Tumgik
nadadalamsenyap · 2 days
Text
Somebody
Come
Come right now
Take my hand
Embrace me
Tell me that it's alright
It will be okay
Before I go insane
Before I set myself on flame
And combust
0 notes
nadadalamsenyap · 16 days
Text
So, withdrawal feels like this.
So it hurts like this.
0 notes
nadadalamsenyap · 18 days
Text
There won't be this no longer, and that's kinda sad :(
Tumblr media
0 notes
nadadalamsenyap · 19 days
Text
Setelah bersedih karena Mbak Yul terdegradasi dan kembali ke Mbak Yulia, akhirnya Mbak Yul comeback hari ini. Ahhh...
0 notes
nadadalamsenyap · 20 days
Text
jejak berpikir di suatu siang bersama Bapak (albeit via telpon)
Akhir-akhir ini, saya mudah sekali sendu. Karena saya tidak punya banyak orang untuk bercerita, maka orangtua saya terpaksa menanggung kewajiban untuk mendengarkan (I'm sorry, thank you, and I love you, Ma Pa). Banyak hal yang beliau-beliau harus dengarkan dari saya, tentang jatuh cinta, pernikahan, kematian, eksistensi, tujuan, prinsip. Siang tadi pun begitu. Saat perasaan saya terlalu membuncah, saya butuh Mama untuk menjadi hangat, dan butuh Bapak untuk menjadi tenang. Siang tadi, Bapak bertugas untuk menanggulangi luapan perasaan yang sempat beberapa waktu menguasai. Bapak itu seperti tanggul yang memecah ombak dan meredam alir. 
Tulisan ini saya buat untuk 'mengabadikan' sebuah percakapan yang saya persepsikan sebagai suatu keindahan karena menjadi bahan renungan. Agak ironis menggunakan kata 'abadi' sebenarnya, karena percakapan kami berpusat pada kefanaan.
Membahas tentang kefanaan, saya beberapa hari terakhir ini bekerja keras untuk membuat ajal dan kematian masuk akal dan familiar. Sangat bodoh memang, harus bekerja keras me-masukakal-kan sesuatu yang sebenarnya paling masuk akal tentang kehidupan dan keberadaan manusia, tapi biarlah, diri ini memang bodoh, dan sekarang sedang berusaha belajar dan berpikir secara konstan dan konsisten agar kebodohan itu pelan-pelan terkikis. 
Bapak siang tadi menyampaikan hal-hal yang saya transkripsikan dalam paragraf-paragraf di bawah ini, yang meskipun kehilangan nada lembut khas Bapak tapi semoga transkripsi ini bisa menjadi medium menyebarluaskan keindahan pikiran Bapak dan menjadi media belajar bagi saya dan siapapun yang membaca. 
Bapak menyampaikan: 
Di dunia ini tidak ada yang benar-benar punya kita Nak. Saat bernapas pun udara hanya beberapa detik ada dalam tubuh, langsung dihembuskan lagi. Hakikatnya kehidupan seperti itu. Semua hanya singgah. Semua yang ada di alam semesta ini bergerak pada jalurnya masing-masing, hanya bisa ada interaksi ketika atas izin Allah ditakdirkan berada pada dimensi ruang yang sama di satu periode waktu yang sama. 
Anak-anaknya Bapak sama Mama bukan miliknya Bapak Mama. Bapak sama Mama hanya diamanahi Allah untuk menjaga kalian selagi masih bersama di bumi ini, dan kalau Bapak Mama ikhlas menjalani peran sebagai orangtua dan kalian ikhlas menjalani peran sebagai anak, maka semoga keikhlasan itu jadi catatan ibadah dan amal baik yang insya Allah bisa mengantarkan kita semua ke surganya Allah. 
Mungkin Mama dulu yang dipanggil Allah, mungkin Bapak dulu, mungkin Mama Bapak yang lebih dulu ditinggalkan, tidak ada yang tahu, tapi sejak awal premisnya adalah dunia ini tempat persinggahan, sebelum kita berpindah ke akhirat yang kekal, jadi harus siap. 
