Tumgik
#sekadarnya
sekadarnya · 11 months
Text
Ketika Aku Hendak Mengeluh
Ketika aku hendak mengeluh, kuingat kembali bahwa perjuangan orang sebelumku hidupnya lebih susah dari apa yang aku rasakan sekarang. Hingga berkali-kali aku mengucap syukur pada-Nya yang telah memberikan semua kenikmatan ini.
Perjuangan mereka dalam mencapai cita-cita tingginya, perjuangan mereka dalam membela agama Islam ini, juga perjuangan mereka dalam menyekolahkan anak-anaknya untuk menjadi seperti mereka.
Tak mungkin tak pernah mereka mengeluh. Mereka hanyalah manusia biasa, tapi mereka punya jiwa pantang menyerah. Bahkan, ujian mereka mungkin lebih berat dari apa yang dialami sekarang. Hingga aku menyebutnya sebagai "orang dulu diuji lewat kesusahan, namun orang sekarang diuji dengan hidup keenakan."
Meskipun bisa dibilang bahwa setiap masa pasti ada ujiannya sendiri-sendiri. Namun ini bukan tentang orang yang berbeda-beda ujiannya, tapi tentang bagaimana cara orang bangkit di setiap masanya dari keterpurukan itu.
5 notes · View notes
mengangkasa · 11 months
Text
(Belajar) Mencintai Takdir
Ternyata mencintai memang bukan perkara kecil. Perlu hati selapang-lapangnya, perlu kesabaran yang tak terkira, perlu keikhlasan setulus-tulusnya. Dan perihal belajar mencintai segala takdir dalam hidup seringkali perlu upaya yang lebih besar dari biasanya.
Ada yang bilang "mencintai sekadarnya saja", tapi untuk satu hal ini mungkin tidak bisa jika sekadarnya. Mencintai takdir perlu sedalam-dalamnya. Mencintai dengan keyakinan bahwa segala takdir adalah yang terbaik, pun pada takdir yang dianggap buruk.
Belajar mencintai takdir, apapun bentuk hadirnya. Belajar mencintai takdir, bagaimanapun wujud ceritanya.
Boleh jadi, dengan mencintai takdir, akan hadir rasa cukup tanpa henti, akan senantiasa mengalir rasa syukur dalam hati.
Dan mencintai takdir bukan berarti hanya berdiam diri maupun berpangku tangan tanpa berusaha. Mencintai takdir artinya meletakkan pondasi kuat dalam diri, bahwa ujung kisah dari segala upaya dan doa yang telah dilakukan merupakan sepenuhnya milik Yang Maha Kuasa.
343 notes · View notes
penaimaji · 8 months
Text
Duniaku yang Berubah
Menjadi ibu yang punya sedikit teman, kini bukan masalah buatku. Manusia memang dinamis, akan berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Sedang berada di fase bersama teman-teman yang ada saja.. dan belum mau nambah
Setelah trauma dengan sebagian kecil pertemananku sebelum pindah ke Jakarta, aku lebih menutup diri dan sekadarnya aja. Meski sedikit, tapi efeknya luar biasa. Padahal yang baik juga banyak sekali, lho
Kini Allah beri rezeki langka, yaitu ketenangan hati. Aku menjadi tegas membentuk boundaries, lalu merawat yang ada
Nggak apa-apa.. pahala dan kebaikan tidak harus melakukan ina inu yang muluk-muluk. Kita hanya perlu merasa cukup. Cukup berbuat baik dan ikhlas beramal, beribadah dan ikut kajian dengan khusyu', memprioritaskan keluarga, liburan tipis-tipis, juga tidak mengusik orang lain
Melakukan hal-hal yang bermanfaat, tidak harus dilihat banyak orang. Mulai meminimalisir update story, ya hanya ingin menjaga saja
Dalam kehidupan ini, akan ada banyak cerita bahagia maupun luka silih berganti. Manusia kalau sekiranya perlahan menjauh dari Pencipta, akan selalu ada goncangan-goncangan yang membuatnya kembali. Berbaiksangkalah, maka Allah juga akan sesuai dengan prasangka hamba-Nya
Jakarta, 26 Agustus 2023 | Pena Imaji
234 notes · View notes
andromedanisa · 9 months
Text
Menaruh kecemasan..
