Tumgik
#tulisan asal
nrluyun · 9 months
Text
Tulisan menyambut umur baru:
Di umurku sebelumnya, banyak hal beriringan dan dalam waktu berdekatan terjadi. Kalau dipikir, sebenarnya banyak rencana terlaksana dengan baik, meski seperti diburu-buru dan beberapa tak disangka. Namun beberapa rencana juga sudah dan semestinya dalam kendali. Kejadian yang tak dibayangkan dan disangka juga turut mengiringi hal-hal tersebut. Cukup membuat kaget, hilang kendali diri, pusing, kosong, lupa diri, dan banyak perasaan lainnya. Sebelum memasuki umur baru ini, aku juga merasakan banyak perasaan baru. Sangat merasa aneh dengan beberapa perasaan baru tersebut. Merasa senang yang membanggakan, heboh dan sedih bersamaan, takut dan senang bersamaan, kosong dan hampa yang penuh, merasa tidak peduli, mempedulikan, dipedulikan. Banyak sekali sampai-sampai bisa dibuat tulisan sendiri, sepertinya.
Aku akan menulis ini dengan berantakan, hitung-hitung kebebasan dan perayaan dalam menyambut umur baru. Sebelumnya mungkin tahun ini adalah ulang tahun paling biasa yang kurasakan. Bukan, bukan dalam artian buruk. Justru dari sini aku seperti melihat sisi lainnya hidupku. Aku melihat, beberapa tahun terakhir, entah dari kejadian, peristiwa, cerita, atau banyak hal lainnya yang terjadi adalah untuk hari ini dan hariku ke depannya. Umurku sebelumnya seperti memberikan hadiah untuk umurku yang sekarang. Tahun-tahun yang terlewati seperti memberikan bekal untukku sekarang. Aku merasakan dan menyadari jika diri ini belum dewasa secara utuh, maka dibekalkannya aku hal-hal kekanakan yang terjadi di sekitarku. Aku juga merasakan jika diri ini masih menuntut banyak hal, maka diberikannya aku pembelajaran arti kata cukup. Aku merasakan jika diri ini tidak sempurna, maka diperlihatkannya aku bahwa ketidaksempurnaan adalah sempurna. Banyak hal yang diberikan dari tahun dan umur yang lalu kemudian kutuai sedikit-sedikit untuk umurku sekarang.
Tidak ada kebahagiaan dan perayaan yang besar. Bahkan beberapa orang lupa hariku. Aku tidak mempermasalahkan itu, serius. Dengan melihat mereka cukup dan bahagia dan tidak sakit itu ternyata merupakan hadiah tersendiri untukku. Dan aku merasa dirayakan. Dan aku selalu berdoa agar aku selalu bisa cukup untuk mereka yang kusayangi. Aku berdoa, semoga kebersamaan dari umur dan tahunku yang lalu bisa mempertahankan kebersamaanku dengan mereka sampai tahun yang tidak terhitung. Seperti, aku mau mereka selamanya? Hadiah untukku seumur hidup?
Satu-satu, secara tak langsung aku merasa perasaanku tercekliskan. Impianku terlihat, pelan-pelan. Impian yang mustahil, perasaan yang belum pernah kukenal, perlahan mereka membentuk pola seakan selaras. Entahlah, bahkan sampai sekarang perasaan ini masih aneh dan masih menjadi tanda tanya. Bangga yang secukupnya? Itu juga aku rasakan sekarang. Perjalanan hidupku jika kukulik, ternyata ada indahnya juga. Banyak bahkan. Kembali lagi, tahun dan umurku banyak bekerja, dan membuatku merasakan hal yang kemarin tidak kusangka. Tidak apa-apa, memang masih merasa excited. Hidupku adalah tentang kejutan. Banyak tidak disangkanya.
Hari berlalu, waktu berjalan, umur bertambah. Semoga diri ini matang dengan baik. Semoga kebaikan tersebut juga dirasakan olehku dan semua orang yang ada di sekitarku. Selalu, tidak berharap banyak, tapi semoga orang-orang yang kucinta merasakan jika aku masih terus membutuhkan mereka.
Mungkin bertahan hidup dengan baik dan saling berpegangan adalah kalimat yang tepat untuk menutup tahun kemarin. Dan terima kasih banyak, kamu dan kalian semua, sempurna!
32 notes · View notes
amelianurhabibah · 4 months
Text
Hamba-Mu ini lemah ya Allah tanpa pertolongan dari-Mu
Punya impian yang besar, punya cita cita yang tinggi, adalah hal yang dimiliki oleh setiap manusia dimuka bumi ini.
Begitupun denganku,
Akan kuabadikan proses perjalanan menggapai impian itu melalui tulisan disini agar jika sewaktu waktu aku lelah, ada hal yang bisa menjadi penguatnya kembali.
Pertama, Luruskan niat.
Mel, jangan sampai salah niat ya...
Luruskan niat, menggapai impian itu agar bisa jadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain. Agar tidak menjadi manusia yang sia sia, agar bisa mendapatkan Ridha-Nya.
Kedua, Ikhtiar.
Mel, ingat kata bapak,
"Sesuatu itu harus ada ilmunya."
Termasuk kedalam ikhtiar kita itu. Jangan asal ikhtiar saja, ikhtiarnya harus dibarengi ilmunya. Agar diperjalanan prosesnya kita juga bisa merasakan perjuangan yang manis.
Ketiga, Tawakkal.
Mel, bagian ketiga ini yang penting. Impian indah itu, kita serahkan ke Allah ya. Biar Allah yang bantu wujudkan, Tugas kita hanya berserah kepada Dia setelah kita berikhtiar. Berharap sama Allah itu, kalau kata ustadz hanan kayak megang tali yang kuattttt bangetttt...
InsyaAllah, gak akan kecewa.
Kan Allah gak mungkin ngecewain hati seorang hamba yang berharap penuh hanya kepada-Nya.
Impian indah itu,
Kita abadikan dengan ratusan bahkan ribuan doa yang akan kita ulang ulang terus ya. Agar Allah yakin, bahwa kita benar benar tulus menginginkan nya.
