Tumgik
#sawang sinawang
galfian90 · 8 months
Text
Makna Filosofis 'Sawang-Sinawang'
Kabeh iku sawang-sinawang
“Kabeh iku sawang sinawang”, begitulah kata seorang yang kalah berdebat. Ia tidak perlu menjelaskan lebih lanjut yang ia maksudkan dengan sawang sinawang karena dianggap pernyataan ini sudahlah benar sebagaimana adanya. Perilaku yang demikian menjadikan pernyataan sawang sinawang tersebut kehilangan makna filosofisnya. Kompleksitas yang terkandung di dalam permasalahan tidak dapat terurai.…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
irfan-bukhori · 1 month
Text
0 notes
salwanada · 9 months
Text
Perjalanan 25 tahun
Kalo gak gagal daftar beasiswa, gagal daftar kampus yang dipengenin sejak S1, tiba" sakit yang harus di kontrol selama 12 tahun kedepan dan patah hati.. aku gak bakal belajar :
1. Belajar buat semua ada masanya.
2. Belajar legowo atas ketetapan Gusti Allah.
3. Belajar tindakan/respon orang lain itu di luar kendali kita.
4. Belajar kalo nanti Allah akan memberikan yang terbaik sesuai apa yang aku butuhkan bukan di inginkan.
5. Belajar buat lebih dewasa dalam menyikapi semua hal yang datang di hidup.
6. Belajar love self first before others.
7. Belajar lebih fokus kepada orang" yg bener" sayang dan tulus
ya meskipun rasanya babak belur, karena datang di waktu yang bersamaan. hancur jujur, nangis entah keberapa kali. makan sampai muntah" padahal sini makannya selalu lahap, sholat, ngaji, kerja habis itu nangesss. aih.. sekarangpun kalo keinget masih sesek tapi ga separah kemarin".
emang di umur 25 harus bisa meraih semua hal? oh tidak. gak harus, semua orang punya timeline hidup masing-masing gak harus di sama ratakan. 25 harus kerja bagus? 25 harus udah nikah? 25 kalo blm nikah nanti ketuaan? 25 harus sekolah luar negeri? wah sebel banget kalo di cap seperti itu. Memang ya hidup sawang sinawang, kita gak bakal tahu apa yang dilalui seseorang dalam mengambil suatu keputusan.
kalo ga patah hati.. aku ga bakal sadar kalo masih banyak yang support sayang tanpa batas. terutama keluarga, sahabat, dan kakak". Alhamdulillah meskipun sekarang lagi fokus nata hidup lagi pelan-pelan supaya sembuh dgn fokus naikin value dan sekolah lagi dengan baik dan lulus tepat waktu aamiin Ya Allah.. doakan yaa🤍
50 notes · View notes
babblingpipit · 4 months
Text
Sawang sinawang
Akhir-akhir nih lagi homesick beratt. Gatau deh perasaan pas di Aussie ga pernah sehomesick ini apa karena makanan Indo gampang didapatkan ya? Kalo lagi homesick gini jadi suka berandai-andai gimana kalo kita menetap di kampung halaman aja, ngeliat temen-temen yang settled di Lombok tuh kayak enak juga aja gitu hidupnya.
Tapi ya sadar diri juga dengan umur yang udah 30 tahun dan karir yang udah setengah jalan juga gabisa impulsif ambil keputusan gede karena konsekuensinya makin besar. Ada karir suami, doi lagi sekolah juga wkwk, belum tar kalo punya anak harus mikirin pendidikan juga ya kan.
