masjidil Haram, ada seseorang yang menghampirinya seraya berakta, “Hai Abu Qudamah, Anda adalah orang yang gemar berjihad di jalan Allah, maka ceritakanlah peristiwa paling ajaib yang pernah kau alami dalam berjihad.”
“Baiklah, aku akan menceritakannya bagi kalian,” kata Abu Qudamah.
“Suatu ketika aku berangkat bersama beberapa sahabatku untuk memerangi kaum Salibis di beberapa pos penjagaan dekat perbatasan. Dalam perjalanan itu aku melalui kota Raqh (sebuah kota di Irak, dekat sungai Eufrat). Di sana aku membeli seekor unta yang akan kugunakan untuk membawa persenjataanku. Di samping itu aku mengajak warga kota lewat masjid-masjid, untuk ikut serta dalam jihad dan berinfak fi sabilillah.
Menjelang malam harinya, ada orang yang mengetuk pintu. Tatkala kubukakan, ternyata ada seorang wanita yang menutupi wajahnya dengan gaunnya.
“Apa yang Anda inginkan?” tanyaku.
“Andakah yang bernama Abu Qudamah?” katanya balik bertanya.
“Benar,” jawabku.
“Andakah yang hari ini mengumpulkan dana untuk membantu jihad di perbatasan?” tanyanya kembali.
“Ya, benar,” jawabku.
Maka wanita itu menyerahkan secarik kertas dan sebuah bungkusan terikat, kemudian berpaling sambil menangis.
Pada kertas itu tertulis, “Anda mengajak kami untuk ikut berjihad, namun aku tak sanggup untuk itu. Maka kupotong dua buah kuncir kesayanganku agar Anda jadikan sebagai tali kuda Anda. Kuharap bila Allah melihatnya pada kuda Anda dalam jihad, Dia mengampuni dosaku karenanya.”
“Demi Allah, aku kagum atas semangat dan kegigihan wanita itu untuk ikut berjihad, demikian pula dengan kerinduannya untuk mendapat ampunan Allah dan Surga-Nya,” kata Abu Qudamah.
Keesokan harinya, aku bersama sahabatlu beranjak meninggalkan Raqh. Tatkala kami tiba di benteng Maslamah bin Abdul Malik, tiba-tiba dari belakang ada seorang penunggang kuda yang memanggil-manggil,
“Hai Abu Qudamah.. Abu Qudamah.. tunggulah sebentar, semoga Allah merahmatimu,” teriak orang itu.
“Kalian berangkat saja duluan, biar aku yang mencari tahu tentang orang ini,” perintahku pada para sahabatku.
Ketika aku hendak menyapanya, orang itu mendahuluiku dan mengatakan,
“Segala puji bagi Allah yang mengizinkanku untuk ikut bersamamu, dan tidak menolak keikutsertaanku.”
“Apa yang kau inginkan?” tanyaku.
“Aku ingin ikut bersamamu memerangi orang-orang kafir,” jawabnya.
“Perlihatkan wajahmu, aku ingin lihat, kalau engkau memang cukup dewasa dan wajib berjihad, akan aku terima. Namun jika masih kecil dan tidak wajib berjihad, terpaksa kutolak.” Kataku.
Ketika ia menyingkap wajahnya, tampak olehku wajah yang putih bersinar bak bulan purnama. Ternyata ia masih muda belia, dan umurnya baru 17 tahun.
“Wahai anakku, apakah kamu memiliki ayah?” tanyaku.
“Ayah terbunuh di tangan kaum Salibis dan aku ingin ikut bersamamu untuk memerangi orang-orang yang membunuh ayahku,” jawabnya.
“Bagaimana dengan ibumu, masih hidupkah dia?” tanyanku lagi.
“Ya,” jawabnya.
“Kembalilah ke ibumu dan rawatlah ia baik-baik, karena surga ada di bawah telapak kakinya,” pintaku kepadanya.
“Kau tak kenal ibuku?” tanyanya.
“Tidak,” jawabku.
“Ibuku ialah pemilik titipan itu,” katanya.
“Titipan yang mana,” tanyaku.
“Dialah yang menitipkan tali kuda itu,” jawabnya.
“Tali kuda yang mana?” tanyaku keheranan.
“Subhanallah..!! alangkah pelupanya Anda ini, tidak ingatkah Anda dengan wanita yang tadi malam menyerahkan seutas tali kuda dan bingkisan?”
“Ya, aku ingat,” jawabku.
“Dialah ibuku! Dia menyuruhku untuk berjihad bersamamu dan mengambil sumpah dariku supaya aku tidak kembali lagi,” katanya.
“Ibuku berkata, ‘Wahai anakku, jika kamu telah berhadapan dengan musuh, janganlah kamu melarikan diri. Persembahkanlah jiwamu untuk Allah. mintalah kedudukan di sisi-Nya, dan mintalah agar engkau ditempatkan bersama ayah dan paman-pamanmu di surga. Jika Allah mengaruniamu mati syahid, maka mintalah syafaat bagiku.”
Kemudian ibu memelukku, lalu menengadahkan kepalanya ke langit seraya berkata, “Ya Allah.. ya Ilahi.. inilah puteraku, buah hati dan belahan jiwaku, kupersembahkan ia untukmu, maka dekatkanlah ia dengan ayahnya’.”
“Aku benar-benar takjub dengan anak ini,” kata Abu Qudamah, lalu anak itupun segera menyela,
“Karenanya, kumohon atas nama Allah, janganlah kau halangi aku untuk berjihad bersamamu. Insya Allah akulah asy-syahid putra asy-syahid. Aku telah hafal Alquran. Aku juga pandai menunggang kuda dan memanah. Maka janganlah meremehkanku hanya karena usiaku yang masih belia.” kata anak itu memelas.
Setelah itu mendengar uraiannya aku tak kuasa melarangnya, maka kusertakanlah ia bersamaku.
Demi Allah, ternyata tak pernah kulihat orang yang lebih cekatan darinya. Ketika pasukan bergerak, dialah yang tercepat, ketika kami singgah untuk beristirahat, dialah yang paling sibuk mengurus kami, sedang lisannya tak pernah berhenti dari dzikrullah sama sekali.
Kemudian, kami pun singgah di suatu tempat dekat pos perbatasan. Saat itu matahari hampir tenggelam dan kami dalam keadaan berpuasa. Maka ketika kami hendak menyiapkan hidangan untuk berbuka dan makan malam, bocah itu bersumpah atas nama Allah bahwa ialah yang akan menyiapkannya. Tentu saja kami melarangnya karena ia baru saja kecapaian selama perjalanan panjang tadi.
Akan tetapi bocah itu bersikeras untuk menyiapkan hidangan bagi kami. Lama kami beristirahat di suatu tempat, kami katakan kepadanya, “Menjauhlah sedikit agar asap kayu bakarmu tidak mengganggu kami.”
Maka bocah itu pun mengambil tempat yang agak jauh dari kami untuk memasak. Akan tetapi bocah itu tak kunjung tiba. Mereka merasa bahwa ia agak terlambat menyiapkan hidangan mereka.
“Hai Abu Qudamah, temuilah bocah itu. Ia sudah terlalu lama memasak. Ada apa dengannya?” pinta seseorang kepadaku. Lalu aku bergegas menemuinya, maka kudapati bocah itu telah menyalakan api unggun dan memasak sesuatu di atasnya. Tapi karena terlalu lelah, ia pun tertidur sambil menyandarkan kepalanya pada sebuah batu.
Melihat kondisinya yang seperti itu, sungguh demi Allah aku tak sampai hati mengganggu tidurnya, namun aku juga tak mungkin kembali kepada mereka dengan tangan hampa, karena sampai sekarang kami belum menyantap apa-apa.
Akhirnya kuputuskan untuk menyiapkan makanan itu sendiri. Aku pun mulai meramu masakannya, dan sembari menyiapkan masakan, sesekali aku melirik bocah itu. Suatu ketika terlihat olehku bahwa bocah itu tersenyum. Lalu perlahan senyumnya makin melebar dan mulailah ia tertawa kegirangan.
Aku merasa takjub melihat tingkahnya tadi, kemudian ia tersentak dari mimpinya dan terbangun.
Ketika melihatku menyiapkan masakan sendiran, ia nampak gugup dan buru-buru mengatakan,
“Paman, maafkan aku, nampaknya aku terlambat menyiapkan makanan bagi kalian.”
“Ah tidak, kamu tidak terlambat kok,” jawabku.
“Sudah, tinggalkan saja masakan ini, biar aku yang menyiapkannya, aku adalah pelayan kalian selama jihad,” kata bocah itu.
“Tidak,” sahutku, “Demi Allah, kau tak kuzinkan menyiapkan apa-apa bagi kami sampai kau ceritakan kepadaku apa yang membuatmu tertawa sewaktu tidur tadi? Keadaanmu sungguh mengherankan,” lanjutku.
“Paman, itu sekedar mimpi yang kulihat sewaktu tidur,” kata si bocah.
“Mimpi apa yang kau lihat?” tanyaku.
“Sudahlah, tak usah bertanya tentangnya. Ini masalah pribadi antara aku dengan Allah,” sahut bocah itu.
“Tidak bisa, kumohon atas nama Allah agar kamu menceritakannya,” kataku.
“Paman, dalam mimpi tadi aku melihat seakan aku berada di surga, kudapati surga itu dalam segala keindahan dan keanggunannya, sebagaimana yang Allah ceritakan dalam Alquran.
Sembari aku jalan-jalan di dalamnya dengan terkagum-kagum, tiba-tiba tampaklah olehku sebuah istana megah yang berkilauan, dindingnya dari emas dan perak, dan terasnya dari mutiara dan batu permata, dan gerbangnya dari emas.
Di teras itu ada tirai-tirai yang terjuntai, lalu perlahan tirai itu tersingkap dan tampaklah gadis-gadis belia nan cantik jelita, wajah mereka bersinar bak rembulan.”
Kutatap wajah-wajah cantik itu dengan penuh kekaguman, sungguh, kecantikan yang luar biasa, gumamku, lalu muncullah seorang gadis lain yang lebih cantik dari mereka, dengan telunjuknya ia memberi isyarat kepada gadis yang ada di sampingnya seraya mengatakan, “Inilah (calon) suami al-mardhiyyah.. ya, dialah calon suaminya.. benar, dialah orangnya!”
Aku tak paham siapa itu al-mardhiyyah, maka aku bertanya kepadanya, “Kamukah al-mardhiyyah..?
“Aku hanyalah satu di antara dayang-dayang al-mardhiyyah…” katanya. “Anda ingin bertemu dengan al-mardhiyyah..?” tanya gadis itu.
“Kemarilah.. masuklah ke sini, semoga Allah merahmatimu,” serunya.
Tiba-tiba kulihat di atasnya ada sebuah kamar dari emas merah.. dalam kamar itu ada dipan yang bertahtakan permata hijau dan kaki-kakinya terbuat dari perak putih yang berkilauan.
Dan di atasnya.. seorang gadis belia dengan wajah bersinar laksana surya!! Kalaulah Allah tidak memantapkan hati dan penglihatanku, niscaya butalah mataku dan hilanglah akalku karena tak kuasa menatap kecantikkannya..!!!
Tatkala ia menatapku, ia menyambutku seraya berkata, “Selama datang, hai wali Allah dan Kekasih-Nya. Aku diciptakan untukmu, dan engkau adalah milikku.”
Mendengar suara merdu itu, aku berusaha mendekatinya dan menyentuhnya.. namun sebelum tanganku sampai kepadanya, ia berkata,
“Wahai kekasihku dan tambatan hatiku.. semoga Allah menjauhkanmu dari segala kekejian.. urusanmu di dunia masih tersisa sedikit.. InsyaAllah besok kita bertemu selepas ashar.”
Aku pun tersenyum dan senang mendengarnya.”
Abu Qudamah melanjutkan, “Usai mendengar cerita indah dari si bocah tadi, aku berkata kepadanya, “InsyaAllah mimpimu merupakan pertanda baik.”
Lalu kami pun menyantap hidangan tadi bersama-sama, kemudian meneruskan perjalanan kami menuju pos perbatasan.
#Kisah Pemuda Bertemu Bidadari-II
Singkatnya setelah mereka tiba di pos berbatasan, tak lama kemudian perangpun berkecamuk. Anak muda tadi yg bersama dengan Abu Qudamah pun terpisah karena perang yg begitu berkecamuk. Saat perang berakhir Abu Qudamah mencari dimana Pemuda itu, fokusnya hanya mencari pemuda tersebut hingga akhirnya dia menemukan pemuda tersebut tergeletak dan bersimbah darah. Pemuda itu memanggil,
"Yaa Abu Qudamah,kemerilah...", Maka aku pun menghampirinya,dia berkata lagi:
"Yaa Abu Qudamah masih ingatkah kau tentang bidadari yg aku ceritakan di dlm mimpiku, sekarang dia ada di sampingku dan dia mau menjemputku menuju surga, sungguh mengagumkan sebelumnya ibunya sekarang anaknya begitu yakin akan janji Alloh akan pentingnya sifat muraqobah. Dan hingga Akhirnya dia berpesan kepada Abu Qudamah untuk menyampaikan kpd Ibunya bahwa keinginannya telah terkabul sang anak telah mati syahid, maka disampaikan lah kpd Ibunya selepas pulang dari berjihad, sekarang pemuda itu telah menyusul Ayahnya,Paman-pamanya yg telah lebih dahulu mati syahid dan pemuda itu akhirnya dinikahkan dg bidadari itu di dlm Surga yg telah dijanjikan,
Allohu Akbar.
#Ainul Mardiah
Ketika pagi hari di bulan Ramadhan, Nabi sedang memberikan targhib (semangat untuk berjihad) kepada pasukan Islam. Nabi pun bersabda, "Sesungguhnya orang yang mati syahid karena Allah, maka Allah akan menganugerahkannya Ainul Mardhiah, bidadari paling cantik di surga". Salah satu sahabat yang masih muda yang mendengar cerita itu menjadi penasaran. Namun, karena malu kepada Nabi dan sahabat-sahabat lain, sahabat ini tidak jadi mencari tahu lebih dalam mengenai Ainul Mardhiah.
Waktu Zuhur sebentar lagi, sesuai sunah Rasul, para sahabat dipersilakan untuk tidur sejenak sebelum pergi berperang. Bersama kafilah perangnya pun sahabat yang satu ini tidur terlelap dan sampai bermimpi.
Di dalam mimpinya dia berada di tempat yang sangat indah yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Dia pun bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
Ia pun bertanya kepada wanita tersebut, "Di manakah ini?".
"Inilah surga.", jawab wanita itu.
Kemudian sahabat ini bertanya lagi, "Apakah Anda Ainul Mardhiah?".
"Bukan, saya bukan Ainul Mardhiah. Kalau Anda ingin bertemu dengan Ainul Mardhiah, dia sedang beristirahat di bawah pohon yang rindang itu."
Didapatinya oleh sahabat itu seorang wanita yang kecantikannya berkali-kali lipat dari wanita pertama yang ia lihat.
"Apakah Anda Ainul Mardhiah?"
"Bukan saya ini penjaganya. Kalau Anda ingin bertemunya di sanalah singgasananya."
Lalu sahabat ini pun pergi ke singgasana tersebut dan sampailah ke suatu mahligai. Didapatinya seorang wanita yang kecantikannya berlipat-lipat dari wanita sebelumnya yang sedang mengelap-ngelap perhiasan. Sahabat ini pun memberanikan diri untuk bertanya.
"Apakah Anda Ainul Mardhiah?"
"Bukan, saya bukan Ainul Mardhiah. Saya penjaganya di mahligai ini. Jika Anda ingin menemuinya, temuilah ia di mahligai itu."
Pemuda itu pun beranjak dan sampailah ke mahligai yang ditunjukkan. Didapatinya seorang wanita yang kecantikannya berlipat-lipat dari wanita sebelumnya dan sangat pemalu. Pemuda itu pun bertanya.
"Apakah Anda Ainul Mardhiah?"
"Ya, benar saya Ainul Mardhiah"
Pemuda itu pun mendekat, tetapi Ainul Mardhiah menghindar dan berkata, "Anda bukan seorang yang mati syahid."
Seketika itu juga pemuda itu terbangun dari mimpinya. Dia pun menceritakan ceritanya ini kepada seorang sahabat kepercayaannya yang dimohonkan untuk merahasiakannya sampai ia mati syahid.
Komando jihad pun menggelora. Sahabat ini pun dengan semangatnya berjihad untuk dapat bertemu dengan Ainul Mardhiah. Ia pun akhirnya mati syahid.
Di petang hari ketika buka puasa, sahabat kepercayaan ini menceritakan mimpi sahabat yang mati syahid ini kepada Nabi. Nabi pun membenarkan mimpi sahabat muda ini dan Nabi bersabda, "Sekarang ia bahagia bersama Ainul Mardhiah".