Semangatttt ✨️💖
47 notes · View notes
yunusaziz · 2 months
Text
Tumblr media
Berbicara Memang Ada Seninya
Well, ini mungkin akan jadi tulisan yang panjang, dan membosankan. Maka, terima kasih bagi yang berminat membacanya ya, semoga ada kebaikan di dalamnya😄
Beberapa hari lalu saya berkesempatan untuk menjadi pemateri di acara Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) di salah satu SMP cukup ternama di Solo, temanya adalah "Talent Mapping". Batin saya sebagai lulusan MSDM, "Wow menarik, saya banget ini".
Awalnya saat tawaran itu masuk, saya terima saja. Kebetulan di jadwal tersebut masih kosong, ngga ada udzur buat nolak juga, dan ada keinginan juga buat mencoba berbicara pada jenis audiens baru.
Sampai kemudian beberapa hari setelah saya terima tawaran itu, teman saya mengatakan semacam 'titipan pesan' dari audiens adik-adik mahasiswa yang beberapa hari sebelumnya mendengar paparan materi saya. Singkatnya, mereka mengeluhkan dengan penggunaan bahasa saya yang 'ketinggian'.
Dari situ saya mulai kepikiran, merasa risau "dengan audiens mahasiswa saja mereka merasa seperti itu, apalagi ini anak-anak SMP...." Mulailah saya berfikir ulang, dan komunikasi ke cp untuk mempertimbangkan ulang undang saya, tapi argumennya yang cukup meyakinkan akhirnya tetap saya terima.
Meskipun sebenarnya saya ada pembelaan sih atas "bahasa tinggi" haha. Saya mengakui memang background manajemen saya ini cukup banyak mempengaruhi gaya presentasi saya, berangkat pada konsep besar dulu baru perlahan menuju teknis. Jadi memang terstruktur dan sistematis.
Mungkin hal yang sama juga terlihat pada gaya tulisan saya dan cara jawab saya saat ada ask, eh ya ga sih? Tidak langsung pada jawaban, tetapi pada konsepnya dulu. Baru ke teknisnya. Semacam model berpikir "The Golden Circle"-nya Simon Sinek lah. Intinya why harus clear, gamau tau. eh.
Balik ke topik.
Teringat kandungan surat Ibrahim ayat 4, bahwa setiap rasul diutus berdakwah dengan bahasa kaumnya. Tujuannya adalah agar umatnya paham. Maka beberapa hari sebelum hari H bukannya fokus pada menyiapkan materi, saya lebih banyak riset soal metode, need assesment terhadap siapa calon audiens saya dan cara menjangkau mereka.
Saya sempat berfikir juga apa perlu saya ubah model penyampaian saya yang 'konseptual-teknis' ini. Namun, saya memilih tidak. Biarkan ini jadi ciri khas saya, saya ingin mereka lebih mengakar pada hal-hal fundamental dari konsepnya, sedangkan teknis adalah hal yang sangat fleksibel. Asal konsep dasarnya tahu, mau berbuat apa bisa lebih kreatif.
Jadinya saya cukup ubah komposisinya, jika berbicara dengan mahasiswa 60-80% nya adalah konsep, 20-40% nya teknis, maka dengan audiens anak SMP ini saya ganti ke 60-80% untuk teknis, dan sisanya untuk konsepnya. Akhirnya saya lebih banyak memberi contoh.
Tidak sampai disitu. Saya jadi lebih sering untuk mengkonfirmasi mereka, semisal "Apakah ini mudah dimengerti teman-teman?" atau sesekali saya minta mereka untuk mengulang poin-poin apa saja dalam satu slide sebelum beranjak ke slide berikutnya. Buat saya yang anak intro ini, hal semcam ini sangat menguras tenaga haha.
Saya merasa puas dan senang. Melihat mereka khidmat mengikuti materi, pun ada beberapa yang bertanya, ini menjadi hipotesis awal saya bahwa mereka paham. Namun, saya tetap perlu konfirmasi lagi, selepas sesi materi, kemudian ada sesi foto bersama, saya ambil sampel, bertanya ke mereka tentang apa yang mereka dapat, pun minta pendapat tentang performa saya, dan Alhamdulilah, legaa :')
Sampai-sampai ada yang minta tanda tangan saya wkwk. Barangkali karena saya afirmasi dia tentang potensi dan mimpinya menjadi public speaker handal dikemudian hari, saat bertanya tentang tips berani berbicara di depan umum.
Ya Allah anak-anak kicik betapa gemasnya, seru juga ternyata haha :'). Ini jadi pengalaman berharga bagi saya, sederet peristiwa dari diberi masukan dan prakteknya hadir di waktu berdekatan, seolah Allah minta saya buat lekas belajar.
Allahua'lam bish showab. Semoga Allah terus menjaga niat dalam diri kita agar semata apa yang dikerjakan hanya untuk menggapai ridho-Nya.
37 notes · View notes
kaktus-tajam · 9 months
Text
Edukasi yang Sampai ke Hati
“Oh gitu ya Dok? Wah saya baru tau. Terima kasih banyak ya, Dok!”
Satu hal yang signifikan terasa setelah menjalani 2 dari 6 bulan ku di puskesmas adalah: melakukan edukasi yang sampai ke hati. Ya, hati pasien.
Aku sampai berpikir: sebervariasi itu ya manusia, spektrumnya dimulai dari apatis sampai dengan neurotis. Haha. Dari “saya tidak sakit” walau tekanan darah 220/110, sampai dengan “saya minta dirujuk” walau tak ada indikasi. Tentunya ini disebabkan aspek multifaktorial seperti level pendidikan, akses terhadap informasi, status ekonomi, dan kepercayaan.
MasyaAllaah setiap hari jadi tantangan dari Allaah untuk bisa mengakomodasi keluhan dan permintaan pasien dan keluarganya. Jadi merenung: Betapa indahnya pekerjaan ini, membuatku semakin yakin bahwa tidak mungkin hari-hari dilalui tanpa kekuatan dari Allah. Laa haula wa laa quwwata illa billaah.
Pekan ini contohnya, tugas di poliklinik umum, dengan cakupan 60-100 pasien sehari, diampu 2-3 dokter.
Setelah berjalan 2 jam pertama, ada momen ketika terbesit dalam hati: aduh ini pasien kenapa gak mau dikasih tau sih? Sudah berbusa menyarankan untuk dirujuk, tetap saja ia menolak.
