Tumgik
#idealisme
byrenfa · 2 months
Text
Semoga Bukan Terakhir
Tumblr media Tumblr media
Terlalu berprasangka buruk mereka bilang.
Memang. Setidaknya itu yang aku pelajari dari himpunan hijau hitam yang membawaku turun ke jalan. Harus melawan, kanda bilang. Telinga kita harus runcing mendengar tangis, mulut kita harus lantang menentang yang bengis.
Terlalu menggebu sebagian yang lain bilang.
Memang. Kata ayah, "biarkan apinya tetap menyala". Maksud ayah mungkin menyala dengan api sedang, tapi aku terlanjur menyiramnya dengan banyak patah dan kecewa. "Sebelum anginnya bertiup lebih kencang, sebelum hangatnya mulai melemah, sebelum sumbunya dicabut tak tersisa."
Aku sudah diperingatkan mantan temanku, "nanti juga kamu bakal malu sendiri". Aku memilih menjadi tuli. Jika aku keliru hari ini, memang apa salahnya tetap mencari sambil mengekspresikan diri? Jika aku keliru hari ini, memang apa salahnya jika di kemudian hari aku sudah lebih bijak dan mau tak mau menjilat ludah sendiri? Lagipula yang kujilat ludahku sendiri, bukan pantat oligarki apalagi zionis.
Jadi kubiarkan tetap menggebu, setidaknya sampai esok hari.
Ditemani lagu dua lipa dan stray kids, yang sesekali kuselipkan buruh tani dan ayat kursi, malam ini aku akan terjaga lagi hingga pagi. Mencurigai diri sendiri dan tirani, "besok masih mampu gak ya aku kayak ini?"
Boleh jadi esok aku sudah berubah.
Tak lagi meributkan hal yang 'tak penting', tak lagi melibatkan diri pada perdebatan penuh emosi, tak lagi 'sok-sokan' memikirkan negeri. Boleh jadi esok aku sudah berubah, menjadi lebih bijaksana, lebih adil, lebih realistis, lebih oportunis, atau menjelma persis seperti para abangda yang lebih dulu memilih untuk bungkam dan sunyi.
Jadi kubiarkan tetap menggebu, setidaknya sampai esok hari.
Sampai dipadamkan dengan paksa, entah oleh penguasa atau kepentingan perut dan ego yang meronta.
Ciputat, 24 Februari 2024
[Kutulis sebagai arsip, sebelum kelak idealismeku habis digerogoti realita]
5 notes · View notes
abbasalharik · 2 years
Text
Penyakit Materialisme di Mimbar-Mimbar Masjid
Tumblr media
Khatib jumat di dekat asrama adalah khatib terbaik menurut saya setelah Syekh Makki di Masjid Sahabah, Bawwabat. Selain teknik (intonasi, gerakan tangan, mimik wajah), materi khutbahnya juga bernas. Dari khutbahnya nampak kalau dia adalah orang yang banyak baca.
Dan khutbah hari ini adalah salah satu khutbah terbaik. khatib bicara 3 bahaya yang mengancam umat hari ini dan di masa depan. Tiga hal itu adalah: ateisme, penyimpangan seksual dan narkoba. Materi yang esensial dan menyentuh problematika umat.
Tapi, saya punya sedikit kritik terkait khutbah jumat hari ini. Sedikit sekali. Sakin sedikitnya mungkin yang baca tulisan ini agak kesulitan menangkap bagian mana yang dikritik.
Khatib jumat mengisahkan satu kisah yang dirawayatkan oleh Ahmad Syakir (w. 1958 M) dalam bukunya Kalimah Al-Haq. Begini cerita ringkasnya:
Seorang alim dan khatib di Mesir berkhutbah. Kebetulan di antara jamaat waktu itu ada Raja Husein dan Sastrawan Mesir Taha Husein.
Alim tadi melontarkan sebuah syair yang menyanjung Raja Husein dan terkesan merendahkan nabi. Muhammad Syakir (ayah Ahmad Syakir) yang kebetulan hadir waktu itu langsung menyanggah khutbah tersebut. Berita ini sampai ke telinga Raja Husein. Akibatnya, si khatib langsung dicopot dari jabatannya dan dilarang khutbah di berbagai tempat.