Cuma ya udah mau berandai-andai aja disini biar tersalurkan. Melihat potensi diri ini, kayanya ku kerja kalo di Lombok yang paling mungkin adalah jadi pengajar, misalnya dosen. Sekarang tuh lagi delulu banget kalo aku akan happy jadi dosen di tanah air. Meskipun most people who knows me (including Adit) verdictnya sama: jangan. Begitu tau gaji dosen (UI ITB itupun ya bukan Unram yang di daerah), agak shock dikit mayan. Mengingat lulus S2 gaji ku fresh grad di entry level position aja lebih dari itu. Kirain kalo lulus S3 akan gedean dikit lah ya, ternyata jadi akademik mah gitu dimana-mana juga bukan buat nyari duit wk. Terus tapi sama temenku dibilang, kan ada Adit sebagai breadwinner keluarga inih wkw jadi aku bisa kerja cimpi-cimpi aja. Jadilah aku kembali delulu pen jadi dosenn keliatannya tuh nyaman aja gitu kan.
Tapi wondering deh, kapan sih kerjaan tuh bakal jadi kerjaan cimpi-cimpi. Apakah setelah mencapai 5, 10 tahun masa bakti? Kok rasanya kerjaanku (yang notabene sudah lebih dari 5 tahun ngerjain hal yang sama kalo ngitung masa PhD) masih makin susah aja tiap harinya. Masih belum mastering yang ujung-ujungnya bisa dibawa santai gitu loh. Apakah dengan menjadi dosen tuh akhirnya w bisa mastering the subject dan jadinya ga susah kerjanya? Tapi apakah itu yang ku cari dalam karir? Jujur pas dulu ngajar olim sih sempet jenuh ya karena ngerasa udah bisa ngajarin anak sampe level menang inter. Plusnya ngerasa confident kalo ngajar tapi minusnya ya itu, jenuh dan berasa ga belajar hal baru.
Emang tiap tahap tuh sambatnya beda-beda wak. Kerja susah ngeluh kerja boring jg ngeluh. Semoga soon nemu titik yang mana belajarnya udah ga susah-susah banget tapi topiknya tetap interesting! Financial compensationnya oke tapi tetap fleksibel dan di daerah yang gampang nemu makanan enak. AMIN.
16 notes · View notes
sepertibumi · 1 year
Text
[SAWANG-SINAWANG]
"Urip iku sawang sinawang, mulo ojo mung nyawang sing kesawang."
adalah sebuah pepatah Jawa yang masyhur terdengar. Bukan hanya karena mengandung pesan dan nasihat yang mendalam, namun agaknya pepatah ini sangat relate dengan banyak keadaan sosial di masyarakat.
Masa bodoh dengan proses yang orang lain alami, terkadang manusia terlalu gemar menghakimi apa-apa yang nampak di depan mata.
Hal-hal baik dielu-elukan, padahal mereka tak pernah tau berapa banyak aib yang Allah sembunyikan.
Di sisi lain, mereka yang melakukan kesalahan terus dikorek sampai lupa bahwa diri ini sebenarnya juga berpotensi untuk melakukan kesalahan yang sama. Hanya saja masih Allah jaga.
Lagi, pepatah ini mengajarkan untuk fokus pada diri sendiri. Bukan dalam pemuasan ego hingga mengabaikan lingkungan sekitar, tapi dalam pengembangan dan peningkatan kualitas diri.
Mereka yang banyak menengok tak akan sampai. Mereka akan teralihkan dengan hal-hal non-primer dan mengabaikan skala prioritas. Sialnya, fase ini biasanya ditutup dengan membandingkan diri dengan orang lain. Sebuah paket lengkap untuk menciptakan perasaan insecure.
Yang menjadi highlight sebenarnya adalah, bahwa hal-hal yang tak terlihat belum tentu tidak ada.
Seperti pencapaian orang lain yang terlihat begitu menyilaukan, sudahkah kita menilik seberapa banyak keringat dan air mata yang harus mereka tukarkan?
Atau, iri dengan orang-orang yang terlihat begitu beruntung dalam segala hal. Yakinkah bahwa keberuntungan itu terjadi tanpa faktor? Taukah kita apa yang ia lakukan dalam senyap kesendiriannya?
Itulah mengapa kita butuh observasi sebelum menghukumi segala sesuatu. Tujuannya kembali lagi pada diri sendiri, agar kita lebih sadar bahwa sesungguhnya kita semua sama sebagai manusia.