Pasien lainnya, gula darah dan tensi di luar batas normal, takut minum obat karena kata orang, efek sampingnya ke ginjal.
Malam hari itu, aku ngobrol dengan beberapa temanku. Kadang frustrasi ya Hab, karena banyak hal yang di luar kendali kita. Kendatipun kita sudah berusaha maksimal. Deg. Astaghfirullah.
Ternyata hari itu lupa: berdoa meminta lisan agar dimudahkan, hati pasien dilembutkan, hati dokter dilapangkan.
Edukasi yang sampai ke hati, tentunya butuh akses dari Yang memegang hati manusia yaa?
Ternyata masih segini levelku, belum selevel Rasulullah saw. yang dalam kondisi berdarah dilempar batu di Thaif, tetap lembut lisannya, tetap berdakwah walau ke satu pemuda, tetap mendoakan kebaikan untuk mereka yang mendzaliminya.
Belum selevel ulama yang menghafal nama beserta detail kehidupan seseorang, nama anak, orang tua, asal daerah.. agar dapat menyentuh hati mereka ketika memberi nasehat.
Belum selevel dosen-dosen subspesialis kami yang super lelah, sibuk, kerja sampai larut malam, namun selagi visite mampu mengajak semua berdoa bersama untuk pasien.
Ternyata masih banyak PR ku mengelola hati.
Semoga rutinitas monoton tidak membuat stagnan, tidak berkembang, dan lalai dari meluruskan niat dan melangitkan amal.
Semoga menjadi pribadi yang bisa terus peka terhadap hikmah, dari cerita pasien tentang kebunnya, anaknya, suaminya, istrinya, orang tuanya, pekerjaannya, hewan peliharaannya, teman kerjanya, haha.
-ha.
Semoga tulisan ini pun, sampai ke hati.
122 notes · View notes
journeyofken · 9 months
Text
Tulisan mba @kkiakia
Mau reblog tapi ga nemu-nemu, jadinya aku copas dari notes karena ternyata pernah aku simpen. Gatau, bacanya sambil sesek nangisssss :"
Jika kau sering merasa tak berarti..
Maka lihatlah, betapa rumitnya penciptaan manusia seperti dirimu. Maka, tidak mungkin tanpa arti—Allah menghadirkanmu ke bumi ini.
Tak ada takdir yang ditulis asal-asalan, semuanya penuh cinta-Nya. Seringkali, orang lain akan berusaha menguatkanmu perihal betapa berharganya dirimu sendiri. Tapi sebenarnya, yang paling kau perlukan, untuk merasa bahagia—adalah afirmasi positif dari dirimu sendiri. Maka mintalah pada-Nya agar hidupmu selalu di naungi perasaan syukur dalam setiap perubahan keadaaan.
Ya, karena pada akhirnya, memang dari diri kita sendirilah yang paling kita butuhkan afirmasinya. Sebab saat kita sulit untuk menerima diri sendiri bagaimana orang lain akan menerima kita?
Gatau hatinya penuh banget rasanya. :""
72 notes · View notes
gizantara · 2 months
Text
Compassionate Servant
Habis sholat melamun di depan aquarium, langsung mikirin berbagai aktivitas yang mau dilakuin. Tiba-tiba "tasks in my head" ke-close lagi dengan satu kalimat:
"Allah punya hak surat-Nya dibaca oleh kita. Gak usah buru-buru menunaikan tanggung jawab ke makhluk lain dulu, kalau belum jadi penerima surat yang bertanggung jawab."
Di tengah dunia yang serba cepat, baca Qur'an ngasih dampak untuk menormalkan kembali kecepatan default dalam hidupku dan menahan diriku dari ketergesaan. Istilah Sundanya mah, "rek kamana atuh, sakirana rurusuhan mah mangkat we ti kamari" hahaha.
Tapi sebenarnya mah emang dodol juga, numpuk banyak tasks buat dikerjain tapi eksekusinya cuma satset saat mendekati deadline (sanes ti kamari).
Ya udah lah, itu mah hal lain. Tapi mau review perkara baca Qur'an dulu deh, yang kayanya selama kuliah tuh aku ngerasa rurusuhan mulu, pasti karena baca Qur'annya masih nggak konsisten. Minggu kemarin pisan, ditanya sama temen:
"Za, testimoni tentang baca Qur'an dong!"
"Pokoknya jangan lepas interaksi seharipun. Even cuma dengerin murroral. Tapi jangan merasa cukup. Coba baca dikit aja asal konsisten. Aku juga lagi terus biasain ngaji biarpun cuma satu ain sehari."
"Kenapa ain? Nggak halaman?"
"Kaya ngajinya nenek-nenek ya? Hahaha. Tapi sebagai orang yang gak suka teratur, ngaji pakai sistem ain tuh seru. Kadang sekali ngaji bisa cuma setengah halaman, kadang bisa sehalaman lebih, hampir dua halaman. Terus jadi ga kepikiran ngitung-ngitung halaman untuk nyari tau kapan ganti juz."
"Terus rasanya gimana?"
"Hmm.. mungkin kaya, pulang. Dari semua hiruk pikuk dunia, ketika hati dan pikiran udah kesana kemari ngurusin banyak hal, rasanya kaya balik ke home base buat nutup semua tasks dan recharge dulu. Stabil dan menenangkan. Aku mulai percaya Qur'an itu obat. Tadinya kukira cuma istilah klise doang."
Sampai di sana, aku juga merasa sayang banget euy udah bertahun-tahun kenal Allah tapi keliatan gak banyak effort untuk memahami Allah dan nyari tau lebih dalam tentang maunya Allah gimana. Gak ada empatinya pisan sebagai hamba (kenapa empati, pokoknya nanti mau bahas tentang empati di tulisan lain kalo mood). Celakanya lagi, oke nih seringkali tau mau-Nya apa tapi ngga melakukannya. Nggak compassionate gitu.
Padahal compassionate-nya seorang hamba, bisa jadi standar untuk menilai seberapa cinta dia ke Allah. Sama kaya apa yang Allah jelasin juga:
"Katakanlah (Muhammad), "Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
QS Ali Imran (3) : 31
So, be compassionate! Kata Pak Anies juga, cinta itu kata kerja, bukan kata benda. But before becoming compassionate person, we must improve our understanding skills.