Mencintai Mama sama Bapak itu bukan dengan menggenggam, karena toh digenggam seerat bagaimanapun, yang bukan milik kita pasti akan lepas. Kalau memang cinta, maka hiduplah dengan baik dan bertanggungjawab, amalkan setiap kebaikan yang Bapak Mama ajarkan, jadi anak yang sholehah, yang bersandar dan berserah pada Allah, yang sayang pada keluaga, yang tidak pernah lisan dan hatinya berhenti mendoakan kebaikan untuk Bapak Mama dan keluarga. Kapasitas mencintai kamu terhadap Bapak Mama diizinkan hanya sebatas itu, bukan memaksa untuk memiliki selamanya. Kalau memang cinta, maka sering-seringlah mengungkapkan cinta, mumpung masih sama-sama di dunia. 
Hubungan orang tua dan anak itu tidak ada give and take, tidak ada utang budi, karena semua hanya sedang melaksanakan tugas dari Pemilik kita, yang ada bagi kita hanya mencintai dengan tulus pada koridor dan dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh Allah. 
Hidup itu bukan untuk meratapi ketidaktahuan, apalagi tidak mau menerima sesuatu yang niscaya. Hidup itu dijalani saja, melakukan yang terbaik di posisi kita, pada kapasitas kita, menjadi hamba yang tahu diri untuk bersyukur, memaknai takdir yang diizinkan Allah atas kita. 
Jadi sudah nah, kalau pikirannya kalut karena memikirkan potensi kehilangan, cukup istighfar, terus doakan Bapak Mama sama saudara-saudaramu. Daripada khawatir pada yang sudah pasti terjadi, lebih baik mengumpulkan upeti untuk merayu Tuhan, supaya kita bisa hidup sama-sama lagi di surganya Allah. 
Semua nasehat di atas disampaikan Bapak dengan nada khasnya, sesekali sambil tersenyum, dengan sorot mata penuh sayang yang sejak dulu menjadi kekuatan saya. 
Saya mendengarkan sambil sesenggukan, sekujur tubuh merinding lalu menghangat, dialiri darah yang bersama alirnya terbawa kerinduan yang mendalam, cinta kasih yang tulus, rasa berterima kasih yang tak bisa diwakilkan kata-kata, serta kesyukuran yang memenuhi jiwa. 
Ahhh, betapa rindunya. Kalau Adek Popan sudah selesai semua urusannya, Kakak Bito juga sudah, maka mari kita pulang insya Allah. Bercakap via telepon pun sebenarnya meninggalkan jejak kehangatan yang melembutkan hati, tetapi percakapan saat duduk bersama ditemani segala jajanan enak dan gelak tawa riuh menawarkan keistimewaan yang tiada tara. 
P.S. Bapak saya sepertinya khawatir karena dua hari ini saya sendu, dan saya sejak sore tadi gak ngabarin lagi karena bobok lalu sibuk dengan ini itu, jadinya tadi jam 10 nelpon, mesti ingin memastikan putrinya ini baik-baik saja, gak tau aja si Bapak kalo putrinya sebenarnya sedang menyibuk-nyibukkan diri menjadi tukang lalu sekarang sumringah berbangga diri pada hasil kerjanya haha. 
Ahhh my heart is full, almost explodes with warmth. 
0 notes
nadadalamsenyap · 28 days
Text
Tumblr media Tumblr media
Some memories 🩶
0 notes
nadadalamsenyap · 28 days
Text
Tumblr media
Kakak Yul and Aisha 🩷
0 notes
nadadalamsenyap · 28 days
Text
Tumblr media
With or without personal feeling involved, little things like this will always move and touch me regardless.
0 notes
nadadalamsenyap · 1 month
Text
#MariBercerita: Malam yang Dingin, Hati yang Hangat
Ditulis larut malam saat Selasa hampir berakhir dan Rabu menanti, 26 Maret 2024, Yogyakarta. 
Sore tadi sekitar pukul setengah 6, saya melangkahkan kaki menuju masjid untuk mempersiapkan iftar. Langit cukup kelabu ditemani rintik yang makin lama makin deras. Hati saya jadi kecil merasakan angin yang menembus kulit membersamai titik-titik air, memikirkan pengajian Nuzulul Qur'an ba'da tarawih nanti. Di bawah payung, saya mengucap doa, "Ya Allah, hujan ini adalah rezeki dari Engkau, namun izinkan rezeki ini ya Allah tidak menghalangi terlaksananya apa yang sudah kami rencanakan malam nanti".
