Aku butuh cerita,
Katanya, beberapa hal perlu diungkapkan dan diceritakan agar tidak membusuk, eh?
Sebenarnya kejadiannya sudah beberapa waktu yang lalu, sepertinya seminggu atau dua minggu yang lalu
Aku tidak ingat pasti karena mengingat angka dan waktu adalah sesuatu yang berat bagiku pribadi
Aku saat ini sudah sepenuhnya merasa baik-baik saja, seandainya tidak menulis ini pun aku yakin tidak akan ada yang membusuk? Mungkin?
Karena aku sudah bisa menerimanya dengan sepenuh hati, layaknya orang dewasa hehe
Selama bulan Juni ini kami UAS, di tahun akhir kuliahku, di umurku ke 22 tahun ini, ternyata masih banyak hal yang perlu aku pelajari,
Aku menerima pesan dari teman yang memintaku untuk ‘tidak masuk diskusi dan melemparkan opini ketika tidak diajak’
Waktu membaca pesan panjang berbahasa Inggris itu, respons pertama yang tak pernah kubayangkan sebelumnya adalah mataku yang berkaca-kaca, badanku yang melemas, dan urgensi untuk melarikan diri, bersembunyi dan menangis dalam kesendirian.
Pesan WA yang kubaca melalui jendela notifikasi itu nyatanya melukaiku,
Sesuatu yang tak pernah kubayangkan sebelumnya,
Dan sebagai perempuan berumur 22 tahun yang sudah lama tidak menangis, di tengah flat yang penuh penghuni, aku memilih balkon yang gelap karena lampunya tidak dinyalakan
Ada dua meja dan bangku yang masing-masing berjarak jauh, meja dekat pintu yang tertutup gorden putih sudah berpenghuni, jadi aku berjalan dengan headset dan handphone ke meja paling ujung, duduk dalam kegelapan dan menangis dalam diam, berharap teman di meja satu lagi tidak sadar, sesuatu keuntungan karena dia minus dan sedang tidak pakai kacamata
Tapi sedetik kemudian dia menawarkan duduk di bangkunya, katanya dia mau ke kamar mandi, yang kemudian bikin aku sadar, aku ke balkon tanpa penutup kepala, dan meja tempatku duduk tidak tertutup gorden,
Saat itu aku lagi-lagi terheran, bisa-bisanya aku keluar tanpa sadar begitu, sudah seperti orang putus cinta saja.
Dan kemungkinan temanku sadar akan keanehanku, makanya mengalah dan masuk
Aku pun masuk lagi ke ruang tengah flat, berhati-hati kalau ada yang sadar kalau mataku basah, mengambil penutup kepala dengan sukses, kemudian kembali ke balkon karena nangisnya belum cukup.
Kalau dipikir-pikir sekarang memang aneh sekali, oh saat itu aku juga bingung sih, karena yang kulakukan selanjutnya adalah buka YouTube, terus searching, ‘Why critics can hurt so much”
Video teratas yang muncul milik The Lesson of Life, aku tonton lah sambil nangis sesegukan, aneh banget kan?
Seingatku terakhir nangis sesegukan itu waktu SMP? Atau bahkan SD?
Tapi pertanyaanku terjawab, katanya karena bisa jadi kita sudah penuh dengan rasa benci dan kritik terhadap diri sendiri, saking penuhnya kita tidak punya tempat lagi untuk menampung rasa benci dan kritik dari luar.
Padahal, aku berkali-kali mengatakan kepada diri sendiri pentingnya mencintai diri sendiri,
Nyatanya praktiknya sulit, aku tanpa sadar terus menerus menyalahkan, memandang rendah dan membenci diri sendiri.
Malam itu aku gak bisa tidur, sampai subuh pukul tiga lewat sedikit, padahal belum selesai baca buku untuk ujian besoknya sama sekali.
Aku ingin ngeluh kenapa harus ngirim pesan begitu malam ujian? Apalagi aku sedang baca buku, mana belum selesai banyaaakk.
Tapi yaudahlah mana dia tahu kalau itu akan menyakitiku, mungkin dia mikir kalau aku selalu kuat dan santai ngadepin kritik, which is not true.
Jadi aku cuma tidur sebentar setelah subuh, kemudian bangun pukul 9an, siap-siap untuk ke kuliah, karena sudah ga fokus buat belajar di rumah kendati ujiannya masih jam setengah tiga.