0 notes
crimsoninmyth · 4 years
Text
BEINN MHÒR (RAW)
warning: the story contains explicit details of sexual activity, language, and violence. it might be disturbing/inappropriate for some readers. discretion is advised. cast: kyokutei shinku; mala muir; watanabe azuma; shimizu nao; kyokutei karen; yoshida kai. mentioned: kyokutei hiro as uncle (supervisior for kyokutei logistics of europe); nakamura fujio; suzuki hachiko; george muir. words: 6,956 estimated reading time: 34 minutes, 46 seconds language: Indonesian
⠀⠀ 𝐏𝐄𝐑𝐉𝐀𝐋𝐀𝐍𝐀𝐍 𝐌𝐄𝐍𝐔𝐉𝐔 𝐒𝐔𝐑𝐆𝐀 tidak pernah difirmankan sebagai proses tanpa tantangan. Setiap makhluk yang memiliki orientasi kebahagiaan tertinggi harus mampu melewati ujian yang diberikan oleh Tuhan sebagai paramater kelayakkan diri ‘tuk memasukki surga-Nya. Konsep Ketuhanan dan firman-Nya sering kali masih menjadi enigma besar bagi Kyokutei Shinku. Hidupnya yang tak berlandaskan tata aturan atau moral sosial pun agama terkadang saling menghantam satu sama lain ketika ditelisik. Metafisika merupakan cabang keilmuan yang masih berat untuk Shinku pahami. Kendati demikian, ia memiliki iman atas adanya energi yang besar di alam semesta. Di mana akal manusia terbatas untuk memahaminya.  ⠀⠀ Demi memahami sisi spiritualitas yang lebih baik, Shinku menyempatkan waktunya untuk melakukan perjalanan di alam liar. Ia meyakini bahwasannya manusia akan merasa lebih dekat kepada Penciptanya ketika mereka berada di posisi yang mengancam nyawa. Selain itu, alam seperti gunung, dan laut selalu bisa membawa ketenangan untuknya. Kedua hal tersebut adalah anugerah yang paling Shinku syukuri di dunia.  ⠀⠀ “Azu-kun, bisakah kau lihat di sisi barat? Aku yakin melihat seekor rusa merah ketika kita melewati jalan itu,” kata Shinku sembari mengusap dahi yang penuh peluh.  ⠀⠀ “Tentu, Kyokutei-san.”  ⠀⠀ “Kyokutei-san, kita sudah mendaki selama hampir lima jam. Apakah Anda ingin kembali ke penginapan? Pesawat kita akan tiba kurang dari tujuh jam lagi,” ucap Nao di lain sisi.  ⠀⠀ Shinku berkacak pinggang dengan kepala mendongak. Matanya mencermati langit Skotlandia yang bersih dengan tajam. Meski ia tak langsung menjawab pertanyaan, yang lebih terdengar seperti persuasi halus, dari Nao, Shinku memaknai kekhawatiran pria tersebut.  ⠀⠀ “Sarung tangan,” kata Shinku, terdengar seperti perintah.  ⠀⠀ Nao segera menunduk, membuka ransel yang ia taruh beberapa menit lalu, dan menarik sepasang sarung tangan tebal yang pada umumnya digunakan sebagai pelindung dari cakar tajam unggas seperti burung elang. Sarung tangan itu kini dikenakan oleh Shinku dan ia terlihat beberapa kali menarik keras objek tersebut sebagai upaya untuk memastikan mereka melindungi tangannya dengan baik.  ⠀⠀ Di bawah lindungan topi bermerek Adidas yang menaungi rambut serta penglihatannya dari sinar matahari, Shinku kembali mengamati sesuatu di langit. Pria itu terlihat tenang tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Dirinya tampak sedang mempersiapkan diri untuk suatu hal yang akan segera tiba.  ⠀⠀ “Lana!” teriak Shinku lantang kemudian diikuti dengan suara siulan melengking yang menggema di seluruh area pegunungan Beinn Mhòr.  ⠀⠀ Pria berkulit pucat itu menaikkan lengannya sambil terus menatap ke arah langit. Samar-samar dari arah timur sesuatu menghampiri Shinku dan Nao dengan cepat. Matanya menatap tajam ke arah lengan Shinku yang dibalut sarung tangan pelindung. Tempat itu adalah landasannya.  ⠀⠀ Lana, seekor elang emas atau yang diketahui pula sebagai aquila chrysaetos memiliki berat sejumlah tujuh kilogram, mendarat dengan tegas di atas lengan seorang Shinku. Kedua sayapnya yang memiliki panjang sebesar seratus tiga sentimeter kini terbuka lebar seolah menunjukkan betapa abadinya seekor elang sebagai simbol yang megah nan perkasa.  ⠀⠀ “Bagaimana rasanya kembali ke rumahmu?” tanya Shinku seraya meneliti seluruh tubuh Lana.   ⠀⠀ Sejak kedatangan mereka ke Beinn Mhòr, Shinku melepaskan binatang peliharaannya itu untuk mengudara selama ia, dan para bawahannya mendaki gunung. Shinku tidak khawatir akan kehilangan Lana di tempat ini. Sebuah teknologi pelacak sesungguhnya sudah tertanam di dalam tubuh Lana. Meski begitu, pada kenyataannya, Shinku jarang menggunakan bantuan alat tersebut untuk mengetahui keberadaan Lana. Mungkin ikatan batin di antara mereka, yang sudah dibina selama sepuluh tahun, bekerja lebih efektif dibandingkan teknologi pelacakkan.  ⠀⠀”Duduklah,” ucap Shinku setelah selesai memeriksa keadaan Lana.   ⠀⠀ Penuh keanggunan, elang emas itu bertengger pada bahu si Kyokutei, dan tampak tidak terusik dengan teriakkan elang-elang lain yang sepertinya memanggil. Lana memiliki rumahnya sendiri meski tak seluas dan sekaya Beinn Mhòr. Kemana pun Shinku berlabuh, Lana akan mengikutinya tanpa syarat.   ⠀⠀ “Kyokutei-san. Saya tidak menemukan rusa merah yang Anda maksud,” ujar Azuma dengan nada lirih. Pria itu terlihat kecewa kepada dirinya sendiri karena tidak berhasil memenuhi permintaan si Tuan.  ⠀⠀ “Mungkin di lain kesempatan,” tukas Shinku lugas.  ⠀⠀ “Kalau begitu, apakah kita pergi sekarang, Kyokutei-san?” tanya Nao kali ini.  ⠀⠀ “Iya, kita kembali ke penginapan sekarang. Azu-kun, tolong kabari pihak kreatif untuk menyiapkan purwarupa. Ketika aku mendarat di Jepang, aku ingin segera mengadakan rapat untuk membahas apa saja yang harus kita siapkan dalam menyambut natal. Kemudian,” Shinku mengelus kepala Lana sembari melangkah ‘tuk menuruni Beinn Mhòr, “beritahu divisi riset untuk menyiapkan data hasil kampanye dua bulan yang lalu. Seharusnya mereka sudah memberikan laporannya kepadaku sejak bulan Oktober. Jika mereka kurang kompeten, maka ganti saja.”  ⠀⠀ Azuma mencatat poin perkataan Shinku melalui personal digital assistant-nya. Gawai tersebut berwarna hitam dengan lukisan bunga sakura pada bagian luarnya. Apabila diamati lebih rinci, terdapat inisial nama Azuma di sana. Benda tersebut adalah hadiah dari Shinku untuk perayaan hari lahir si Adam.   ⠀⠀ “Nao-kun, beritahu Nona Takahashi bahwa aku membatalkan pesanan kue dari toko mereka. Seluruh biaya penggantian akan dibayarkan sesuai dengan kesepakatan harga di awal. Tidak kurang dan tidak lebih. Katakan pula kepadanya untuk segera pergi dari Kyoto untuk sementara waktu atau ibuku akan menghancurkan tokonya.”  ⠀⠀ “Apakah Kyokutei Karen-sama memiliki masalah dengan Takahashi-sama?”  ⠀⠀ “Dengan sepupunya. Aku tidak tahu secara menyeluruh mengenai kasus itu, tetapi, sepertinya cukup parah. Aku yakin Takahashi-sama telah memperkirakan pembatalan pesanan ini.”  ⠀⠀ “Kenapa Anda menyuruh Takahashi-sama untuk menghindari Karen-sama?” tanya Nao sedikit terengah. Energinya mulai habis akibat pendakian ini.  ⠀⠀ “Bukan urusanmu. Lakukan saja apa yang aku perintahkan,” tegas Shinku sambil melirik tajam ke arah Nao.  ⠀⠀ “Mohon maaf, Kyokutei-san. Saya mengerti.”  ⠀⠀ “Aku rasa hanya itu yang harus dibereskan. Sisanya bisa menunggu.”  ⠀⠀ “Ha’i, Kyokutei-san,” sahut Nao dan Azuma dalam kesatuan.  ⠀⠀ Mereka terus menuruni Beinn Mhòr tanpa henti. Nao sebenarnya merasa sungguh lelah dan ingin duduk sejenak. Tapi, mengingat ketidaksukaan Shinku terhadap pertanyaannya beberapa menit yang lalu membuat nyali Nao ciut untuk mengajukan istirahat. Sebenarnya, jalur pendakian Beinn Mhòr tidak terlalu ekstrem. Hanya saja jalannya begitu panjang dan Nao bukan golongan individu luar ruangan. Sepengetahuannya, Azuma pun adalah tipe rumahan serupa dengannya. Bedanya adalah Azuma dilatih secara khusus untuk menjadi pelindung para kaum borjuis sejak belia yang mana menyebabkan ketahanan fisiknya ada di atas rata-rata. Sialan, Nao benar-benar ingin berhenti melangkah.  ⠀⠀ “Nao-kun, langkahmu terdengar seperti kura-kura, apakah ada yang salah?” bisik Azuma, enggan Shinku yang berjalan di depan mendengar pertanyaannya.  ⠀⠀ “Aku rasa energiku sudah habis, Azu-kun.”  ⠀⠀ “Apakah kau ingin berhenti sejenak? Aku akan katakan kepada Kyokutei-san kalau aku butuh istirahat.”  ⠀⠀ “Kau pikir dia akan percaya? Kau dan Nii-sama terbiasa melakukan kegiatan fisik yang ekstrem. Nii-sama mengetahui batas tenagamu lebih baik dari siapa pun.”  ⠀⠀ Nao mengusap keringat di wajahnya menggunakan punggung tangan. Mencoba menjauhkan air alami dari tubuh itu dari matanya yang mulai menunjukkan kunang-kunang.  ⠀⠀ “Kalau begitu, kenapa tidak jujur saja?” saran Azuma.  ⠀⠀ “Apakah kau tidak melihat ekspresi wajahnya kepadaku tadi?”  ⠀⠀ “Jika hanya pada tingkatan waspada, aku rasa tidak masalah untuk bertanya.”  ⠀⠀ “Bagaimana jika pertanyaanku akan memicu tingkat ‘segera-ajukan-surat-pengunduran-diri’?” tanya Nao, wajahnya terlihat pucat.  ⠀⠀ “Apabila seperti itu, kau harus segera menelepon jasa pencari pekerjaan. Suatu kehormatan pernah bekerja denganmu,” tutur Azuma teramat serius.  ⠀⠀ “Sialan!”   ⠀⠀ Shinku menghentikan langkahnya yang kemudian disusul secara serempak oleh kedua pria tersebut. Seketika mereka gugup, terutama Nao, mengenai alasan Shinku berhenti.  ⠀⠀ “Kalian ...”  ⠀⠀ “H-ha’i, Kyokutei-san?” sahut Nao, suaranya terdengar serak.  ⠀⠀ “Lihatlah ke arah jarum jam pukul dua. Di sana ada dua ekor rusa merah,” kata Shinku.  ⠀⠀ Azuma dan Nao segera memandang ke titik yang sama. Dua ekor rusa merah terlihat sedang menikmati makan malam. Bagi Shinku, fenomena tersebut adalah momen yang berharga. Ia memutuskan untuk mengabadikan visual itu dalam bentuk foto yang diambil menggunakan ponsel.   ⠀⠀”Setelah tujuh kali ke Beinn Mhòr, akhirnya aku mendapatkan apa yang aku cari,” kata Shinku.  ⠀⠀Rusa merah merupakan salah satu binatang yang harus dilihat Shinku di alam liar secara langsung. Ia hendak menyaksikan sebesar apa fisik binatang yang dikatakan menempati posisi keempat rusa terbesar di dunia itu.  ⠀⠀ “Azu-kun, senapan,” pinta Shinku.  ⠀⠀ Tanpa membuang waktu, Azuma melepaskan senapan berburu yang menggantung pada punggungnya untuk diserahkan kepada Shinku. Sementara itu, Lana yang menempati bahu Shinku kini terlihat bersiap untuk terbang.   ⠀⠀ “Jangan berisik dan tetap di sini,” perintahnya kepada kedua pria itu.  ⠀⠀ Shinku melepaskan Lana ke udara sembari melangkah pelan ke arah dua ekor rusa merah yang tidak mengetahui bahwa salah satu di antara mereka akan menjadi target buruan. Dengan tenang mereka masih mengunyah daun yang rasanya tidak berbeda dari daun-daun kemarin hari.  ⠀⠀ Kedua mata Shinku memicing pada Lana yang terbang mengitari kedua rusa tersebut; sedangkan tangannya sibuk memasukkan obat bius ke dalam senapan. Beberapa meter di belakang Shinku, Nao duduk pada salah satu batang pohon, dan meneguk air cepat.  ⠀⠀ “Kau harus berterima kasih pada rusa itu,” kata Azuma.  ⠀⠀ Nao melirik Azuma sinis dan memutuskan untuk tidak menanggapi perkataannya. Ia tidak ingin membuat kegaduhan yang lebih panjang atau target buruan Shinku akan berubah menjadi dirinya.  ⠀⠀ Dalam keadaan hening, hanya ada suara alam, Shinku mengarahkan ujung senapannya pada rusa di sisi kanan. Intuisinya berkata ia harus menangkap rusa tersebut dibandingkan yang satunya.  ⠀⠀ Remington dengan sigap digenggam oleh Shinku, napas diatur sedemikian rupa agar hormon adrenalin tidak terlalu kegirangan, dan yang terakhir adalah menarik pelatuk agar mangsa gugur. Kejadian itu terjadi sungguh cepat dan minim suara. Kedua rusa yang diamati berhamburan berlari ke arah yang berbeda dan Shinku bersiul untuk mengarahkan Lana mengikuti rusa yang tertembak obat bius pada tubuhnya.  ⠀⠀ Ini bukanlah pengalaman pertama Shinku dan Lana berburu bersama. Sejak enam tahun yang lalu, mereka sudah sering melakukan perburuan di alam bebas. Untuk mencapai tingkat ini, dibutuhkan latihan selama dua tahun secara intensif sebelum Lana dan Shinku memiliki kualitas komunikasi yang baik antara satu dengan yang lain.  ⠀⠀ Ketika Lana melesat mengikuti kepergian rusa buruan Shinku, Azuma, dan Nao tanpa dikomando turut berlari mengikuti arah terbang Lana. Shinku pun melakukan hal yang sama. Namun, ia lebih rileks dibandingkan kedua pria tersebut. Sembari melemaskan otot-otot tubuhnya yang menegang, Shinku tersenyum puas ketika menemukan target rusanya telah terkapar pada tanah.  ⠀⠀ Lana bertengger pada tanduk rusa dengan tenang; sementara Nao dan Azuma memandangi rusa itu dalam diam. Mereka bertanya-tanya di dalam hati mengenai bagaimanakah caranya membawa rusa ini turun dari Beinn Mhòr. Membawa diri saja sudah sulit, sekarang mereka harus membawa seekor rusa yang beratnya ada di kelas ratusan kilogram.  ⠀⠀ “Sungguh cantik,” komentar Shinku sambil berjongkok di hadapan wajah rusa tersebut. “Tanduknya besar, aku penasaran akan usianya.”  ⠀⠀ Azuma menyentuh tubuh rusa merah itu dan merasakan rambut-rambutnya terasa sedikit kasar. Ia juga memperhatikan lengkuk otot kaki yang jelas pada paha rusa itu. Secara kasar Azuma dapat menyimpulkan bahwa rusa jantan ini memiliki kekuatan yang besar. Dirinya bahkan yakin jika Shinku, Nao, dan ia tak akan mampu melawan kekuatan rusa tersebut apabila harus berkelahi satu lawan satu.  ⠀⠀ “Apakah Anda berniat membawanya ke Jepang, Kyokutei-san?”  ⠀⠀ “Tidak, Azu-kun. Aku hanya ingin memandangi rusa merah ini dari dekat. Terima kasih pada senapan dan obat bius hasil penemuan manusia, aku mampu membuat hal ini terjadi,” ujar Shinku. Ia menyeringai tipis.  ⠀⠀ Azuma pun Nao terbiasa dengan perilaku dan perkataan Shinku. Bagi mereka, Shinku berucap, dan berperangai seperti ini adalah suatu hal yang normal. Mereka memakluminya teramat baik sehingga kadang ketika ironi terjadi, mereka tidak menginterpretasikannya sebagai ironi.  ⠀⠀ Shinku mencabut obat bius yang menempel pada tubuh rusa merah. Dilihatnya jarum itu terbenam cukup dalam. Kekuatan senapan yang baru dibelinya sekitar dua minggu yang lalu ternyata tidak begitu buruk. Selama ini Shinku selalu menggunakan senapan milik kakeknya yang diwariskan untuknya. Setidaknya ada delapan senapan keluaran lama yang diturunkan oleh kakeknya dan Shinku secara bergilir menggunakan mereka untuk berburu. Namun, sekitar satu bulan yang lalu, ketika sedang menginspeksi barang-barang kiriman dari kliennya, Shinku menemukan puluhan senapan berburu yang menarik minatnya. Singkat cerita, Shinku memutuskan untuk membeli satu senapan Remington dari seorang kawan di Amerika.  ⠀⠀ Shinku berdiri untuk mengambil beberapa foto rusa merah yang hilang kesadaran. Tak luput dari perhatiannya Lana yang bertengger manis pada tanduk rusa. Dalam penglihatan Shinku, Lana terlihat menakjubkan.  ⠀⠀ “Ayo,” ajaknya setelah merasa kebutuhannya akan berburu rusa merah sudah terpenuhi.   ⠀⠀ Jika perhitungan Shinku tidak salah, rusa itu akan bangun dalam sepuluh menit lagi. Di dalam masa itu, ia berharap semoga saja tidak ada pemburu lainnya menemukan rusa tersebut dalam keadaan tidak sadar. Meski begitu, sebenarnya Shinku tidak terlalu mengambil ke dalam hati mengenai nasib rusa merah yang kini telah ia tinggalkan.  ⠀⠀ Di penginapan bandara Skotlandia, Shinku mengeringkan badannya setelah berendam cukup lama sembari membaca beberapa laporan yang diberikan oleh Azuma. Sebelumnya ia memang menempatkan permintaan khusus agar tidak diganggu dengan urusan pekerjaan selama di sini. Kendati demikian, Shinku tiba-tiba merasa cemas ketika mereka tiba di penginapan. Ia merasa harus mengecek saham Kyokutei, persiapan kegiatan natal perusahaan, progres tutup buku akhir tahun, dan lainnya.  ⠀⠀ Saat Shinku mengenakan baju, sebuah ketukan terdengar. Rasanya ketika ia masih mandi, sebuah ketukan juga dibuat dari luar pintu kamarnya. Mungkin Azuma dan Nao ingin memeriksa keadaannya. Sekitar tiga jam lagi mereka harus segera naik pesawat untuk kembali ke Jepang.  ⠀⠀ “Masuk,” kata Shinku sembari mengancing bajunya.  ⠀⠀ “Permisi.”  ⠀⠀ Suara wanita. Refleks, Shinku segera membalikkan tubuhnya dan mengalamatkan Heckler dan Poch 30L kepada orang yang masuk ke dalam kamarnya tanpa ragu.   ⠀⠀ “Kau—tidak perlu begitu tegang,” ucap Mala yang berjarak kurang dari lima kaki dari Shinku.  ⠀⠀ Shinku tidak bergetar dan masih menggenggam pistolnya erat. “Apa keperluanmu kemari?”  ⠀⠀ “Tentunya untuk bertemu denganmu sebelum kau pulang.”  ⠀⠀ “Katakan kepada ayahmu jika hendak berbicara perihal bisnis agar menghubungiku secara langsung. Dia belum mati, tidak perlu kau sebagai pengantar pesan.”  ⠀⠀ Mala tertawa kering. Perkataan Shinku benar-benar menyinggung perasaannya.   ⠀⠀ “Orang sepertimu tidak akan mati di ranjang,” ujarnya ketus.  ⠀⠀ “Jika kau ingin membicarakan ajal, orang-orang seperti kita tidak akan mati secara horizontal. Pelajari asalmu dengan baik, Nona Muir.”  ⠀⠀ Mala menggigit daging dinding mulutnya cukup keras untuk menahan rasa sakit hati yang diberikan oleh Shinku. Namun, Mala sudah kebal dan memutuskan untuk meneguk rasa sakit itu. Seperti biasanya.  ⠀⠀ “Benar, kita semua adalah orang yang mencari keuntungan di lembah hitam. Di dunia ini hanya ada hitam dan putih, tidak ada abu-abu atau kau tidak akan dianggap bagian dari masyarakat. Menjadi anomali bukan pilihan, benar?”  ⠀⠀ “Aku tidak ada waktu untuk berdiskusi mengenai falsafah hidupmu. Pergilah dari sini sebelum aku memanggil Watanabe untuk mengantarmu keluar,” kata Shinku.  ⠀⠀ "Panggil saja Watanabe dan dengarkan apa yang akan dia katakan."  ⠀⠀ Garis-garis di antara alis Shinku terbentuk nyata. Matanya menjadi semakin tajam dan sorotnya dipenuhi kemarahan dan sedikit kekhawatiran terhadap para bawahannya di luar sana.  ⠀⠀ "Apa yang kau lakukan kepada mereka?" tanya Shinku dingin.  ⠀⠀ "Aku tidak melakukan apa-apa kepada mereka," jawab Mala begitu tenang.  ⠀⠀ Shinku menurunkan pistolnya dan melangkah penuh amarah menuju Mala. Ia mencengkram leher wanita berambut panjang itu dengan sepertiga tenaganya. Itu sudah cukup membuat Mala mengerang kesakitan.  ⠀⠀ "Aku peringatkan kepadamu untuk jangan pernah menyentuh anak buahku lagi. Cukup Marina yang menjadi korban atas cacatnya rasionalitasmu," kata Shinku setengah berbisik.  ⠀⠀ Mala menepuk lengan Shinku beberapa kali. Ia meminta agar pria itu melepaskan cengkraman di lehernya.   ⠀⠀ "Apakah kau dengar?!" seru Shinku lantang dan menggelegar.  ⠀⠀ "Aku mengerti," sahut Mala terbata-bata di antara tarikkan napasnya.  ⠀⠀ Shinku menjauhkan tangannya dari leher Mala dan menggeram kecil. Di ambang pintu, Azuma, dan Nao tampak sedikit terengah-engah. Mereka berlari masuk dari luar penginapan karena mendengar teriakkan Shinku. ⠀⠀ "Watanabe-san, bawa Nona Muir ke mobilnya," kata Shinku sembari menunjuk Mala menggunakan pistolnya.  ⠀⠀ Azuma memandang anak perempuan George Muir di sana dengan ragu. "Kyokutei-san, kedatangan Nona Muir kemari karena dia akan ikut bersama kita ke Jepang."  ⠀⠀ "Apa maksudmu?" tanya Shinku dalam bahasa Jepang.  ⠀⠀ "Kakek Anda baru saja memberitahukannya ketika Anda sedang mandi. Tampaknya beliau mengundang Nona Muir ke acara ulang tahunnya," jelas Azuma.   ⠀⠀ Shinku menoleh ke arah Mala yang menunduk dan ia melihat wanita itu tersenyum di antara juntaian rambut cokelat yang menutupi wajah cantiknya. Di momen itu, Shinku benar-benar ingin berteriak kepada Azuma bahwa dirinya tidak peduli. Namun, tampaknya kali ini ia harus mengenyampingkan ego demi menghormati keinginan Kakeknya.  ⠀⠀ “Jam berapa kita berangkat?” tanya Shinku, meninggalkan topik sebelumnya.  ⠀⠀ “Sebentar lagi, Kyokutei-san. Apakah Anda ingin menyantap makan malam di sini atau di pesawat? Menu makanan sesuai dengan permintaan Anda,” tutur Nao.  ⠀⠀ “Aku akan makan di pesawat. Siapkan juga laptopku. Aku berencana bekerja hingga kita sampai di Jepang.”  ⠀⠀ “Dimengerti, Kyokutei-san. Nona Muir, saya akan mengantar Anda ke pesawat terlebih dulu.”  ⠀⠀ Nao dan Azuma membuka jalan untuk Mala yang melenggang seolah tak terjadi apa-apa di antara dirinya dan Shinku beberapa menit yang lalu. Wanita itu mengenakan topengnya dengan baik. Dunia panggung sungguh rugi kehilangan seseorang seperti Mala Muir.  ⠀⠀ “Apakah Anda baik-baik saja, Kyokutei-san?” tanya Azuma setelah Nao dan Mala pergi.  ⠀⠀ “Aku ingin rapat di undur sore hari dan dilakukan di rumahku. Hanya staf inti yang boleh hadir. Kemudian, beritahu Ayahmu bahwa aku akan menjenguk Abdul esok sebelum perayaan ulang tahun kakekku. Itu saja.”  ⠀⠀ “Baik, Kyokutei-san. Oh,” Azuma memeriksa gawai asisten pribadi miliknya yang berbunyi, “pesawat sudah siap.”   ⠀⠀ Shinku hanya berdeham tanda mengerti. Ia mengambil jaketnya lalu meninggalkan penginapan bersama Azuma.  ⠀⠀ Ketika mereka memasukki pesawat, Mala, Nao, dan Lana beserta dua orang pramugari yang menyambut telah berada di posisi masing-masing. Shinku menempati kursi kosong di sayap kiri pesawat. Ia tahu itu adalah tempatnya karena terdapat laptop pribadi dan satu botol air mineral Fiji yang merupakan kesukaannya.  ⠀⠀ Suasana di dalam pesawat terasa sedikit tegang dan canggung. Pusat energinya adalah Mala. Nao dan Azuma sungkan untuk berbicara; sedangkan Shinku telah tenggelam di dalam pekerjaan.  ⠀⠀ Layaknya negara-negara yang pernah mereka jelajahi sebelumnya, Azuma selalu merasa takjub dengan pemandangan dari udara di malam hari.   ⠀⠀ “Watanabe-san,” panggil Shinku tiba-tiba.  ⠀⠀ Azuma segera berdiri dari duduknya dan mendekati Shinku. “Ada yang bisa saya bantu, Kyokutei-san?”  ⠀⠀ “Diagram yang dikirimkan pihak gudang terasa sedikit berbeda dibandingkan sebelumnya. Sepertinya mereka salah dalam menentukan rumus di sistem. Tolong beritahu mereka memperbaiki ini. Kemudian, aku menyetujui permintaan pihak pengurus di Asia Tenggara. Katakan kepada mereka aku akan datang tahun depan ke Indonesia, Thailand, dan Singapura untuk meninjau kinerja mereka. Setelah itu, kita akan melakukan uji coba terhadap sistem administrasi terbaru yang sedang dikembangkan oleh bagian informasi dan teknologi. Seharusnya di pertengahan bulan Februari, protokol dapat dicoba.”  ⠀⠀ Azuma memutuskan untuk duduk di depan Shinku dan mencatat seluruh permintaan pria itu di dalam gawai khususnya. Akhir tahun selalu menjadi momen tersibuk di perusaaan mereka. Semua pegawai dituntut untuk bekerja lebih rajin demi menutup buku.   ⠀⠀ “Bagaimana dengan sistem pengamanan gudang untuk para klien? Apakah ada pemberitahuan lebih lanjut dari para pengembang?”  ⠀⠀ Shinku meneguk minumnya setelah bertanya. Ia belum sekali pun menyentuh botol itu sejak naik pesawat.  ⠀⠀ “Mereka bilang sudah ada di tahap penyelesaian. Sistem pengamanan yang terbaru akan satu taraf dengan sistem penjara internasional. Sedikit perubahan pada identifikasi pemilik. Suzuki-san bilang dirinya butuh tanggapan dari Anda mengenai beberapa hal. Dia akan mengirimkan datanya setelah selesai,” kata Azuma.  ⠀⠀ “Bagus. Aku dengar pengiriman barang milik Jimmy mengalami masalah di Republik Ceko. Apakah kau tahu tentang hal itu?”  ⠀⠀ “Tentang itu, sepertinya Kyokutei Hiro-sama ditipu oleh mitra kerjanya. Mereka menjanjikan jalur aman dan meminta bayaran di depan. Hal yang lumrah tapi ternyata mereka mengingkari perjanjian bisnis dengan membawa sabu-sabu dari Jimmy melewati jalur penyelundupan yang sama seperti pengusaha kelas teri lainnya. Tampaknya mereka tidak paham bahwa perusahaan kita selalu mengirimkan barang dalam kuantitas besar,” jelas Azuma.  ⠀⠀ Shinku mengenakan kain makan pada paha kemudian menjauhkan laptop ketika piring berisikan daging bakar yang dimasak medium disajikan oleh seorang pramugari. Waktunya makan sudah tiba.  ⠀⠀ “Begitu,” Shinku memotong makanannya dengan garpu, “polisi mendapatkan sebagian narkoba Jimmy, benar?” tanyanya sebelum mengunyah.  ⠀⠀ Azuma mengangguk. “Dari lima ratus liter sabu-sabu yang dikirim, polisi menyita hampir seratus liter. Kyokutei Hiro-sama sekarang sedang marah besar.”  ⠀⠀ Shinku tersenyum sembari terus makan. Ia enggan berkomentar lebih banyak.  ⠀⠀ “Pamanmu kebakaran jenggot dan kau tersenyum. Apakah kau tidak memiliki simpati kepadanya?” tanya Mala dari seberang sayap kiri.  ⠀⠀ “Aku akan bersimpati ketika hari pemakamannya tiba,” jawab Shinku.  ⠀⠀ Mala mendesis. “Kalian selalu mengutamakan solidaritas keluarga. Namun, pada prakteknya ternyata tidak seimbang.”  ⠀⠀ “Untuk seorang individu yang bukan anggota keluarga Kyokutei, kau berbicara cukup besar,” ucap Shinku lalu membersihkan mulutnya.  ⠀⠀ “Aku tidak perlu menjadi anggota keluarga untuk mengetahui kabar.”  ⠀⠀ “Oh? Kalau begitu, berhati-hatilah terhadap kredibilitas informan Anda, Nona Muir,” sahut Shinku, sarkastik.  ⠀⠀ “Kenapa aku harus khawatir jika informannya adalah anggota keluarga Kyokutei sendiri?”  ⠀⠀ Mala menumpu kedua tangannya pada meja. Wajahnya memancarkan ekspresi yang berkata ‘aku-akan-mendapatkan-perhatianmu’.  ⠀⠀ Di seberang Shinku, Azuma merasa sedikit khawatir dengan respons yang akan dilemparkan oleh Tuannya. Bagaimana dengan Nao? Pria itu didapati sedang berlayar ke alam mimpi di kursinya.  ⠀⠀ “Karena itulah kau harus khawatir. Kau tidak pernah tahu kapan mereka akan menggigitmu. Bahkan sekarang, apakah yang membuatmu berpikir bahwa kau berada di lingkungan yang aman? Pikirkan, Nona Muir. Kau datang tanpa pengawal ke wilayah yang asing. Kyokutei memang sekutu keluargamu, tapi apa yang membuatmu terlalu bangga bahwa kami akan rela mempertaruhkan segalanya jika kompetitor Ayahmu tahu mengenai keberadaanmu di luar Skotlandia?”  ⠀⠀ Seorang pramugari membersihkan meja Shinku dengan cepat lalu kembali ke belakang. Ia tidak ingin berada di tempat itu terlalu lama.  ⠀⠀ “Bagaimana, Nona Muir? Apakah pikiranmu mulai terbuka?” tanya Shinku sembari tersenyum.  ⠀⠀ Penjelasan Shinku masuk akal. Di dunia mereka, banyak kelompok saling menggigit satu sama lain bahkan ketika sudah bersumpah akan setia hingga akhir. Rasanya Mala berpikir terlalu gegabah dan tinggi sebab Kyokutei Asahi secara personal mengundangnya datang. Meski begitu, apakah Mala melewatkan sesuatu di antara keluarganya, dan keluarga Kyokutei? Tampaknya tidak ada percikkan api di antara mereka. Apa yang Shinku ketahui? Mungkinkah dirinya dijadikan tawanan? Tunggu—tidak. Ayahnya sudah memberikan izin dan mempercayakan dirinya sepenuhnya di tangan para Kyokutei untuk satu pekan ini di Jepang. Shinku hanya ingin membuatnya takut dan diam.   ⠀⠀ “Omonganmu ada benarnya. Tapi, merendahkan kemampuan keluargaku adalah kesalahan fatal. Kenapa kau berpikir hanya keluargamu yang menjadi mitra keluargaku di Jepang? Lucu sekali, Shinku. Keluargamu bukan satu-satunya,” kata Mala.  ⠀⠀ “Betul. Namun, bukankah hanya Kyokutei yang diterima George Muir untuk masuk ke dalam istana pribadinya, dan membawa putri kesayangannya seperti ini? Aku rasa itu sudah cukup menggambarkan betapa keluarga kami memiliki dampak yang besar kepada kalian. Terlebih, masih banyak hal yang bisa aku katakan kepadamu untuk menguatkan argumenku. Kau akan mati karena malu. Sekarang tutuplah mulutmu dan jangan ganggu urusanku.”  ⠀⠀ Wajah Mala yang berkilau menjadi kusam dan gelap. Otaknya menangkap dengan jelas apa yang dimaksud oleh Shinku dan itu membuatnya segera patuh. Ia bahkan tidak berani untuk menunjukkan amarah. Namun, sorot sakit hati kembali berbinar pada matanya.   ⠀⠀ “Watanabe-san, antar Nona Muir ke kamar. Aku tidak ingin melihatnya,” kata Shinku.  ⠀⠀ Azuma berdiri lalu menghampiri Mala. Tidak butuh banyak tenaga dan kata bagi Azuma untuk membawa Mala ke kamar yang terletak dekat buntut pesawat.  ⠀⠀ Shinku menghela napas dan menyandarkan tubuhnya pada kursi. Ia tidak menyangka perjalanan di Beinn Mhòr telah berubah menjadi cukup kurang nyaman.  ⠀⠀ Melewati ratusan bahkan mungkin ribuan pulau kecil, akhirnya pesawat yang mereka tumpangi kini mendarat di Jepang. Matahari tampak bersinar ketika mereka turun; tiga deret sedan hitam telah menunggu. Sedan pertama bertugas membawa Shinku, Mala, Nao, dan Azuma ke Kyoto. Sedan kedua membawa koper mereka dan sedan ketiga akan membawa Lana ke kediaman keluarga Watanabe.  ⠀⠀ “Jangan membuatnya terkejut,” peringat Shinku kepada salah satu bawahannya yang bertugas mengawasi Lana.  ⠀⠀ “Tentu, Kyokutei-sama.” Dialog itu berlangsung singkat tapi mengandung tanggung jawab yang besar.  ⠀⠀ “Kyokutei-san, ibu Anda,” kata Nao sembari memberikan ponsel kepada Shinku.  ⠀⠀ “Ha’i, Okaa-san?”  ⠀⠀ “Shinku-kun, kenapa ponselmu tidak aktif?” tanya Karen.  ⠀⠀ “Kami baru saja tiba. Aku belum sempat mengaktifkan ponselku. Maafkan aku, Okaa-san. Apakah Okaa-san mengirimkan sesuatu?”  ⠀⠀ Karen menyentuh rambutnya yang sudah ditata rapi sebagai sentuhan terakhir. “Tidak. Tapi, kau bersama Muir-san, benar?”  ⠀⠀ “Ha’i,” sahut Shinku lalu matanya menatap kaca spion tengah di mana Mala dan Nao sedang duduk bersebelahan untuk beberapa saat.  ⠀⠀ “Begitu rupanya. Apakah kau akan ke perusahaan?” tanya Karen kali ini ia tersenyum ke arah seorang pelayanan yang mengangkat piring kotor makan paginya.  ⠀⠀ “Aku memutuskan untuk beristirahat sejenak. Tapi, nanti sore, aku akan mengadakan rapat di rumahku.”  ⠀⠀ “Terdengar menyenangkan, Shinku-kun. Apakah kau sudah mencoba baju yang akan kau pakai di acara ulang tahun kakekmu?”  ⠀⠀ “Belum, Okaa-san. Aku percaya kepada kemampuan Satō-sama. Pasti kimono yang ia buat akan indah dan sesuai dengan ukuran badanku.”  ⠀⠀ “Baiklah. Kalau begitu aku akan bertemu denganmu besok di acara ulang tahun kakek. Aku percaya kepadamu. Sampai jumpa, Shinku-kun.”  ⠀⠀ “Sampai jumpa, Okaa-san.”  ⠀⠀ Shinku mengembalikan ponsel milik Nao setelah selesai. Gelagat ibunya dan kata-kata yang dilontarkan memberikan suatu pesan tersirat.  ⠀⠀ Seorang Kyokutei Karen bukanlah tipikal wanita yang jalan pemikirannya sederhana. Banyak jalan tikus penuh jebakan di sana. Apa yang diutarakannya secara konotasi bisa jauh berbeda dari denotasi. Shinku sering menghabiskan waktunya untuk mendekonstruksi kode yang sebenarnya dimaksud oleh Karen.  ⠀⠀ Wanita ini, meski ibu biologisnya, adalah jajaran utama Kyokutei yang wajib ditakuti. Perangainya jangan dianggap biasa.   ⠀⠀ Sepanjang perjalanan digunakan Shinku untuk memahami konteks dari perilaku ibunya hingga ia tidak sadar mobil sudah memasukki area parkir rumahnya. Jika bukan karena suara mesin yang tiba-tiba mati, Shinku akan masih terus duduk diam, dan berkontemplasi. Ketika dirinya hendak turun, Shinku masih menemui figur Mala berada di bangku belakang mobil. Di benaknya, Mala akan diantarkan oleh Azuma setelah ini. Tapi ternyata perkiraan Shinku tidak tepat. Mala ikut menuruni mobil bersama Nao dan Azuma. ⠀⠀ "Kenapa kalian turun?" tanya Shinku kepada ketiga orang tersebut. ⠀⠀ Nao menatap Azuma kemudian Shinku secara bergantian dengan raut wajah bingung. "Karena sudah sampai, Kyokutei-san," jawabnya lugu.  ⠀⠀ "Tidak. Nona Muir belum berada di hotelnya. Aku tahu kita lelah. Suruh supir mengantarnya ke hotel," tegas Shinku.  ⠀⠀ "Oh, masalah itu," Nao melirik Azuma sejenak, "Kyokutei Karen-sama yang menyuruh. Beliau bilang Nona Muir akan bermalam di tempat Anda."  ⠀⠀ Rahang Shinku menegang akibat menahan kata-kata kasar keluar dari mulutnya. Ia sekarang mulai memahami ke mana rencana Karen bermuara.  ⠀⠀ "Terserah," kata Shinku lalu bergegas masuk ke dalam rumahnya.  ⠀⠀ Pada sore harinya, Shinku keluar dari kamar dengan pakaian yang cukup formal. Baju lengan panjang berwarna hitam dipadukan dengan koleksi jaket setelan dari Tom Ford—𝙋𝙧𝙞𝙣𝙘𝙚 𝙤𝙛 𝙒𝙖𝙡𝙚𝙨 𝘾𝙝𝙚𝙘𝙠 𝘼𝙩𝙩𝙞𝙘𝙪𝙨—senada dengan celananya.  ⠀⠀ Perihal sepatu, Shinku menggunakan sepatu yang menjadi penyelamatnya di saat bingung memutuskan apakah yang harus melindungi kakinya, yaitu Christian Loubutin: 𝘼𝙡𝙥𝙝𝙖 𝙈𝙖𝙡𝙚.  ⠀⠀ "Azu-kun," panggil Shinku sembari menggunakan jam tangannya.  ⠀⠀ "Ha'i, Kyokutei-san."  ⠀⠀ "Apakah ruangannya sudah siap?"  ⠀⠀ "Sudah, Kyokutei-san. Beberapa staf inti sudah tiba. Sisanya masih ada pekerjaan di perusahaan dan akan segera menyusul."  ⠀⠀ "Bagus. Rapat akan dimulai dalam sepuluh menit. Jadi, bagi mereka yang belum datang, aku harap segera hadir."  ⠀⠀ "Saya akan segera memberikan informasi tersebut kepada mereka."  ⠀⠀ "Hm. Di mana Nao-kun?" Shinku merapikan kerah bajunya dan menanggalkan satu kancing baju bagian atas.  ⠀⠀ "Nao-kun sedang menemani Muir-san berbelanja baju, Kyokutei-san."  ⠀⠀ "Sekarang dia mengambil asisten pribadiku," kata Shinku sedikit kesal. "Beritahu Nao-kun untuk kembali ke sini. Dia harusnya tahu prioritas."  ⠀⠀ Azuma membungkukkan badan. "Tentu, Kyokutei-san. Saya akan melaksanakan semuanya."  ⠀⠀ Shinku menganggukkan kepalanya kemudian melangkah menuju ruang rapat di dalam rumahnya. Sejatinya bagian rumah itu adalah tempat Shinku bermeditasi. Kendati demikian, demi aktivitas hari ini, segala interiornya diubah. ⠀⠀ "Selama sore, Kyokutei Shinku-sama," ucap seluruh manusia di sana sebelum membungkukkan badan. Setidaknya ada sepuluh orang. ⠀⠀ "Sore. Silakan kembali duduk," kata Shinku setelah mengembalikan salam mereka. ⠀⠀ "Terima kasih sudah hadir di sini. Aku tahu suasananya kurang profesional, tapi aku harap tidak akan mengurangi kualitas substansi diskusi pada hari ini." ⠀⠀ Setelah mengucapkan harapannya, Shinku duduk di kursinya dan membuka beberapa dokumen yang telah disiapkan oleh masing-masing divisi. Selagi ia membaca, beberapa staf inti lainnya mulai memenuhi ruangan. ⠀⠀ "Permisi, Kyokutei-san. Seluruh peserta rapat telah lengkap," bisik Azuma. ⠀⠀ "Tutup tirai dan nyalakan proyektor. Kita akan mulai sekarang." ⠀⠀ Pintu rumah Shinku terbuka dan menunjukkan Mala bersama Nao melangkah ke dalam dengan banyak tas belanjaan di tangan mereka. Sejujurnya Mala tidak perlu membeli baju karena ia sudah memutuskan gaun apa yang akan dirinya gunakan sebelum datang ke Jepang. Tentu saja gaun itu adalah hasil rancangan desainer. Ia tidak akan menggunakan gaun yang dijual di butik biasa. Terlebih ia akan menghadiri acara ulang tahun Kyokutei Asahi. Mala tidak akan mempermalukan dirinya sendiri dengan datang memakai baju kelas menengah. Itu tidak menunjukkan status sosialnya dengan baik. Tapi, pertengkaran dengan Shinku menguras banyak energinya. Ia membutuhkan terapi belanja. ⠀⠀ "Oh, hati-hati di jalan, Nakamura-san, Suzuki-san," kata Nao ketika melihat beberapa staf mulai keluar dari ruang rapat. Wajah mereka tidak begitu cerah. Nao mampu memahami alasannya. ⠀⠀ ".... Perihal itu sudah kami komunikasikan dengan para investor. Dividen akan diterima ketika penutupan buku akhir tahun, Kyokutei-san." ⠀⠀ "Aku harap hampir seratus persen investor kita menerima profit secara serentak. Aku tidak mau kejadian tahun lalu terulang. Para pengusaha di Filipina membuat kepalaku pusing, Yoshida-san. Aku berharap besar pada tim khususmu," kata Shinku kepada seorang pria berkacamata tebal dan rambut kepala yang tipis. ⠀⠀ "Sangat dimengerti, Kyokutei-san. Saya akan mengerjakan seperti yang Anda minta. Apakah Anda ingin membahas perihal lain?" tanya Kai. ⠀⠀ "Tidak ada. Kau boleh pulang." ⠀⠀ "Baik. Terima kasih, Kyokutei-san." ⠀⠀ Kepergian Yoshida Kai berarti tidak ada staf lain yang ada di rumah kecuali Nao, Azuma, dan beberapa pelayanan pribadi Shinku. Hal ini pun dapat dimaknai sebagai kondisi 'apa-yang-kau-lakukan-dengan-asistenku'. ⠀⠀ "Shimizu-san, ikut aku," perintah Shinku sambil berlalu ke dalam ruang rapat. ⠀⠀ Nao bergidik ngeri dan tahu secara akurat dirinya ada di dalam masalah besar. Sebelum masuk ke dalam ruang penghakiman, Nao meneguk air ludah, dan menaruh barang belanjaan milik Mala di atas lantai.  ⠀⠀ "Saya akan membawakannya untuk Anda," kata Azuma menggantikan posisi Nao yang bergegas masuk ke dalam ruang rapat. ⠀⠀ Mala mendengus. Energinya sudah kembali sempurna. ⠀⠀ "Bosmu terlalu kaku," kata Mala ketika dirinya dan Azuma berjalan menuju kamar tamu. ⠀⠀ "Memimpin perusahaan besar dan tidak kaku; saya kurang bisa membayangkan hal tersebut, Nona Muir." ⠀⠀ Mala melirik Azuma sejenak lalu membuang arah pandangnya kembali ke depan. "Kau pun sama sepertinya." ⠀⠀ Azuma memutuskan tidak menjawab sindiran Mala. Di saat seperti ini diam adalah emas. ⠀⠀ Di dalam ruang rapat, Shinku menatap ke luar jendela sembari melepaskan jaket setelannya. Tidak ada motivasi khusus; hanya ingin merasa lebih nyaman. ⠀⠀ "Kyokutei-san, saya benar-benar minta maaf," ucap Nao membuka percakapan. Keadaan di ruangan itu sebenarnya dingin, tapi, Nao tidak bisa berhenti berkeringat. Rasa cemasnya membuat tubuh menjadi terasa lebih panas. ⠀⠀ "Nao-kun, aku mengenalmu sejak kecil. Secara tidak langsung, kita tumbuh besar bersama, benar?" ⠀⠀ "Ha'i, Kyokutei-san." ⠀⠀ "Marina-chan, Azuma-kun, dan Nao-kun, kalian adalah teman-temanku yang berharga. Nao-kun, aku sudah pernah mengatakan kepadamu sebelumnya, jangan bersosialisasi dengan Mala Muir. Apa yang kau tidak pahami dari konteks itu?" tanya Shinku tanpa memandang Nao.  ⠀⠀ Nao menempatkan kedua tangannya di depan badan dan menunduk meski Shinku tidak melihat ke arahnya. Ia merasa bersalah walau sebenarnya bisa saja jika ingin membela diri. ⠀⠀ "Maaf, Kyokutei-san." ⠀⠀ "Ini peringatan terakhir. Jika kau benar-benar ingin membalas jasa ibuku yang sudah merawatmu dan kakakmu, Marina-chan, maka dengarkan perkataanku. Apakah kau paham, Nao-kun?" tanya Shinku seraya membalikkan tubuh untuk menatap yang disebut.   ⠀⠀ Nao mengangguk pelan. Shinku telah mengingatkannya secara rutin mengenai topik yang sedang mereka bicarakan. Meski begitu, Shinku pun Azuma tidak pernah memberikan alasan rinci. Bagi Nao, rasanya ada lubang di cerita mereka yang sengaja ditutupi darinya. Apakah itu? Lalu, apakah ada kaitannya dengan Mala Muir? Sejauh yang Nao pahami, Mala memiliki perhatian khusus kepada Shinku. Layaknya ia, Azuma, dan Marina, Mala merupakan kawan masa kecil Shinku.  ⠀⠀ Orang-orang seperti mereka, Shinku dan Mala, adalah hal yang natural bagi mereka mengenal sejak kecil. Lingkup mereka penuh rahasia dan kenyataan hitam. Diturunkan dari generasi ke generasi untuk diemban. Nao tidak ada hak untuk menghakimi hidup mereka. Apalagi Kyokutei Karen bersedia menampung dirinya dan Marina, kakak perempuannya, sejak kecil di kediaman Kyokutei.   ⠀⠀ “Nii-sama, aku benar-benar meminta maaf,” ucap Nao sembari membungkuk. Kali ini ia akan mencoba menjalankan permintaan, bukan perintah, dari Shinku dengan baik. Nao tidak ingin membuat Shinku kecewa kepadanya.  ⠀⠀ “Bagus kalau kau mengerti. Sekarang, kau bisa pulang ke rumah. Pergilah bersama Azu-kun,” tutup Shinku.  ⠀⠀ “Ha’i. Permisi.”  ⠀⠀ Nao menutup pintu ruangan dan bergegas pergi untuk mencari Azuma. Ia ingin segera merebahkan diri ke kasur dan memakan seluruh makanan ringan yang ia simpan di dalam lemari bajunya sebagai pereda stres. Nao tahu bekerja untuk Kyokutei pasti akan melelahkan. Namun, ia tak tahu bahwa rasa capainya bertubi-tubi tanpa henti dari sisi mental dan fisik. Marina dan Azuma adalah orang-orang yang kuat, pikirnya.  ⠀⠀ Ketika malam tiba, Shinku duduk di atas lantai di dalam kamarnya sembari mengisap pipa hookah. Badannya hanya dibalut kimono tidur yang diikat seadanya. Di bagian bawah ia mengenakan celana panjang berwarna hitam dari bahan sutra.  ⠀⠀ “Sialan,” ucap Shinku.  ⠀⠀ Saat ini kamar pria itu kurang begitu jelas wujudnya. Cahaya kemerahan dari lampu kamar dan asap dari hasil merokok hookah bercampur menjadi satu. Epitome kepedihan dan amarah.  ⠀⠀ Sayup-sayup dari luar, Shinku dapat mendengar namanya dipanggil oleh seseorang. Tidak perlu menduga itu adalah Mala dan wanita itu datang di saat yang kurang tepat. Buruk malah.  ⠀⠀ Shinku membuka pintu kamarnya dan mendapati Mala dalam gaun malam yang kelewat erotis. Shinku tak merasakan apa pun dari pemandangan ini. Kemarahannya lebih besar daripada nafsu birahi.   ⠀⠀ “Aku hanya akan memperingatkanmu sekali saja. Kembali ke kamarmu atau kau akan mendapatkan trauma baru di dalam hidupmu,” kata Shinku tanpa emosi.  ⠀⠀ Mala tidak berpakaian seperti ini dan menelan segala harga dirinya untuk menyerah. Berhadapan dengan Kyokutei Shinku tidak pernah mudah dan ia yakin pasti akan menang. Mala Muir tidak pernah kalah kepada siapa pun. “Minggir,” ucapnya sembari masuk ke dalam kamar Shinku dengan santai.  ⠀⠀Kurang dari sehari Shinku membuatnya ketakutan dan diam, Mala sudah kembali ke perilaku normalnya. Wanita ini memiliki masalahnya tersendiri.  ⠀⠀ “Kamarmu tidak berubah. Masih sama seperti satu tahun yang lalu. Jaguar itu juga masih di sana. Oh, koleksi buku-bukumu. Aku sangat merindukan mereka. Apakah kau ingat bahwa kau pernah bilang kepadaku ingin meluncurkan ensiklopedia di usia tiga puluh tahun? Kau memiliki rencana yang sangat tertata di dalam hidup.”  ⠀⠀ Shinku menutup pintu kamar dan menguncinya. Perlahan ia melangkah ke arah kasur; sedangkan matanya mencermati Mala, yang sedang berdiri di sebelah meja hookah, dengan tajam.  ⠀⠀ “Orang dengan tampang, harta, dan otak sepertimu memiliki nilai yang mahal. Banyak orang mengejarmu dan bahkan rela melakukan apa pun agar disentuh olehmu. Oleh karenanya, kau begitu angkuh ketika ada seseorang yang mencintaimu dengan tulus.”  ⠀⠀ Shinku duduk pada pinggiran kasur dan masih memandangi Mala. Dilhatnya wanita bermanik abu-abu itu memegang pipa hookah kemudian mengisapnya dalam waktu yang cukup lama sebelum melepaskan asap dari mulut.  ⠀⠀ “Rempah? Sungguh seleramu,” kata Mala.  ⠀⠀ Ia menempatkan pipa di atas meja kemudian melangkah menuju Shinku. Kurang dari dua kaki jarak mereka, Mala menumpu tubuhnya pada kedua lutut, dan memegang kedua kaki Shinku.  ⠀⠀ Mala mengamati wajah Shinku dari bawah menggunakan kedua matanya yang sayu, memang naturalnya demikian, sembari tersenyum. “Kau tahu, orang seperti kita terikat satu dengan yang lain. Tidak ada yang bisa mengerti dan memahami kenapa kita hidup seperti ini selain kaum kita.”  ⠀⠀ Tangan Mala mengelus lutut Shinku kemudian meluncur ke arah perut dan akhirnya dada kiri Shinku. Ia memandangi bagian itu untuk beberapa saat.  ⠀⠀ “Apa yang salah dari menginginkan ini?”  ⠀⠀ Shinku tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya terus mengikuti pergerakan tangan Mala dan menatap mata anak George Muir di sana.  ⠀⠀ “Tidak akan ada yang bisa mengerti dirimu. Kenapa kau membuat segalanya sulit?” tanya Mala.  ⠀⠀ Tangan Shinku kini digenggam dan ditarik ‘tuk dibawa lebih dalam menuju kasur. Dalam kegelapan yang hanya bercahayakan merah tua, Mala duduk di atas perut Shinku, dan meletakkan tangan pria itu pada dadanya.  ⠀⠀ “Kau tidak perlu mencari lagi. Orang yang bisa mengimbangi dirimu ada di sini,” Mala perlahan menunduk, berusaha mempertipis jarak antara bibirnya dengan bibir Shinku, “bukan Marina atau siapa pun,” ucapnya.  ⠀⠀ Shinku masih terlihat tenang. Namun, tangannya merayap di belakang Mala. Seolah memberikan impresi bahwa ia akan mendekap tubuh wanita berparas cantik tersebut.  ⠀⠀ “Mungkin jika kau mati dan terlahir kembali, aku akan mempertimbangkannya,” bisik Shinku sebelum menarik keras rambut Mala dan menukar posisi mereka.  ⠀⠀ Di bawah Shinku, Mala mengerang kesakitan sembari memegangi tangan Shinku yang menarik rambutnya. Ia menatap pria itu dalam ketakutan.  ⠀⠀ “Apa yang aku katakan mengenai agar kau waspada, Mala? Semua peringatanku kepadamu rupanya hanya kau pahami sebagai gosip harian.”  ⠀⠀ Shinku membalik tubuh Mala hanya dengan satu tangan. Ia kemudian melepaskan tali kimononya dan mengikat kedua tangan Mala dengan cukup keras.  ⠀⠀ “Ini tidak sebanding dengan ketika kau mengikat tangannya menggunakan rantai. Aku yakin saat itu dia memintamu untuk berpikir secara logis, benar?”  ⠀⠀ Shinku menarik rambut Mala agar wajah mereka saling bertemu.  ⠀⠀ “Benar?”  ⠀⠀ “B-benar,” kata Mala mulai terisak.  ⠀⠀ “Apakah kau berpikir secara logis pada saat itu?”  ⠀⠀ “Ti-tidak.”  ⠀⠀ “Apa yang kau lakukan setelah mengikat tangannya?”  ⠀⠀ “Aku menampar wajahnya dan menyuruhnya untuk diam.”  ⠀⠀ Shinku kembali memutar tubuh Mala ke posisi semula. Ia menepuk pelan pipi kanan wanita itu sebelum memberikan tamparan lumayan keras pada wajah.  ⠀⠀ Mala mengerang kesakitan diiringi isak tangis yang memilukan. Rasa perih menjalar di seluruh wajahnya. Entah bagaimana rupanya saat ini, ia tak ingin tahu.  ⠀⠀ “Berapa kali kau menamparnya?”  ⠀⠀ Mala menggeleng.  ⠀⠀ “Aku hanya bertanya. Aku tidak akan merusak wajahmu untuk acara besok,” kata Shinku. “Berapa?”  ⠀⠀ “Aku tidak ingat... banyak... hingga darah keluar dari mulutnya,” ujar Mala kemudian menutup matanya erat; takut akan adegan berikutnya.  ⠀⠀ Shinku menggigit bibir bawahnya untuk menekan rasa sakit di dalam dadanya. Tanpa kata, ia menarik tubuh Mala hingga setengah, kemudian melayangkan beberapa tamparan pada pipi 𝘊𝘭𝘶𝘯𝘪𝘴 yang terekspos.  ⠀⠀ Jeritan dari Mala terdengar beberapa kali ketika Shinku terus memberikan luka pada area yang sama. Pria itu berhenti ketika siluet telapak tangannya tercetak pada masing-masing sisi.  ⠀⠀ “Apa yang kau lakukan setelah menamparnya?” tanya Shinku.  ⠀⠀ Mala mencengkram selimut sembari terus menangis.   ⠀⠀ “Aku bilang dia adalah wanita murahan yang rela melakukan apa pun agar mendapatkan perhatianmu. Aku katakan kepadanya agar terus bermimpi bahkan di alam kematian.”  ⠀⠀ Shinku segera menjauhkan diri dari kasur. “Setelah mengatakan kalimat sialan itu, kau memberikannya tembakkan sebanyak tiga kali. Satu di perut, satu di dada kiri, dan satu di kakinya. Kau hebat, Nona Muir.”  ⠀⠀ Suara laci terbuka dapat didengar oleh Mala. Tak lama diikuti oleh bunyi yang sangat familiar baginya: peluru yang dimasukkan ke dalam pistol.  ⠀⠀ Sejenak, Shinku merenggangkan otot-otot tubuhnya sembari melangkah untuk berdiri di depan kasur. Adegan ini sama seperti ketika dirinya hendak menembakkan obat bius ke arah rusa merah yang menjadi target buruan. Perbedaannya adalah rusa merah menjadi Mala dan obat bius menjadi peluru sungguhan yang bisa menembus jaringan kulit menuju jantung.  ⠀⠀ “Wanita murahan,” kata Shinku sembari menembakkan pistolnya ke arah bantal yang berjarak kurang dari dua puluh sentimeter dari wajah Mala.  ⠀⠀ Pemilik gelar master di bidang komunikasi itu terlalu syok hingga tak bisa berteriak atas serangan mendadak Shinku. Ia benar-benar ketakutan. Otaknya hanya mampu mengulang perkataan Shinku di dalam pesawat. Dirinya benar-benar sendirian tanpa perlindungan.  ⠀⠀ “Aku katakan kepadamu bahwa aku bisa membuatmu mati karena malu. Seharusnya kau kaji hal itu lebih dalam, Mala. Tapi, karena pikiranmu tidak bisa berpikir jernih saat ini, biar aku jelaskan kepadamu. Seorang wanita lulusan Universitas Harvard dan Standford pernah berkata kepadaku bahwa dirinya tidak masalah menjadi wadah untuk mengandung anakku. Ia rela melakukan secara cuma-cuma asalkan aku mau menikahinya. Taruh buah ceri di atasnya, wanita itu mengatakan hal tersebut di depan seorang Kyokutei Karen. Kau benar-benar menghancurkan harga dirimu sendiri.”  ⠀⠀ Mala menggelengkan kepalanya. Ia menolak mengingat momen itu. Ekspresi wajah Karen dan kata-kata yang keluar dari mulutnya membuat Mala kehilangan akal.  ⠀⠀ “Kau tidak ingin menjual jiwa kotormu kepada Iblis, Mala. Kau tahu konsekuensinya dan tetap melakukan kebodohanmu sehingga dicemooh tanpa henti. Setelahnya, kau mencari objek untuk melampiaskan amarahmu. Poin itu adalah minus terbesar untukmu.”  ⠀⠀ Shinku menaikki kasurnya dan menempatkan tubuh Mala di antara kakinya. Ia kemudian berjongkok sembari menaruh mulut pistol pada dahi Mala.  ⠀⠀ “Marina adalah sahabatku dan kakak biologis Shimizu Nao. Pria yang selalu menemanimu kemana pun kau inginkan saat di Jepang. Nao kerap meladeni celoteh dan sikap kekanakkanmu tanpa mengeluh. Tapi, kau memutuskan untuk mengakhiri hidup keluarga satu-satunya.”  ⠀⠀ Mala bergetar dan menatap Shinku horor. Ia tak berani menggerakkan tubuh dan kepala sebab takut akan memicu jari Shinku menekan pelatuk.  ⠀⠀ “Kau membuang tubuh Marina di Beinn Mhòr. Mengatakan kepada semua orang bahwa kalian diserang dan Marina melindungimu. Mala, alasanku tidak mengatakan kenyataannya kepada ayahmu adalah karena aku menghormati hubungannya dengan Kakekku. Mereka rekan bisnis dan kawan sejak muda. Kau mengerti, maksudku, ‘kan?”  ⠀⠀ “Aku mengerti,” sahut Mala tertatih dengan suara terbata.  ⠀⠀ “Marina adalah anak didik kesayangan Kyokutei Karen. Kau pikir dia tidak tahu bahwa kau yang membunuh Marina? Menurutmu, kenapa wanita itu menyuruhmu menginap di sini?”  ⠀⠀ Semuanya masuk akal sekarang. Alasan Karen menginginkannya bermalam di rumah Shinku. Bukan karena Karen memberikan restu, tetapi, wanita rubah tersebut hendak Mala mendapatkan balas dendam melalui Shinku.  ⠀⠀ Mala yakin jika dirinya tinggal satu malam lebih lama lagi di Jepang, maka Karen sendirilah yang akan mengakhiri hidupnya. Seperti yang dikatakan Shinku sebelumnya, Jepang bukanlah wilayah utama kekuasaan Muir. Ia datang secara sukarela ke sini dan tidak ada jaminan Kyokutei akan melindunginya dari marabahaya apa pun. Termasuk dari seorang Kyokutei sendiri.  ⠀⠀ “Sekarang kau benar-benar paham karakter ibuku?”  ⠀⠀ “Aku paham,” kata Mala serak. “Sangat paham.”  ⠀⠀ “Aku sangat ingin membunuhmu.”  ⠀⠀ “Aku tahu.”  ⠀⠀ “Tidak dengan pistol. Aku ingin menguliti tubuhmu secara perlahan dan memberikanmu rasa sakit yang lebih parah daripada apa yang kau berikan ke Marina,” kata Shinku dengan napas yang menderu dan geraman kecil.  ⠀⠀ Mala hanya bisa mengangguk. Tubuhnya benar-benar lemas. Ia mulai pasrah akan nasibnya.  ⠀⠀ “Tapi, aku, dan ibuku adalah dua entitas yang berbeda. Jika kau ingin tetap hidup, maka ikuti komandoku. Besok, jangan datang ke acara ulang tahun Kakekku. Aku akan katakan kepada mereka bahwa kau sakit. Besok pagi, aku akan membawamu ke kediaman Watanabe. Diam di sana hingga ada perintah lebih lanjut. Aku akan memastikan kau pulang ke Skotlandia hari itu juga. Setelahnya, jangan pernah datang ke Jepang lagi."
0 notes
lisashofani-blog · 6 years
Text
Lingkaran Cinta
Tumblr media
Oleh : Eni Ristiani
Dalam buku karyanya, “Teman ke Surga”
Sumber : https://www.wattpad.com/story/116269591-teman-ke-surga
- Cuplikan Novel ini Telah Mendapatkan Izin Posting dari Author (Kak Eni Ristiani) melalui Akun Wattpad -
Hari ini adalah jadwal Faisal dan teman-temannya liqo, itulah mengapa Sefira (kakak perempuan Faisal) sengaja membeli banyak makanan.
 Sefira mengetuk pintu dan mengucapkan salam begitu ia memasuki kamar rawat Faisal.
 “Assalamu’alaikum,” serunya.
 “Wa’alaikumsalam warahmatullah  wabarakatuh,” jawab Haidar, kemudian disusul oleh kelima teman-teman Faisal.
 Sefira tersenyum malu. Ia menundukkan kepala begitu kedua bola matanya bertemu dengan kedua bola mata milik Haidar. Ia agak salah tingkah saat menyadari kalau Haidar tersenyum sangat lebar kepadanya.
 “Habis dari mana?” tanya Haidar.
 “Eh? Hmm... dari minimarket depan,” jawab Sefira sembari tangan kanannya menyentuh lehernya dengan gugup.
 Haidar mengangguk.
 “Habis beli makanan ya, Mbak?” tukas Ali.
 “Wih, plastiknya besar banget! Pasti buat kita kaaan?!” mata Ramli berbinar begitu melihat tangan kiri Sefira yang membawa sekantung plastik besar bertuliskan nama minimarket.
 “Dasar gembul, kalau makanan aja langsung peka.” Hasan mencubit Ramli.
 “Ya lo juga mau, kan?”
 Hasan terkekeh. Ramli melemparinya dengan tisu. “Huuu... dasar!”
 “Iya, makanan ini semua buat kalian,” kata Sefira. “Tadi Mbak juga beli cilok kuah. Masih hangat. Sebentar ya Mbak siapkan dulu.”
 “Wah, cilok kan makanan kesukaan Akh Haidar,” celetuk Fadli.
 Tangan Sefira yang sedang cekatan membuka bungkus cilok kuah tiba-tiba berhenti.
 “Iya, betul! Jangan-jangan Mbak Sefira sengaja ya beli khusus buat Akh Haidar? Hayooo!” Ali menggoda Sefira sambil terkekeh. Merasa lucu melihat pipi Sefira yang memerah.
 “Hussst, jangan godain Mbak Sefira terus. Nggak boleh.” Haidar yang merasa suasana dalam kamar itu canggung untuk Sefira, segera bertindak. Ia tak mau menteenya jadi kebiasaan bercanda berlebihan. Apalagi posisi Sefira adalah perempuan asing baginya. Ia tak mau menimbulkan kesalahpahaman.
 “Hehe... iya, Akh. Afwan, bercanda.” kata Ali sambil menelungkupkan kedua telapak tangannya.
 Sefira kembali menundukkan kepalanya. Melihat Haidar menegur Ali membuat dia teringat akan kejadian dua minggu lalu, saat dia dengan paniknya meminta laki-laki itu mengantarnya (ke rumah sakit) dengan motor karena Faisal kecelakaan. Jujur, ia sempat marah dan merasa tertolak. Namun setelah berpikir, dia lah yang merasa salah dan malu sendiri.
 Sebagai aktivis dakwah kampus, ia mengakui bahwa ia belum lah sepenuhnya menetapkan syariat Allah. Ia masih memiliki kekurangan banyak. Terkadang, ia memang bisa menahan diri dari sesuatu yang tidak sesuai syariat, namun pada keadaan tertentu, seringkali ia membenarkan dirinya sendiri untuk melawan syariat. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung terkadang membuatnya berdalih. Padahal itu lah letak ujian imannya yang sesungguhnya.
 Ia menghela napas, beristighfar beberapa kali dalam hati. Ia mulai menyadari, bahwa harusnya ia lebih menetapkan hati. Bagaimana pun, aturan Allah tentu baik.
 Ia kembali menatap ketujuh orang yang tengah duduk di sofa. Di sana, adiknya, Faisal sedang tertawa lebar dan tampak bahagia. Rambutnya yang sudah melewati batas telinga sedikit berantakan karena terhalang perban baru yang tadi pagi dipasang oleh suster. Kacamata yang bertengger di hidungnya ia benahi beberapa kali. Kakinya yang memakai gips sengaja ia luruskan ke bawah, ia takut tidak sopan jika menaruhnya terlalu tinggi. Meskipun ia tahu kalau Haidar dan teman-temannya akan memakluminya.
 Sefira bersyukur, di tengah peradaban dunia yang mulai jatuh dari adab-adab Islam, ia dan adiknya dipertemukan oleh orang-orang yang baik hati dan agamanya. Ia tak tahu apa jadinya jika Allah tidak berbaik hati untuk memberinya kesempatan untuk memperbaiki diri. Tentu ia tak akan seperti sekarang. Ia mungkin saja akan terbawa arus dan jauh dari adab-adab Islami yang saat ini sedang ia coba terapkan secara kaffaah (menyeluruh) dalam hidupnya. Jika ia melihat kehidupannya ke belakang, ia seringkali menangis. Maka hari ini ia ingin bersyukur sebanyak-banyaknya. Memuji Allah Yang Maha Pengasih dan Maha membukakan pintu hidayah kepadanya.
 “Akh, bicara tentang kondisi pemuda jaman sekarang, aku jadi ada pertanyaan nih,” tukas Hamzah membuat Sefira kembali tersadar dari lamunannya. Ia kembali menatap ketujuh laki-laki yang duduk di sofa itu. Ia tak sadar kalau sejak tadi diskusi mereka sedang berlangsung kembali saat ia membagikan mangkuk berisi cilok kuah.
 Ia lantas menarik kursi di dekatnya. Ia ingin sedikit mendengarkan ketujuh laki-laki itu berdiskusi.
 “Boleh boleh, silakan,” jawab Haidar.
 “Nah, gini, Akh. Kita kan tahu ya seberapa besar kerusakan remaja yang disebabkan oleh masalah cinta. Padahal cinta itu fitrah manusia, di mana memang Allah itu memberikan perasaan saling suka antar lawan jenis sebagai bagian dari kebesaran-Nya. Tapi, justru karena perasaan itulah kini terjadi berbagai kerusakan baik secara materil maupun non materil. Baik secara moral maupun sosial,” jelasnya.
 “Implementasi realnya adalah pacaran. Kita sendiri tahu, seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan olehnya. Padahal jelas-jelas Allah melarangnya dalam surat Al-Isra ayat 32. Namun kenapa masih banyak orang yang mengaku Islam, namun tetap melanggar aturan Allah? Padahal mereka masih melakukan sholat, puasa, dan juga sedekah. Sebagai seorang aktivis dakwah kampus terkadang aku gregetan ingin melakukan sesuatu. Namun porsi mereka yang melanggar syariat seperti pacaran jauh lebih banyak, Akh. Seperti tidak sanggup.”
 Haidar tersenyum. Ada perasaan bangga yang selalu muncul tiap kali mendengar menteenya mengemukakan pendapatnya. Lebih-lebih tentang kepekaan mereka kepada masalah-masalah sosial.
 “Baik,” kata Haidar. “Sekarang aku mau tanya sama kalian. Menurut kalian, pacaran itu masalah akhlak atau aqidah?”
 Mereka berenam tampak berpikir.
 “Akhlak?” jawab Ali tak yakin.