Hingga waktu buka, saya masih mencoba mengajak setiap yang saya temui untuk hadir di pengajian nanti, sambil terus membatin, "harus ramai Ya Allah, izinkan banyak hati tergerak untuk menghadiri pengajian ini, demi seseorang yang sudah merelakan waktu yang berharga bersama keluarganya untuk membersamai pelaksanaan acara ini, demi hati saya yang dua hari ini sering sekali sendu akibat segala yang berlangsung di masjid dan sedang membutuhkan kehangatan, demi Bapak-bapak Ibu-ibu dan semua jamaah masjid yang selalu mengusahakan yang terbaik bagi suksesnya segala kegiatan di masjid, demi rumah-Mu ini, demi Masjid Al Hakim yang saya sayangi sepenuh hati".
Persiapan pengajian mulai dirampungkan seusai maghrib. Hati saya yang memang sedang sendu jadi trenyuh melihat tiap-tiap yang membantu memakmurkan masjid dengan caranya masing-masing, mulai dari Bapak Ibu orang tua kami di masjid yang membantu semaksimal mungkin secara moril maupun materiel, lalu seorang yang merelakan waktunya mendampingi saudaranya dalam kegiatan yang sangat penting bagi keluarga mereka demi masjid ini. Ah, betapa ikhlas hatinya, betapa besar jiwanya. 
Berbagai pemandangan indah menghiasi di waktu itu. Anak-anak dengan lari-lari dan tawa riangnya, yang kemudian berhenti digantikan lantunan sholawat sambil menunggu waktu Isya. Teman-teman yang mulai berdatangan ke masjid padahal saya tahu semua dalam keadaan sibuk dan lelah. 
Di satu titik saat menyaksikan dan merenungkan setiap yang telah dan sedang terjadi di masjid, memikirkan suasana di awal perencanaan kegiatan Ramadhan ini, saya tiba-tiba diserang arus emosi yang dahsyat, sampai-sampai saya tidak bisa lagi melanjutkan makan. 
Tanpa sadar, wajah saya memanas, dan pipi saya sudah bertemu bulir-bulir air hangat sebelum saya mampu menahan alirnya. Saya memeluk diri sendiri, memohon Allah meridhoi segala kebaikan yang diusahakan oleh setiap orang di masjid ini, semoga Allah menjaga niat kami selalu baik dan lurus semata-mata karena keimanan dan mengharap pahala dari-Nya, semoga Allah menganugerahkan istiqamah pada kami untuk selalu berupaya terbaik meraih ketaqwaan. 
Seusai tarawih, ada sekitar 30 menit kami menunggu Ustadz yang dijadwalkan menyampaikan ceramah di mana jamaah makin banyak berdatangan. Saya keluar sebentar, senyum saya mulai merekah melihat jamaah sudah melingkar penuh mengisi masjid. Imam masjid yang bertugas sebagai MC mengisi waktu menunggu dengan mengajak seluruh jamaah melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. 
Salah satu Ibu terkasih yang membersamai di Masjid mendekat ke arah saya, berbisik bahwa beliau 'deg-degan', takut jamaah makin banyak berdatangan dan makanan yang disiapkan tidak cukup. Saya tersenyum, lalu terhenyak sendiri oleh sebuah penyadaran. Beberapa hari lalu bahkan hingga 2 jam sebelumnya, kami deg-degan takut makanan yang dipersiapkan tersisa banyak karena jamaah tidak banyak datang. Sungguh bertolak belakang alasan kekhawatiran kami dan kurun waktu sesingkat itu. 
Setelah Ustadz yang ditunggu tiba, dimulailah acaranya secara resmi, dan dimulailah juga fragmen demi fragmen penuh kehangatan dan kebahagiaan dalam rezeki waktu yang Allah izinkan saya jalani malam ini. Segalanya terangkai sungguh indah, mulai dari bacaan Al-Qur'an yang sungguh merdu terlantun dari seorang teman, Ustadz yang berhasil merebut perhatian seluruh jamaah pengajian dari berbagai kelompok umur, suasana yang menyejukkan hati di mana setiap orang berusaha yang terbaik untuk mengambil pelajaran dari ilmu yang disampaikan. 