Ahmad Syakir sebagai perawi kisah bertutur kalau si khatib ini akhirnya jatuh miskin dan ditemukan gelandangan di pintu-pintu masjid. Kemudian Ahmad Syakir bilang kalau inilah akibat dari merendahkan nabi.
Khatib jumat hari ini sebenarnya mendengar kisah ini dari syekhnya di majelis Muwattho. Khatib bercerita, setelah syekh menceritakan kisah itu, syekh meminta tanggapan murid-muridnya. Maka salah satu yang hadir saat itu angkat tangan dan berkomentar,
"Masalahnya si alim ini kenapa ia tak berbisnis atau membuka usaha saja dan tak hanya bergantung dengan gajinya sebagai khatib.!?"
Syekh yang mendengar itu langsung berseloroh,
"Sungguh Barat telah menjajah bahkan sampai ke majelis ilmu kita".
Khatib jumat melalui kisah di majelis muwattho ingin mengingatkan penyakit materialisme yang menjangkit umat. Buktinya jawaban yang terlontar di majelis tadi.
Tapi kalau kita perhatikan lagi, sebenarnya yang mengajarkan materialisme terlebih dahulu adalah syekh itu sendiri melalui kisahnya. Jelas sekali di kisah itu dampak materi (jatuh miskin) digaris bawahi dengan spidol merah. Syekh, Ahmad Syakir, dan Khatib jumat seolah ingin mengatakan, "lihatlah azab orang-orang yang menghina nabi, mereka jatuh miskin!".
Model berpikir inilah yang memenuhi mimbar-mimbar masjid, diajarkan guru agama dan orang tua sejak dahulu. Nilai dan ajaran agama selalu dipromosikan dengan dampak materi.
Misal, kena longsor gara-gara banyak perzinaan, anak durhaka nanti matinya jadi ikan pari, orang yang makan harta haram nanti matinya dengan perut buncit penuh nanah atau baca surat tertentu buat kaya, rajin salat malam buat tubuh sehat dan bugar. Gaya ceramah model ini yang mengisi mimbar masjid umat dan indonesia (terkhususnya). Dan saya menyaksikannya sendiri waktu pulang ke Indonesia kemaren.
Padahal, Al-Quran ketika mensyariatkan salat, puasa, zakat dan haji selalu menjelaskan hikmah nya secara maknawi.
Salat:
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَاۤءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ یَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ
[Al-Ankabut 45]
Puasa:
لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
[Al-Baqarah 183]
Zakat:
خُذۡ مِنۡ أَمۡوَ ٰ⁠لِهِمۡ صَدَقَةࣰ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّیهِم بِهَا
[At-Taubah 103]
Haji:
لِّیَشۡهَدُوا۟ مَنَـٰفِعَ لَهُمۡ وَیَذۡكُرُوا۟ ٱسۡمَ ٱللَّهِ فِیۤ أَیَّامࣲ مَّعۡلُومَـٰتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِیمَةِ ٱلۡأَنۡعَـٰمِۖ
[Al-Hajj 28]
Agar jiwa bersih. Bukan badan sehat. Agar mengingat Allah. Bukan biar kaya.
Respon yang terlontar di majelis Muwatto adalah respon yang wajar. Sekaligus kritis. Ya, agar tak jatuh miskin caranya belajar perencanaan finansial, bisnis, investasi, kerja. Kalau ingin dapat nilai bagus adalah dengan belajar. Rasanya tak ada orang berakal yang menolak kaedah ini.
Trus Allah kamu kamu letakkan dimana?
Allah selalu kita ingat selama kita terus melaksanakan salat lima kali sehari semalam. Selama dua kalimat syahadat terus kita pegang erat.
Kita ingat Allah dengan cara memperhatikan aturan-aturan-Nya. Ketika bekerja, bekerja dengan jujur dan tak zalim. Ketika berbisnis, berbisnis dengan yang halal. Ketika ujian tak curang. Ketika sudah mengerahkan seluruh usaha tapi tetap gagal, maka ingat qadha dan qadar Allah. Beginilah makna hakiki dari mengingat Allah. Itulah mengapa disyariatkan salat lima kali sehari semalam. Agar hati manusia terus terpaut dengan Sang Pencipta. Ketika hati terpaut dengan-Nya, ia akan terdorong untuk meninggalkan larangan-Nya dan bersegera melakukan perintahnya-Nya.