How do we understand God? Baca suratnya. Gini deh simpelnya. Aku sebagai penulis, akan merasakan effort seseorang memahamiku kalau orang tersebut mau baca tulisanku. Mungkin awalnya orang itu gak paham. Tapi dengan usaha dia atas ketidakpahamannya saja, aku bisa tersentuh loh.
Nah, mungkin berlaku juga ke Allah sebagai penulis Al-Qur'an. Allah senang sama hamba yang baca pesannya. Udah gitu, gak cuma baca, tapi di-review. Allah akan sangat menghargai usaha kita, sesedikit apapun, sesusah apapun kita belajar Al-Qur'an. Oh iya, btw, perlu diingat kalo Al-Qur'an susah masuk kalo kondisi hati lagi ada yang dicintai selain Allah. Berdasarkan pengalaman pribadi sih sebenarnya mah, hahaha.
Jadi, untuk menyambut Ramadhan kali ini, aku mau kasih ruang untuk Al-Qur'an masuk ke hatiku dengan leluasa. Mengizinkannya membersihkan setiap sudut yang bernoda, memulihkan setiap fitur yang terluka, menutup celah bocor yang terbuka, dan menghilangkan karat yang ada sebab air mata dari menangisi manusia.
Di dalam hati, aku juga udah taruh memori-memori nostalgia aku sama Al-Qur'an yang indah dan seru. Contohnya kaya, momen excited waktu dengerin kajian guru di sekolah, momen ramadhan tahun-tahun sebelumnya, maupun momen murojaah. Pokoknya semacam mempersonifikasi Al-Qur'an supaya kerasa interaksinya.
Btw, ini sebuah temuan baru juga (full-nya nanti deh pas bahas empati). Di bahasan tentang empati, compassionate itu nunjukin kebijaksanaan seseorang karena ngebahas tentang how human act, apakah dia ngikutin pengetahuan dia tentang itu, atau sengaja nggak ngikutin (mengingkari) pengetahuannya. Dan dari sana aku sadar, banyak orang berbuat hal yang nggak ngenakin hati itu bukan karena kurangnya empati, tapi kurangnya compassion. Menolak peka.
Makanya Allah pakai istilah "fasik" di dalam Al-Qur'an buat ngedeskripsiin tindakan uncompassionate.
"Dan sungguh, Kami telah menurunkan ayat-ayat yang jelas kepadamu (Muhammad) dan tidaklah ada yang mengingkarinya selain orang-orang fasik." (Al-Baqarah : 99)
Idenya, orang fasik itu bukan orang bodoh yang gak tau apa-apa. Banyak ayat tentang orang fasik yang melanggar perjanjian dengan Allah. Artinya apa? Mereka udah dikasih petunjuk, mereka berangkat dari orang yang berpengetahuan mengenai benar dan salah, mereka memahami dan telah melakukan perjanjian tertentu.
Mereka berempati secara kognitif untuk mengetahui "how" dan "why" Allah berbuat sesuatu. Tapi, mereka nggak compassionate. Sebel kan? (Ya maksudnya mah sebel ke diri sendiri juga kadang, yang secara sadar ga sadar menanam bibit kefasikan)
Tapi serius deh, kita sering kan sebel ke manusia yang "ngahajakeun"? Udah tau kita pengen A, eh malah ngelakuin B. Udah tau kita gak suka C, eh malah dikasih C. Mau dibilang bodoh, kayanya mereka tau kok. Tapi berarti lebih dari bodoh dong? Apa dong? Nggak becus? Atau apa ya? Gak ada umpatan yang tepat untuk orang fasik sih kayanya. (Eh eh kenapa jadi ngumpat ya? Wkwk) Oh ada, mungkin ini, kata Bung Rocky Gerung mah, "dungu" wkwkwk.
Soalnya, kita sebagai manusia, akan lebih mudah mewajarkan dan memaafkan kesalahan yang diperbuat karena ketidaktahuan kan, daripada kesalahan yang disengaja karena pengingkaran. Makanya di Qur'an, orang fasik tuh levelnya lebih parah daripada orang bodoh. Dan kalau mereka meneruskan kefasikannya akan berganti level jadi orang dzalim.
Bahkan ya, kaum-kaum rebel yang bikin Nabi Musa banyak ngebatin ke Allah tuh bukan orang bodoh, melainkan kumpulan orang-orang fasik. Aku kalo jadi Nabi Musa mah mungkin udah greget banget, bakal aku teriakin tuh di depan muka mereka, "dasar dungu!" gitu, hahaha, enggak lah bercanda. Aku gak punya nyali besar untuk itu.
Dan emang, kata Allah juga kebanyakan manusia adalah orang-orang fasik. Ya emang sih, keliatan kok. Manusia sekarang mah nggak bodoh, justru pinter, tapi sayang, uncompassionate.
Bagian paling ngena tentang pembahasan fasik, adalah di surat Al-Hadid ayat 16:
Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka) dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima Kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.
Kebayang gak, ditanya "belum tibakah waktunya?" di posisi sebenarnya kita justru sudah melewatkan waktunya (terlambat) tapi masih dikasih kesempatan. Kerasa banget dungunya. Semacam ditanya, "mau sampai kapan menyesatkan diri terus?"
Relate-nya lagi, surat Al-Hadid itu turun di masa-masa kaum muslimin sudah melewati perang Badar, Uhud, Khandaq, dan sebelum fase Fathu Makkah. Asbabun nuzulnya adalah karena posisi kaum muslimin saat itu persis banget kaya sekarang, lagi loyo-loyonya cuy! Males berdakwah dan ngerasa gak akan ada perang dalam waktu dekat. Sebagian besar surat Al-Hadid sebenarnya ngejelasin "bagaimana bisa seorang muslim menjadi munafik?"
Ringkasnya:
Muslim → malas → tidak disiplin → fasik → zalim → munafik.
Nah aku kan jadi penasaran mau nyari tau apa penyebab-penyebab orang jadi uncompassionate? Nanti deh coba dicari. Kemungkinan relevan dengan alur di atas. Makanya setelah tau ini, harusnya sih aku makin hati-hati. Katakan "hayu" pada keinginan Allah. Dan katakan "sorry ye!" pada murka Allah.