Hal yang cukup sulit dalam hidup adalah bagaimana memahami bahwa kepahitan adalah bagian dari kehidupan ini. Dan ikhlas adalah cara untuk lebih tenang dalam menjalani hari-hari dalam setiap fase kehidupan ini. Perihal rasa cemas pun demikian, adakalanya rasa cemas itu harus dipaksa untuk berdiam diri dalam satu ruang.
Menaruh kecemasan itu perlu, agar kita paham bahwa didunia ini segalanya bukankah sebuah kepastian. Agar kita pun tahu, bahwa rasa cemas yang dibiarkan terus menerus hanya akan menghasilkan jiwa yang tidak memiliki tujuan tenang sampai kapanpun itu. Dan agar kita mengerti bahwasanya kita hanyalah seorang hamba yang sedikitpun tiada punya daya dan kekuatan melainkan karena pertolongan Allaah.
Maka tarulah kecemasan itu pada tempatnya, dan hanya sekadarnya saja. Sebab kita hanya diminta untuk terus meminta pertolongan, agar kita selalu dalam koridor kebaikan yang kita Imani.
Allaah, bantu aku agar paham. Bahwasanya tempat bergantung dan menaruh harap hanya kepadaMu saja. Dan segala kecemasanku, sudah ku taruh pada tempat sebagaimana mestinya ia berada disuatu tempat agar diriku tidak larut pada kecemasan-kecemasan yang semu. Sebab Engkau yang menjamin, sebab Engkau telah berjanji. Dan aku mengimani itu..
147 notes · View notes
edgarhamas · 1 year
Text
Tersambar Nasihat Lama
@edgarhamas
Adakah prinsip baik yang dulu kau yakini, namun makin bertambah umurmu kau mulai melupakannya?
Beberapa malam lalu, seorang guru membahas satu hal sederhana. Tapi bagiku ia bagai sambaran petir luarbiasa. Tausiyah itu berjudul: "Uluwwul Himmah", semangat yang tinggi.
"Kita tidak bangkit dan maju, karena himmah kita receh. Semangat kita redup", sebuah kalimat yang sebenarnya biasa, tapi ia menggugat kepala para manusia dewasa yang mulai menyerah pada mimpi-mimpinya.
Untuk bersemangat saja, banyak di antara kita yang mulai enggan.
Sihir rutinitas membuat kita mati rasa. Semangat besar yang dulu pernah berkobar bahkan kita senyumi sinis karena kita menganggapnya polos dan tak berguna. Beberapa di antara kita, sekadar semangat saja sudah tak punya. Apatah lagi untuk menyelesaikan impian dengan sempurna.
Dulu, kita yakin betul dengan mimpi. Dulu, kita antuasias untuk lakukan banyak hal dengan penuh energi.
Ya, aku tahu realitas membuat kita kaku. Kenyataan meremukkan ekspektasi. Komentar orang membuat kita enggan mencoba lagi. Tapi, apa cuma segitu kita pernah punya nyali?
Tausiyah malam itu, tentang "Uluwwul Himmah", tentang memiliki semangat nan tinggi untuk mewujudkan hal besar. Itu kan yang sering kita bahas ketika masih berseragam putih abu-abu? Ia hadir lagi menggedor pikiran dewasamu yang mulai menjalani hidup sekadarnya saja.
Pantas saja ada orang yang hidupnya hanya sampai usia dua puluh lima, tapi baru dikubur ketika umurnya tujuh puluh lima.
Mari merenung kembali atas perjalanan yang sudah lumayan jauh ini. Adakah ia telah menyerah; atau masih yakin dan punya kemauan mengubah keadaan?
278 notes · View notes
adestraayubs · 6 months
Text
Selimut Lalai
Saat dingin merangkak perlahan, di situ lah akan merasakan nikmatnya hangat. Jika memilih nyaman dengan dekapan hangat dan berdiam diri, tentu tidak akan bisa melihat lebih luas, memandang lebih jauh bagaimana dunia bekerja. Pukullah jiwamu, engkau lebih kuat dari yang engkau kira.