Itulah beda orang yang ingat Allah dan tidak. Antara beriman dan yang tidak beriman. Mereka yang tidak ingat Allah mungkin dalam bekerja bisa saja menghalalkan segala cara. Ketika mereka gagal dalam usaha, mereka akan putus asa. Pikiran mereka terbatas pada materi. Karena bagi mereka hidup itu cuma satu kali. Dan kebaikan itu cuma materi. Mereka tak mengenal istilah pahala, berkah, rahmat, dan ampunan Allah.
Setiap manusia berkesempatan menjadi kaya raya. Setiap manusia berkesempatan jadi orang sukses. Tapi yang membedakan seorang muslim adalah mereka punya prinsip-prinsip yang tak terima kompromi (tsawabit). Selain itu mereka punya pandangan jauh melampaui hal-hal materi. Karena mereka beriman pada Allah dan hari akhir serta mereka memiliki syariat yang mengatur kehidupan mereka. Oleh sebab itu dalam Al-Quran orang yang tak beriman memiliki hidup yang sempit,
وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِی فَإِنَّ لَهُۥ مَعِیشَةࣰ ضَنكࣰا وَنَحۡشُرُهُۥ یَوۡمَ ٱلۡقِیَـٰمَةِ أَعۡمَىٰ
[Tha-Ha 124]
Hal-hal maknawi mengambil porsi besar dalam agama. Agama ada agar mendidik sisi ruhiyyah dan mengikis kotoran-kotoran materialisme dari jiwa manusia. Dalam Al Quran sediri dikatakan,
قَدۡ أَفۡلَحَ مَن زَكَّىٰهَا ۝ وَقَدۡ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا
[Asy-Syams 9 - 10]
Dua ayat ini kata para ulama menjadi salah satu tujuan utama penciptaan manusia. Yaitu mensucikan diri. Dan agama ada untuk merealisasikan tujuan-tujuan penciptaan manusia.
Masalahnya, kebanyakan orang adalah hamba oportunis. Mengingat Allah ketika susah saja. Berdoa ketika ada maunya saja. Allah baginya hanya di masjid dan di tikar sajadah. Baginya agama adalah jembatannya meraih dunia. Agama malah menyuburkan benih-benih materialisme dalam dirinya.
Kalau kita resah dengan penyakit materialisme yang menjangkiti umat, mungkin salah satu yang berkontribusi menebar penyakit ini secara tak sadar adalah para penceramah yang banyak tahu tapi kurang hikmah.
Kairo, 30 September 2022
7 notes · View notes
information-2-0 · 7 months
Text
youtube
0 notes
kbanews · 8 months
Text
Pesan Anies di Jambore Restorasi, Kader NasDem Penting Membawa Gagasan Baru dan Menjaga Idealisme
JAKARTA | KBA – Partai NasDem Jawa Tengah (Jateng)  menggelar Jambore Restorasi Partai NasDem. Bakal calon presiden (Bacapres) Anies Baswedan turut hadir dalam Jambore Restorasi Partai NasDem  Jateng Kehadiran Anies menjadi semangat tambahan bagi para kader Partai NasDem. Dalam orasinya, Anies menilai Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah kekuatan Partai  NasDem. “Semoga Jambore ini bukan…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
dharomunthe · 1 year
Text
Mengenalmu Itu Tak Mungkin
Kamu dan Namamu Sebelumnya, sejauh kutahu: Kamu itu ada dua. Satu, kamu. Dua, siapa sebenarnya kamu. Oh iya. “Dea namaku”, katamu waktu itu. Kutahu, lengkapnya: Idea. Kamu yang Kukenal Maka, semua berubah sejak saat itu.  Kau kupakai dimanapun dan kapanpun aku mau. Untukku. Baju yang kupakai ya baju yang pernah kamu lihat. Celana yang kukenakan ya celana yang pernah kamu setrika. Bahkan, tubuh…
Tumblr media
View On WordPress
1 note · View note
maitsafatharani · 10 months
Text
Ridha
Dulu, jauh sebelum menikah, aku punya banyak keinginan. Melihat berbagai teori idealnya rumah tangga bersliweran di media sosial, tak urung juga memunculkan bersit-bersit imajinasi.
"Ah semoga nanti aku dan pasanganku bisa..."
Titik-titik yg diisi dengan berbagai idealisme pernikahan.
Bukan, bukan hal seperti: harus sering keluar bareng, gandengan tangan terus, mengucapkan cinta setiap hari, dll. Aku sadar diri juga aku bukan tipe orang yg seperti itu hehe.