Doa dan salam-salaman menutup rangkaian acara, dan saya disibukkan dengan memperhatikan wajah-wajah yang sepertinya puas dengan pelaksanaan pengajian ini. Alhamdulillah. Semoga betul-betul menikmati pembelajaran yang baru saja dilalui dan kehadiran kami semua malam ini mendapatkan ridha Allah. 
Ketika seluruh jamaah berangsur pulang, beberapa dari kami ditemani dua anak kecil yang akhir-akhir ini sering sekali menjadi sumber kegembiraan bagi saya, berbagi tugas membersihkan masjid dan segala perkakas, agar siap digunakan kembali pada keesokan harinya. Di saat akhir merapikan masjid ketika kami bersiap pulang, saya kembali memegang dada dan merangkul diri sendiri, mengucap syukur tak henti-henti atas terlaksananya kegiatan malam ini dengan sangat baik. Lebih dari itu, saya mengucap syukur kepada Sang Maha Kasih sudah mengizinkan banyak sekali perasaan baik singgah di hati saya. 
Saat sampai di rumah, setelah menghabiskan makanan, dan bercakap-cakap, waktu sudah mendekati tengah malam ketika saya mengetik kata demi kata di tulisan ini. Hujan yang terhenti maghrib tadi akhirnya baru turun tengah malam ini namun dinginnya kalah telak oleh kehangatan yang memenuhi hati dan seluruh keberadaan saya. 
Hati saya bertambah hangat kala mengingat apa yang pernah disampaikan seseorang, bahwa insya Allah, apa yang bisa diusahakan, bisa terealisasikan. Betapa bahagianya saya, kami diberi kesempatan oleh Allah untuk menghidupi doa dan harapan itu malam ini. 
Mendekati pukul 1 dini hari, saya bersiap untuk istirahat. Hujan masih turun dengan ritme yang konstan, hawa dingin masih menusuk kulit, namun kehangatan yang diberikan oleh penyadaran tentang betapa saya harus bersyukur sudah diizinkan merasakan banyak emosi yang baik, mampu menyelimuti diri, raga dan jiwa. 
Alhamdulillah untuk malam ini. 
0 notes
nadadalamsenyap · 1 month
Text
Tumblr media
That little thumb up will be able to keep my smile intact for at least the next 24 hours.
Semoga bahagia yang terlalu sederhana ini tidak akan membawa hal yang tidak baik, dari arah manapun.
Semoga kamu yang sudah pasti tidak tahu betapa bahagia saya dibuatnya oleh respon yang sungguh tiada arti itu, diberi kebaikan dan keberkahan karena telah membuat hati saya sehangat ini sejak pagi buta.
Sebagaimana yang kamu sampaikan kepada jamaah pada kultum ba'da subuh tadi, aku berdoa aku dan kamu diberi kekuatan dan kemampuan untuk menjalankan segala hal yang baik dan meninggalkan segala yang tidak baik dalam rangka menjadi manusia yang lebih baik dan bertanggungjawab terhadap kemanusiaannya dan rezeki umur yang dianugerahkan padanya, dan saya memohon kepada Allah agar saya diizinkan untuk memiliki perasaan bahagia ini dan menghayatinya sendiri, dan Allah lindungi saya dari segala kemungkinan melewati batas dalam hal maupun akibat perasaan ini.
Semoga segala kehangatan ini selalu terjaga tidak berkobar, tidak membara, tidak bergejolak, cukup berbentuk kehangatan yang melembutkan hati, untuk waktu yang lama.
Semoga semua yang saya alami dan rasakan ini membawa pada akhir yang indah, apapun bentuk keindahan itu pada akhirnya.
0 notes
nadadalamsenyap · 1 month
Text
Bahagia itu sungguh sederhana.
One fulfilling night, 22 March, 2024.
Tumblr media
0 notes
nadadalamsenyap · 1 month
Text
Tumblr media
Bahagia itu sederhana.
One beautiful morning, 21 March, 2024.
0 notes
nadadalamsenyap · 1 month
Text
尊い
0 notes
nadadalamsenyap · 1 month
Text
Ramadhan dalam Cerita (The 1st Week)
Tidak terasa, sudah lebih seminggu Ramadhan tahun ini berjalan, waktu sungguh cepat waktu berlalu, semoga lalunya tidaklah sia-sia.