Seru! Jadi punya kesadaran baru dan program baru untuk terus menerus memperbarui pemahaman aku terhadap Allah serta menindaklanjutinya sebagai bentuk compassionate sebagai hamba. Feel deeply (hayati kasih sayang-Nya), think accurately (jangan salah paham ke Allah), dan act wisely (lakuin yang seharusnya).
Hi, Allah. I'm ready to welcome Your great guest; Ramadhan 🫡
— Giza, lagi suka-sukanya belajar konsep empati
(anw, tulisan ini temuan spontan yang diperoleh tiba-tiba bahkan saat lagi ngetik, gokil ternyata nemu persamaan fasik = uncompassionate, hahaha maaf katrok sama ilmu baru jadi langsung nyerocos dan connecting dot by dot langsung di sini tanpa ngotret mentahan dulu di notes. Akan disunting kalau ada yang keliru)
21 notes · View notes
nurliarahmawati · 10 months
Text
Mengupas Sejarah Kekinian: Menghubungkan Masa Lalu dengan Masa Kini
Sejarah bukanlah sekadar kumpulan fakta dan peristiwa masa lalu. Sejarah adalah kunci untuk memahami dunia kita saat ini, karena kita hidup dalam warisan dari masa lalu yang terus membentuk dan mempengaruhi kehidupan kita. Dalam tulisan ini, kita akan mengupas sejarah dengan pendekatan yang kekinian, menjelajahi bagaimana memahami dan menghubungkan masa lalu dengan masa kini, serta mengungkap relevansi sejarah dalam konteks kehidupan kita sehari-hari.
Tumblr media
Sejarah dan Identitas Pribadi: Masa lalu kita adalah bagian integral dari identitas pribadi kita. Melacak asal-usul keluarga, mengeksplorasi budaya leluhur, atau mempelajari peristiwa bersejarah yang mempengaruhi nenek moyang kita dapat memberi kita pemahaman yang lebih dalam tentang siapa kita sebagai individu. Dengan memahami sejarah pribadi kita, kita dapat menghargai akar kita dan merayakan keberagaman yang kita miliki.
Mengenali Pola Sejarah yang Berulang: Dalam sejarah, seringkali ada pola-pola dan temuan yang dapat ditemukan di berbagai periode. Dengan mempelajari masa lalu, kita dapat mengidentifikasi pola-pola ini dan menerapkannya pada situasi dan peristiwa masa kini. Misalnya, memahami konflik atau perubahan sosial yang terjadi pada masa lalu dapat membantu kita mengenali tanda-tanda serupa dalam masyarakat saat ini.
Relevansi Sejarah dalam Isu Sosial Kontemporer: Banyak isu sosial dan politik yang kita hadapi saat ini memiliki akar sejarah yang kuat. Dengan mempelajari sejarah, kita dapat menggali pemahaman yang lebih mendalam tentang asal-usul masalah ini, melihat bagaimana isu-isu tersebut berkembang dari masa lalu, dan belajar dari kesalahan serta pencapaian masa sebelumnya. Sejarah memberi kita perspektif dan kerangka pemikiran yang diperlukan untuk berkontribusi pada perubahan positif dalam masyarakat kita.
Teknologi dan Visualisasi Sejarah: Kemajuan teknologi memberikan kita akses baru ke sumber daya sejarah dan pengalaman visual yang mendalam. Dengan penggunaan augmented reality (AR), virtual reality (VR), atau platform digital interaktif lainnya, kita dapat menjelajahi dan "mengalami" peristiwa sejarah dengan cara yang lebih mendalam dan menarik. Teknologi ini membantu menjembatani kesenjangan antara generasi yang berbeda dan membuat sejarah lebih mudah diakses dan dipahami.
Sejarah dalam Budaya Populer: Sejarah telah menjadi sumber inspirasi bagi industri budaya populer seperti film, musik, dan literatur. Karya-karya ini membawa sejarah ke dalam gaya yang kekinian, menghidupkan kembali peristiwa atau tokoh-tokoh sejarah dengan cara yang menarik dan relevan bagi generasi muda. Mengikuti karya-karya ini dapat memberikan wawasan baru tentang sejarah sambil menikmati hiburan yang menarik.
Jadi, sejarah bukan hanya tentang peristiwa masa lalu yang jauh tetapi juga menjadi cermin bagi identitas kita dan kunci untuk memahami dunia yang kita tinggali saat ini. Dalam menjalani kehidupan kekinian, penting bagi kita untuk menghubungkan diri dengan sejarah, mempelajari pelajaran berharga dari masa lalu, dan menerapkan pengetahuan itu dalam konteks kehidupan kita sehari-hari. Dengan melihat ke belakang, kita dapat melangkah maju dengan pemahaman yang lebih dalam tentang siapa kita dan masyarakat kita.
19 notes · View notes
ameliazahara · 5 months
Text
Sekolah S1 dan S2 bedanya apa?
Baru tau kalau ‘hidup tuh demikian’ setelah terjun ke dunia kerja. Setelah terjun ke dunia kerja, ternyata ada banyak kampus yang akreditasinya beragam, dan jauh banget dari standar yang selama ini dijalani. Sekolah pun sama, diri baru tau kalau ternyata ada sekolah dengan akreditasi yang tidak setara juga—yang jauh banget dari standar yang dipahami selama menjalani masa-masa sekolah.
Selama masa pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga jenjang magister, alhamdulillah mendapatkan pendidikan di sekolah yang grade-nya kelas menengah ke atas di tingkatannya. Tentu, di sekolah tersbut diisi oleh beragam orang dari berbagai wilayah dan kalangan, dan juga dengan kualitas guru yang alhamdulillah mumpuni. Dari hal ini diri akhirnya terbiasa menghadapi persaingan dengan berbagai orang dengan kelas yang setara.
Alhamdulillah bisa merasakan jadi mahasiswa yang kuliah di kampus negeri terbaik Aceh, yang bahkan kampus S1 dan S2 akreditasinya sama-sama unggul saat ini, bahkan sekarang termasuk kampus PTN-BH juga.
Balik lagi, yang mahal dari pendidikan itu adalah lingkungannya.