Aku kira, rumah tangga yg baik harus punya visi misi pernikahan dan menuliskannya. Aku kira, rumah tangga yg baik harus punya target keluarga yg tercatat rapi. Dan banyak aku kira aku kira lainnya.
Namun semakin mendekati hari pernikahan, kesemua ingin itu tidak lagi terasa begitu menggebu. Sebelum hari H pernikahan, doaku semakin sederhana.
Semoga kami menjadi pasangan yang ridha satu sama lain. Membangun keluarga yg di dalamnya dipenuhi keridhaan dan kebersyukuran.
Entah berapa kali aku termenung-menung sendiri saat berdoa. Kadangkala meneteskan air mata. Ada rasa takut, kuatir diri ini tidak bisa memerankan peran barunya dengan baik. Apalagi dengan kekurangan yg berserakan disana-sini.
Apakah suamiku, mertuaku nanti bisa dengan mudah ridha atasku?
Pertanyaan yg seringkali mengganggu pikiranku saat itu. Terlebih kata orang, 5 tahun pertama adalah yg tersulit. Sesulit apa kira-kira?
Dan tanpa terasa, sekarang sudah hampir 1 tahun usia pernikahan kami.
Satu tahun yg bagi satu sama lain adalah satu tahun penuh pembelajaran baru. Saling menyesuaikan diri, membenahi diri, saling menambal kurang satu sama lain.
Sampai hari ini, aku tidak pernah benar-benar tahu apa jawaban pasti dari pertanyaanku. Apakah suamiku ridha? Apakah mertuaku ridha? Dan seluruh keluarganya pun ridha?
Namun yang pasti, satu tahun yg berlalu telah mengurangi banyak ketakutanku. Satu tahun yg berlalu ini telah membuatku begitu banyak bersyukur. Satu tahun yg membuatku tahu, pasangan dan keluargaku memiliki hati yg lapang untuk menerimaku dalam kehidupannya.
Dan aku pun, menemukan apa yang aku cari.
"Semoga Allah mempertemukanku, dg siapa pun yg saat aku melihatnya, hanya doa-doa baik yg terbesit dalam hati."
Semoga keluarga kecil ini, senantiasa dilimpahi keridhaan Allah di sepanjang jalannya.
Alhamdulillahilladzi bini'matihi tatimmush shaalihaat.
411 notes · View notes
kayyishwr · 5 months
Text
Tumblr media
Nemu komentar ini di salah satu akun alumni Rumah Kepemimpinan yang di luar ekspektasi orang soal anak RK wkwk
Ya anak RK tu identik sama aktivis, akademis, eh Abang ini malah bikin meringis (soalnya kocak wkwk)
Tapi begitulah kata ust Musholi pembina RK, anak RK ada dimana-mana tapi gak kemana-mana, maksudnya?
Ya anak RK menyebar dimana-mana tapi valuenya gak kemana-mana (saking melekatnya idealisme yg dibaca tiap apel pagi)
Contohnya lagi abang ini nama akunnya di IG @firufd mau bikin show judulnya "Kok Rajin Sholat"
Iya saking bingungnya, orang ngelakuin rukun islam kedua langsung dibilang rajin sholat, padahal emang itu standarnya wkwk
Ditambah komen yang jadi gambar buat postingan ini, itu emang standar😅 jadi harusnya biasa aja gitu
Trus apa yg rada tinggi dikit standarnya? Ya disaat amalan pribadi yang dilakukan seorang muslim bisa berdampak buat orang lain; tidak dzolim, tidak korupsi, dsb
Klo kata Eca nasehatin Desta di konten Main Hakim Sendiri "Emang udah tua kudunya sadar, SHOLAATT!!" Wkwk
119 notes · View notes
edgarhamas · 1 year
Text
Mungkin Ini Adalah Salah Satu Tulisan Saya yang Paling Realistis
Di waktu kapan kita menyadari bahwa kita tak sehebat pujian orang-orang terdekat kita?
Ketika ternyata setelah bertemu orang yang lebih banyak dan lingkungan yang lebih heterogen, kita sadar bahwa kita ternyata biasa-biasa saja.
Saat-saat itu bisa jadi adalah patah harapan pertama bagi setiap orang. Terlebih bagi mereka yang di masa kecilnya hidup dengan pujian dan apresiasi yang membanjir.
