Tumgik
khoirun07 · 3 years
Text
Jangan bertanya.
Apa yang ingin kamu tanyakan?
Apakah kabarku ataukah basa-basi mu?
Aku hanya bisa menunduk ketika memberitahu mu.
Jangan bertanya jika hanya ingin memancing ku memberikan jawaban untukmu.
Kali ini aku hanya bisa menjawab iya dan tidak.
Jangan tanya kenapa, aku tidak lebih dari yang kamu tahu dan aku pun tahu.
14 notes · View notes
khoirun07 · 3 years
Text
Marah
Boleh tidak, jika aku marah hanya karena pembicaraan orang yang menyinggung orang-orang terdekat ku?
Jujur saja aku tak mampu untuk menahan emosiku, tapi mereka bilang di situlah aku sedang di tanya. Apakah kamu seorang pandai marah? Atau seorang pandai besi?
0 notes
khoirun07 · 3 years
Text
Apa?
Semua hal yang bahkan tidak ku ketahui, terkadang hanya membuat luka menjadi nyeri.
Harapan dan dambaan setiap manusia yang memiliki hati, pastilah yang terbaik untuknya .
Namun, semua hancur ketika angin topan datang menerjang dan menghancurkan bangunan yang telah di bangun.
Tumblr media
0 notes
khoirun07 · 3 years
Text
Rintik hujan
Hanya awan kelabu yang menghalangi sinar matahari untuk menerangi bumi.
Rintikan hujan menemani baringku.
Sendu, itulah perasaan ku.
Tak hanya menandakan hati yang sedang merasa tabu.
Juga sebagai tanda bimbang ya jiwaku....
Writer: Khoirun Nasihin
Editor: Kinanti
Tumblr media
2 notes · View notes
khoirun07 · 3 years
Text
Perjalanan ku
Aku berjalan menapaki bukit terjal tak ada jalan.
Kakiku nampak terluka dan mengeluarkan darah karena goresan batu yang tajam.
Ingin mengeluh dan berhenti rasanya, tapi bukankah tujuanku masih jauh di puncak sana?
Akan kah aku harus tetap berjalan di keadaan seperti ini?
Nampaknya ekor sinar matahari pun menyembul di balik awan dan segera hilang.
Menampilkan rona jingga di ufuk barat bumi khatulistiwa.
Sunyi, hening, dan sepi.
Disinilah aku sekarang.
Tempat yang jauh dari jangkauan masyarakat.
Tempat yang binatang buas dan melata tinggal.
Aku masih berdiam ditempatku beristirahat.
Mengamati pergerakan awan malam juga sinar bulan yang sedikit redup dan bintang yang gemerlap.
Aku masih bertanya "untuk apa aku berjalan sendiri di tengah hening, sunyi dan sepi ini?"
Aku menyandarkan kepalaku pada batang pohon di samping ku.
Masih saja aku bingung, "mengapa harus berjalan di bukit terjal ini, malam, sendirian bahkan hanya berbekal satu kotak makanan"
Apa yang kalian pikirkan?
Apa kalian tetap melanjutkan perjalanan ini?
Kita tidak tahu apa sebenarnya yang ada di puncak bukit ini.
Tapi kita memiliki tujuan untuk tetap sampai di puncak bukit.
Lelah? Jangan di tanya, berdiri pun enggan rasanya.
Bergegaslah aku meraih sebuah dahan kayu kering
Ku jadikan ini sebagai alat bantu untuk aku berjalan.
Aku tak tahu, mengapa tetap ingin melanjutkan perjalanan ini.
Yang ku tahu, "capai lah tujuan kita, untuk hasilnya biarkan Tuhan yang menentukan"
"sesulit apapun jalan yang kau tempuh, Tuhan sudah pasti menentukan apa yang akan menjadi hasil untukmu, percayalah Dia akan memberikan kemudahan untuk mu"
By: Khoirun Nasihin
Writer: Kinanti
Editor : Kinanti
0 notes
khoirun07 · 3 years
Text
tirtayasa
merdu bak percikan air
yang mendayu bebatuan
hangat bagaikan mentari
yang menyapaku setiap pagi
15 notes · View notes
khoirun07 · 3 years
Text
Agamaku dan Tuhanku
Alfin adalah sesosok remaja biasa, dan standar remaja umumnya. Namun, ada satu pertanyaan yang selalu dia pikirkan.