Atas dasar apa yang diterima, diri berupaya mewariskan itu ke anak-anak kelak. Semoga mereka bisa merasakan hadiah pendidikan terbaik yang bida diberikan.
Saaat ini, diri bekerja di kampus yayasan pemda, dan tempat kerja yang sebelumnya merupakan kampus yayasan pribadi, yang kedua-duanya adalah kampus swasta. Di kampus yayasa pemda ini, diri tidak bisa menafikan kalau kampus ini adalah suatu yang sentral banget di kota ini. Kampus ini terbiasa terlibat atas sesuatu yang buka porsinya, tapi bisa memberi benefit bagi berdirinya institusi tercinta. Terlbiat politik harus siap. Terlibat sasaran-sasaran dari berbagai sisi harus bersiap juga. Beruntungnya menjadi bagian dari institusi insyaAllah bisa mengangkat reputasi diri.
Visi-misi dan sumber dana adalah dua hal yang menjadi indikator penting dari berbagai institusi pendidikan tinggi di daerah. Hal ini mempengaruhi kinerja dan pada siapa tunduk diberikan. Bahkan, cara mereka menghasilkan lulusannya juga tergantung pada kebijakan dan kepentingan institusi. Apapun itu, segala gap yang terjadi merupakan suatu yang tidak perlu dipermasalahkan karena semua punya dalih demi kepentingan bersama.
Diri menyadari kalau apa yang dijalani dulu dan apa yang kini dihadapi adalah dua kelas yang tidak setara, jika dikomparasikan pun akan tetap tidak sebanding. Jadi, sebagai karyawan diri bertugas menjalankan apa yang diembankan, ikut aja gimana aturannya, selagi rejeki yang dihasilkan halalan tayyiban.
Beberapa waktu lalu di time line twitter nemu tweet ini yang sampe di repost ulang.
Tumblr media
Tumblr media Tumblr media
Tulisan ini terinspirasi dari thread tersebut. Bahwa ternyata banyak yang juga menyadari bahwa grade dari pendidikan menentukan banyak hal di kemudian hari. Diri juga menyadari kalau, berproses itu selalu membuahkan hasil yang tidak sama pada setiap orang. Tempat di mana kamu ditempa dengan prosesmu juga penting banget. Relasi yang menemani dan menjatuhkanmu di masa berproses juga penting. Karena kelas kehidupan diterpa sejak di masa ini.
Jika diibaratkan dengan rumah, jenjang S1 itu seperti pondasi, ini penting banget. Jenjang S2 atau pun S3 adalah yang menjadikan indah rumahnya. Tanpa pondasi yang kokoh, jika terjadi bencana gempa bumi maka bangunan tidak akan bertahan juga. Atau seindah apapun tampilan luar, jika pondasinya tidak kuat maka bangunan tersebut akan rapuh juga.
Penting banget untuk menentukan pendidikan S1 hendak ke kampus mana. Jangan asal menentukan. Karena pondasi diri kedepannya bahkan di dunia kerja, diterpa sejak pendidikan S1.
Pentingnya pendidikan itu bukan dibagian gelar atau ijazahnya, bukan dibagian keren cover luarnya saja. Bahkan diri begitu terkejut ketika tau ada dosen lulusan S2 yang ga tau value dari pendidikannya. Anehnya, dia masih merasa tidak berdaya, dia merasa tidak bisa memberi kontribusi apapun. Lha, selama sekolah S2 ga diajarin gimana harusnya sebagai lulusan S2? Padahal kini dia sudah jadi dosen ber-nidn. Setelah nanti kamu jadi lulusan dan menjadi bagian masyarakat, maka kamu wajib survive, wajib mengembangkan dirimu sendiri. Kamu tidak lagi dibimbing seperti ketika dulu sebagai mahasiswa. Itu sebabnya salah satu tujuan pendidikan adalah memberikan problem solving.
Jangan heran ketika nanti di dunia kerja bertemu karyawan yang titelnya banyak tapi kerjanya ya B aja.
Walau nanti di dunia kerja, yang pintar dan memiliki kapabilitas, akan kalah dengan mereka yang mahir berdalih—berbicara dan punya relasi orang dalam.
Dari pengalaman yang diperoleh, ternyata ada beberapa orang yang merasa bisa memperkuat pondasi dengan memperindah tampilan luar sebuah bangunan. Lha gimana? Jadi mereka yang merasa kurang percaya diri dengan pendidikan S1 nya berusaha mencoba untuk lanjut sekolah ke jenjang yang lebih tinggi lagi di kampus ternama dengan dana dari orangtua yang mumpuni. Mungkin mereka merasa dengan pendidikan lebih tinggi dari yang lain mereka bisa merasa lebih unggul dan lebih percaya diri. Ini adalah hak masing-masing orang.
Kok diri seperti iri ya? Bukan. Tapi poin pentingnya adalah, bangun pondasi yang kokoh dulu, jika pondasi sudah kokoh, mau kerja di masa saja, walau lulusan S1 atau apalah, insyaAllah akan tetap berhasil dan berjaya. Yang terpenting itu kapabilitas dan bertahan.
11 notes · View notes
rismaisnayah · 1 year
Text
Bukankah kita tidak akan melihat perubahan besar tanpa perubahan perubahan kecil dalam diri ?
Sifatnya kita manusia adalah ingin hasil sesuai keinginan tapi minim upaya. Sesedikit mungkin modal tapi memperoleh banyak. Sesingkat mungkin waktu hasil cepat keluar. Kenapa dalam konsep memperbaiki diri atau meningkatkan kualitas diri, hal tersebut tidak berlaku ?
Sebab, kita tidak hanya belajar dari hasil akhirnya. Kita seringnya dan bahkan mungkin selalu diminta untuk belajar dari prosesnya. Proses yg kita laluilah yg mengandung banyak pembelajaran. Sebagai contoh,
Kita diminta mengetik surat, tetapi kita belum bisa Ms Word, maka dalam proses mengetik surat tsb, kita musti belajar bagaimana cara menggunakan Ms Word hingga terbentuk tulisan dg kriteria-kriteria yg telah ditentukan sebelumnya. Apakah kemudian print out suratnya yg menjadikan value diri/ skill kita naik ?