Tentu teringat akan lembaran aktivitas yang disebut dengan "kebaikan" atau secara spesifik dalam hal ini banyak disebut dengan "dakwah". Bagi saya medan di sana sangat banyak selimut lalai, seperti memilih sekadarnya, kemudian merasa cukup dengan yang sudah ada tanpa mau menyentuh potensi di level yang lebih yang sebenarnya mampu dan bisa, dan sebagainya.
Seringkali kita sadar bahwa, kini sudah berbeda era, namun saat itu lah juga kemampuan kita dalam mentransformasikan "era baru" menjadi "gagasan baru" cukup mengalami kesulitan.
Lalai, lalai sebab merasa "ya seperti ini dakwahnya", padahal dakwah tidak sesempit itu, dakwah tidak lebih luas dari yang kita kira, lebih jauh dari yang kita pandang. Banyak segmen yang belum kita sentuh. Ini bukan masalah ya, sekali lagi ini bukan masalah, namun yang masalah adalah jika kita lalai dengan kesadaran, bahwa kita tidak sadar bahwa sebenarnya masih banyak kalangan, segmen, tempat, kasus yang belum kita beri sentuhan dakwah namun kita sudah merasa paling "berdakwah" dan yang paling bahaya adalah merasa "paling memperjuangkan Allah dan Rasulnya". #CeritaAwakPerahu #Cerita2
27 notes · View notes
diamdisini · 5 months
Text
jika ia berkata dirimu salah, jangan menyangkal. Jika dia bilang dirimu jahat, jangan bela diri. Bisa jadi dia benar, bisa jadi di semua yang kamu lakukan untuknya ternyata tak sesuai ekspektasinya. Bisa jadi sikapmu yang kamu anggap terbaik justru membuatnya tidak nyaman. Terkadang, terlalu cinta juga tidak baik. Tidak semua orang bisa menerima semua hal yang diberikan sepenuh dan seutuhnya. Ada juga yang merasa tidak pantas jika terlalu dicintai, ada juga yang merasa tidak bisa memberikan cinta yang setara. Jadi, jatuh cintalah secukupnya, sekadarnya.
15 notes · View notes
sekadarnyasaja · 1 month
Text
Sendiri Bukan Berarti Sepi
Puasa udah hari ke-9 aja yaa. Menjawab prompt ke-8 mulai terasa lebih menantang dari yang kemarin-kemarin enjoy banget. Beberapa hal datang dalam waktu bersamaan, sehingga agak sulit memicu diri buat teteup menulis. Anyway, here we go again yaa.
prompt 8. apa yang kamu lakukan saat kamu merasa kesepian dalam kesendirian?
Kalau lagi kesepian paling pelarian saya kalau nggak menulis, ngomong sendiri, atau sholat. Tiga hal itu jadi bisa membuat hati lebih penuh dan merasa ada yang menemani. Padahal mah yang menemani juga diri sendiri.
Justru kalau dipikir-pikir kadang saya merasa kalau lagi sendiri tuh saya bisa punya waktu buat introspeksi diri. Mm, kayaknya bisa dibilang saya jarang merasa kesepian. Kalau ngomongin soal lovelife yang cukup relate dengan istilah kesepian–bagi beberapa orang mungkin akan merasa kesepian setelah patah hati, tapi bagi saya nggak demikian. Emang sih rasanya kayak ada yang hilang aja gitu di hidup. Tapi, so far Alhamdulillah saya nggak merasa kesepian. Mungkin, lingkungan saya juga berperan besar yaa. Pas melewati fase itu saya punya orang-orang yang kehadirannya selalu ada.
Favorit saya kalau lagi sendiri tuh yaa ngomong sendiri. Biasanya saya ngomong sendiri sambil divideo sok-sokan jadi YouTuber atau kalau nggak ngomong sendiri di depan kaca. Ada juga momen kalau pas lagi sendiri, saya iseng bukain Medium terus bacain satu-satu tulisan yang saya suka sambil saya rekam suaranya terus saya dengerin lagi. Aneh juga yaa.