Di awal Ramadhan, saya memutuskan membuat logbook sederhana untuk tracking kegiatan Ramadhan. Tahun ini saya cukup ribet dengan kesibukan pribadi dan kesibukan di lingkungan tempat tinggal, jadi tidak sempat seperti tahun-tahun kemarin yang mana saya secara khusus merancang program untuk entry kegiatan Ramadhan. Tapi turns out, logbook jauh lebih baik dan practical karena saya bisa share ke banyak orang. Semoga bisa jadi manfaat sekecil apapun itu.
Ramadhan ini insya Allah akan saya habiskan sebagian besar di Masjid Al Hakim, yang sudah satu tahun ini menjadi tempat yang sangat berarti di hati saya, salah satu tempat belajar menjadi manusia yang paling signifikan dalam hidup saya hingga kini. Akan ada tulisan-tulisan selanjutnya untuk mengelaborasi mengenai pembelajaran-pembelajaran tersebut.
Kultum Ramadhan di Masjid Al Hakim seminggu ini banyak menyinggung perihal pendidikan Islam di keluarga. Sebagai renungan akhir minggu pertama ini, saya mencoba berpikir tentang keluarga saya dan pendidikan agama di keluarga kami. Saya akan mulai dengan mendeskripsikan secara singkat tentang keluarga kami.
Mama dan Bapak adalah pasangan suami istri yang menikah 31 tahun lalu dan dikaruniai 6 orang anak, ada abang, kemudian saya, lalu 3 adik laki-laki, dan adik perempuan sebagai bungsu. Kedua orang tua saya kerja kantoran sehingga waktu bersama anak-anak cukup terbatas. Lebih-lebih ada periode beberapa tahun di mana Bapak tidak tinggal bersama kami karena urusan pendidikan dan pekerjaan.
Setelah saya pikir-pikir, dalam kurun waktu seperempat abad (+nya banyak haha) menjalani hidup, tidak banyak hari dalam Ramadhan yang saya habiskan bersama keluarga secara lengkap. Bapak dan Mama punya pekerjaan dan kesibukannya sendiri, kami anak-anak juga begitu. Semenjak duduk di bangku SMA, bahkan SMP bagi adik-adik, rumah hanyalah tempat berlibur beberapa minggu dalam setahun.
Lalu saya berpikir, jika memang waktu yang dihabiskan bersama sesedikit itu, lantas mengapa hati saya rasanya selalu penuh oleh kehangatan yang dibawa kisah-kisah yang tiada habisnya mengenai kebersamaan keluarga kami, dan secara khusus, bagaimana orang tua kami mendidik dan membesarkan kami.
Setelah merenungkan kenangan-kenangan masa kecil hingga remaja saya, saya akhirnya sampai pada kesimpulan. Terkadang, pertautan hati bukan tentang kuantitas, tetapi kualitas. Waktu yang kami habiskan bersama meskipun sedikit namun dimanfaatkan sebaik mungkin sehingga kehangatan dan cinta kasih yang tercipta saat itu mampu bertahan lama dan insya Allah selamanya.
Kehidupan di dunia memang fana, namun orang tua saya melakukan sebaik yang mereka mampu berdasar petunjuk dan bimbingan Allah agar tercipta kehangatan dan kasih sayang berkeluarga yang insya Allah abadi dalam kefanaan itu, dan semoga Allah izinkan untuk berlanjut di tempat kembali yang abadi.
Beberapa tahun lalu, di suatu malam yang mana esok harinya saya sudah harus meninggalkan rumah lagi, saya pernah berucap, betapa sedih dan tidak enaknya harus selalu meninggalkan rumah seperti ini. Lalu saya bertanya, Bapak sama Mama apakah sesedih kami ketika seperti ini. Bapak yang awalnya bercanda langsung menatap saya serius, lalu berucap: "Rasa sedih yang Mama sama Bapak rasakan setiap kali ditinggal kalian dan harus ada di rumah yang tiba-tiba kembali sepi senyap, tidak bisa kalian bayangkan. Tapi kalau Bapak sama Mama sedih dan tidak rela, terus kalian bagaimana. Masak mau mengorbankan hak kalian terhadap perjalanan mencari jati dan nilai diri hanya karena ego orang tua berbungkus kasih sayang. Kalian berhak menghidupi kehidupan kalian sendiri. Hidup kalian milik kalian sepenuhnya. Silahkan terbang sejauh mungkin, rumah ini bersama Mama dan Bapak dan segala jejak dan kenangannya akan selalu ada menyambut penuh kehangatan setiap kali kalian ingin pulang."
