Tumgik
#Keluarga Selamanya
unimiff · 1 year
Text
Tentang Kemarin
Tumblr media
2022: 2023 pengen deh kayak teman-teman di Jawa, ketemu Kepsek CC & lebih banyak lagi teman-teman CC. Semoga bisa ikut Jajal Wae Trip 2023: Bu Kepsek CC yang datang ke Sumbar, #CCRoadTripSumatera
Kalau nggak sama Career Class #SelamanyaKeluarga
#KeluargaSelamanya, entah kapan akan diizinkan ke sini. Alhamdulillah dengan segala skenario dari Allah, sampai jumpa di lain waktu. Better time, better place, more stories to create, more memories to remember inshaAllah💙💛
Cerita panjang di balik layarnya menyusul kalau rajin nulis ehehee
2 notes · View notes
ulvafdillah · 2 months
Text
Rumah tangga adalah privasi. Maka ia tidak boleh diisi oleh selain suami dan istri. Serta anak-anak yang menjadi buah cinta dari keduanya.
Rumah tangga adalah hak permanen antara dua manusia yang terikat oleh perjanjian di hadapan Tuhan. Ia tidak boleh diganggu gugat oleh keluarga dari kedua belah pihak. Maka seorang suami yang tetap taat kepadanya ibunya, serta tahu cara memuliakan istrinya adalah baik. Karena ia mampu menjaga dua perasaan wanita secara bersamaan.
Seorang istri yang mampu taat kepada suaminya dan tidak menjadi penghalang bagi suaminya untuk berbakti kepada ibunya adalah baik. Sebab ia paham bahwa selamanya suaminya adalah milik ibunya.
Untuk itulah mengapa rumah tangga di dalam Islam, tidak boleh dicampur baurkan antara menantu dan mertua. Karena dua perempuan di dalam rumah tidak akan pernah habis masa berseterunya. Begitu pun jika di dalam rumah terdapat dua kepala keluarga, tidak akan habis masa bertikai antara keduanya.
Oleh karena itu, ketika telah menikah, sebaik-baik tempat bagi perempuan adalah rumahnya sendiri. Walau harus berbayar, walau harus hidup seadaanya. Namun itulah sebaik-baik tempat bagi perempuan.
Karena di dalam rumahnya, perempuan bisa mengekspresikan banyak hal. Perempuan bisa melakukan banyak hal tanpa perlu menghadirkan rasa sungkan dan tidak enak hati.
Maka lelaki, buatlah dinding terpisah antara istri dan ibumu. Sebab dua perempuan ini sangat rentan menghadapi miskomunikasi.
Maka perempuan, keluarlah dari rumah ibu-bapakmu. Ikutlah dan pergilah dengan suamimu. Karena pasca menikah, kau bukan lagi tanggung jawab dari kedua orang tuamu. Tanggung jawab itu berpindah di atas tangan lelaki yang memintamu dalam sucinya akad nikah.
Tak perlu ada yang saling tuntut. Karena memahami kewajiban adalah sebaik-baik pemikiran, dibanding menuntut hak yang mesti ditunaikan oleh pasangan.
11.29 p.m || 06 April 2024
224 notes · View notes
yasirmukhtar · 10 months
Text
Bismillah, apa kabar?
Semoga sehat-sehat, ya.
Bagi yang hidup lagi berat-beratnya, lagi capek-capeknya, sini duduk dulu. Ngobrol dulu.
Emang biasanya rasa sakit, sesak, itu muncul pada sesuatu yang terus berkembang.
Inget ngga rasanya waktu tumbuh gigi? Sakit, kan?
Inget ngga waktu kaki masih numbuh dan sepatu jadi kekecilan? Sesak, kan?
Atau inget ngga momen-momen saat kita terpaksa harus jadi lebih dewasa? Mungkin saat masuk kuliah, merantau, berpisah dari orang tua, punya keluarga sendiri, dan seterusnya. Berat. Ngga mudah.
Tapi semua ada ujungnya. Rasa berat itu ngga akan selamanya.
Setelah semua itu berlalu, kamu jadi orang yang sedikit berbeda. Lebih kuat, lebih bijak, lebih tahu, lebih cermat, atau lebih-lebih lainnya.
Mungkin sekarang ngga kebayang dalam benak kita gimana caranya melalui ujian ini--apapun itu. Sanggup kah kita? Apa solusi yang akan muncul untuk menyelamatkan kita? Apakah Allah benar-benar akan menolong kita? Kapan? Gimana caranya?
Tenang. Atur nafas. Tenang.
Kita tahu kita harus berpikir rasional dan segera mencari solusi. Tapi tenang dulu. Kasihan diri kita kalau terus diserang dengan berbagai spekulasi dan kekhawatiran yang belum terjadi. Bisa-bisa otak kita malah membeku, marah pada keadaan, atau ingin melarikan diri dari masalah.
Mari fokus pada hari ini saja dulu. Apa yang hari ini bisa saya lakukan? Pilih sesuatu. Tidak harus langsung benar atau besar, yang lebih penting dimulai.