Bukan, tetapi proses kita belajar Ms Wordnya. Kita jadi tahu bagaimana cara menggunakannya dg benar, dan di kemudian hari kita tidak lagi asing dalam menggunakannya.
Perjalanannya yg menjadikan diri kita bervalue atau justru menjadikan diri sama sekali tidak berarti. Caranyalah yg menentukan, apakah jalan yg kita tempuh jalan yg baik dan benar atau kita memilih jalan yg tidak baik dan salah asal apa yg kita inginkan tercapai ?
Dalam konteks kebaikan, perbaikan diri, menaikkan kualitas diri dihadapanNya, sekecil apapun perubahan itu terlihat. Maka hargai dan bersyukurlah sebab sudah dituntun untuk sampai pada hari ini dan detik ini menjadi bagian dari orang orang yg sadar bahwa kita harus terus bertumbuh.
Sebagaimana sifat alaminya tumbuh, ibarat sebuah pohon. Dia tidak akan menjulang tinggi dalam waktu semalam, butuh waktu yg lama, berbulan2 bahkan bertahun tahun. Tapi bisa menjadi pohon sebesar itu adalah sebab akumulasi pertumbuhan2/ perubahan2 kecil yg terjadi setiap hari..
20 notes · View notes
yunusaziz · 15 days
Note
Halo kak. Kalo diliat tulisan kak yunus sepertinya suka ditanya urusan hati dan perkara nikah ya? Kalau begitu, aku mau nanya sekaligus minta petuah dong. Hehe lagi bingung nih, lagi ada ketertarikan sama dua orang cowok. satunya karena dah sering main (karena satu circle), jadi kalau komunikasi tuh nyambung dan dirasa bisa menerima apa adanya. satunya lagi, karena beberapa kali suka komunikasi aja lewat chat, jadi dirasa nyambung dan ada beberapa aspek yang bikin tertarik juga. tapi di sisi lain, dua orang ini belum ada ngajak ke arah yang serius kak, karena dirasa belum siap aja. Tapi, salah satunya sudah validasi kalo dia udah ada niat buat itu, tapi bukan dalam waktu yang dekat. Di sisi lainnya lagi, orang lain di luar dua orang ini malah berdatangan buat ngajakin nikah (lewat taaruf). gimana ya kak, mau nolak juga ga enak sih. mau nerima, tapi masih ada rasa sama dua orang ini, yang menurutku dah cocok dan nyambung aja gitu. hehe minta sudut pandangnya ya kak
Halo. Kurang tau juga nih kenapa sering dapat pertanyaan beginian. Cuman asal bukan pertanyaan yang mengarah ke personal, dan merasa mampu menjawab, insyaallah diupayakan. Kalau ada yang sifatnya personal, kindly to DM directly aja ya. Semoga bisa dipahami.
Pertama, selama belum ada niatan dan itikad serius (baca: mengajak dan melakukan proses ke jenjang selanjutnya, silaturahim ke ortu, tukar proposal, dsb) sebaiknya kita harus tegaskan barier hubungan kita dengan lawan jenis. Sedekat atau seintim apapun itu sebuah hubungan yang terjalin.
Membangun skeptis/keraguan tidak ada salahnya, malahan harus. Tujuannya dalah untuk meminimalisir rasa kecewa ketika tidak sesuai realita dan supaya value yang kamu punya tidak ter-downgrade hanya karena merasa nggak enakan, atau bahkan sampai termanipulasi rasa/emosional dari lawan jenis. Misal : apa yang kamu perjuangkan dari sebuah hubungan?, dsb.
Kedua, harus jujur dengan keadaanmu. Mulai dari hatimu, kesiapanmu menuju ke pernikahan, dsb. Jika misal memang merasa 'sudah saatnya', harus mulai lebih dewasa dalam mengolah rasa. Harus lebih selektif lagi dalam mengambil setiap keputusan. Objektif dalam menilai orang lain.
Bukan hanya sekedar 'klik' soal diskusi, dan kenyamanan semata. Tetapi lebih dalam dari itu, apakah ada kesamaan visi yang ingin dibangun bersama? Baik itu dari sudut pandang agama, ekonomi, pendidikan, dsb. Hal-hal semacam ini betul-betul harus mulai diperhatikan.
Ketiga, kembali pada soal kejelasan rasa. Kalau perlu, tanyakan ke mereka akan kesiapan kesana. Sampaikan kalau di usiamu yang saat ini, bukan waktunya lagi untuk 'bermain'. Kalau emang nggak ada, yaudah harus jujur dan tegas dalam mengambil sikap. Artinya mereka hanya datang sebatas teman, bukan sebagai pasangan.
Jika, kamu masih ragu untuk melalukan itu (baca: tegas dan jujur) yah artinya aku rasa ada hal yang perlu kamu selesaikan dulu sebelum menuju ke hubungan lebih lanjut, yaitu soal mengenali dirimu.
"Sudahkah benar-benar saya siap menikah?"
"Visi apa yang aku perjuangkan dalam hidup ini?"
"Sudahkah aku berkomitmen penuh menuju proses pernikahan ini?"
"Seberapa siap aku menerima lebih dan kurangnya pasanganku nanti?", dsb.
Wallahua'lam bish showab.