Diberi waktu 24 jam perhari oleh Tuhan, makanan yang berasal dari bumi, menghirup oksigen yang cuma-cuma.
Agar kita kembali fokus untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan setelahnya. Bukan hanya fokus memandang apa yang nampak di depan mata. Tapi juga menelisik apa-apa yang tak terlihat.
Lagi, media untuk membaca bukan hanya buku dan segala tulisan yang tercetak. Namun juga keadaan, lingkungan, serta bagaimana hidup ini bekerja.
24 notes · View notes
secangkirwhitecoffe · 14 days
Text
SAWANG - SINAWANG
sosmed,teman,dulur dan tonggo mu itu bukan pengadilan .
kamu tidak perlu membuktikan segalanya pada mereka .
-sujiwo tejo-
5 notes · View notes
oneofnana · 2 months
Text
Dulu, temen-temen ku selalu bilang "enak yah rumah nya sepi, bebas juga mau ngapain aja, ga akan ada juga yang nyuruh-nyuruh di rumah, kalo minta sesuatu pun tinggal telfon aja tanpa perlu beres-beres rumah dulu, dan lain sebagainya"
Mereka seolah-olah lupa kalo hidup sebenarnya adalah "sawang sinawang"
Kalo begitu, boleh dong aku bilang "enak yah yang pulang sekolah langsung disambut, enak juga yah mereka yang pulang sekolah langsung ada makanan di meja tanpa mikir mau makan apa, enak juga yah rumahnya ramai dan ngga sendirian, enak yah tiap tahun raportnya bisa diambilin sama ortunya, dan hal-hal enak lainnya"
Sudahlah, hidup setiap orang memang berbeda-beda, begitu pun dengan hidup ku, seseorang ngga akan pernah ngerti sebelum mereka merasakannya ☺️
4 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Sawang Sinawang
Tumblr media
Ada yang sudah pernah mendengar “Sawang Sinawang”? Merupakan sebuah ungkapan Jawa mengenai perilaku membanding-bandingkan kehidupan. Mirip dengan: rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau. Gitu hehe.
Judul tulisan ini sudah lama mendekam dalam draft saya, pemaknaan yang muncul dalam sebuah perjalanan di akhir 2018. Saat itu saya sedang mengambil data penelitian di sebuah desa tertinggi di daerah itu. Letaknya di Dusun Surorowo, Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan. Tempat itu tak jauh dari kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Warga Surorowo sebagian besar juga bersuku Tengger.
Saya tinggal selama seminggu di rumah Pak Poniran dan Ummi, gratis dengan fasilitas makan. Semoga Allah berkahi kehidupan beliau aamiin. Beliau merupakan salah satu pemilik kebun apel yang mempekerjakan banyak warga di sana. Karena baru dapat mewawancarai warga sepulang bekerja di kebun, saya memutuskan ikut ke kebun setiap harinya :D. Saya jadi belajar proses berbuahnya apel yang selama ini terkenal dengan “apel malang” itu. Ternyata perlu kita petik dulu daun-daun lamanya, lalu kita beri obat pada tunas-tunasnya. Memanjat pohon apel yang tak tinggi itu, seru juga!
Setiap tengah hari, kami akan makan bersama di kebun. Sederhana, namun bersama selalu terasa lebih nikmat. Huhu kangennya :”). Sembari menikmati makanan, mereka sering bertanya tentang kehidupan saya. Dan terkadang menceritakan hal-hal di sekitar mereka. Oh ya, kami bercengkrama dengan bahasa Jawa. PDKT-able untuk native speaker asli Jawa Timur seperti saya :D
Yang saya rasakan? Wah bahagianya! Bisa meninggalkan sejenak kehidupan kampus dan bergabung dalam aktivitas warga. Sejenak terbesit, “Enak yaa. Di daerah dingin, menanam apel, merawatnya, panen, kalau malam buat api unggun..” Ingin rasanya berlama-lama di sana. Seems joyful!