Lalu apa?
Besok lakukan lagi. Besoknya lakukan lagi, dan seterusnya.
Dengan mengambil tindakan pada apa-apa yang bisa kita kendalikan, kita merasa lebih berdaya. Kalau kita merasa berdaya, rasa takut dan cemas akan berkurang.
Kalau rasa takut dan cemas itu semakin berkurang, kita bisa melihat lebih jauh ke depan. Bisa jadi setelah itulah kita menemukan solusi atas apapun yang sedang kita hadapi saat ini.
Yuk, jalan pelan-pelan aja. Lakukan satu per satu.
Bismillah, ya Allah kuatkan kami, tolong kami.
319 notes · View notes
Text
Kalo ditanya, apa yang paling lo sesali sekarang, jawaban gue adalah MENIKAH.
Jadi, pliss, banget buat lo semua yang masih single, lo wajib ketemu manusia yang bener-bener tepat. Dia juga harus punya keluarga yang mendukung lo apapun keputusan lo dan pasangan lo. Lo harus ketemu pasangan yang, mereka ngga banyak di atur sama keluarganya, harus punya pasangan yang punya pendirian, punya prinsip, punya visi dan misi yang sama dengan lo. Biar hidup yang bakal berjalan selamanya itu terasa ringan untuk di jalani.
Satu lagi, lo perlu ketemu kelurga besar calon pasangan lo minimal sekali. Biar lo punya gambaran tentang hidup lo kedepannya, bakal gimana setelah gabung jadi keluarga mereka.
Dan, semoga kalian ngga takut nikah ya.
Menikah akan indah ketika bersama dengan orang yang tepat.
😉
46 notes · View notes
ghyyts · 6 months
Text
Jangan semaunya, karena kita ga bisa dapetin semuanya.
Pengennya seneng trus, pengennya bahagia trus, pengennya semua keinginannya dipenuhi. Ga bisa gaes, berbahaya.
Hidup naik turun, gaakan selamanya menderita, gaakan selamanya juga bahagia.
Jaga pandangannya, kapan liat ke atas agar semangat terpantik, kapan nengok ke bawah agar syukur bertumbuh.
Kebanyakan liat atas itu ga baik, bisa iri, dengki, munculin banyak ekspektasi. Jadi banyak mau, pengennya ini-itu.
Terlalu lama nengok bawah juga ga bagus, bisa jumawa, pongah, sombong. Ego jadi tinggi, jadi mandang rendah org lain.
Trus kudu gimana?
Ya biasa aja.
Kita ummatan washatan, ga kanan banget, ga kiri banget, cukup stay ditengah. Biasa aja, ga ush berlebihan, ga ush kelewatan, semua udh ada ketetapannya.
Trus kudu gimana?
Syukuri.
Apa yang dateng kepada kita itu baik. Yakin pasti baik.
Karena kadang baik buruk itu relatif kawan. Beda cara pandangnya, beda juga interpretasinya.
Kalau ga baik buat kita? Mungkin untuk keluarga kita. Kalau ngga buat keluarga? Mungkin masyarakat sekitar. Kalau ngga baik buat siapa-siapa? Mungkin memang bukan sekarang. Nanti, akan ada waktu dimana semua orang akan menuai kebaikannya.
Apa yg kamu dapetin saat ini(yg mungkin kau kesali), bisa jadi adalah hal yang sudah orang lain impikan dari jauh hari.
One man stone is another man gem, ceunah.
Sekali lagi. Syukuri, kendalikan hati, kontrol ekspektasi.
Jangan semaunya, karena kita ga bisa dapetin semuanya~
Wallahu a'lam bishawab.
71 notes · View notes
irawanyusuf · 1 year
Text
Tumblr media
Terbentur, terbentur, terbentur, dan terbentuk. Tumbuh dewasa dari keluarga dan lingkungan yang biasa-biasa saja (tidak memiliki privilege) itu tidak pernah mudah. Tiap hari berkutat pada pilihan harus merelakan mimpi atau mengejarnya. Waktu sebagian besar dihabiskan untuk berjuang agar diri tidak menyerah.
Dalam proses menggapai kehidupan yang lebih baik di masa depan, orang tersebut belajar terbiasa untuk tidak dipertimbangkan oleh orang lain, diabakan, ditinggalkan, dan dilupakan. Di saat orang lain memiliki privilege berupa resources dan waktu untuk bisa menyenangkan diri melalui beragam cara, orang tersebut masih berusaha untuk mendapatkan resouces itu. Berjuang nyatanya adalah perjalanan yang teramat sunyi.
Malam tidak selamanya malam, dan siang tidak selamanya siang. Bagi kamu yang lahir untuk hidup dan membantu menghidupi keluarga, sudah berjuang sampai hari ini adalah pencapaian yang hebat.
Jakarta yang menunggu hujan. 2 Juni 2023.