 “Aqidah deh ya,” kata Hamzah.
 “Bagaimana? Masalah akhlak atau aqidah?” tanya Haidar kepada enam menteenya yang masih tampak berpikir keras.
 “Hmm... sepertinya kalau pacaran masalah akhlak, tentu orang-orang berpendidikan dan beradab tidak ada yang mau pacaran. Tapi kalau masalah aqidah... itu bisa jadi. Karena yang benar-benar mengimani Allah pasti meyakini dan melaksanakan seluruh perintah-Nya,” jawab Faisal sembari membenahi letak kacamatanya.
 Haidar mengangguk. Ia tersenyum. Lantas menaruh buku Sirah Nabawiyah yang tadi dibacakannya sebelum sesi diskusi di meja.
 “Betul apa kata Faisal. Pacaran itu masalah aqidah.” Hamzah, Ali, Ramli, Hasan, Fadli, dan Faisal mengangguk-angguk seolah baru tahu.
 “Sebagai seorang yang mempelajari ilmu agama secara mendalam, kita tentu sepakat bahwa surat Al-Isra ayat 32 adalah indikasi bahwa kita memiliki batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Perintahnya jelas. Bahwa hal-hal yang mendekati zina saja tidak boleh, apalagi melakukannya.
 Memang, pacaran tidak melulu berujung zina. Namun tidak lah bijak ketika kita membenarkan segala asumsi kita hanya demi menghalalkan apa yang diharamkan Allah. Itu artinya kita sedang menggadaikan aqidah kita, keimanan kita. Dikatakan masalah aqidah karena dalam perspektif ini jelas kita telah mengkhianati Allah dan Rasulullah, dan secara langsung menafikkan kebenaran yang disampaikan Al-Quran.”
 Hamzah mengangguk takzim. Begitu juga seluruh orang yang berada di ruangan itu.
 Sementara Sefira yang mendengarkan penjelasan Haidar merasa takjub. Dalam hati ia memuji apa yang baru saja disampaikan Haidar.
 “Nah sebagai seorang yang lebih paham, apalagi antum semua adalah bagian dari barisan dakwah kampus. Kita juga tidak boleh menyerah, apalagi merasa marah dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar kita. Lantas merasa malas untuk berdakwah; menyeru kepada kebaikan. Hakikat dakwah adalah kesabaran. Maka dalam menyampaikan kebenaran kita harus sabar. Masih ingat kan tentang kisah Nabi Nuh Alaihis Salaam?”
 Mereka semua mengangguk.
 “Beliau berdakwah selama ratusan tahun, namun pengikutnya hanya puluhan,” tukasnya. “Sementara kita? Baru berapa hari? Baru berapa bulan? Tapi sudah mengeluh.”
 Mereka berenam menunduk. Merasa bersalah.
 “Mengajak kepada kebaikan memang berat. Tapi tak lantas membuat kita mengeluh dan merasa itu adalah beban. Justru itu lah ladang pahala kita. Kalau saja tidak ada orang-orang yang bermaksiat, lantas kita tidak menasehatinya, darimana kita dapat pahala bersabar dan berdakwah?”
 “Aku setuju, Akh.” Ucap Faisal. “Terkadang aku juga merasa beban ini terlalu berat. Menjadi aktivis dakwah kampus tidak mudah. Kita melakukan pertanggungjawaban dua arah. Kepada Allah dan manusia.”
 “Betul, maka jangan lelah untuk mengajak orang untuk berbuat baik. Kalaupun susah ya... memang susah. Mereka tidak sempurna. Begitu pun kita. Tapi, bukan berarti kita tidak bisa mengajak mereka untuk menjauhi perkara yang diharamkan Allah. Tugas kita kepada saudara-saudara muslim kita yang belum bisa meninggalkan perkara haram adalah menasehati dengan kelembutan hati. Sebab apa yang disampaikan oleh hati akan sampai ke hati. Lagipula keuntungan lain ketika kita mau mengajak kepada kebaikan, kita pasti lebih rajin memperbaiki diri. Misal kita mau mengajak orang lain sholat subuh di masjid. Paling tidak, kita lebih dulu rajin sholat subuh di masjid. Betul kan?”
 Mereka semua mengangguk.
 “Wahhh, mantap! Siap-siap. Jadi makin semangat.” Hamzah tampak semangat. Ia lantas bertanya, “tapi kan perasaan itu susah dihindarin, Akh.”
 “Ah, bahasa lo, Ham.” Ali meninju lengan Hamzah, yang kemudian dibalas dengan tinjuan pula. Meskipun Ali mengelak.
 Faisal tertawa melihat kedua sahabatnya yang suka berantem.
 “Jatuh cinta itu boleh, kok. Dan memang tidak masalah kalau kita tidak bisa menghindari perasaan itu. Bagaimana pun, itu anugerah Allah. Dosa akan dihitung saat kita tidak mampu mengekspresikan perasaan kita dengan cara yang benar.
 Sebab jodoh kita sudah tertulis di Lauhul Mahfudz sejak pertama kali Allah ciptakan kita. Kalau kita keburu mengekspresikan cinta kita lewat pacaran, lantas pantaskah kita mengharap bahwa Allah meridhai kehidupan kita?”
 Jadi jatuh cinta itu boleh ya, Akh?” tanya Hamzah.
 “Wah, jangan-jangan ada udang di balik batu, nih.” Ali melirik Hamzah dengan alis yang dinaik-turunkan.
 “Maksudnya apaan?”
 “Maksud Ali... lo jangan-jangan lagi jatuh cinta yaaa? Tumben-tumbenan ngomongin perasaan. Biasanya juga ngajak ngomongin politik.”
 “Cieee siapa, Ham?”
 “Anak Pertanian, ya?”
 “Apaan sih. Gaje ah.”
 “Ngomong cinta sama orangnya juga boleh,” kata Haidar sambil tersenyum geli.
 “Hah? Masa, Akh? Tapi katanya nggak boleh mengekspresikan cinta sembarangan?”
 “Iya. Tapi nikah dulu maksudnya,” jawab Ramli, yang membuat semuanya tertawa.
 Hamzah yang merasa dikerjai mengerucutkan bibirnya sebal.
 “Udah-udah. Kita kembali sama diskusi kita hari ini.” Haidar melerai mereka yang mulai ribut saling melempar benda.
 Intinya adalah bagaimana pun kondisi lingkungan kita, saat kita merasa ada yang tidak beres, maka curigalah kepada diri kita sendiri. Jangan-jangan kita lah orang pilihan Allah yang diamanahi untuk menjadi penyeru kebenaran. Maka jangan menyerah. Sebab ada surga yang menanti bagi ia yang senantiasa menebarkan kebaikan.”
 Seluruh mentee Haidar tersenyum senang. Mereka bertepuk tangan. Merasa bersemangat. Ghirah (semangat) aktivis dakwah mereka bangkit.
 Haidar lalu menutup halaqoh itu. Sebelum benar-benar salam, Faisal mengangkat tangan kanannya hendak bertanya.
 “Terakhir nih. Janji,” katanya sembari membentuk huruf v dengan jarinya.
 Haidar mengangguk dan mempersilakan Faisal berbicara.
 “Kalau ada seorang perempuan yang diam-diam mengagumi laki-laki, bahkan selalu memperhatikan laki-laki itu saat bicara, gimana ya hukumnya dalam Islam?”
 Faisal tersenyum penuh arti. Matanya melirik ke arah kanan, di mana kakaknya sedang bertopang dagu dan fokus menatap salah satu laki-laki di kerumunan itu.
 Merasa bahwa adiknya sedang menyindir, Sefira langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia beristighfar. Lantas merutuki adiknya dalam hati.
 “Faisal rese!” katanya dalam hati.
  *******
  Sefira melipat kedua tangannya ke dada begitu keenam laki-laki yang beberapa menit lalu menemani Faisal pamit untuk pulang.
 Bibirnya mengerucut, pipinya mengembung karena sebal dengan adiknya; Faisal.
 “Kalau perempuan yang melakukan hal itu mungkin dia sedang jatuh cinta.”
 Haidar menjawab pertanyaan Faisal dengan sedikit bercanda. Membuat Sefira yang sedang dirundung kecemasan sebab dibuat sebal oleh Faisal semakin tak karuan rasanya. Entak kenapa, jantungnya selalu tidak baik-baik saja ketika orang lain membicarakan tentangnya.
 Jelas-jelas, saat itu Faisal sedang menjahili kakaknya. Mbak semata wayangnya itu kalau sedang jatuh cinta memang mudah ditebak.
 “Tapi kalau antum tanya tentang hukumnya dalam agama, sepertinya kita harus menimbang beberapa hal tentang sikapnya. Bisa jadi dia sedang memikirkan sesuatu. Bukan berarti dia sedang berpikir yang tidak-tidak kan tentang seseorang yang dipandangnya itu?” Haidar tersenyum.
 “Hanya saja ia perlu disadarkan lagi, jangan sampai izzah dan iffahnya sebagai perempuan tergadaikan demi memenuhi perasaannya. Bagaimana pun, perempuan tetap diwajibkan untuk menundukkan pandangan, sebagaimana hal itu diperintahkan kepada laki-laki.”
Ia menggeleng beberapa kali. Mencoba mengusir kelabatan percakapan menyebalkan Faisal dengan Haidar. Ia bisa saja mengakui bahwa ia mengagumi Haidar. Laki-laki itu sudah mencuri perhatiannya. Namun untuk dikatakan jatuh cinta, apa perasaannya sejauh itu?
 “Apa benar aku mulai menyukai dan jatuh hati dengan laki-laki itu?” tanyanya dalam hati.
 Ia menggeleng lagi. Menyangkal perasaannya.
 “Mbak Fira kenapa sih? Dari tadi kayak orang kesurupan. Tingkahnya aneh. Ngelamun lagi. Istighfar Mbak. Nanti ada setan lewat, lho.”
 “Hush! Kamu kalau ngomong sembarangan.”
 “Ya habis Mbak Fira tingkahnya aneh. Buat Faisal ga fokus murojaahnya.”
 Sefira mengerucutkan bibirnya. “Lho, emang ada pengaruhnya?”
 “Ada Mbak! Orang daritadi Mbak Fira geleng-geleng, kadang muter-muter nggak jelas di depan Faisal,” kata Faisal terkekeh.
 “Ya udah, Mbak Fira keluar aja.”
 “Lho, Mbak Fira kok jadi seperti sebal begitu sih sama Faisal.”
 Sefira beranjak, ia mengambil tas tangannya dengan wajah cemberut.
 “Memang Mbak Fira sedang sebal sama kamu, kok.”
 Faisal mengernyitkan kening, ia menggaruk rambutnya yang tidak gatal. “Salah Faisal apa coba?”
 Sefira melipat kedua lengannya ke dada. “Tadi apa coba! Malu-maluin Mbak Fira di depan orang banyak.”
 Faisal mengerti. “Oh, jadi gara-gara pertanyaan iseng Faisal?” katanya terkekeh. “Ah Mbak Fira selalu sensitif. Faisal kan cuma bercanda!”
 “Bercandanya nggak lucu. Buktinya, Akh Haidar sampai jawab serius gitu.”
 Faisal tertawa. “Iya... iya! Maaf. Habis Mbak Sefira kalau ada Akh Haidar tingkahnya jadi aneh.”
 Sefira menghembuskan napas sebal, sementara Faisal tertawa hingga kedua bahunya berguncang. Laki-laki berperawakan kurus itu puas menjahili kakak semata wayangnya. “Tenang, Mbak. Akh Haidar nggak akan tahu kok perasaan Mbak Sefira. Kalau pun tahu, Mbak Sefira terlambat. Soalnya dia udah ada calon.”
 Sefira terkejut. “Calon? Dia mau menikah?”
 Faisal mengangguk.
 “Eh, astaghfirullah, ini kan amniyah.” Faisal buru-buru membekap mulutnya. Ia keceplosan berbicara. Padahal informasi itu adalah informasi amniyah (rahasia) antara ia dengan Haidar. Kalau saja ia tak meminta Haidar untuk mengajak Mbak Sefira ta’aruf, ia mungkin tak akan tahu kabar ini. Namun Haidar bilang bahwa ini amniyah. Maka itu adalah amanah yang harus ia jaga.
  Kamus Kecil:
Izzah : sebuah harga diri yang mulia dan agung
Iffah : menahan. Adapun secara istilah; menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara yang Allah haramkan
1 note · View note
saidelayota-blog · 7 years
Text
April Mop?
Tumblr media
April Mop? Apa tuch?
Bismillahirrahmanirrahim
Assalammualaikum warahmatullahi wa barakatuh.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga kita masih bisa merasakan nikmat iman, Islam, dan masih ada kesabaran dalam diri kita. Tak lupa shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan umatnya hingga akhir zaman.
Hmm, alhamdulillah sudah masuk pada pertengahan bulan April aja, awal april kemarin pasti hangat-hangatnya nih pasti pas awal bulan April kemarin ada yang bercandain kita atau bohongin kita terus bilang “April mop” iya nggak? hehe
Hayo boleh apa nggak sih ikutan bohongin orang di hari pertama April dengan embel-embel “April mop”? yaa walaupun cuman bercandaan tapi sebenernya apasih yang melatar belakangi adanya “April mop” itu dan bagaimana Islam memandang untuk april mop itu sendiri. Nah simak artikel ini yaa..
Sejarah April Mop
Sejarah April Mop Sejak dibebaskan Islam pada abad ke-8 M oleh Panglima Thariq bin Ziyad, Spanyol berangsur-angsur tumbuh menjadi satu negeri yang makmur. Pasukan Islam tidak saja berhenti di Spanyol, namun terus melakukan pembebasan di negeri-negeri sekitar menuju Perancis. Perancis Selatan dengan mudah dibebaskan. Walaupun sangat kuat, pasukan Islam masih memberikan toleransi kepada suku Goth dan Navaro di daerah sebelah barat yang berupa pegunungan. Islam telah menerangi Spanyol.
Karena sikap para penguasa Islam yang begitu baik dan rendah hati, banyak orang-orang Spanyol yang kemudian dengan tulus dan ikhlas memeluk Islam. Muslim Spanyol bukan saja beragama Islam, namun sungguh-sungguh mempraktikkan kehidupan secara Islami. Tidak saja membaca Al-Qur’an, namun bertingkah-laku berdasarkan Al-Qur’an. Mereka selalu berkata tidak untuk segala hal yang dilarang Islam. Keadaan tenteram seperti itu berlangsung hampir enam abad lamanya.
Selama itu pula kaum kafir yang masih ada di sekeliling Spanyol tanpa kenal lelah terus berupaya membersihkan Islam dari Spanyol, namun selalu gagal. Maka dikirimlah sejumlah mata-mata untuk mempelajari kelemahan umat Islam Spanyol.
Akhirnya mereka menemukan cara untuk menaklukkan Islam, yakni dengan pertama-tama melemahkan iman mereka melalui jalan serangan pemikiran dan budaya. Maka mulailah secara diam-diam mereka mengirimkan alkohol dan rokok secara gratis ke dalam wilayah Spanyol. Musik diperdengarkan untuk membujuk kaum mudanya agar lebih suka bernyanyi dan menari daripada membaca Al Qur’an. Mereka juga mengirimkan sejumlah ulama palsu untuk meniup-niupkan perpecahan ke dalam tubuh umat Islam Spanyol. Lama-kelamaan upaya ini membuahkan hasil.
Spanyol jatuh dan bisa dikuasai pasukan salib. Penyerangan oleh pasukan salib benar-benar dilakukan dengan kejam tanpa mengenal peri kemanusiaan. Tidak hanya pasukan Islam yang dibantai, tetapi juga penduduk sipil, wanita, anak-anak kecil, orang-orang tua. Satu-persatu daerah di Spanyol jatuh.
Granada adalah daerah terakhir yang ditaklukkan. Penduduk-penduduk Islam di Spanyol (juga disebut orang Moor) terpaksa berlindung di dalam rumah untuk menyelamatkan diri. Tentara-tentara salib terus mengejar mereka. Ketika jalan-jalan sudah sepi, tinggal menyisakan ribuan mayat yang bergelimpangan bermandikan genangan darah, tentara salib mengetahui bahwa banyak muslim Granada yang masih bersembunyi di rumah-rumah. Dengan lantang tentara salib itu meneriakkan pengumuman, bahwa para Muslim Granada bisa keluar dari rumah dengan aman dan diperbolehkan berlayar keluar Spanyol dengan membawa barang-barang keperluan mereka.
Orang-orang Islam masih curiga dengan tawaran ini. Namun beberapa dari orang Muslim diperbolehkan melihat sendiri kapal-kapal penumpang yang sudah dipersiapkan di pelabuhan. Setelah benar-benar melihat ada kapal yang sudah disediakan, mereka pun segera bersiap untuk meninggalkan Granada dan berlayar meninggalkan Spanyol.
Keesokan harinya, ribuan penduduk muslim Granada keluar dari rumah-rumah mereka dengan membawa seluruh barang-barang keperluan, beriringan berjalan menuju ke pelabuhan. Beberapa orang Islam yang tidak mempercayai pasukan salib, memilih bertahan dan terus bersembunyi di rumah-rumah mereka. Setelah ribuan umat Islam Spanyol berkumpul di pelabuhan, dengan cepat tentara salib menggeledah rumah-rumah yang telah ditinggalkan penghuninya. Lidah api terlihat menjilat-jilat angkasa ketika mereka membakari rumah-rumah tersebut bersama dengan orang-orang Islam yang masih bertahan di dalamnya.