Ah malaikatku, malaikat kami 6 bersaudara, sepasang manusia yang Allah izinkan kami miliki sebagai anugerah terindah. Betapa indah jiwanya, betapa lembut tuturnya, betapa tulus kasihnya, betapa mulia baktinya.
Kembali pada pembahasan mengenai pendidikan keluarga, saya ingin bercerita tentang salah satu kebiasaan yang diterapkan dalam keluarga kami, yang mungkin berperan paling signifikan dalam membina karakter dan kedekatan kami sebagai pribadi dan keluarga.
Dulu saat kecil hingga remaja, di rumah ada ta'lim. Setiap hari seusai Isya, kami yang perempuan akan menyiapkan makan malam sambil menunggu yang laki-laki pulang dari masjid, lalu sebelum makan malam, akan duduk melingkar dalam majelis ilmu keluarga.
Salah satu dari kami akan membaca penggalan dari kitab Fadhilah Amal, pembaca digilir setiap malamnya, lalu setelahnya kami satu persatu dipersilahkan untuk menyampaikan pikiran, hikmah apa yang bisa kami peroleh dan simpulkan dari penggalan bacaan kitab tersebut. Perasaan cinta yang membuncah di hati saya saat sudah duduk di bangku SMA dan menyaksikan adik-adik yang masih kecil bahkan ada yang baru lancar berbicara berusaha menyampaikan pikiran seserius itu, masih bisa saya kenang dengan jelas hingga saat ini.
Seusai pembacaan dan penyimpulan hikmah dari kisah yang dibaca, kami lalu laporan satu persatu, dari orang tua hingga anak bungsu. Hari ini sudah berbuat baik apa terhadap diri sendiri. Hari ini apakah sudah menyelesaikan tanggungjawab sebagai hamba Allah, sebagai pribadi, sebagai pelajar. Hari ini kontribusi apa yang setiap dari kami sudah lakukan dalam kapasitas kami di rumah tangga, sebagai anak, sebagai saudara, dan Mama dan Bapak sebagai orang tua. Apakah hari ini kami sudah cukup bersyukur terhadap segala nikmat yang kami diizinkan Allah untuk miliki dan rasakan, jika iya, apa bentuk kesyukuran itu. Setelah semua menyampaikan apa yang hendak disampaikan, salah satu akan membacakan keutamaan majelis ilmu lalu ditutup dengan doa kafaratul majelis, dan kami saling bersalaman.
Tanggungjawab dan akuntabilitas adalah aspek yang sejak dahulu ditekankan pada kami. Kami dibiasakan harus setiap saat bisa bertanya pada diri dan menjawab, "kamu hari ini diberikan nikmat umur, dipakai untuk apa dan sudah pantas dan cukupkah itu untuk mensyukuri nikmat umur".
Setelah ta'lim kami makan malam sambil bercerita tentang segala yang kami jalani hari itu, cerita bersama teman, konflik-konflik receh. Kami biasanya saling bercanda dan menggodai antar saudara, Bapak dan Mama mendengarkan penuh senyum sambil mengawasi jika ada bercandaan kami yang kelewatan.
Kisah-kisah seputar penyebaran Islam yang dibacakan belasan tahun lalu dan sudah tidak lagi tiap hari dilakukan sejak 6 tahun lalu 2 anak paling bontot pun meninggalkan rumah, yang diikuti dengan makan malam penuh kehangatan itu, adalah kisah-kisah dan malam-malam yang hangatnya abadi bagi kami sekeluarga, dan menjadi bagian yang sangat signifikan dalam pembentukan moral dan karakter kami, dalam bingkai pendidikan Islam di keluarga kami.