152 notes · View notes
jemarimenari93 · 26 days
Text
Ketika seorang anak yang sudah menikah harus memilih, antara keluarga atau orangtua, entah dari pihak istri maupun suami, tentu sangatlah menyakitkan....
aku sadar, semua orang memiliki ujian hidup yang sudah ditakar sesuai kemampuannya, meski terkadang tak mudah untuk melaluinya. Namun harus tetap yakin semua bisa dilalui dan menjadikan kita lebih dewasa...
Memikirkan kedepannya, aku jadi sadar bahwa pasangan adakah seseorang yang akan menemani kita selamanya. Meskipun ini tak berlaku untuk semua pasangan. Tetapi orangtua punya pasangan dan kehidupannya sendiri, anak suatu saat juga akan punya kehidupannnya sendiri..
aku seringkali berada di titik terlemahku, saat seolah peran ibuk bapak menyudutkan kita untuk berpisah, bagi mereka aku selalu salah, mereka tak bisa menghargai pendapat dan perasaanku. Tetapi jika peran pasangan masih bisa mengkomunikasikan kembali tujuan hidup bersama, saling mengingatkan, meskipun seringkali berneda pendapat. Seringkali ego masing-masing menguasai diri...
Tapi jujur, Sebagai seorang anak yang sejak kecil dibesarkan oleh kakek nenek dan orangtua yang brokenhome, hal yang sangat aku takutkan adalah melihat anakku merasakan sakit yang pernah aku rasakan dari terpecahnya sebuah keluarga...
aku tak bisa menahan airmata dan overthinking ku setiap kali membayangkannya, ada kebahagiaan yang ingin aku rajut bersamamu, ada pecahan hati yang berantakan yang ingin aku rapikan kembali untukmu...
aku berharap semoga Allah menguatkan kita dan memudahkan jalan kita, aku sangat sadar dengan segala ketidaksempurnaanku, dan aku pun sadar kita sama-sama bukan manusia yang sempurna, namun semoga kita bisa saling melengkapi, saling membenahi, saling menguatkan...
Meskipun, seringkali terbesit dalam fikiran untuk berhenti memperjuangkan dan mempertahankan, tapi aku berfikir hidup ini singkat, siapa tau kita hanya butuh untuk bersabar sedikit lagi baru menemukan keindahannya. Memang seumur hidup itu lama dan akan sangat rugi jika kita bersama dengan orang yang salah, Tetapi Allah sudah menentukan dan yakin kita mampu menjalaninya...
Semoga, kita bisa saling memperbaiki, semoga langkah kita kedepannya diberi kemudahan, kita harus sering-sering memperbaiki segala yang rusak agar tak semakin rusak parah...
Semoga Allah Ta'aala mengampuni segala dosa-dosa kita, dan memberikan kita keberkahan dalam rumahtangga dan keturunan kita, Aamiin
Bunda mencintai kalian, bunda berharap keluarga kita tetap utuh karena Allah...
25 notes · View notes
careerclass · 5 months
Text
Surat untuk Career Class
Kepada Career Class
di tempat
Hai, 
Dalam kamusku, aku–sebisa mungkin–menghindari melihat sesuatu hal terjadi karena kebetulan. Karena kupercaya bahwa semua itu sudah diatur melalui ketetapan-Nya. Begitupun ketika akhirnya benang merah kehidupan mempertemukanku denganmu di tengah tidak kunjung meredanya badai pikiran yang juga hampir menenggelamkanku dalam samudera keputusasaan tentang menjadi dewasa.
Dari melewati hari demi hari, bulan demi bulan, aku merasa selalu ditemani hingga tidak lagi punya cukup waktu untuk menatap kosong masa depan yang penuh ketidakpastian. Kau–berulang kali–memberiku satu keyakinan yang semula tidak pernah kupikirkan bahwa :  semua orang punya kesempatan untuk mengusahakan apa yang akan terjadi di masa depannya. Tidak ada salahnya dengan berusaha. Jika setelahnya, memang belum sesuai dengan hasil yang kita harapkan, maka tentu ceritanya akan berbeda dengan tidak berhasil tapi sedari awal memang tidak mengusahakan apapun. 
Masa lalu kita boleh (saja) kurang baik, tapi masa depan kita (harus) bisa lebih baik.
Terimakasih sudah menjadi wasilah Allah untuk menarik tanganku kembali ke permukaan. Terimakasih sudah membuat banyak warna di kosongnya kanvasku. Terimakasih karena sudah ada. Terimakasih sudah jadi temanku bertumbuh.
Semoga kita keluarga selamanya (sampai surga), Career Class <3
Salam sayang,
-dari (yang akan segera menjadi) alumni CC23-
48 notes · View notes
langitawaan · 6 months
Text
182.
Na, aku pulang. Ku dengar kau pun masih mendiami kota kecil ini bersama keluarga kecilmu. Di sepanjang jalan menuju rumah ingatan tentang dua remaja yang percaya bahwa mereka akan bersama selamanya membuatku tersenyum getir.