Tapi bagi mereka tentu beda lagi. Suatu waktu di Bromo, seorang warga bertanya, “Mbak.. Kalau habis kuliah nanti, berarti kerjanya di kantoran ya, Mbak? Enak ya..” Saya terdiam sejenak sebelum menjawab ala kadarnya. Lalu membatin, baru saja saya berpikir pekerjaan mereka enak hehe. Tapi bagi masyarakat yang tinggal di pucuk gunung dengan satu SD yang bersiswa bisa dihitung jari, aktivitas belajar kami adalah hal yang mewah. Potensi pekerjaan kantoran, berseragam necis, adalah hal yang warga idam-idamkan.
Saya kemudian merenung. Selalu saja ada masa, di mana kita melihat hidup orang lain lebih menyenangkan dibanding hidup kita. Padahal hidup kita adalah hidup yang mungkin orang lain inginkan juga. Seperti itu dunia berputar, jika hidup kita sawang sinawang. 
Angan-angan mendekat dalam bayangan. Syukur menjauh dari hati lapang. Keluh membuncah dari diri yang merasa kurang. Ah betapa tak tenang.
Betapapun gemerlap kehidupan orang selalu terlihat menyilaukan. Cahaya bahagia hanya dapat kita temukan dari apa yang ada dalam genggaman.
Banyakin syukurnya yuk, diri!
-------------------
Jogja lagi, 30/12/2022 | 7:45 WIB
13 notes · View notes
lupitamhswri · 1 year
Text
Sawang Sinawang
Sawang sendiri dalam bahasa Jawa artinya melihat dan sinawang dilihat. Tapi tidak untuk diartikan terpisah, karena sawang-sinawang mungkin lebih dari sebuah kata, ini sebuah falsafah/petuah karena punya arti lebih dalam. Petuah ini cukup familiar di kehidupan masyarakat jawa.
"Sejatine urip kuwi mung sawang sinawang" yang memiliki arti "Hakikat hidup itu hanyalah persoalan tentang cara pandang melihat kehidupan"
Mungkin terlihat indah, tapi tak seindah itu. Mungkin terlihat buruk, tapi tak seburuk itu. Setiap memikirkan ini langsung merasa betapa kecilnya manusia dengan berbagai keterbatasan dan kealpa-annya.
Ada orang yang terlihat kehidupannya sangat tertata, bahagia, dengan berbagai pencapaian tanpa orang tahu masalah dibaliknya, betapa berantakan hatinya. Bahkan ketika kita jadi teman terdekatnya, kita terbatas tahu dengan apa yang ingin mereka ceritakan. Kita tidak tahu didalam hati manusia atau mungkin tak perlu tahu biar itu jadi urusannya dengan Tuhan-Nya(?).
Ada yang mengajarkan tentang kebaikan, keharmonisan keluarga, dibaliknya berusaha keras menjaga hidup di beberapa 'universe' dengan mengorbankan kesetiaan demi rasa nyaman dan ego/perasaan tersembunyi. Menggunakan keterbukaan dan kepercayaan jadi sebuah tabir tak kasat mata melakukan penyimpangan. Naudzubillahimndzalik.
Di usia ini, menyadari semakin banyak keluarga teman-teman yang mulai retak dan dihadapkan berbagai masalah yang tak terduga. Ada rasa takut dan hanya bisa berdoa untuk keluarga mereka (dan keluargaku kelak) agar selalu diberi hidayah dan dilindungi Allah. Satu harapanku jika waktuku nanti bertemu dengan seseorang yang mau menghabiskan hidupnya bersama, semoga besar rasa takut kami terhadap Tuhan, karena aku yakin yang bisa menjaga manusia dari perbuatan hina cuma rasa takutnya dengan penciptanya.
Sawang sinawang konteksnya untuk segala hal. Ketika dibandingkan dengan orang lain yang mendapat takdir (yang terlihat) lebih baik, dengan citra dirinya (yang terlihat) lebih menarik. Posisi apik itu ketika sampai pada kita belum tentu pas dan cukup laik.