Sedang ribuan umat Islam yang tertahan di pelabuhan, hanya bisa terpana ketika tentara salib juga membakari kapal-kapal yang dikatakan akan mengangkut mereka keluar dari Spanyol. Kapal-kapal itu dengan cepat tenggelam. Ribuan umat Islam tidak bisa berbuat apa-apa karena sama sekali tidak bersenjata. Mereka juga kebanyakan terdiri dari para perempuan dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Sedang para tentara salib telah mengepung mereka dengan pedang terhunus.
Dengan satu teriakan dari pemimpinnya, ribuan tentara salib segera membantai umat Islam Spanyol tanpa rasa belas kasihan. Jerit tangis dan takbir membahana. Seluruh Muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan kejam. Darah menggenang di mana-mana. Laut yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman.
Tragedi ini bertepatan dengan tanggal 1 April. Inilah yang kemudian diperingati oleh dunia kristen setiap tanggal 1 April sebagai April Mop (The April’s Fool Day). Pada tanggal 1 April, orang-orang diperbolehkan menipu dan berbohong kepada orang lain. Bagi umat kristiani, April Mop merupakan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekedar hiburan atau keisengan belaka.
Hukum April Mop dalam Islam
Hukum April Mop dalam Islam seperti yang di jelaskan di atas bahwa mengikuti budaya kufur hukumnya adalah haram.
Rasulullah pernah bersabda yang bunyinya :
“Siapa saja yang menyerupai suatu kaum, maka ia tergolong bagian dari kaum tersebut.” (HR. Ahmad, Abu Daud & Thabariy)
Tidak hanya itu, dalam hal aktivitas / perbuatan, merayakan April Mop dengan kebohongan. kedustaan, iseng, jail dan sebagainya adalah haram hukumnya.  
Dalam hal ini di al-Qur'an sudah jelas bahwa :
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah mereka yang tidak mengimani (mempercayai) tanda-tanda kekuasaan Alloh. Mereka adalah kaum pendusta”. (Qs. An-Nahl : 105)
Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada Al-Birr (kebaikan), sedangkan kebaikan itu mengantarkan ke dalam surga. Sesungguhnya seseorang senantiasa bersikap jujur hingga ia dicatat di sisi Allah Ta’ala sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya Al-Kadzib (kebohongan) itu mengarahkan pada kejahatan, sedangkan kejahatan itu menjerumuskan ke dalam Neraka. Sungguh seseorang senantiasa berbohong hingga dicatat sebagai pendusta.” (HR. Bukhari (10/423)
Semua ‘Ulama ummat Islam dari kalangan Salaf atau pun Khalaf, semua Kyai, Ustadz dan para intelektual muslim sepakat bahwa berbohong hukumnya adalah HARAM, kecuali pada hal-hal yang tertentu seperti yang diriwayatkan dalam hadits Ummu Kultsum :
“Dan aku (Ummu Kultsum) tidak mendengar bahwa beliau memberikan rukhsah (keringanan) dari dusta yang dikatakan oleh manusia kecuali dalam perang, mendamaikan antara manusia, pembicaraan seorang suami pada istrinya dan pembicaraan istri pada suaminya“.(HR. Muslim)
Sedangkan berbohong untuk membuat orang tertawa, berguyon dengan lelucon seperti yang di rayakan pada peringatan April Mop adalah haram hukumnya sebagaimana di jelaskan pada satu hadits :
“Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang lain tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Daud no. 4990, At-Tirmizi no. 2315, dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 7136)
Resapi dan renungkan ya kawan-kawan. Jangan jadi seorang muslim yang mudah terpengaruh dengan budaya-budaya yang masih tidak jelas sejarahnya. Semoga kita tidak menjadi salah satunya dan selalu terhindar dari larangan Nya, Aamin.
Jangan bangga menjadi tidak tahu. - anonymous
Semoga bermanfaat
Wassalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh
sumber:  
http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2016/04/hukum-april-mop-dalam-islam.html
2 notes · View notes
beaverkn1ght-blog · 7 years
Text
Jauh selepas senja; Buah Jambu dan Matamu
Sore ini hujan seperti malu. Ibarat anak jaman sekarang; mau, tidak mau. labil. Deras tidak, gerimis pun tidak. Aku bergegas kembali ke kamar, membawa segelas teh hangat, dan beberapa buah jambu yang baru kupetik di halaman depan. Kuputar radio di laptop, sampai kemudian terdengar lantunan lagu “Beautiful Mess”, Sunyi dan syahdu. Terimakasih Tuhan, Engkau memang yang terbaik, gumamku.
“Hey, apa kabarmu kawan”?
“Pernah lebih baik dari ini” Sahutku
“Aku mengerti, jadi bukankah seharusnya sekarang kau singgah ke tempatku?”
“Tidak, aku terlalu lelah untuk berbicara” Kataku menolak
“Ayolah, ceritakan padaku. Itu akan membuatmu lebih baik, dan jangan lupa sisakan sepotong buah itu untukku” Sahutnya, sedikit memaksa
“Baiklah”
“Jadi, siapa namanya?”
“Marina”
“Biar kutebak, dia gadis yang di background itu, kan?” Tanyanya lagi,
“Darimana kau tau?” Sahutku,
“Hey, aku mengenalmu lebih dari yang kau tau, jadi siapa dan ada apa dengannya?” Sahutnya.
                                                                    *****
Dia adalah gadis biasa, aku bahkan tidak mengenalnya. Aku hanya mengetahuinya karena dia adalah mantan pacar salah satu temanku. Aneh, bukan? Tapi yah, kau tau. “Love, its not make sense” man. Sama seperti kita tahu Surga itu indah, meskipun kita tidak pernah kesana.
Beberapa minggu atau mungkin bulan lalu, aku sedikit bersemangat ketika mengatahui bahwa ia telah putus dengan temanku. Kufikir aku sedikit jahat, meskipun tidak terlalu dekat, dia temanku, dan aku mengenalnya. But fuck it, fuck all of it. Sekali lagi, Ini “Cinta”
Seperti gadis biasa lainnya, dia terlihat sedih menjalani hari-harinya, meskipun aku tidak yakin. Hanya saja, hal itu yang terfikir ketika melihat aktifitas nya di sosial media. Aku mulai mengiriminya pesan, chat, apapun itu. Aku menyemangatinya, tentu, dengan sedikit harapan dia melihatku. Sekitar sebulan aku melakukan itu, namun dia tidak terlalu memberikan respon. Aku tidak menyerah, yah.. aku memang keras kepala.
Beberapa hari kemarin, dia sakit. Seperti seorang pengagum lainnya, aku berencana memberikan dia sesuatu. Satu-satunya yang ada di fikiranku adalah, membuatnya merasa lebih baik. Kubelikan sebuah box bunga, lengkap dengan coklat dan surat didalamnya. Kutitipkan pada adik iparku, karena kebetulan dia satu pekerjaan dengannya.
Kutunggu kabar dari adik iparku sampai tengah malam. Selama itu pula, aku tak henti-hentinya tersenyum sendiri, membayangkan apa yang akan dikatakannya padaku. Sampai sebuah chat masuk ke ponselku.Ya, itu dari adik iparku, satu-satunya hal yang seharian kutunggu, isinya adalah sebuah screenshoot, kurang lebih isinya begini “De, bilangin ke si aa makasih yah. Teteh kaget banget, ga nyangka aja dia ngirim ginian ke teteh. Teteh ga bisa ngechat dia langsung, soalnya pacar teteh suka marah. Bilangin ke si aa makasih banyak ya”
Pertama kubaca, aku menatap fotonya di laptopku. Bengong, sekitar 30 detik. Kubaca lagi, tetap tulisan di screenshoot itu tidak berubah. Aku menggelengkan kepalaku, berharap bahwa aku kelelahan dan salah membaca. Sampai ketiga kalinya. Aku memukul mejaku. dan seketika memejamkan mataku.
“HAAAAOOOOOOO (How) CAN IT HAPPENED??!!!”
“HAAAAOOOO (How) CAN I BE STUPID AS THIS??!!!”
“HAAAAAOOOOO (How) CAN I FORGET THAT SHE MAY ALREADY HAVE A BOYFRIENDS AGAIN??!!! HAAAAAAOOOO??!!”
Itulah tidak kalimat yang ku ucapkan dengan keras pada tengah malam itu, diikuti dengan suara marahnya ibu.
                                                               *****
“Hahaha, kau lucu seperti biasanya. Salah satu dari kisahmu mungkin bisa di angkat menjadi sebuah film komedi, kawan” Gumamnya, sambil tertawa
“Diamlah, aku tidak punya waktu memikirkan itu” Jawabku,
“Jadi, kau akan menyerah padanya?”
“Bagaimana menurutmu?”
“Like as always; we dont know God’s plan, brother.” Sahutnya.
“Yah, kau benar. Aku harus pergi sekarang. Terimakasih mau mendengarkanku. As always.” Sahutku, sambil meneguk tetes terakhir secangkir teh tadi.
“Kapan kau kesini lagi? Bawakan aku jambu lagi saat kau kembali nanti.” Gumamnya.
“Kau suka? Ayahku yang menanam jambu ini di halaman beberapa tahun lalu, siapa sangka sekarang buah ini menjadi salah satu buah terbaik yang pernah ku tahu. Bulat, indah, dan menggoda. Seperti matanya, kau tahu?” Sahutku tersenyum,
“Ayolah, kau tidak bisa membandingkan buah jambu, dan sebuah mata” Protesnya,
“Tentu bisa, kawan. Dia benar-benar memiliki mata bulat yang indah dan senyum mempesona. Lelaki mana yang tidak jatuh cinta pada hal seperti itu?” Sahutku bersemangat,
“Kawan, kau meracau. Pergilah tidur” Sahutnya.
“Hahaha, baiklah. Thanks as always, dude” Sahutku, sambil me-logout blogku, menutup browserku, dan mematikan laptopku.
                                                                        *****
Its okay, na. Aku emang bodoh. Bukanya berdoa tentang pendamping yang lebih baik, aku justru lebih sering berdoa meminta kesempatan untuk dipertemukan denganmu. Berbahagialah dia yang kau cintai. Sorry for my gift, aku bener-bener engga tau hal itu. Setidaknya aku cuma pengen kamu ngerasa baikan dari semua kondisimu sekarang. Aku mendo’akan yang terbaik buatmu, maka dari itu berbahagialah. I love you.
Tumblr media
#MA
0 notes
annisa-nuraini · 4 years
Text
Jendela
Bismillaah. Alhamdulillah Allah kasih waktu luang buat lanjut bahas artikel @humanrightswatch yang kushare kemarin pagi.
Kita semua tau, atau seenggaknya hampir semua tau, jauh sebelum wabah Novel Coronavirus ini muncul dan nyebar ke seluruh dunia... Palestina itu wilayah yang ironisnya sampai saat ini terjajah. Aku bilang jelas banget 'terjajah' karena bahkan untuk melakukan kegiatan dan mendapatkan kebutuhan dasar manusia, mereka betul-betul terhalang dan pada akhirnya kehidupan sehari-hari penuh keterbatasan.
Mau masuk, harus lewat checkpoint. Mau ke Aqsa, ada checkpoint dan diperiksa ini itu bahkan ada yang diinterogasi & ditahan karena 'nggak memenuhi syarat' untuk masuk. Mau ke lokasi B, harus ngelewati checkpoint lagi. Mau ke F, checkpoint lagi dan yang jaga tentara (disebutnya IDF), bukan bapak-bapak warga kampung di ujung gang yang nyuruh kita cuci tangan dulu sebelum masuk kampungnya. Prevensi penyebaran virus, buat kebaikan bersama. Mutualisme kan? Saling menguntungkan. Beda sama checkpoint-nya IDF, diinterogasi plus digeledah dari ujung ke ujung, kalau ngeyel dan salah ngadepin ya risikonya justru keselamatanmu.
Itu baru Palestina.
Apa kabar Jordan? Di sana ada Za'atari, salah satu refugee camp terbesar di dunia yang barangkali bertahun ke depan akan jadi 'permanent resettlement' untuk para pengungsinya (lebih dari 150.000 pengungsi). Makanan? Nunggu distribusi. Kalau mau nambah penghasilan, pilihannya bikin usaha sekreatif mungkin di dalam kamp, atau kalau kurang mencukupi ya harus keluar dari Za'atari ke kota terdekat (al Mafraq, kurang lebih jaraknya 25 km) atau Amman (jaraknya sekitar 80 km). Jangan bayangin transportasi dari Za'tari untuk keluar masuk kamp & keluar masuk kota lain gampang seperti di sini.
Fasilitas kesehatan? Ya begitu, segalanya dalam keterbatasan karena buat istirahat sehari-sehari aja mereka di tent. Guess how privileged we are to sleep conveniently every night in our pjs and soft beds.
Syria? Jangan lupa belum ada 5 tahun migrasi laut besar-besaran warganya yang TERPAKSA ninggalin Syria karena humanitarian crisis di negara sendiri. Episode 'Manusia Perahu' muncul lagi, setelah tahun 1975-1976 dulu WN Vietnam kocar-kacir keluar dari negaranya lewat laut pasca panasnya situasi politik di Vietnam waktu. Dan Ya Allah, di tahun-tahun segini masih harus terulang lagi 😢😢 di tengah kita merasa aman-aman aja dengan aktivitas padat kita sehari-hari.
Kalau temen-temen akhir-akhir ini dengar Pulau Galang di Kepulauan Riau sana yang bangunan-bangunannya direnovasi jadi RS darurat untuk pasien Corona, tahun 1976 sampai 1996 pulau itu jadi penampungan pengungsi Vietnam, orang-orang yang nyari suaka. Sejak awal sampai akhirnya Indonesia waktu itu jadi negara yang paling membantu bersama UNHCR baik untuk penghantaran pencari suaka ini ke negara ketiga (misal Amerika Serikat atau Australia) atau menerima WN Vietnam itu sebagai WNI.
Dulu, kehidupan di Pulau Galang bener-bener dimulai dari 0. Pulau kosong yang akhirnya jadi 'rumah' bagi mereka sampai sebelum ditutup di tahun 1996 (lengkapnya bisa baca buku 'Manusia Perahu: Tragedi Kemanusiaan di Pulau Galang' dan/atau 'Troubled Transit: Politik Indonesia Bagi Para Pencari Suaka') Kondisinya mungkin hampir sama seperti pengasingan di Pulau Buru (Digul, Papua). Bedanya, jauh lebih 'ramah' Pulau Galang pastinya, mengingat kondisi Digul yang memang di tengah hutan belantara dan masih banyak suku pedalaman.
Myanmar? Rohingya? Atau yang terdekat, Maluku dengan konflik etnis-politiknya dulu, konflik Papua yang bahkan sampai saat ini masih berlangsung, yang terkini puncaknya akhir 2019 lalu. Belum lagi daerah-daerah konflik lain dengan macam-macam cerita di baliknya.
Sejarah pada akhirnya jadi jendela supaya kita bisa lebih luas 'melihat' dan merefleksikan apa yang terjadi saat ini, 'di dalam rumah' kita saat ini (baca: Masa sekarang). Apalagi kalau kisah-kisah yang di luar pun masih terjadi di masa sekarang juga, Za'atari, Palestina, dua di antara banyak bentuk perjuangan yang bagi mereka barangkali mikir buat rebahan santai aja nggak sempat.
Adanya wabah ini, jadi jendela supaya kita bisa lebih mawas diri, lebih tawakkal, lebih taat ibadah, lebih jaga kesehatan, lebih sabar, lebih banyak bersyukur, tetap lebih banyak berusaha. Terutama di tengah keterbatasan yang saat ini tujuannya memberikan aman dan keselamatan untuk kita. Bedanya kita sama saudara-saudara di Palestina yang diblokade bertahun-tahun, ya itu, restriction of movement (dan di beberapa wilayah sudah menetapkan lockdown) yang kita alami tujuannya untuk memberikan keamanan bagi diri sendiri dan banyak orang, kalau di sana malah justru menjauhkan mereka dari rasa aman.
Banyakkk sekali di sekitar kita yang sekarang ini sedang diuji, baik dari segi kesehatan, keluarga, finansial, pekerjaan yang overload, bahkan dirumahkan karena situasi yang dampaknya besar sekali bagi para pelaku usaha saat ini. Diuji belum diterima di program studi & perguruan tinggi yang diinginkan, diuji dengan tuntutan kesabaran akan pendidikan anak yang pada akhirnya 'mengembalikan pendidikan dasar pada fitrahnya', yaitu oleh orang tua. Ada juga yang diuji dengan nikmat sehat dan waktu luang. Sebab nantinya waktu luang itu pun akan ditanyakan kegunaannya, manfaat kah, maslahat kah, dan sebagainya.
Maka, ayo terus bergerak dan berikhtiar, sekecil apapun. Senantiasa ambil hikmah dan doa, doa, doa. Supaya apa yang kita dan orang-orang di luar sana perjuangkan menjadikan nilai dan diterima oleh Allah swt. Supaya kita tetap jadi penikmat film atau serial-serial seru tanpa mengesampingkan follow-up nya yakni mengambil hikmah darinya. Supaya pesan dari novel-novel yang kita baca tersampaikan ke orang lain yang membutuhkan melalui resensi-resensi kita. Supaya kajian dan kuliah daring yang kita bergabung di dalamnya menjadi lebih bermanfaat ketika kita bagikan notulensinya.
Kita tidak tahu dari arah mana saja pahala itu mengalir dan amalan mana saja yang akan membawa kita ke Jannah-Nya. Sesimpel jawaban dari doa pasca bersin yang kita serukan kepada ia yang baru saja mengucap Alhamdulillah, insya Allah sunnah sedirham surga itu nyata adanya.