Betapa naifnya aku dulu. Aku yakin bahwa kau tidak akan pernah meninggalkanku meski aku berulang kali melakukan kesalahan dan kecerobohan yang sama. Aku percaya bahwa pintu maaf darimu akan terus terbuka untukku.
Aku terlupa bahwa setiap kali kesalahan itu ku lakukan bersama itu juga rasamu kepadaku semakin berkurang dan aku belum siap untuk kehilangan saat tiba-tiba kau ucapkan kalimat perpisahan.
Na, bagaimana? Apa dia mau mendengarkan 20 Ribu kata milikmu dalam sehari? Apa dia bisa memahami marahmu kesalmu, diammu, sedihmu juga ketidakjelasanmu dalam berbagai hal? Apa dia sudi menenggelamkan egonya untuk membahagiakanmu? Apa dia memang sebuah pilihan yang tidak akan kau sesali di masa depan?
Banyak sekali kekhawatiranku tentang dia yang kau pilih untuk mendampingi seumur hidupmu. Bisakah ia memperlakukanmu sebaik aku dulu? Sebaik apa ia sampai keberuntungan berpihak padanya untuk mempersuntingmu?
Aku tidak bisa marah pada takdir. Sebab jikapun waktu bisa ku putar kembali pada masa itu aku tetaplah seorang yang belum bisa untuk memberimu jawaban akan seperti apa kita ke depan. Aku hanya pecundang. Aku tidak ingin kau dimiliki oleh siapapun tetapi aku juga belum bisa untuk mengikatmu dengan janji terikat.
Bersamaku jalanmu menjadi berantakan, sebagian mimpimu harus kau kubur hanya demi bisa sejajar berdiri di sampingku. Kau bahkan rela berjalan mundur untuk bersamaku. Aku saja yang tidak punya malu dan kurang bersyukur akan kehadiranmu.
Na kepergianmu adalah pukulan telak untuk hidupku. Ku kira kau akan terus menemaniku bagaimana pun kenakalan yang ku lakukan dengan atau tanpa sepengetahuanmu. Kini di sisa usiaku pernah ditemani dan diterima apa adanya olehmu adalah hadiah terbaik untukku walau aku terlambat menyadari itu.
Na..., aku hampir tiba. Mobil yang ku tumpangi sedikit lagi berhenti di depan pagar rumah. Ku lihat senyum Ibu juga lambaian tangan Ayah di sebalik jendela mobil. Kali ini, kepulanganku begitu sunyi. Aku mati rasa dan merasa begitu hampa.
Na, jika memang kau tak pernah lagi merindukanku paling tidak pernahkah kau mengingatku barang sedetik? Seperti aku saat ini.
Na, maafkan kebodohanku kala itu dan semoga kebahagiaan selalu menyertai hidupmu.
Bbu, 18.20 | 22 November 2023.
51 notes · View notes
kuumiw · 3 months
Text
Sekarang makin sadar, kalo orientasi untuk bahagia ternyata bukan hanya untuk diri sendiri saja. Lebih dari itu, keluarga jadi poros utama yang perlu diberikan orientasi sama.
Bagaimana mungkin seseorang bisa berbahagia saat keluarganya sendiri ternyata begitu banyak menaruh derita? Ya, memang tidak akan mudah jika harus membahagiakan semua orang. Jikapun memang kebahagian orang lain bukanlah tanggung jawab kita pun sebaliknya, namun akan salah menurutku jika dalam hidup kita tidak pernah memikirkan bagian orang lain, satu celah kecil saja itu akan berharga untuk kebahagiaan orang lain. Sungguh.
Seperti pertanyaan Ayah dan Ibu yang sederhana, "Sudah makan?", "Bagaimana kegiatan hari ini?", "Maaf ya, Ayah dan Ibu belum memberikan yang terbaik." atau hal lain sejenis. Mereka bertanya soal biasa, tapi makna didalamnya sungguh mempesona. Mereka ingin kita berbahagia, hanya itu. Tidak banyak memikirkan hari ini perut mereka harus diisi dengan apa hanya karena berusaha memenuhi kekenyangan perut anaknya. Terlebih untuk anak rantau, sepertinya akan sangat memilukan apabila jauh dari orang tua yang selalu berkata bahwa kondisi rumah baik-baik saja.
Pun dengan kita, yang sering kali menyembunyikan segala duka dalam bilik bahagia. Nyatanya kita hanya memaksa diri untuk terlihat baik-baik saja bukan? hanya karena tidak ingin membuat mereka khawatir. Haha, terima kasih sudah menjaga hati banyak orang lewat segala cemas yang kita simpan. Tapi yakinlah, bahwa segala perasaan kita memang harus memiliki tempatnya.
Rawat segala perasaan yang kita miliki. Rawat ia dengan penuh penerimaan dan kelayakan. Ucapkan bilang tidak sanggup, jangan memaksa hingga enggan meminta pertolongan. Berbahagialah yang semampunya, jangan enggan menerima kondisi dengan berusaha lebih banyak lewat jalan yang mungkin akan sulit terkendali, seperti kita mendahulukan gengsi! Aku yakin itu akan sulit untuk kita nantinya. Bersikaplah sederhana dan apa adanya.