Kayaknya tulisan kali ini gitu aja–maaf kalau sekadarnya banget, kurang "berdaging", dan nggak begitu nyambung. Saya cuma pengen mengutarakan apa yang ada di kepala. Agak riweh ditambah deadline proposal yang menghantui karena diri sendiri yang hobi menunda-nunda. Sistem kebut semalam mode on fire nih hehehe.
4 notes · View notes
jippuji · 2 months
Text
Satu-satu..
Aku ingin berdamai dengan hati, menyadari bahwa ini adalah takdir terbaik yang harus dijalani. Tak ada yang terlalu cepat ataupun lambat, semuanya berjalan dengan tepat.
Aku ingin mengurai pikiran yang kusut seperti benang-benang yang belum terpintal. Menggulungnya dengan seksama agar terarah dengan benar.
Aku sedikit lelah dengan perasaan-perasaan gundah yang didalamnya dimuati amarah dan kecewa. Lelah dengan harap yang ku taruh berlebih hingga sesak memenuhi diri.
Aku ingin memulainya kembali, menempatkan satu-satu pada yang seharusnya, merasa hanya untuk sekadarnya.
.
.
.
.
.
2 notes · View notes
rifkihidayat · 3 months
Text
Teruslah Bodoh Jangan Pintar
Check out this book on Goodreads: Teruslah Bodoh Jangan Pintar https://www.goodreads.com/book/show/207861795-teruslah-bodoh-jangan-pintar
Pelengkap setelah menonton "Dirty Vote". Selalu siapkan ruang untuk kecewa. Cinta dan bencilah sekadarnya.
Ingat kembali firman Allah, Ali Imran ayat 26:
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki.
2 notes · View notes
senggangtenggang · 4 months
Text
Hanya sekadarnya bukan selebihnya.
2 notes · View notes
kphpdraisme · 1 year
Text
Mata yang bercahaya
"Nambo cuma doa supaya sehat, lalu bisa beribadah dengan sempurna" Ucapnya sambil tersenyum, "Lalu mati. ketemu Allah dengan bahagia".
Dan matanya menengadah, berkaca kaca. Semburat raut berharap disegerakannya pertemuan itu, tampak nyata.
Beliau lalu bercerita, tentang rindunya bisa mengucap takbir dengan pakaian suci, tanpa harus payah mengkhawatirkan uzur diri.
Atau nikmatnya bisa berdiri sembari meneguk ayatnya di surat surat yg panjang, tanpa harus susah mengingat ini rakaat keberapa atau sakit sakit di persendian badan.
Allahuakbar.
Anda, wahai Fatimah yang berakal dan sehat anggota badan, apakah sadar tanggung jawab yang harus ditunaikan?
Kemudian nambo menanyakan banyak kabar sanak saudara, yang sudah tak lama bisa beliau sambangi rumahnya.
Ayah menjawab perlahan, meski kerap terjadi pertanyaan berulang. Semuanya terasa menyenangkan, hingga bergulir lagi kalimat yang menyentrum hatiku,
"Nambo doakan, semuanya Allah sehatkan segera, dan mampukan untuk beribadah dengan sempurna"
Aih, aku meringis betul.
Mimpi nambo, benarlah hanya itu. Beribadah dengan sempurna. Menghamba dengan, biasa.
Rukuk sujud yang biasanya kusambil lalui dengan sekadarnya, ternyata ialah mimpi tinggi nambo hari ini. Astaghfirullah.
Padahal wahai adinda, apalah yang membeda anda dengan beliau,
Cita kalian sama. Tuju kalian pun hanya Ia.
Akan mati, ingin bahagia, ingin berjumpa.
Sedangkan esok lusa, sesama tak tahu apa waktu masih ada. Sedangkan kau masih terbuai dengan tipuan tua-muda, sedangkan kau masih mabuk akan seluruh fana.