Kemarin malam, 22.30 WIB secara random ditelepon kakak kelas SMA-kuliah. Bertukar kabar dan update kehidupan maupun rencana-rencananya. Tentang ambisinya menjadi bermanfaat. Dia yang memilih menjadi pedagang, tak peduli kata orang karena statusnya lulusan S2 double degree dari luar negeri. Orang tak tahu berbagai jatuh bangunnya dan rencana hidupnya yang sangat mulia dan berbagai prosesnya. Beruntung mengenalnya dan mengetahui cerita-ceritanya jadi lebih paham jadi tak dangkal menghakimi.
Ya hidup ini sawang sinawang. Lihat lebih dekat, berlapang hati untuk bisa memahami. Yakin Allah maha tahu kapan waktu terbaik, cara terbaik, dan memberi pelajaran terbaiknya.
Sidoarjo, 18 Maret 2023
5 notes · View notes
rrannisatyas · 11 months
Text
Selalu ada “enak kali ya...” ketika membandingkan hidup sendiri dengan hidup orang lain. Padahal belum tentu yang ditampilkannya adalah sebenar-benar sisi terang kehidupannya. Bisa jadi sisi gelapnya lebih banyak. Bisa jadi luka-lukanya disembunyikan dengan sangat rapi, dibedaki, hingga terlihat cantik lalu naik posting. Bisa jadi tangis-tangisnya tak jadi keluar karena hidup menuntutnya untuk kuat dan terus tersenyum walau hatinya meremah. 
"Urip iku mung sawang sinawang”. 
"Tuhanmu tidak pernah salah takar untuk bahagia dan sedihmu. Kalau capek, istirahat dulu, nanti jalan lagi. Biar kamu bisa sadar, betapa kasih sayangNya tidak pernah putus memelukmu.”
@rrannisatyas | Kantor, 8 Juni 2023
5 notes · View notes
srifafa · 2 years
Text
Urip iku Sawang Sinawang
Kalimat jawa itu memang benar sekali bahwa hidup memang sejatinya pandang memandang. Apa yang kita lihat bukanlah hakiki dan sejatinya nyata adanya, barangkali teman kita yang tiap hari tertawa bahagia dia bisa jadi adalah orang yang paling rapat dalam menyimpan kedukaannya.
Bisa jadi orang yang terlihat begitu mudahnya jalan yang ditempuh bisa jadi dia adalah orang yang sedang di jalan juang dan bertahan.
Kuncinya trimo ing pandum dalam keikhtiaran, kesabaran, dan ketawakalan.
12 notes · View notes
ratretpen · 11 months
Text
Sawang sinawang
Di fase yang katanya 'baik-baik saja' tanpa sadar kita lebih suka membandingkan diri kita dengan orang lain. Entah dari sudut pandang apapun dan manapun. Padahal apa yang kita lihat sekarang belum tentu sama dengan realitanya.
Kamu nggak sendiri, semua orang juga menjalankan peran yang sama sepertimu atau mungkin ada yang diuji melebihi kamu. Tinggal bagaimana cara kamu menjalaninya.
Yuk, belajar mensyukuri apa yang kita miliki sekarang. Jalani peran terbaik yang ditakdirkan sekarang. Berhenti menjalani peran seolah-olah dunia terlalu kejam untukmu sendiri.
4 notes · View notes
gladiollsusi · 1 year
Text
Rangkaian perayaan Paskah tahun ini cukup sepi karena merayakannya jauh dari keluarga. Tahun lalu, masih bisa melewati rangkaian perayaan Paskah bersama keluarga.
Agenda rutin dari momen Paskah adalah ziarah dan bebersih makam Bapak. Sebelumnya pasti udah siapkan bunga segar untuk dibawa ke tempat Bapak. Sambil bebersih makam, sambil mengingat-ingat kembali hari hari dulu ketika bapak masih ada.
Rasanya agak aneh ketika sekarang semua itu tidak lagi bisa dilakukan.