Sambut segala sulit keluargamu dan peluk segala yang bahagia. Keadaan apapun tidak akan hadir selamanya, jika bukan kita yang merawat diri dan mereka, maka siapa yang akan berusaha untuk saling ada?
Lagi kangen rumah, Bandung 06 Maret 2024. 08.50
36 notes · View notes
nonaabuabu · 11 months
Text
Satu Hari Untuk Selamanya
sebuah flash fiction teruntuk lelaki bermata kelabu, kau masih kata-kata yang ingin aku tuliskan.
"Kenapa bukan dulu kita sadar, kalau kita jauh lebih kuat saat kita bersama?"
Sejenak jantungku berdegup untuk sepersekian detik kemudian menghentikan iramanya. Namun selayaknya kenyataan, ia kembali menemui ritmenya saat kubiarkan aku tersadar bahwa percakapan ini bukanlah angan-angan, dan aku tak boleh mengarangnya menjadi kisah yang indah.
"Aku sadar kok dari dulu, kamunya aja yang enggak."
Lelaki bermata kelabu yang kutinggalkan dalam kenangan itu tersenyum tipis, dan miris. Sedang aku tertawa, memaksa.
Sandyakala, kami bertemu di satu sore yang penat di pantai utara. Saat itu aku sedang menghabiskan masa liburan semesterku dan Kala ada di sana. Perkenalan sederhana di antara deru ombak, kendati satu universitas perkenalan itu berlanjut menjadi hubungan tanpa kata yang barangkali akan selalu menjadi pertemanan.
Aku tak tahu bagaimana rasanya mengangumi seseorang begitu menyenangkan sebelum hari itu aku bertemu dia. Bagiku kita semua hanya manusia yang sesempurna apapun akan memiliki cacat. Hanya saja beberapa orang tak mampu menyembunyikannya, dan sisanya mampu menutupinya dengan hal lain. Itu kenapa tak ada alasan untuk mengagumi seseorang hingga aku menemukannya sore itu.
Mungkin Kala akan menjadi tinta merah dalam buku kehidupanku yang berwarna hitam putih. Ia satu-satunya yang memberikan warna lain namun cukup bersinar untuk akhirnya membakarku alih-alih menciptakan warna baru. Itu kenapa, Kala adalah kenangan yang aku tinggalkan.
Delapan tahun berlalu sejak terakhir kali kami berjabat tangan di wisuda universitas, sisanya tak ada lagi. Tak ada media sosial, tak ada nomor yang bisa dihubungi, aku kembali ke mana seharusnya aku berada, perkampungan nunjauh dari kota. Tenggelam menjadi tulang punggung keluarga, jatuh bangun membangun kehidupan baru untuk akhirnya kembali ke titik di mana Kala adalah semesta yang aku punya.
Usia tiga puluh membawaku kepada perjalanan sebagai perayaan bahwa aku telah begitu cukup kuat untuk segala sialnya kehidupan. Namun rupanya aku cukup salah memilih tempat, pantai utara.
Seperti mengulang memori lama, Kala berdiri di sana. Aku tak tahu bagaimana harus mengatakannya, rasa gelisah yang mendominasi dibanding rasa senang. Hanya saja Kala akan tetap menjadi merah dalam hidupku.
Begitu mata kami bersitatap, ia tersenyum ramah seolah wisuda universitas kami baru terjadi kemarin siang. Menahan segala gejolak yang berserakan aku membalas senyumannya dengan kaku.
Entah bagaimana aku menjadi kosong, hingga kubiarkan waktu bergulir seolah kami tidak melewatkan delapan tahun jeda di mana kehidupan menghantam kami dengan kerasnya.
Aku tertawa banyak dari apa yang aku ingat, aku tersenyum lebih menyenangkan dari yang sudah-sudah. Setiap detik yang kami lalui seolah mengakumulasi banyak perasaan hingga tak ada rasanya detik yang terlewat tanpa aku merasa penuh kebahagiaan.
Padahal, kami hanya menyusuri pantai yang riuh oleh ombak. Duduk menikmati es kelapa muda, bercerita tentang dunia yang tak ada kami. Buku-buku yang menyenangkan, film-film yang bermakna, lagu-lagu penuh kenangan. Hadir Kala mengubah segalanya dari kata sekedar.
Hingga titik akhir, sore dengan burung pelikan yang sedang menyapa bibir pantai. Kala mengatakannya, apa yang seharusnya aku dengar delapan tahun lalu.
"Aku rindu kita yang dulu La. Rasanya membiarkan kamu pergi saat itu kesalahan paling fatal seumur hidup."
"Seingatku kamu bukan seseorang yang suka menyesal."
"Enggak emang sebelum aku sadar, aku tanpa kamu akan selalu terasa sendiri."