Kemudian ia menjelajah; berkontes dengan lingkungan yang lebih besar sampai sadar: ternyata aku tak sehebat itu.
Sebagian masih bertahan dengan idealisme dan mimpinya; masih menganggap ia hanya butuh sedikit sentuhan untuk melesat dan jadi seperti yang ia rasakan dulu.
Sebagiannya lagi memilih jadi medioker; dan itu pun pilihan. Makin dewasa, kita tahu tak semua orang harus jadi bintang.
383 notes · View notes
mengejasendu · 7 months
Text
Tumblr media Tumblr media
Mengingat dialog sama diri sendiri (dulu pas masa pre-klinik) yang isinya perdebatan tentang idealisme, konsistensi prinsip, mengenali diri untuk menemukan bingkai diri yang disebut "passion" atau "jati diri" atau anggap aja belajar membaca peta diri menuju "tingkat maturasi" yang diinginkan banyak orang dewasa. 
Berkeinginan punya hasrat yang Istiqomah untuk mengasah diri, memberikan sebagian dari diri untuk percaya bahwa tidak ada yang lebih bahagia menjalani hidup dengan mindfullness menyadari bahwa aku menikmati itu semua, meski harus berkali-kali dikecewakan, dikhianati atau harus bersusah payah belajar untuk tidak menyalahkan diri.
Semakin kesini dengan abu-abunya kedewasaan, ternyata modal tabunganku berproses sedari dulu sama sekali masih jauh dari kata cukup untuk membendungi pribadi, untuk membentuk karakter ideal dalam diri. 
Pernah nggak sih kalian merasa diposisi bahwa life battery kalian udah nggak optimal untuk menyerukan ambisi, udah loyo untuk tetap keras kepala belari sama fastabiqul khoirot, udah kosong untuk konsisten sama hal-hal besar?
Rasanya cuma kepengen hidup jalan aja, ga perlu muluk-muluk harus A atau B. Dulu ada temen deket pernah bilang bahwa; 
"Salah satu hal yang paling berat dalam hidup adalah Istiqomah dan tidak ada istiqomah selain lebih istiqomah."
Ternyata memang seperti itu, konsistensi bukan tentang ujung atau berhasil tidaknya keinginan kita. Hasil dari konsistensi atau keistiqomahan adalah konsistensi itu sendiri, adalah self-belonging kita terhadap Istiqomah itu sendiri. 
Semoga siapapun yang kehabisan baterai ambisi, dan berkali-kali jatuh; nggak lupa bahwa konsistensi bersama orang-orang yang tidak pernah berhenti buat mencoba buat bertumbuh.
56 notes · View notes
ichsanfath · 3 months
Text
Diantara alasan bekerja.
Selalu dibangunkan dengan pekerjaan, lalu mulai beraktivitas untuk bekerja. Perlahan namun pasti memudarkan alasan-alasan yang pernah muncul ketika tanda tangan kontrak bekerja. Kenapa begini dan begini. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya akan seperti ini. Diantara alasan untuk bekerja ada yang memilih karena waktu yang pas untuk bekerja dan diri sendiri, ada yang memilih karena lingkungan yang bertumbuh, ada yang memilih karena idealisme, ada yang memilih karena jarak tempuh dan jarak orangtua, ataupun karena nominal. Alasan itu semua adalah pilihan diri masing-masing.
Diantara alasan yang dipilih, prosesnya sulit kadang bikin galau juga, terlebih proses menerima kenapa harus ada disini begini dan begini, sampai pada akhirnya berada di satu titik menyadarkan kalau Allah tuh yang merencanakan jalan cerita ini, yang terbaik menurutNya. Kemudian dihiasi dengan kebaikan-kebaikan. Tinggal memilih mau melanjutkan kebaikan atau cukup saja demikian. Kadang gak sadar aja
Diantara alasan yang dipilih, seharusnya ada kesamaan. yakni sama-sama mendatangkan kebaikan. Kebaikan yang setidaknya untuk sendiri, syukur dapat bermanfaat untuk orang disekitar. Yang baik akan dipertemukan dengan yang baik, Begitu sebaliknya. Menyandarkan hanya satu alasan 'semua karena Allah' saja itu sulit, tapi yakin aja semua pasti ada balasan.
Karena ya siapa lagi yang bisa membalas semua yang kita lakukan kalau bukan Allah yang maha pemberi balasan.