Amal dan ibadah mungkin bisa fluktuatif, namun keyakinan terhadap Islam sebagai satu-satunya jalan kebenaran, serta iman dan taqwa sebagai satu-satunya jalan yang benar, insya Allah tidak akan pernah goyah. Saat ini ketika semua sudah beranjak dewasa, yang selalu menjadi amanah dari orangtua adalah mengingatkan diri untuk menjaga keyakinan itu agar selalu berkobar, menjaga agar hati tidak pernah keras, dengan segala bentuk ibadah dan amal untuk menjaga iman dan menciptakan taqwa.
Hal kedua yang saya ingin bagikan adalah salah satu filosofi yang dipegang orangtua saya, Bapak khususnya. Mama dan Bapak adalah pasangan dengan dinamika yang unik, Mama yang santai dan supel, serta Bapak yang pendiam dan serius, yang hanya bisa lucu dan konyol di hadapan istri dan anak-anaknya.
Bapak yang sangat filosofis itu sangat menekankan reasoning dalam melakukan sesuatu. Sebagai contoh, kami tumbuh besar dengan Bibi dan Kakak yang membantu mengasuh kami dan mengerjakan pekerjaan rumah, namun, kami harus setidaknya andil dalam satu aspek pekerjaan, tidak ada dari kami berenam yang pintar atau terbiasa menyuruh. Bukan karena apa-apa, tapi karena Bapak mengajarkan bahwa setiap dari kami adalah bagian dari organisasi bernama rumah, maka kami berkewajiban berkontribusi untuk memastikan segala kegiatan rumah tangga berlangsung dengan lancar, dan jika kami ingin melakukan sesuatu, maka kami yang harus berusaha untuk memastikan pekerjaan itu selesai dengan baik, Bibi dan Kakak ada hanya untuk dimintai saran dan pertolongan jika ada aspek yang betul-betul tidak bisa dikerjakan sendiri.
Contoh kedua, mengapa yang kakak terkadang menjaga dan main bersama adek. Bukan karena dia adik dan saya kakak lantas saya berkewajiban menjaga dan nemenin main sebagai yang lebih tua, namun karena saya tumbuh besar mendapatkan cinta dan kasih sayang yang melimpah ruah, yang kemudian ketika adik lahir, kasih sayang itu harus dibagi agar selalu mengalami pembaharuan, maka adik menjadi subjek penerima cinta dan kasih sayang itu, yang mana sebagai salah satu wujud kecintaan dan kasih sayang saya pada adik, saya akan menemani dia main. Mungkin orang lain akan bilang, apa sih, sama aja. Tapi bagi orang tua saya, proses formulasi alasan dan motivasi yang mendasari sebuah keputusan atau tindakan itu sangatlah penting.
Sungguh sedikit waktu yang kami sekeluarga habiskan bersama, namun yang sedikit itu sungguh sangatlah berkesan. Beberapa hari Bapak ada di rumah dalam satu tahun, yang beliau habiskan dengan membangun rumah pohon dan ayunan untuk kami anak-anak, lalu bersama Mama di sore hari mengawasi kami anak-anaknya yang bermain bersama anak-anak tetangga, mampu mensuplai kehangatan yang tak lekang oleh zaman dan perubahan fase kehidupan anak. Begitu juga dengan surat-surat panjang yang dahulu diterima dan dikirim dan menjadi alasan terbentuknya diri saya yang menyukai menyampaikan cerita dan perasaan melalui surat atau tulisan-tulisan panjang. Semua menjadi media yang mengikat cinta kasih kekal bersama keberadaan.
Sudah lebih seminggu Ramadhan tahun ini berlalu, dan sama seperti lebih dari 10 tahun terakhir ini, kami berdelapan sekeluarga hanya bisa bercengkrama melalui telepon, kecuali Abang dan adek bungsu yang sempat pulang beberapa hari saat pembukaan puasa. Kami saling berbagi target amalan dan menyemangati dalam beribadah, jika sempat, kami bergiliran menemani adek bungsu murojaah hafalan Qur'an-nya.