Kala menjelaskannya hari ini, bahwa ia dulu tak cukup percaya diri bahwa kata-katanya mampu menahanku untuk tak kembali ke kampung halaman. Ia sadar kami baru menyelesaikan pendidikan, tak ada yang bisa ia janjikan dan beri jaminan kecuali keinginannya untuk tetap ada aku di sisinya. Hanya saja saat itu bagiku tak ada alasan untuk tetap di sisinya saat ia sendiri tak pernah meminta.
"Jangan gegabah menyimpulkan kehidupanmu Kal, seorang istri yang cantik dan anak yang lucu nggak semua orang punya kesempatan memilikinya."
Ya, sebab saat itu ia sudah memiliki seseorang yang lain yang pernah berikan janji. Aku tahu beberapa tahun lalu ia menepati janji itu.
Kala tersenyum pahit, dan aku tak ingin lagi menerjemahkannya.
Seberapa paham pun kita tentang peran seseorang dalam hidup kita, bukankah tak akan ada artinya jika kita tak cukup berani memperjuangkan seseorang. Kala tidak pernah cukup berani untukku, dan aku juga tak pernah cukup berani untuk Kala. Sebab pertemuan kami bukanlah dari sebuah keberanian, maka setidaknya hari ini delapan tahun berlalu, meski cukup terlambat, aku sudah punya jawabannya.
Jawaban yang membawaku pada keberanian, Kala aku tutup dalam setiap buku kehidupanku. Ia hanya kenangan, dan cukup sampai di sana.
Ditulis Maret 2022, Diselesaikan Juli 2023.
54 notes · View notes
kayyishwr · 15 days
Text
Ketenangan
"Penempatan kalian di IGD kali ini, untuk belajar, bagaimana manajemen pasien dengan kegawatdaruratan, yang setiap rumah sakit pasti punya SOP nya masing-masing" begitu salah satu pesan dari penanggung jawab kami saat melakukan briefing via zoom
Dan yak, memang pada akhirnya berbeda. Selama ini kami dibagi di setiap stase, dan juga tidak selamanya harus jaga di IGD. Pembagian setiap stase itu, membuat kami terfokus pada kasus-kasus tertentu saja, semisal stase penyakit dalam, maka kasus yang kami pelajari seputar itu saja.
Maka stase IGD saat ini, kasus yang kami pelajari lebih umum, semuanya, dari masalah mata yang terkena jepretan karet, hingga ujung kaki yang membengkak dan perlu tindakan pungsi.
Ketenangan, itu yang paling terasa di stase ini. Pernah suatu ketika, datang seorang pasien dengan keluhan utama pusing. Ketika ditanya lebih lanjut, pusing dirasakan berputar, disertai mual tapi tidak muntah. Setelah berdiskusi dengan dokter yang bertugas, ditetapkan sementara untuk observasi dan diberikan tatalaksana untuk diagnosis vertigo.
Nah tantangan berikutnya adalah, pasien ini datang dengan suaminya saja. Sehingga harus ditinggal untuk mengurus administrasi pendaftaran, tapi rupanya suaminya ini nampak sayang dan kasihan dengan istrinya, maka ketika saya minta buat daftar ke depan beliau otomatis berkomentar "kok ribet banget si, ini istri saya begini, masa harus saya tinggal. Kalo gitu tak pindah rumah sakit saja lah"
Deg! Kaget. Untungnya setelah itu datang perawat yang akan memasukkan obat, sekaligus bisa menemani istrinya, selagi sang suami ke meja pendaftaran.
Apa yang aku rasakan? Nano-nano. Satu sisi memang yang harus ke pendaftaran adalah keluarga yang bersangkutan, tapi satu sisi, sang suami benar, tidak mungkin meninggalkan istrinya yang nampak tidak nyaman dengan kondisinya.
Ah iya, kita memang harus tenang. Pernah ada kasus lain, yang mungkin saat kita dengar langsung terpikir, wah ini lumayan agak gawat, tapi mungkin terkesan biasa di kalangan masyarakat. Maka kita sebagai pendengar, harus terlihat tenang, tidak boleh panik atau terlihat panik. Pernah juga datang pasien tidak sadarkan diri, maka otomatis harus segera diberi tindakan, tapi ya lagi-lagi harus tenang. Mengevalusi nadi, mengecek refleks pupil apakah sudah midriasis maksimal, hingga akhirnya telling bed news, bahwa pasien sudah kembali kepada RabbNya
Ya, skill ketenangan. Harus dilatih. Agar tidak latah. Tidak kagetan. Dan tidak membuat orang lain panik.
Semoga saja
8/05/2024, pukul 20.00. 1 jam sebelum jaga malam
15 notes · View notes
ruangsyindi · 2 months
Text
Dari semua manusia yang ada di muka bumi ini, pasti tidak akan ada yang suka keburukan dirinya dibicarakan oleh orang lain. Jadi bahan pembicaraan orang. Seburuk apa pun diri, pasti tetap tidak terima kalau orang lain membicarakan kita. Sekali pun apa yang orang lain bicarakan itu adalah fakta. Perasaan sedih dan marah pasti ada dalam hati.