39 notes · View notes
hanamaulida · 10 months
Text
Tumblr media
Beberapa hari lalu, viral video dari stand up comedian Bintang Emon tentang penggunaan dana stunting. Videonya simpel, cuma dialog si Bintang dengan seorang yang diperankan menjadi staf di pemerintahan daerah.
Sambil menonton, sambil scrolling komentar netizen. Nemu komen ini dan langsung pengen ketawa yang keras. Karena relate banget! Yang menghambat pembangunan di daerah, tentunya dengan tidak menihilkan faktor lain, ya pemerintah daerahnya itu sendiri.
Akar masalahnya menurut saya adalah KKN. Politik dinasti. Atau 3D (duit, dekat, dulur). Ini berimbas pada posisi-posisi penting yang tidak ditempati oleh orang yang tepat dengan kompetensi yang tidak sesuai jabatan.
Sungguh nggak habis pikir sama tata kelola pemerintahan yang seperti ini. Bisa-bisanya orang yang nggak paham apapun terkait satu bidang, diberikan tanggungjawab yang besar di bidang itu. Dihormati atas APAPUN keputusan yang beliau ambil, padahal tidak berdasarkan proses proper.
Nggak usahlah terlalu kompeten/militan di bidangnya. Minimal, pejabat-pejabat eselon itu punya kompetensi leadership dan manajemen deh. Biar bisa mengelola sumberdaya dan mengambil keputusan yang tepat. Minimaaaal...
Namun yang saya amati, mindset para pelaksana kebijakan ini pada umumnya masih tertinggal di zaman kolonial. Berstatus sebagai pelayan publik, tapi orientasinya ingin dilayani. Bahkan haus penghormatan. Visi tinggi untuk membangun negeri ibarat angin lalu saja. Sekali didengar, kemudian dilupakan. Yang penting datang ke kantor, menghabiskan waktu (dan anggaran), lalu pulang. Kalau ada anggaran jalan, kalau tidak ada ya duduk-duduk saja di ruangan. Budaya yang seperti ini nggak bisa dipungkiri juga tumbuh subur karena tolak ukur kinerja yang dilihat berdasarkan penyerapan anggaran. Bukannya output atau outcome.
Sejauh ini, solusi paling strategis menurut saya pribadi adalah daerah dipimimpin oleh sosok yang tepat. Punya integritas dan kompetensi. Yang di bawah-bawah insyaallah akan selalu taat pada atasan. Akan mengerahkan upaya sekeras-kerasnya jika itu perintah dari pimpinan.
Akhir kata...
Saya nggak mau marah-marah lagi kayak awal masuk kerja. Karena saya sadar itu nggak baik untuk kesehatan saya, dan nggak ada manfaatnya juga. Tapi saya bertekad menjadi PNS sebaik yang saya mampu. Dan mengajak anak-anak muda yang punya idealisme untuk jangan ragu bergabung menjadi abdi negara. Agar di masa depan, jabatan-jabatan penting diisi oleh insan berkualitas.
Tak lupa, selalu berdoa semoga masyarakat dianugerahi pemimpin yang punya niat baik untuk membangun negeri.... Karena ketika pemimpin suatu daerah itu bagus, ripple effectnya bakal kemana-mana.
56 notes · View notes
kuumiw · 1 month
Text
#CeritaDulu
Untuk aku yang sadar bisa membangun idealisme sendiri, rasanya sulit jika berhadapan dengan sesuatu yang berada diluar kendali.
Aku mempelajari hal baru yang amat penting setelah aku dipilih untuk mengemban amanah sebagai ketua di salah satu organisasi di kampus; pelajaran tentang berani mengajarkan dan menemukan.
Aku dengan idealismenya, yang teguh pendirian, tau kapan memulai dan selalu berani untuk ambil bagian, tak sungkan mengatakan isi hati saat ada sesuatu yang tak berkenan dengan apa yang seharusnya terjadi menurut kepala dan perhitunganku. Aku lebih sering menguatkan argumen sendiri sebab tak mau jika mudah dipatahkan; itu sebelum aku menemukan makna ini.
Aku menemukan makna selepas musyawarah besar kemarin. Mungkin bagi sebagian orang ini memang sangat wajar untuk dirasakan. Tapi untukku; cukup sulit belajar mengendalikan diri dengan idealisme yang punya tingkat perfeksionis tinggi di dalamnya wkwk.