اللهم أعِنّا على ذكرك و شُكرِك و حُسنِ عِبادتك 🥺
9 notes · View notes
penaimaji · 1 year
Text
Berprasangka Baik Jangan pernah hidup dalam asumsi burukmu. Kamu akan lelah karena pikiranmu sendiri. Cobalah untuk memvalidasi perasaanmu, kenapa sering berpikir negatif? Diurai satu persatu dan mulailah belajar untuk berprasangka baik pada apa maupun siapa, karena itu jauh lebih melapangkan hatimu Mulailah belajar untuk menerima sesuatu yang tidak menyenangkan sebagai introspeksi diri Lalu hiduplah secukupnya. Menyukai sesuatu sekadarnya, pun tidak menyukai sesuatu cukup biasa saja. Sebab, apapun yang kita hadapi, tentu semuanya atas izin Yang Kuasa
Jakarta, 19 Mei 2023 | Pena Imaji
217 notes · View notes
andromedanisa · 11 months
Text
Paragraf yang tidak akan pernah selesai kau tulis, dan kau baca..
Apa kabar? Apa kau masih merasa gusar perihal masa lalu yang belum selesai dan kau bawa terus dalam hidupmu saat ini?
Kenapa? Masih sering nangis sendiri kalau sedang capek sama hidup yang sering kali nggak sejalan dengan apa yang kamu harapkan? Nggak apa-apa ya. Memang masa itu harus kamu lalui. Masa sulit dalam hidup mu yang terasa menyesakkan sampai sesak sekali memang harus kau lalui.
Percayalah, semua manusia pernah berada di fase tersulitnya yang mungkin beberapa dari mereka memilih untuk menyerah dengan opsi jalan pendek. Kamu jangan demikian ya. Kamu harus terus menghidupkan lentera harapmu sekalipun banyak yang ingin membedakannya. Ia harus tetap hidup agar upayamu terus bertumbuh.
Dari sinilah kamu akan belajar perihal meminta pertolongan. Belajar untuk sekadar berharap secukupnya. Dan bertawakal penuh kepadaNya. Agar harapan dan upayamu hanya murni untuk Allaah. Agar kalaupun tidak sampai pada tujuanmu, kecewamu tak berkepanjangan dan lebih cepat pulih. Sebab Allaah tidak akan membiarkan seorang hambaNya berjalan sendiri tanpa sebuah petunjuk dan kekuatan untuk melaluinya.
Jadi, bagaimana? Apa kau masih seringkali khawatir atas masa depanmu seperti hari-hari lalu itu? Mari cukupkan ya, sebab kaupun paham bahwa Allaah telah menjamin seluruh hidupmu tanpa terlewat sedikitpun. Maka pada bagian mana lagi kau meragukan kuasaNya? Bagian mana lagi kau tak meminta pertolonganNya?
Dalam hidup ini ada beberapa orang yang meski ujiannya begitu berat untuk ukuranmu, namun anehnya mereka melaluinya dengan begitu lapang, sabar dan tenang. Ya sebab mereka yakin, tidak ada satupun kesedihan, kesakitan yang dialami yang tidak Allaah ketahui. Allaah Maha Tahu itu semua. Dan Allaah Maha Berkehendak jika satu waktu keadaan mereka membaik dalam satu waktu. Jikalaupun tidak didunia, mereka tetap meyakini balasan akhirat lebih menyelamatkan.
Pada paragraf yang tak pernah selesai kau tulis, dan kau baca adalah pada bagian dimana kelak batas usiamu sudah selesai di dunia ini. Semua yang kau tulis, dan kau baca kelak akan kau pertanggung jawabkan pada Allaah. Maka pilihlah jalan keselamatan itu. Sebab nanti tak berguna lagi dinar dan dirham pada urusan akhiratmu.
Mari cukupkan rasa sedih dengan sekadarnya saja ya. Mari memperbaiki apa-apa yang masih bisa diperbaiki sekalipun dengan perlahan-lahan, sekalipun harus satu persatu untuk menyelesaikannya. Tak apa, mari luruskan niat karena Allaah ya..
Allaah, bilamana waktuku telah selesai di dunia ini. aku ingin kembali dalam keadaan Engkau ridha atas kepulangan ku. Dengan hati yang bersih dan selamat sehingga tak meninggalkan kepedihan kelak di akhirat.
aku memahami dosaku teramat banyak. Namun aku sungguh sangat berharap atas rahmatMu, Engkau mengampuni diri ini. Dan menjadikan diri ini bagian dari orang-orang sholih yang Engkau pilih.