Tapi dari semua manusia yang ada di muka bumi ini, pasti ada banyak orang yang suka membicarakan keburukan orang lain. Bukan keburukannya sendiri, loh. Mana ada yang mau mengumbar-umbar keburukan sendiri. Bahkan meski keburukan itu ada dalam diri, banyak yang tidak sadar dan peka dengan keburukannya sendiri. Tapi kalau keburukan orang lain, jadi orang paling antusias untuk membahasnya. Selamanya kita memang hanya akan sibuk menceritakan kebaikan diri sendiri, ketimbang keburukan diri sendiri.
Menulis ini, saya pun sembari mengingat-ngingat, apa iya saya juga adalah orang yang seperti itu. Senang membicarakan keburukan orang, tapi tidak mau kalau orang lain membicarakan keburukan saya. Jangan sampai diam-diam tanpa menyadari saya juga termasuk dalam kelompok orang yang demikian. Atas semua sikap yang pernah ada, semoga Allah mengampuni dan menjauhkan.
----
Membahas tentang kebiasaan membicarakan orang lain, saya juga jadi teringat dengan perkataan salah satu teman saya sewaktu masih kuliah di Yogyakarta. Waktu itu saya bercerita kepadanya mengenai ibu kos saya yang sering sekali membicarakan penghuni kosan yang lain jika kami sedang duduk-duduk santai bersama. Segala macam informasi bisa kami dengar darinya tentang sikap dan kebiasaan anak-anak di kosan. Terus teman saya mengingatkan bahwa orang yang dengan mudah membicarakan keburukan orang lain di depan kita, pasti suatu saat nanti dia akan dengan mudahnya juga membicarakan keburukan kita di depan orang lain.
Beberapa tahun setelahnya, ketika saya berada di lingkungan kerja, saya semakin banyak bertemu dengan orang-orang yang seperti itu. Silih berganti saling membicarakan di belakang orang-orang yang bersangkutan. Begitu antusias membicarakan orang, tapi tidak tahu kalau orang lain juga begitu antusias membicarakannya.
Meski sejauh ini saya adalah orang yang paling takut kalau diri saya dan keluarga saya menjadi bahan pembicaraan orang, saya tidak akan pernah bisa merubah kebiasaan-kebiasaan orang yang memang suka membicarakan orang lain. Lagi-lagi kita memang tidak akan pernah bisa menutup mulut semua orang tentang kita. Cukup tutup telinga kita, dan biarkan mereka saling bersahutan. Toh juga di sudut tempat kerja yang berbeda, ada orang lain yang juga sering membicarakan mereka. Tapi semoga orang lain itu tidak termasuk kita di dalamnya.
Selamanya, atas sikap dan prasangka buruk kita kepada orang seharusnya kita bisa menjaganya sama seperti kita menjaga diri dari sikap dan prasangka buruk orang lain yang tidak baik kepada kita. Semoga Allah menjauhkan kita dari sikap demikian dan menjaga kita selalu dalam lingkungan orang-orang yang baik. Yang peling penting, Allah tidak akan pernah bosan menutupi aib kita baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Kamis, 17 Ramadhan 1445 H / 28 Maret 2024
8 notes · View notes
saehall · 7 months
Text
Hari ini aku pura-pura bangun kesiangan.
Tumblr media
Alasan sebenarnya karena, terisak lama baca pesan ini dari teman.
Sebab utamanya begini:
Aku nggak pernah bermuluk-muluk pada ide pernikahan megah dengan pacarku. Pun nanti kelak bisa bertetangga membangun kompleks bersama sahabat-sahabatku. Atau mengajak keluarga jalan-jalan keluar negeri dan melihat salju di musim dingin. (Mungkin terjadi, tapi baiknya tidak dimimpikan).
Aku 'cuma' ingin terus mengingat bahwa aku dicintai sebanyak aku cinta mereka. Juga dirindukan sesering aku merindukannya. Dimaafkan layaknya aku mudah lupa pada setiap luka sengaja-tidak sengaja dalam setiap relasi. Didahulukan, diperhatikan, disayang dengan segala cara sebagaimana aku melakukannya. Sebagaimana aku dan mereka saling melakukannya kemarin, tahun lalu, atau mungkin dulu.
Masalahnya, kadang aku lupa: Tidak ada yang abadi dan utuh selamanya.
Orang-orang bisa berubah, selayaknya cinta mereka;
pergi jauh, jaga jarak, atau mungkin mati.
Drastis atau pelan, namun pasti.
Kasih cinta orangtuaku barangkali terjamin sepanjang masa, tapi Abah pun kini tak lagi bisa kupeluk raganya.