Tadi pulang Gereja pagi langsung cuci pakaian, masak, bebersih kos, setrika pakaian, beresin lemari pakaian. Capek tapi setidaknya aktivitas tersebut cukup produktif 😂
Merantau dan tinggal jauh dari keluarga tidak selalu mudah. Kadang ya rasanya menyenangkan karena tidak ada drama ini itu. Tapi seringnya merasa sepi apalagi pada perayaan tertentu ☹️
Heuhhhh, padahal dulu ku menggebu gebu pengen pindah dan memulai kehidupan baru di tempat sekarang. Lah sekarang, terkadang masih bimbang dan bertanya-tanya tentang mengapa dan untuk apa 🥲😅
😤
Heheheh, gitu ya manusia ini. Aneh dan plin-plan. Sebentar mau nya ini. Sebentar mau nya itu.
Tapi ya udah. Mari kita hadapi semua proses ini. Naik turunnya. Sedih dan senang nya. Manis dan pait nya. Sama seperti musim yang berganti, perasaan ini pun kelak akan berganti. Amin ✨
Bersyukur karena akhirnya bisa pindah ke tempat kos yang sekarang. Ibu kos nya baik banget. Penghuni kos yang ramah. Banyak tempat makan dan jajan di sekitar kos. Jadi suasananya gak sendu sendu amat.
Mungkin memang benar, gak ada hal yang benar benar bisa ideal. Semua ada kurang lebihnya. Kita yang harus beradaptasi dan belajar menerima.
Kata teman aku, semua udah punya porsi nya masing masing.
Sawang sinawang ✨
5 notes · View notes
jejakperadaban · 2 years
Text
Hidup itu cuma sawang-sinawang.
Nggak jarang, kita ngelihat orang lain seolah nggak ada masalah. Hidupnya aman. Finansial aman. Kesehatan terjaga. Keluarga harmonis. Hobi jalan-jalan keluar kota mulu. Pekerjaan nyaman. Rumah sudah punya dan nggak ngontrak. Temannya seabreg. Sahabatnya supportif.
Seolah kita bilang, "Apa sih yang kurang dari dia? Semuanya serba tercukupi!"
Yaa covernya aja begitu. Padahal, kita nggak pernah tahu masalah orang, kan? Kita nggak tahu seberat apa beban di pundaknya. Kita nggak tahu secapek apa dia ngejalaninnya. Tapi, dia berusaha mengabarkan ke dunia ini kalau dia baik-baik aja.
Pun, seolah bilang, "Kenapa semua masalah ditimpakan kepadaku?" Seolah beban kitalah yang paling top beratnya. Yang lain mah beng-beng:') Seolah kita doang yang capek.
Tolonglah, percaya aja. Semua itu bukan beban, bukan beban, bukan sama sekali. Semua itu adalah 'ujian'. Gimana kita bisa mencapai kemenangan kalau kita nggak ngelewatin ujian, kan?
It's okey kalau kamu capek. It's okey kalau kamu ngerasa lagi banyak ujian. It's okey. Tenang, kamu ga sendiri ko. Saat semua orang ngga ada yang bisa bersama kamu, Allah ga akan pernah ninggalin kamu. Sama sekali.
Ingat, saat nggak ada pundak untuk bersandar. Saat nggak ada telinga untuk mendengar. Masih ada sajadah untuk bersujud:')
💙💙💙
7 notes · View notes
rismaisnayah · 1 year
Text
Masih boleh insecure ?
Sering sekali mendengar kalimat "Hidup itu sawang sinawang" artinya adalah "hidup itu saling melihat, kita melihat orang bahagia orang melihat kita bahagia atau sebaliknya".
Yang sering kita lihat adalah apa yang tampak di luar saja, karena memang sulit sekali melihat sampai ke dalam dalam. Tetapi paling tidak kita mencoba memahami konsep dari "saling melihat" bagaimana kehidupan kita pun orang lain berjalan.