Allaah, Tuhanku. Batas umurku ini tiada seorang pun kan tahu. akupun tak pernah tahu akan berakhir ditulisan yang seperti apa kelak aku akan kembali. Namun aku selalu meminta dan berharap semoga apa yang kutulis dan tertinggal hanyalah tulisan-tulisan kebaikan saja. Entah kebaikan untuk banyak orang dan lebih-lebih untuk diri ini pada akhirnya nanti.
Kelak, aku akan kembali kepadaMu. Dan aku ingin kembali dalam ketaatan karena mencintaiMu dan Engkaupun demikian kepadaku. Sebab apalah arti dunia ini, bila pada akhirnya tempat kembali bukanlah tempat yang membahagiakan.
Yang terus menulis sebagai upaya pengingat diri sendiri.
19.23 || 30 Mei 2023 di kota Surabaya..
125 notes · View notes
wasiilahalhasanah · 1 year
Text
Tumblr media
Jangan berlebihan, sekadarnya dan sewajarnya saja yaa
12 notes · View notes
ranah-upaya · 2 years
Text
Satu Teladan, Lebih Baik Dari Seribu Nasehat
Adakah mereka yang bertanya tentang krisis moral yang dihadapi saat ini?
Tentu, tidak sedikit yang mengeluh untuk bisa bertahan mendidik dan mengajari murid-murid saat ini. Kalau bukan untuk menggugurkan kewajiban, kalau bukan formalitas, kalau bukan ingin menyambung kehidupan, tidak harap bisa berdiri di hadapan sekian banyak anak, agar tetap bisa mendidik dan mengajar di sekolah. Syukurlah, jika memang penuh landasan dasar yang sadar. Masa depan begitu dekat, bukanlah panjang. Ada harapan yang perlu diperjuangkan. Nahas, tak semua berfikir demikian. Peliknya, kalau bukan karena uang. Tak akan sudi mengajar anak orang.
Tumblr media
Sebagian dari kita, barangkali pernah berfikir demikian. Hidup di era yang tak sama dengan masa muda kita. Menganggap bahwa, sukar sekali teori dan metodologi yang diajarkan. Banyak sekali diskusi, webinar, zoominar, diklat, kelas-kelas yang bertebaran hanya untuk membahas problematika karakter anak-anak yang sedang dihadapkan. Semakin banyak istilah-istilah kesehatan mental yang menjamur, menjadikan pola fikir terkotak-kotak, terpecah, menciptakan fenomena dan analisa baru. Hanya karena ingin memasuki dunia anak didik. Keterbatasan-keterbatasan itulah yang menjadikan pemisah antara hal-hal yang absah, satu sama lainnya.
Ternyata, bukan hanya itu yang diminta. Kita tak bisa semena-mena menyalahkan kerusakan moral dan degradasi akhlak. Perlu menyadarkan diri, tentang diri dan juga upaya apa yang telah kita lakukan hingga saat ini. Baiklah, mengikuti perkembangan zaman dengan memantau teori parenting dari berbagai sumber. Itu tidak salah. Mencontoh yang baik dan membuang yang buruk. Mencomot teori sekian dari negara ini, tokoh publik yang ini, kemudian menyontek kalimat-kalimat afirmasi dari bahasa ini, dan seterusnya.