Jadi aku belajar kebut-kebutan dengan mata sembab karena semalaman menangis, badan panas dingin lemas karena tidak tidur, sampai di kuliah pun aku masih mellow-mellow dan berkaca-kaca ketika teringat pesannya.
Aku sampai curiga apa aku mau haid yah, tapi jadwalnya masih minggu depannya lagi, jadi aneh banget kok sensitif sekali. It kinda doesnt make sense.
Aku tidak terbiasa dengan diri sendiri yang sensitif. Haha.
Well, aku akhirnya mencoba memperbaiki diri, terutama mengenai memberikan opini ketika tidak ditanya, walau aku punya alasanku sendiri, aku berusaha untuk gak mengelak,
Dan sejak saat itu aku jadi semakin berhati-hati dalam berbicara.
Ohiya perlukah aku mengutarakan alasanku?
Aku suka sekali diskusi, suka nyambung, makanya sering kali nutup telinga pakai headset, karena otakku suka ribut, terutama kalau dengar orang lain sedang cerita, bicara, dan diskusi
Aku juga mudah terdistraksi, kalau pun lagi fokus, aku kadang masih bisa dengar orang-orang di sekitarku ngomonging apa.
Mungkin juga yang bikin sakit itu karena aku sudah meminimalisir keterlibatanku dalam bersuara, ternyata masih belum cukup.
Atau mungkin karena aku sudah menganggap orang itu dekat denganku, padahal aku nimbrung diskusi itu ke orang-orang yang kuanggap ‘dekat’
Hah, membingungkan ya?
Selain itu, dulu aku sering kali diam dan cuek sampai temanku berdoa supaya aku lebih peduli dan ga cuek di hari ulang tahunku, ketika aku berusaha untuk lebih peduli dan berbicara lebih banyak itu pun masih salah
Ck, yasudahlah, lagi pula kita gak bisa bikin semua orang senang.
Itu kan mustahil.
Mau berusaha sekeras apa pun untuk menjadi lebih baik, bakal ada yang kurang terus di mata orang.
Aku juga masih sering lupa untuk tidak menyamaratakan barometer dan prinsip-prinsip yang kupunya ke semua orang.
Aku sering kali lupa, apa yang membuatku senang belum tentu membuat orang lain senang kalau diperlakukan begitu.
Maksudku, aku mungkin akan senang dan menganggapnya seru kalau ada orang nimbrung ketika aku sedang berdiskusi, tapi orang lain belum tentu begitu.
Ya, intinya menjadi dewasa ternyata memang sulit.
Mari perbaiki diri, maafkan diri sendiri dan orang lain. Kemudian move on.
❤
MO270622_14.12CLT
3 notes
·
View notes
sepertinya perasaanmu perlu dikasih rubber mounting biar masih ada elastisitas walau kena goncangan dan tekanan 🤣
SuryaMataram, dalam temunya menyebut senang ataukah susah tidak lama (konstan) bentuknya didalam hati. walau mungkin menurutku mulur mungket dengan kecepatan beda beda ditiap masing orang orang.
merasa senang, dalam kondisi berjalannya waktu bisa akan bergeser (mulur) berasa kurang dengan apa yang dulunya membuatnya senang, meminta adanya penambahan intensitas rasa senang itu sendiri.
saat merasa sedih, dalam tempo beberapa waktu, setelah memahami apa yang diingininya tak tentu bisa tersampaikan; ada proses mungkret hingga sampai titik equilibrium, batinmu stabil; bahkan ada yang berhasil dipertemukan dengan formula tersendiri
kedua proses itu terus saja berjalan bergantian
tapi dengan sedikit pemahaman mengenai kondisi batin diri pribadi yang memang semacam itu, akan terjadi revolisi didalam diri walau perubahannya macam macam tergantung individu itu;
terdapat similiaritas dari hasil bermeditasi yang memang melatih untuk mengesampingkan respon langsung dirimu terhadap sesuatu yang eketernal dari dirimu.
begitu dari olah temu pikiran dan hati ku terkait pandangan yang dibagikan oeh Suryametaram.
lagi lagi semua butuh ekhtirpasi 🤣
tapi sungguh, candu cinta saat itu membawaku pada rasa takjub akan sang Pemberi Rasa, yang membolak balikkan hati manusia.
hanya dengan sesama mahlukNya saja bisa semacam itu, apalagi kalau emang itu hubungan vertikal yang dirasakan para terpilih. huhuhu
0 notes