Beranjak dewasa, aku merasa dipaksa melakukan penerimaan pada berbagai bentuk relasi yang tidak kuinginkan,
[Menerima perasaan tak nyaman hubungan bawahan-atasan di kantor, senyum karir terus-menerus pada kolega-kolega yang kerap melempar bercandaan jelek, dan bersabar dengan ribetnya klien sebagai penjaja jasa]
begitu juga hubungan-hubungan yang ingin kupertahankan,
[Teman-teman yang berpulang ke kampungnya, pacar yang sibuk mengejar studi dan karirnya, kawan karib yang tidak lagi akrab, adik-adik yang beranjak remaja, formasi foto keluarga yang tidak akan pernah lengkap lagi, dan fakta bahwa kini aku tidak lagi dibagi berbagai persoalan hidup masing-masing mereka yang aku cintai].
Sulit untuk menerima fakta bahwa, semua orang tumbuh jadi dewasa dan mungkin hanya aku yang masih terjebak dalam kenangan, mimpi-mimpi yang tumbuh bersama mereka.
Perasaan sedih dan ditinggal itu entah kenapa belakangan datang terus-menerus. Kadang ia berwujud cemas dan marah, lalu menjauhi mereka yang masih membersamaiku hari ini; hanya karena berpikir kelak nanti tiba juga hari dimana mereka tidak lagi dekat dan ada.
Sampai aku mengunggah tulisan ini, jalan keluar dari perasaan payah satu itu belum kutemukan. Solusi tercepatnya hanya tidur sebelum tangisan itu datang, dan menyengajakan bangun kesiangan jika perasaan itu belum membaik.
Bangun kesiangan, sampai aku bisa sadar diri, bahwa tidak apa-apa jadi sendiri.
Bangun kesiangan, sampai aku merasa bahwa tidak ada yang pergi kemana-mana, dan aku masih disayangi.
14 notes · View notes
anisahmahar · 2 years
Text
Memaknai Kehilangan
Tepat satu bulan yang lalu, di 4 Syawal 1443H. Aku melihat dengan jelas bahwa Ayah patah hati setelah Nenek pergi untuk selamanya. Sesekali aku melihat Ayah menitikkan air mata. Meski ia tak berkata-kata, tapi aku tahu hatinya berteriak. Seorang anak yang ditinggalkan Ibunya pergi akan sangat merasakan kehilangan. Tak ada lagi orang tuanya yang mendoakan. Separuh jiwanya telah pergi. Hilang.
Setelah kejadian itu, aku menyadari bahwa Ayah terlihat lebih tua secara tiba-tiba. Ternyata bukan aku saja yang merasa demikian, Ibuku juga membenarkannya. Dan aku merasa, waktuku tak lagi banyak. Entah kenapa. Kehadiran Ibu selama ini menguatkan perjalanan agar aku mensyukuri semua yang Allah gariskan. Tentang takdir yang Allah pilihkan agar aku dilahirkan dari keluarga mereka.
Dari cerita Ibu aku tahu bahwa dalam berkeluarga, menjadi sepasang kekasih bernama Suami Istri bukanlah soal yang paling banyak berkorban. Ini tentang proses mengenal sepanjang hayat. Juga proses belajar untuk saling menerima. Mengarungi bahtera rumah tangga adalah tentang ke mana kita menuju. Untuk siapa kita berbuat. Allah masih masih menjadi tujuan, kan?
Hatiku sedang berkecamuk. Hari ini diingatkan lagi tentang peran sebagai anak. Sudahkah aku berbakti dengan sebaik-baiknya? Sudahkah memvalidasi kebahagiaan yang orang tua inginkan? Sudahkah menjadi pemberat timbangan amal kebaikan untuk mereka?
Aku yang hari ini diingatkan lagi tentang amanah yang Allah titipkan. Tentang orang tua, saudara, keluarga, teman-teman kita. Sudahkah kita berusaha menjaganya agar terhindar dari api neraka?
Sidoarjo, 4 Dzulqa'dah 1443H
142 notes · View notes
wedangrondehangat · 9 months
Text
Tumblr media
Kita Tak Pernah Benar-benar Memiliki
Kabar berita ini membuatku tersadar bahwa kita mungkin tidak pernah memiliki apa-apa di dunia ini.
Dengan cara yang dirahasiakan, Tuhan bisa mengambil sesuatu apapun dari kita.
Kesadaran ini bisa menjadi perisai dalam menjaga hati dari perasaan iri dengki dengan apa-apa yang dimiliki oleh orang lain.
Sejatinya apa yang mereka miliki juga titipan, seperti apa-apa yang juga Tuhan berikan pada kita. Dia bisa mengambilnya kapan saja.
Rupanya kita seolah dipaksa harus selalu siap dengan perasaan kehilangan karena kita seringkali merasa memiliki.
Rumah, kendaraan, anak, pasangan, keluarga— hanyalah titipan. Kita boleh mencintai, tetapi begitu kita merasa memiliki akan ada sakit yang luar biasa ketika Sang Pemilik akhirnya memintanya kembali dari kita.
Dan semoga apapun yang tengah dititipkan-Nya pada kita, mampu kita jaga dengan baik seolah milik kita selamanya. Penjagaan yang baik ini bermaksud sebagai pertanggungjawaban yang baik pula bila nanti pulang ke hadapan-Nya.
_
Rajeg, 28 Agustus 2023
7 notes · View notes