"Apa tujuan hidupku dalam beribadah kepada Tuhan?"
Ia lahir dalam keluarga yang beragama Islam dan bisa dibilang sangat religius.
Mencari sebuah kebenaran adalah tujuannya, menilik sisi agama yang satu dengan yang lainnya. Bercampur antara agama satu dan agama lainnya. Namun, belum juga dia menemukan ketenangan.
Sisi lain dari hidupnya adalah untuk menemukan jalan hidup yang memang ingin dia capai yaitu adalah 'bermanfaat untuk lingkungan sekitarnya' 
Ia belajar berbagai agama, mulai dari agama yang di turunkan oleh keluarganya yaitu Islam, lalu belajar agama Katolik, Hindu, dan Budha. Ia sadar, "agama bukanlah sebuah bentuk tuntutan keluarga, tapi agama adalah pilihan setiap individu".
Didalam agama katolik ia menemukan tentang pemahaman kasih yang dititik beratkan pada ajarannya, dari Hindu ia belajar bagaimana berkata jujur, dan dari Budha ia belajar tentang mindfluness. Namun, ia juga tetap mempelajari agama Islam yang telah menjadi role model nya dan juga telah di ajarkan oleh keluarganya.
Alfin bimbang akan dirinya "bagaimana diriku ini?". Mungkin jiwa sesosok remaja yang masih labil saat ingin menggali tentang jati diri pun turut bergelut dalam pikirannya.
Ia percaya semua agama itu menuju pada sebuah kebaikan, namun untuk percaya pada satu Tuhan? Apakah hanya Islam yang mengajarkan itu, ia melihat bagaimana teman-temannya menjalankan sholat 5 waktu dengan amat senang dan bahagia, berpuasa lalu berbuka bersama, seakan menunjukkan 'inilah manusia, bukan hanya untuk beribadah, tetapi juga untuk saling berkasih sayang'.
Ia masih tetap bergelut pada kelabilannya, pada akhirnya ia di tempatkan pada sebuah pesantren yang memiliki ribuan santri. Lantas ia bergaul dengan teman baru, lingkungan baru, dan kehidupan baru. Ia tak habis pikir bagaimana bisa satu kitab Al-Qur'an setebal itu bisa di hafal bahkan pas sekali dengan tanda bacanya. Ia terkagum-kagum, mendengar lantunan ayat suci Al-Qur'an yang dilantunkan oleh teman-teman santrinya.
"Oh Allah, inikah agama yang engkau benarkan" Alfin tersenyum, bagaimana bisa dia menghafal ribuan hadist serta ribuan ayat Qur'an dengan begitu tepat?
Alfin mulai mencoba untuk menghafal Al-Qur'an dan belajar dari hal yang mendasar tentang Al-Qur'an. Berbulan-bulan ia belajar menghafal Qur'an hingga pada tahun ketiga nya di pesantren itu, nampaklah hatinya merasakan ketenangan, memberikan kebahagiaan tersendiri dalam dirinya, di gagalnya 30 jus Al-Qur'an, bahkan hampir seribu hadist di hafalnya. 
Muncullah pertanyaan baru 'apakah aku bisa mengamalkan ini?' belajar mengerti arti dari kehidupan menuntun pada sifat para Ambiya. 
"Ya Allah, setelah aku tahu, diriku ini begitu labil, mencari tahu tentang suatu kebenaran, namun aku tetap kembali pada-Mu" 
Sekali ia mulai terjun di masyarakat, mengajari anak-anak kecil membaca Al-Qur'an, hingga ia menemukan ketenangan dalam dirinya.
"Apaka ia bahagia?' Tentu.
"Tapi, apakah cukup untuk memenuhi materi kehidupannya?"
Insyaallah masih lanjut ...
Ib: Narendra Pawaka
Writer: Khoirun Nasihin
Editor: Kinanti
1 note · View note