Yang tak boleh terlupa, doakan para pemimpin kita, para pemimpin di seluruh dunia. Agar setiap dari mereka diberikan kekuatan, diberikan petunjuk dan bimbingan oleh Allah swt, senantiasa dimudahkan di setiap langkah. Supaya jangan sampai, jangan sampaiiii ada kedzaliman dalam kepemimpinan. Hadis Arbain ke-24 tuh tentang larangan berbuat zalim, dan salah satu potongan hadis itu bunyinya, "...hendaklah kalian minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya."
Terus minta petunjuk kepada Allah swt, dan minta pada Allah untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada beliau-beliau yang saat ini berjuang di medan penelitian untuk mendapatkan 'media penyembuh' baik secara medis yaitu vaksin maupun secara psikologis, kepada beliau-beliau tenaga medis, kepada beliau-beliau yang berjuang di dunia finansial dan ekonomi, dan terutama beliau-beliau yang diberi medan perjuangan berupa pengampu kebijakan dan fatwa. Pun dengan banyak pihak lain yang saat ini sedang berjuang di ranahnya masing-masing. Semoga Allah mudahkan, semoga Allah mudahkan. Aamiinn.
Jadi pemimpin itu Allahu akbaar tanggungannya beraaat, sungguh. Tentu ada bagian kita untuk memberi masukan, pandangan, dan ada kalanya kritikan itu memang sangat diperlukan, tetapi jangan sampai kita makin memberatkan timbangan-timbangan tanggungan kepemimpinan beliau ketika kita berlebihan dalam bersikap. Ketika qadarullah ada salah seorang atau sekian dari orang-orang tersebut yang kenyataannya dzalim, tugas kita adalah mendoakan dan ambil bagian untuk mengusahakan yang terbaik pada apa-apa yang kita mampu di bidang itu. I suppose that's the best 'revenge' we can do, di samping terus mendoakan kebaikan untuk mereka.
Kita doakan juga pihak-pihak yang di masa-masa seperti ini masiiih aja nyeri peluang buat ambil keuntungan pribadi atau kelompok (tentunya dengan cara yg jauh dari benar). Yang terus-terusan kasih makan ego pribadi. Beware, because:
EGO TRAPS ARE EVERYWHERE.
Mudah-mudahan Allah tanamkan semangat Muhammad Fatih maupun Shalahuddin al Ayyubi di jiwa-jiwa kita. Percaya, bahwa insya Allah akan lahir the next Saladin. Contohnya aja, followers @gen.saladin banyak, engagementnya juga tinggi banget. Optimis kalau mereka, kita semua, nggak hanya sebatas baca sejarah tapi juga pastinya banyak hikmah-hikmah yang diteladani dan insya Allah diinternalisasi.
Satu lagi, yang nggak akan lelah kusampaikan. Hikmah itu ada di mana-mana. Ambil, lalu bagi. Insya Allah akan jadi wasilah peningkat iman dalam diri.
Ngomong-ngomong tentang hikmah. "Artistika Manusia Seutuhnya" #Currentread, baru Allah beri kelapangan waktu buat baca buku ini sekarang huhu karena qadarullah dituntut aktivitas-aktivitas lain dan beberapa bacaan lainnya. Beribu-ribu terima kasih ya Naren @narenstar_ atas bukunya dan setiap insight di dalamnya. Kaya hikmah banget masya Allah. Mudah-mudahan berkah dan jadi salah satu amal jariyah kelak. Tidak sedikit yang mendoakan, insya Allah. Aamiinn.
Kabar baiknya, buat yang belum punya buku AMS, Naren lagi ngadain giveaway 3 buku terakhir di cetakan kedua kali ini. Batas maksimalnya sampai hari ini, tengah malam nanti. Yuk yang belum punya, gaskan! 🔥 Tinggal bikin story/post bisa kasih inspirasi, dpt pahala insya Allah, dan bonusnya bisa dpt buku.
0 notes
fortunecandy · 6 years
Text
#19 ISU AGAMA YANG MELELAHKAN
Tumblr media
Udah nggak asing lagi buat kita melihat orang-orang yang patriotik soal agama tapi they're naive af. Maaf bisa dibilang kasarnya sih bodoh. Ketika membaca sebuah kisah tentang seorang muslimah yang tidak mau melepas hijabnya dalam keadaan apapun spontan membuat kita berdecak kagum. “Wah dia pasti masuk surga karena mempertahankan apa yang sudah menjadi kewajibannya”, like that.
Namun sebelum memulai, aku mohon maaf bila ada salah kata. Sebab keseringan masalah-masalah berbau sara seperti ini tergolong sensitif. Penyerangnya mayoritas manusia yang ingin menjadi pahlawan agama dan diakui bahwa dirinya menjunjung tinggi agama. Tidak ada yang salah ingin dinilai seperti itu. Hanya saja CARANYA TOTALLY WRONG cuy. Yang ada orang yang beda keyakinan dan berbeda pendapat malah jadi nggak respect sama mereka. Sok-sokan membenarkan kok tidak memandang dirinya sendiri dulu dalam menyampaikan pikiran. Kalau sudah lelah beragumen, kata-kata pamungkas langsung saja dia keluarkan, “jadi orang jangan g*bl*k banget kenapa”, “gini nih kalau kurang memahami ini itu”, “ini tuh udah pernah dijelaskan, kalau nggak ngerti sekolah dulu sana!”. Sayangnya merendahkan orang lain seperti itu tidak akan membuatmu dipandang tinggi oleh lawan debat.
Contoh paling kecilnya, bila ada orang yang secara barbar menghina nabi besar kita Rasulullah lewat sosial media. Orang yang tersulut emosi dan ikutan komentar kasar kepada penghinanya lah yang… ingin menjadi pahlawan agama but with the stupid way. Stupid karena menghina balik nggak akan membuat si penghina respect sama orang muslim dan makin meyakinkan bahwa orang muslim itu bodoh sehingga mudah saja dipancing kemarahannya. Jika imannya kuat, nggak akan mereka ikut berkoar-koar berlagak membela seorang kekasih Allah tapi mereka malah menumpuk dosanya sendiri lewat banyaknya cacian yang mereka lontarkan. Mereka yang beriman dengan benar, cukup dengan mereport status/akun terkait dan berdoa kepada Allah supaya orang yang menghina segera dihukum seberat-beratnya atau cepat diberikan hidayah karena mereka percaya bahwa Allah adalah hakim yang paling adil. Dialah yang paling tahu latar belakang si penghina melakukan perbuatan tak terpuji tersebut.
Terlalu banyak kasus di negara kita yang berhubungan sama "beriman dengan cara yang salah". Mau tak mau kita yang harus lebih skeptis lagi dalam menyerap informasi. Apalagi agama merupakan hal yang paling dekat dengan kita karena berkaitan dengan dunia setelah kiamat. Jangan mentang-mentang informasi tersebut mengangkat soal agama kemudian langsung percaya saja. Terlebih lagi jika diembel-embel "membela agama dalam hal ini itu kelak akan masuk surga dan jika tidak melakukannya mereka bukan termasuk golongan orang muslim”. Kalimat pamungkas klasik yang mana lagi yang seefektif ini untuk mengontrol orang-orang? Oh Tuhan, gimana kalian tidak mau menjadi domba? Kalian saja mudah dicuci otaknya.
Seringkali kita melihat postingan yang menyinggung agama sedikit saja di suatu sosial media, komentar-komentarnya banyak yang patut dijadikan contoh… orang-orang yang memiliki manner tidak baik. Kelihatan tidak sih orang-orang yang berkoar-koar di sana seolah-olah telah didoktrin kata "membela agama" pada pikirannya?
Hei, memangnya Allah akan suka dengan apa yang mereka lakukan? Yang kita utamakan dalam membela agama apa sih? Allah SWT bukan? Jadi, kalau Allah tidak suka bagaimana? Jangan kasih aku jawaban toxic dengan meninggikan martabat pembela agama. Yang kita hadapi ini Allah Yang Maha Agung lho. Memangnya cara berpikir Allah seperti sebuah loopingan sistem kaku yang isinya “if "membela agama", then "masuk surga", else "bukan orang muslim"”? Kan nggak gitu. Cuy please, Allah itu cara bepikirnya sangat jauh pakai banget banget banget dibandingkan manusia seperti kita. Jelas pasti lebih BIJAK DAN TEGAS juga dibanding kita :(
Nggak usah berkomentar "dunia ini mau kiamat" ketika melihat fenomena tanda-tanda munculnya dajjal. Seperti LGBT, banyaknya pemimpin yang tidak jujur, pornografi terakses dengan mudah, dll. Coba deh telaah case "membela agama" seperti ini dihubungkan dengan "dajjal akan muncul sebagai pengombang-ambing keimanan para muslim dan dia akan muncul seolah membawa ajaran yang benar padahal itu kesesatan yang HQQ". Oh wow secara tidak sadar salah satu tanda tersebut ada di dalam diri mereka.
Memangnya dajjal akan menyiapkan strategi naif saat dia muncul seperti hal yang sangat mudah dianalisa oleh manusia. Seperti perbuatan dosa yang ini dan perbuatan pahala yang itu. Situ pikir dajjal akan dengan mudah memilih "perbuatan dosa" sebagai taktik untuk menyesatkan manusia? Pertanyaan yang perlu dititikberatkan adalah "bagaimana jika taktiknya dengan membawa ajaran yang benar dan mengiming-imingkan pahala serta masuk surga namun mereka menyeludupkan teori sesat ke dalamnya?". Kita menemukan satu tanda lagi berdasarkan analisa ini: Hal yang benar dan yang salah sudah tidak jelas lagi karena 'mereka' sudah berhasil memecah belah dan mengadu domba umat manusia.
Tanda kiamat itu sesuatu yang telah ditetapkan. Kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Mau melawan kuasa Allah dengan menghilangkan tanda tersebut dengan segenap kekuatan hingga memperlambat hari kiamat tiba? Merasa lebih hebat dari Yang Maha Kuasa? Berani sekali.
Tanda akhir zaman itu juga bukan sesuatu yang 'ditakuti' dan harus dicegah. Ketika mengetahui salah satunya, takutlah karena merasa kurang dalam beribadah. Jadi kita semakin ingin memperkuat iman, menambah ilmu agama, perbanyak pahala, serta memohon ampunan kepada Yang Maha Esa. Bukan seperti orang kebakaran jenggot kemudian berniat menghancurkan salah satu tanda tersebut. Masalahnya lagi kamu bukan pemimpin dan orang yang punya pengaruh besar. Orang kecil seperti kita bisa apa selain mengandalkan congor dan aksi-aksi yang agresif. Lawan kita dajjal lho. Bukan orang atheis, bukan orang Yahudi, bukan juga orang kafir. Mereka hanya pengikut yang terkena 'doktrin' dan 'brainwashing'. Atau juga salah dalam mencari jalan yang benar karena faktor lingkungannya. Seharusnya kita sesama manusia saling menyayangi. Tak peduli apa keyakinan yang dianutnya. Agamaku, agamaku. Agamamu, agamamu.
Salah satu tanda kiamat lain adalah merdekanya negara Palestina. I'm sorry if i'm not right. Jika salah, kita jadikan referensi saja untuk berpikir. Kalau memang tanda itu benar, apakah kita akan membiarkan begitu saja saudara-saudara kita di sana saat sedang dijarah oleh Israel? Pasti kita ingin kan negara tersebut damai kan? Tapi bakalan munculin tanda kiamat tuh. So? Yaudah biarin aja perang terus supaya nggak kiamat  ._.
Membahas soal akhir zaman emang sangat menarik. Selain auto memperdalam ilmu kita akan agama, di sana banyak konspirasi-konspirasi. Hal yang ditutup-tutupi oleh negara super power yang akan melahirkan dajjal. Seru? BANGET! Yang bikin seru teori-teori tersebut tidak bisa di-searching langsung lewat google.
“Ah truth seeker mah kayak orang gila. Suka paranoid dan cocoklogi.”
Pertama, cara si truth seeker yang terlalu aware itu salah. Sama saja kayak si sok pembela agama. Saat baru-baru memahami konspirasi seperti ini dan mengetahui cara permainan 'mereka', emang kaget rasanya. Paranoid iya, kebakaran jenggot iya. Seakan "kok yang lain nggak sadar-sadar ya kalau tanda-tanda kehadiran dajjal tuh banyak banget di sekitar kita". Lama-lama kebiasaan dan udah jadi makanan sehari-hari. Jadi suatu 'entertain' tersendiri aja karna udah bisa bedain mana manusia yang terprogram manaa yang tidak. Emang sih kadang bikin emosi jiwa saat berhadapan dengan orang-orang yang pikirannya udah kayak terkotaki. Tapi yasudah lah. Nggak ada mereka hidup ngerasa damai-damai aja dan flat aja gitu.
Kedua, beberapa truth sekeer terlalu memuja-muja suatu teori sehingga orang yang tidak sependapat tidak respect. Sama seperti kita melihat orang yang terlalu pro di kubu ini atau yang terlalu pro di partai itu. Kalian pasti nggak asing dengan teori flat earth yang katanya metode branwashing jaman now. Kalau kalian iseng mampir ke akun instagramnya, kalian juga disuguhkan dengan teori lain selain pendalaman tentang flat earth. Masalahnya, emang begitu dunia kita sekarang. Yang dititikberatkan adalah jangan beranggapan semua teori yang disebarkan di sana itu selalu benar adanya. Sama seperti kita melihat teori-teori tentang agama. Dipilah-pilih dulu mana yang pantas untuk kalian serap. Aku bilang pantas karena kadang walaupun ajarannya benar, justru malah menghambat kita menjalani kehidupan keras yang saat ini ada di depan kita.
Ketiga, nggak semua hal bisa dijabarkan dengan ilmiah dan analisa data. Apalagi jika data primernya salah kemudian hasil data-data yang lain ikutan salah. Lalu kita jadikan pedoman begitu saja. Problem besarnya adalah kita tak tahu-menahu soal background terbentuknya dokumen-dokumen tersebut. Belum lagi jika history tersebut sudah dimanipulasi sedemikian rupa. Habislah kita. Apalah kita. Cuma budak.
Sama saja saat kita mengetahui suatu ayat, hadist, firman, fatwa, dan lain-lainnya. Kalau terlalu kaku, bisa-bisa kalian kemakan oleh hal-hal tersebut dan dijadikan keuntungan bagi orang-orang yang memanfaatkannya untuk hal yang salah. Terkadang emang kita hanya butuh akal sehat kita dan lebih mengenal Tuhan kita. Memang benar sih kita harus mengamalkan nasihat-nasihat Allah. Tapi kalau disuruh oleh manusia untuk membunuh, berperang, atau menjatuhkan satu orang dengan dalih-dalih yang tidak masuk akal dan membawa-bawa amanat Allah, kalian mau? Aku sih tidak. Amanat kok dijadikan bahan pengumpulan dosa. Kemanusiaan itu lebih penting dari segalanya. Ciri-ciri manusia yang berperikemanusiaan adalah menghargai sesama (termasuk menghargai kepercayaannya) dan memaafkan karena sadar bahwa dengki dan membenci adalah penyakit hati manusia yang paling berbahaya.
Kalau ngomongin isu agama di negara ini nggak akan ada habisnya deh. Ini aja sudah cukup panjang yaa. Padahal belum selesai. Aku belum menjelaskan panjang-lebar soal pengajaran agama dengan cara yang keras (ini salah!), minimnya awareness soal kemanusiaan (aku ingin beri contoh baik soal ini dari negara tionghoa yang mayoritas nggak punya agama), penanaman agama dalam keluarga yang salah kaprah, uneg-unegku bahwa mayoritas muslim sudah salah mengenal Tuhan-nya, pengamatanku tentang penyebaran islam, masih banyak deh!
Aku hanya ingin berpesan kepada saudara-saudaraku. Islam itu indah. Tak hanya sekedar teori, namun jika kalian memakai akal sehat kalian, maka akal sehat itu akan menuntun kalian ke suatu teori agama dan akhirnya mengerti mengapa Allah memberi amanat seperti itu. Sungguh, islam itu agama yang ajaib. Aku sangat beruntung menjadi seorang muslimah dan lebih ajaibnya lagi merasa sangat dekat dengan Tuhan-ku Yang Maha Perkasa. Kalian boleh saja berkoar-koar tentang ini itu, menyebar kebencian, atau apapun yang dapat mencoreng nama baik islam. Aku senantiasa mendoakanmu agar kalian segera disadarkan atau diberi sentilan oleh Tuhan. Tapi kumohon jangan membuatku membenci islam dan 'takut' pada Tuhan-ku, Allah SWT. Karena islam itu agama cinta. Cintaku pada Rasulullah juga tiada batasnya. Bahkan aku sangat merindukan beliau yang entah dari mana asalnya. Bertemu saja belum pernah. Mungkin karena aku sudah merasa takut dengan kalian, saudara-saudari muslimku. Maka dari itu aku ingin mengadu dengan Rasulullah dan menangis tersedu-sedu di hadapan beliau. Sungguh. Kalian terlalu arogan akan agamamu.
Aku memang seorang muslimah yang terbilang masih sangat kurang soal iman. Tapi aku tidak mau seperti mereka yang suka mengadudombakan agama atau menjadikan bahan hujatan seolah-olah ingin membela dan ingin dipandang muslim yang taat. Aku sebagai manusia memiliki segudang kekurangan. Bisa saja aku salah. Namun inilah sebagian keluh-kesahku yang tak seberapa. Tak ada manusia yang tak memiliki dosa. Kesucian manusia yang hakiki hanya milik baginda Rasulullah. Berhentilah mencaci-maki satu sama lain. Karena setiap orang memiliki dosanya sendiri-sendiri. Urusi saja dahulu dosamu. Setelah itu kau boleh merasa suci kemudian menambah dosa lain dengan 'menasihati' orang-orang dan 'membela' agamamu.
📷: Art by Deangus
0 notes