Namun berhadapan dengan realita yang berkata bahwa aku perlu belajar mengikis idealisme itu ternyata menumbuhkan tantangan sendiri :) . Teman-teman seangkatan sudah mulai menghilang dan berani memilih jalannya, ini bagus, tapi kesempatan untuk ku bisa memenangkan keadaan rasanya tergerus sedikit demi sedikit, tak ada orang-orang potensial yang aku rasanya bisa bersamaan di jalan ini. Itu bertengger dipikiranku. Aku takut jika perjalanan tak sesuai dengan apa yang direncanakan, bayanganku jadi kacau, dan ini melelahkan. Sungguh!
Perlahan dengan manusia baik yang masih rela bersahabat dengan banyak gundah, mereka berani untuk berhadapan dengan egoku, menyatakan tidak untuk sesuatu yang sebenarnya sulit jika aku berani melangkah dengan tidak memikirkan orang lain.
Sadar bahwa keadaan potensial tidak melulu tentang apa yang aku yakini dan rencanakan, maka aku belajar membuka mata. Dihadapanku banyak mereka yang ingin belajar. Aku merasakan keinginan mereka menggebu lewat berbagai tanda juga pertanyaan. Bodoh bahwa aku pernah menutup mata dan tidak percaya :)
Satu-persatu aku rencanakan kembali, mengulang dari awal dengan pikiran yang lebih tenang. Berkonsultasi dengan pembina juga alumnin yang ahli di bidangnya. Aku tenang dan bisa merencanakan jauh lebih baik :") senang !!
Sekarang, aku tengah menunggu kepastian dari beberapa orang yang aku yakini bisa menjadi sahabat seperjalanan. Menunggu ternyata tidak begitu buruk, aku punya waktu untuk belajar banyak arti lapang dan kesabaran. Rasa sadar untuk menemukanpun aku turut pelajari. Mereka yang bersamaku nanti adalah orang-orang yang cukup berpotensi membawakan warna baru, bersama mereka yang mau berani belajar, aku yakin semuanya akan terkendali.
Aku mau untuk belajar mengajarkan pada mereka yang ingin belajar, aku mau belajar menemukan pelajaran baru pada mereka yang mengajarkan dengan cara dan maknanya.
Kamar kos. Bandung, 21 Maret 2024 ; 23:29 WIB
9 notes · View notes
information-2-0 · 8 months
Text
youtube
0 notes
milaalkhansah · 10 months
Text
“Apa Targetmu?”
 Kemarin habis ikut seminar tentang kepenulisan. saat sesi tanya jawab, salah seorang peserta bertanya, “Bagaimana agar bisa konsisten menulis setiap hari?” pemateri menjawab, “Dengan memiliki atau menentukan target yang ingin dicapai”
mendengar jawaban beliau, aku seketika berpikir..., ‘target nulisku selama ini apa ya?’
jawabannya ternyata nggak ada.
yah, aku nulis cuman karena pengen nulis dan sharing. sesederhana itu.
ketika yang lain mungkin target nulisnya karena pengen ngumpulin orang (either itu pembaca atau followers), membuat buku, pengen terkenal, atau karena pengen dapat uang, aku nulis ya karena emang pengen nulis saja.
Sebenarnya dulu aku termasuk orang yang selalu punya target terhadap apa yang ingin aku capai. tapi lama-kelamaan hal itu buat aku capek, stres, dan ngerasa stuck. makanya belakangan ini aku berusaha untuk enjoy dan jalanin aja apa yang sedang aku lakukan saat ini. berusaha untuk nikmatin proses ketimbang mikirin apa yang harus aku lakukan untuk bisa mencapai apa yang saat ini orang-orang yang punya hobi sama denganku yaitu menulis telah capai.
dan ternyata dengan nggak menargetkan apa-apa, aku malah lebih konsisten nulis setiap harinya, karena fokusku bukan ada pada orang lain, aku nulis karena pengen mengeluarkan keresahan, berbagi pemikiran atau pengalamanku. jadi, ketika semua itu telah aku tuangkan dalam tulisan, yaudah. aku nggak peduli bakal ada yang suka, baca, atau nggak, dll.
kalau ditanya apakah aku nggak mau bila kelak tulisanku dimuat dalam buku dan aku bisa berpenghasilan dari menulis? ya maulah, tapi ya itu balik lagi, semua itu belum ada dalam fokusku nulis saat ini.