Ternyata, inilah yang menjadi kerancuan berfikir kita selama ini. Mengambil atau meniru teori dari suatu aspek, dengan tidak sempurna. Bisakah kita membayangkan, jika kita analogikan cara berfikir ini dengan cara saat kita memasak. Kita ingin memasak suatu menu pilihan favorit kita. Karena ingin menjadikan makanan yang akan kita masak ini penuh dengan kelezatan sempurna, maka kita berusaha untuk mencari resep dan cara masak dari segala sumber yang bisa kita temukan. Baik itu dari internet, resep legendaris turun temurun, restoran ternama, majalah, aneka tabloid. Segala bumbu dari A sampai Z, telah dirinci dan siap untuk dibeli. Tentu, jika ingin menghasilkan makanan yang super lezat, tidak hanya memanfaatkan bahan-bahan sekadarnya. Jika mahal-pun, susah dijangkau, akan dicari. Ringkasnya, saat semua bahan dipadu padankan. Tentu, akan mengalami kendala saat mengolahnya. Ketidakcocokan, sering terjadi. Pisang yang terlalu matang, tak serasi saat diolah menjadi kripik. Susu yang terlampau basi, ternyata lezat sekali jika dicampurkan menjadi bahan minuman, dan masih banyak sekali bahan makanan dan minuman yang ternyata tidak sesuai dengan standar terbaiknya, cocok untuk lidah dan indra perasa sebagian orang.
Kembali lagi, pada proses mendidik anak-anak. Sama halnya demikian, terkadang cara yang baik di mata orang, tidak selamanya menjadi sempurna di mata anak kita. Teori yang dilakukan orang lain, yang dijelaskan narasumber materi parenting ternyata tidak sesuai dalam kehidupan dan ajaran kita. Atau bahkan, apa yang telah diajarkan oleh orang tua kita sekalian, justru lebih ampuh. Kita tidak pernah tahu, setiap orang mempunyai fase dan cara yang berbeda. Menuntut kesempurnaan tak selalu buruk, menjadikan anak didik lebih baik tentulah harapan setiap orang. Lalu, apa yang perlu disiapkan untuk menjadi bekal?
Ada satu pepatah mengatakan: “satu teladan, lebih baik dari seribu nasehat.” Iya, suatu keteladanan. Jika ada yang lebih bijak dari tulisan dan perkataan, barangkali itu adalah sebuah tindakan.
Suatu hari, ada seorang ibu yang bercerita tentang tingkah laku anaknya kepada gurunya. Beliau berkeluh tentang perubahan sikap yang dialami anaknya di sekolah. Sang anak kerap sekali berbohong, ia ingin memperlihatkan apa yang sedang dimiliki, dan beberapa keluhan, yang mungkin baru terasa akhir-akhir ini. Beliau mengatakan, bahwa hal ini tak pernah dialaminya sebelum masuk di jenjang sekolah saat ini. Berpanjang lebar, sang Ibu bercerita. Ternyata, ada yang menjadi benang merah diantara keduanya. Selang berpuluh menit bercerita, beliau sering tidak sadar ada kebohongan yang sengaja dikatakan untuk melindungi sang anak, ada pernyataan yang harus ditunjukkan pada percakapan untuk menutupi keadaan, dan beberapa pernyataan yang sesungguhnya sangat menjelaskan, bahwa buah jatuh memang tak jauh dari pohonnya. Ini hanya kisah, ada banyak sekali tokoh untuk dijadikan permisalan.
Demikianlah. Mendidik ternyata bukan semudah menuangkan air dalam gelas. Berproses untuk menjadikan anak didik lebih baik, tidak bisa hanya dilalui sebagian waktu dalam hidup kita. Kalau kita menyadari, bahwa mereka adalah anugerah terbaik, maka jadikanlah proses kembang tumbuhnya adalah bagian dari kehidupan kita sepanjang hayat. Mendidik sedari dini, hingga belia lalu lepas landas saat dewasa. Tidak. Tidak semudah itu ternyata.
Memang, sama sekali tidak ada yang sempurna dalam kisah perjalanan mendidik anak atau murid kita semua. Tapi, menjadikan pribadi semakin lebih baik, menyadarkan diri untuk tetap jadi teladan bagi mereka, bukanlah hal yang sulit jika kita berusaha setelah membaca tulisan ini. Kita semua, diciptakan untuk beribadah, dan mendidik adalah salah satu ibadah terbaik, untuk mewujudkan khairu ummah (baca: umat terbaik). Jika fondasi tertanam kuat dalam lingkup kecil. Dimulai dari muhasabah diri,  lalu masyarakat kecil dalam tatanan keluarga, maka semoga akan menciptakan pemimpin, serta generasi dengan moralitas dan kualitas terbaik di masa yang akan datang.
26 notes · View notes