Selama kita masih hidup di dunia ini, yang barangkali perlu kita pahami adalah semua orang akan merasakan hal yang sama tetapi mungkin pada waktu dan kesempatan yang berbeda. Kita semua akan merasakan bahagia, sedih, cukup, berjuang, tersenyum, menangis, lega, dsb.
Moment moment itu akan kita rasakan, selama nafas masih terkandung di badan. Namun yang berbeda satu dengan yang lainnya adalah waktu (masa) kita merasakannya dan pada kesempatan (hal) apa kita merasakannya. Karena ujian hadir disesuaikan oleh Allah dengan kemampuan diri kita dalam menanggung beban. 
Kesadaran ini perlu dipahami kala kita merasa insecure dengan apa yang menurut kita tampak sempurna dalam hidup orang lain. Bahwa pada kenyataannya kita :
Hanya melihat apa yang tampak
Kita tidak benar benar bisa melihat sampai ke dalam hidup orang lain
Kita belum memahami konsep penerimaan
Kita belum benar benar bersyukur akan apa yang hadir dalam hidup kita hari ini
Kita belum beranjak untuk berbenah
Lalu bukan berarti kita memandang sisi kehidupan orang lain semuanya menjadi negatif. Yang tidak terlihat membahagiakan bagi kitapun terkadang bagi orang lain hal itu cukup untuk mengukirkan senyumnya.
Sekarang ini, bukan lagi melihat kehidupan orang lain untuk dibandingkan dengan kehidupan kita, tetapi lebih dari itu kita melihatnya untuk dijadikan pembelajaran dalam perjalanan hidup kita. Pembanding yang sebenarnya adalah kita saat ini dengan kita sebelum sebelumnya, sudahkah menjadi lebih baik atau justru sebaliknya ?
Barangkali kita boleh insecure pada beberapa orang :
Orang kaya yang sedekahnya tidak kalah kaya
Orang pinter yang terlihat biasa saja
Orang yang sederhana tetapi amat mensyukuri hidupnya
Orang yang dikala sempit masih mengupayakan untuk berinfaq
Orang yang memiliki jiwa bertumbuh dan bijaksana
Orang yang selalu dekat dengan RabbNya, bagaimanapun kondisinya.
2023 beberapa langkah lagi, untuk diri yang masih sering dan suka beralasan akan hal hal baik yang mestinya dikerja, ayok kita berbenah. Kita bereskan alasan alasan itu dan ganti dengan susunan susunan rencana penuh optimisme, untuk pelan pelan kita ceklist mana mana saja yang berhasil dikerja.
Proses itu istimewa, mari kita nikmati proses itu, dan tentu yang selalu menjadi harapan sekaligus usaha agar Allah hadirkan penerimaan terhadap ketetapan yang Dia perjalankan dalam hidup kita setelah ikhtiar dan doa yang kita kerja.
Dan yang paling ingin dimiliki oleh semua orang sebetulnya adalah ketenangan, kedamaian, ketentraman yang hadir dalam hidupnya.
3 notes · View notes
alvianita-fa · 1 year
Text
Urip iku mung sawang sinawang, mulo aja mung nyawang sing kesawang
_hidup itu hanya pandang-memandang. Maka jangan hanya melihat apa yang terlihat_
Apapun nikmat yang orang lain terima itu karena memang Allah menilai orang tersebut berhak menerima.
Jadi jangan membandingkan hidup kita dengan orang lain. Bisa jadi Allah memberi nikmat pada orang lain tersebut karena Allah telah mengujinya dengan ujian pahit yang tidak pernah kita terima.
Kenapa Allah tidak memberikan nikmat itu pada kita? Bisa jadi karena menurut Allah kita belum butuh. Bukankah Allah selalu memberi yang kita butuhkan. Bukan kita inginkan?
Inginnya kita begini, tapi Allah inginnya begitu. Inginnya manusia sering kali hanya nafsu belaka. Sedang inginnya Allah adalah yang terbaik untuk makhluk-Nya
Umma Hilya/alvianita.fa
2 notes · View notes