aku masih mau enjoy nikmatin nulis apa pun tanpa mendapatkan presure dari pihak lain, menentang ego dan idealisme-ku sendiri demi sebuah angka yang kutahu sangat cepat hilang dan takan pernah merasa cukup orang-orang yang telah menjadikannya sebagai sebuah tujuan.
lagian, expect nothing accept everything adalah salah satu mantra yang ingin kujalani saat ini. alias nggak usah berharap apa-apa. karena semakin kita tidak mengharapkan sesuatu, semakin tenang pula hidup kita. karena semakin kita mengharapkan sesuatu, akan semakin sakit pula jika kenyataan yang ada tidak sesuai dengan ekspetasi kita selama ini (aku sudah banyak belajar tentang hal ini ;)) karena semakin kita tidak mengharapkan sesuatu, bukankah terkadang sesuatu itu yang akan menghampiri kita dengan sendirinya?
jadi, bagaimana denganmu? apa ‘targetmu’ menulis selama ini?
33 notes · View notes
penaimaji · 10 months
Text
Kenangan
Sampai di kota Malang yang wushhh sejuknya, nggak terasa air mata bercucur, gak kuat nahan rindu dan haru. Keinget masa-masa kuliah dulu, rasanya nano-nano. Mungkin kalau bukan karena pertolongan Allah, aku nggak bisa sekuat itu menghadapi badai kehidupan. Eakkk
Jadi kangeeennnn banget ikut banyak kegiatan, nugas bareng, bikin karya bareng, belajar bareng, main bareng. Dari yang haha-hihi sampai deep talk, ngomongin hal receh sampai hal dunia-akhirat
Masa-masa dimana idealisme begitu tinggi, sampe akhirnya ketabrak sama realita kehidupan wkwkwk
Terimakasih banyak untuk teman-teman seperjuanganku, untuk ustadz dan ibuk, dan yang paling penting kedua orangtuaku. Menjadi anak pertama mungkin tidak selalu mudah, tapi kita harus percaya bahwa Allah yang menguatkan kita
Setelah bertemu ustadz dan ibuk kemarin, menjadi sadar kembali bahwa kita jangan berhenti belajar (meski ada yang mematahkan), dan terus mengajak pada kebaikan. Belajarlah Al-Quran dan mengajarkannya, dan jangan pernah berhenti
Kalau kita tumbang karena perkataan/perilaku manusia, jauhi saja orangnya, bukan Pencipta
Perjuangan masih terus ada di setiap fase. Semoga tak lupa, bahwa apa yang kita capai tentu semua karena kuasa-Nya
Sidoarjo, 7 Juli 2023 | Pena Imaji
25 notes · View notes
dialogdiberanda · 4 months
Text
Mengenal Diri Sendiri = Menjadi Diri Sendiri?
Katanya semakin dewasa, kita semakin jauh dari frasa "menjadi diri sendiri". Katanya juga semakin dewasa kita justru harus semakin adaptif untuk tetap bisa fit in dan relatable terhadap berbagai macam kondisi di society. Bener nggak sih?
Katanya lagi, semakin dewasa kita jadi lebih sering melebur ego kita untuk tetap bisa get along with people. Kita jadi lebih sering mengalah demi bisa bertahan di lingkaran pertemanan atau demi bisa diterima di lingkungan tempat kita bersinggungan.
Semakin tambah usia, bukannya semakin sadar justru istilah “be yourself” itu nggak ada? Karena memang kita bisa berubah kapan aja sesuai situasi dan kondisi. Sadar atau tidak ketika kita bersikeras menjadi diri sendiri, kekeuh sama idealisme yang dipunya, malahan kita jadi makin stres. Ya itu tadi, karena kita malah jadi nggak adaptif, gak bisa get along with people around.
Frasa yang paling tepat mungkin bukan "menjadi diri sendiri" tetapi lebih kepada "mengenal diri sendiri". Tau bahwa kondisi apa yang membuat kita bahagia. Tau untuk menghindari sesuatu hal yang hanya akan menambah masalah untuk kita. Tau bagaimana posisi dan kedudukan kita. Pada intinya secara keseluruhan adalah bahwa kita tau apa yang kita butuhkan. Kita mengenali diri kita sendiri untuk bisa menjalani kehidupan secara sehat.
12 notes · View notes