17 notes · View notes
irmodayo · 6 months
Text
Jika aku boleh menyebut, maka akan kukatakan bahwa kamu itu seperti perasaanku kala bangun tidur di hari minggu pagi —menyenangkan dan sedikit membingungkan. Cukup membuat pening untuk memutuskan harus kusebut hari itu sebagai awal pekan atau akhir pekan? Melihatmu, membuatku seperti mencoba berbicara dengan bahasa baru yang kemarin kupelajari. Hatiku penuh dengan perasaan-perasaan indah yang sulit diterjemahkan. Rasanya, aku mau waktu berhenti ketika aku sedang asyik menghitung berapa kali kamu tertawa karena aku yang asal bicara. Dari kejauhan, tidak ku sangka manusia sepertimu dan orang sepertiku bisa menjadi semakin serupa. Sejak malam hingga pagi, semakin banyak waktu yang aku sisihkan untuk mempelajari kamu, semakin aku menyadari hadirmu begitu berharga. Harapku besar, siapa tau nanti kita bisa menjadi rumah yang meneduhkan bagi satu sama lain. Sedang berbahagia atau sedang penuh gelisah, aku akan selalu berusaha bisa menjadi tempatmu bertumpu dan membersamaimu. Yaa..siapa tau. Nanti kita bisa duduk dan menghabiskan waktu hanya untuk sekedar fu…fu…fu…fu. Akan keperdengarkan kepadamu lagu-lagu romantis pilihanku, atau kubacakan kumpulan tulisan tentangmu yang kubuat saat pikiranku sibuk mengingatmu. Tapi sebelum sejauh itu, sudah tiba di sini saja aku bersyukur bahwa kamu masih menjadi manusia yang utuh. Meski katanya jatuh cinta akan dipenuhi kabar buruk, boleh tidak aku menepiskan itu dulu? Sebab kali ini aku merasa semua yang sulit bisa menjadi mudah karena aku jatuhnya kepadamu. Seperti burung yang melewati awan dan menembus angkasa, aku juga masih meraba. Tapi Tuhan, bolehkah ini saja yang aku perjuangkan?
Menyusun Kepingan Bunga Matahari : Bagian Kedua
7 notes · View notes
kayyishwr · 8 months
Note
Assalamu’alaikum mas kayyis, sebelumnya perkenalkan saya hamba Allah yang merasa senang membaca tulisan-tulisan dari antum. Semoga Allah melimpahkan kebaikan untuk mas dimanapun berada. Saya izin bertanya ya mas, menurut mas apakah organisasi islam itu penting sebagai salah satu kriteria untuk memilih pasangan hidup? Jazakallah khairan.
Waalaikumussalam mas/mba
Sekali lagi terima kasih untuk apresiasinya, semua dari Allah dan semoga Allah ridhoi semuanya
Pertanyaan ini sebenernya dijawab sesuai siapa yg ditanya yak
Klo berkaca kepada pengalaman mba saya yg menikah, Abi Ummi saya tidak mempermasalahkan sama sekali terkait hal ini
Jadi ya saya ngikut pendapat yg demikian, asal hal-hal yg ushul dijaga dan diperhatikan
Begitu, pengen jawab panjang, tapi takut tidak bersumber, jadi monggo ditanyakan kepada yg ahli saja, insyaAllah lebih menentramkan
13 notes · View notes
yonatanyanggara · 1 year
Text
Ramadhan ke-20 Tentang Berjuang
Tumblr media
Semoga kita tidak lupa mengenai sebuah kisah bahwa ada seorang wanita yang berlari dari bukit shafa ke marwa berulang kali. Berkali-kali ia mencoba dan tidak berhenti.(2)
Semoga kita mampu memaknai, tidak semua kita dapat pada percobaan pertama.
Semoga kita tidak cepat lelah mengetuk pintu kesempatan lagi dan lagi dengan usah terbaik.
Sampai nanti Allah mengatakan cukup dan mengganti segenap keletihan tadi dengan kenikmatan yang tidak pernah kita sangka sedikitpun.
Dengan kebaikan yang melampaui apa yang kita pinta.
Dengan kebaikan yang lebih baik dari kehendak kita.
Selamat berusaha!
20 Ramadhan 1444 H
*Tulisan ini adalah bagian dari project kecil : 30 hari menulis yang sudah berjalan sejak 6 tahun yang lalu. Tulisan-tulisan sederhana ini  akan diterbitkan setiap hari selama Ramadhan 1444 H, bertepatan tahun 2023. Selamat membaca, semoga lingkaran kebaikan ini senantiasa terus bertunas:)
 ———
(1) Foto : Meja belajar. Dokumen pribadi
(2) Terinspirasi dari https://rumaysho.com/21136-inilah-asal-mula-air-zamzam-dari-kisah-ismail-dan-ibunya-hajar.html
15 notes · View notes
sastrasa · 8 months
Text
Kecanduan
Dimana ya buku-bukumu lainnya dijual? Dimana aku bisa membeli tulisan-tulisanmu? Semua? Berapapun harga, aku bersedia, asal bisa menukarnya dengan tulisanmu. Memang, aku baru baca satu bukumu, yang itu, terbitan sepuluh tahun lalu, secara cuma-cuma. Berkat buku itu, aku bisa kembali menemukan diriku yang berceceran. Dan aku tahu, aku butuh baca lebih banyak. Iya, meski aku telah membaca seluruh tulisanmu pada catatan harian internetmu itu, seluruh unggahan beserta takarir pada sosial mediamupun telah aku eja. Tapi aku butuh lebih, lebih dan lebih. Aku juga baru tahu kalau ternyata, tulisan bisa bikin kecanduan. Dan aku kecanduan tulisanmu.
- Sastrasa
9 notes · View notes
beyondkookie · 1 month
Text
Hanya sebuah tulisan seseorang yang sedang kalut
Zona ini sudah sangat sesak. Kamu tidak bisa bernafas dengan baik. Seolah ada ribuan virus dalam paru-parumu. Orang-orang di sekitarmu memegang banyak sekali batu yang sepertinya akan dilemparkan secara asal dan akan mengenai tubuhmu. Dari mulut mereka tercium bau menyengat. Tanda-tanda bahwa udara di sekitarmu sudah tidak layak dihirup.
Pergi ke tempat yang sudah lama tidak kau singgahi. Bertemu orang asing. Bercakap-cakap dengan mereka sebentar. Sekadar basa-basi remeh. Lalu berpisah dengan mengantongi kesan baik. Membayangkannya saja sudah sangat menyenangkan.
Aku merindukan angin, pantai dan deburnya. Atau zona yang dikuasai ketenangan yang kadar ramainya pas. Tidak terlalu bising, tapi jauh dari kata sepi. Kemudian kamu memulai dialog itu. Antar Kamu dan Tuhan atau melalui makhluk-Nya yg lain. Angin dan harmoninya. Percakapan manusia asing dan sensasinya. Hal-hal merisaukan dan jaraknya.
Otakmu bekerja dengan baik...
Kamu mencerna dan mempelajari semuanya dengan tenang..
Itu harapanmu, kan?
Kamu bahkan baru saja ditertawakan segerombolan nyamuk..
Kamu masih berada dibalik jeruji. Jangan mimpi..
3 notes · View notes