Kami yang masing-masing sudah melewati kehidupan dengan banyak lika likunya tentu dalam beberapa aspek diri sudah bertransformasi sebagai konsekuensi dari dinamika kehidupan, semoga transformasi itu selalu menuju yang lebih baik dan di jalan yang lurus yang diridhai Allah. Namun, ada satu yang tidak pernah hilang dan tidak pernah berubah. Bagaimana kami saling mencintai dan menyayangi, bagaimana bersyukurnya kami memiliki satu sama lain, penyadaran mengenai betapa beruntungnya kami memiliki orangtua yang menekankan pendidikan karakter dan pendidikan agama sejak dini dengan metode yang terbaik, sehingga jejaknya abadi dalam jiwa dan hati. Alhamdulillah.
Waktu bersama saudara dan orangtua sungguhlah singkat di dunia ini yang memang diciptakan untuk kurun waktu singkat. Maka Ramadhan ini menjadi momen untuk saling mendoakan, momen untuk merenung dan meningkatkan yang masih kurang dalam hal komunikasi dan menjaga kebersamaan. Semoga Allah selalu melindungi keluarga kami dan kita semua bersama keluarga kita masing-masing.
Selamat menjalani sisa Ramadhan untuk diriku dan dirimu, semoga Allah izinkan untuk memuliakan sisa Ramadhan ini dengan sebaik-baiknya amal ibadah.
0 notes
nadadalamsenyap · 1 month
Text
Tumblr media
Seusai tadarusan, saya bersiap untuk sholat shuruq, melintas ke salah satu sudut masjid untuk meletakkan Al-Qur'an dan handphone, dan melewati pemandangan di atas. Hati saya rasanya penuh oleh kehangatan yang saya dengan segenap kerendahan hati berdoa agar kehangatan itu dijaga Allah tetap di jalur yang benar dan tidak melewati batas-batas yang telah ditetapkan-Nya. Jagalah hati hamba selalu mengagungkan Engkau ya Allah, dan jagalah hamba dan hindarkan hamba dari segala keburukan dalam perasaan kagum yang tulus ini pada ciptaanmu yang indah, wahai Dzat Yang Maha Indah.
0 notes
nadadalamsenyap · 1 month
Text
Rabu, 13-03-24; 3 Ramadhan
Kemarin, dipicu oleh satu dan lain hal, saat mendengar suara Mama bersalam menjawab telepon seusai Maghrib, air mata saya tiba-tiba tumpah, terbawa perasaan rindu dan sayang yang membuncah, karena alasan yang sulit saya definisikan. 
Saat menjawab telepon, Mama baru selesai sholat Isya, jadi saya ngobrol dengan Mama sekitar 10-an menit sampai Mama bersiap melanjutkan ibadah ke sholat lail. Dalam 10 menit percakapan itu, banyak yang saya dan Mama ceritakan. Mama menutup telepon dengan ucapan, "ayo sholat taubatnya sekarang saja Nak, mumpung masih ada waktu cukup sampai adzan Isya".
Sejak sholat taubat sampai saat bersiap tidur, ada waktu-waktu saya tidak bisa menahan air mata hingga tersedu-sedu, teringat betapa banyak nikmat Allah yang terlewati tanpa apresiasi yang pantas. 
Mama dan Bapak Alhamdulillah sehat dan dengan semangat mengabarkan mengenai aktivitas dan target-target beliau berdua selama Ramadhan. Abang dan Adek-adek juga sehat dan semangat menjalani Ramadhan. 
Tumbuh besar di keluarga yang cukup besar, kami enam bersaudara tumbuh dengan penuh kasih sayang dari Mama dan Bapak yang mendidik kami dalam bakti yang paling tulus. Alhamdulillah, banyak waktu sudah berlalu, namun kedekatan itu masih terbina, kasih sayang itu masih sama, kehangatan itu melekat bersama keberadaan, melintasi dimensi mengalahkan jarak. 
Ahh. Betapa saya harus lebih banyak lagi bersyukur, betapa saya harus lebih sadar diri untuk memanifestasikan kesyukuran itu ke dalam ibadah dan amal sholeh, betapa saya harus lebih banyak belajar lagi dan mengingatkan diri sendiri bahwa penyadaran terhadap segala nikmat dari Allah seharusnya membawa diri kepada keimanan dan ketaqwaan yang selalu lebih baik.
0 notes
nadadalamsenyap · 1 month
Text
and once again, "Mbak Yul"!
0 notes