Tumgik
#aunct
am1905pm · 1 year
Text
Kesempatan Kedua yang Terakhir [Johnny Suh]
Tumblr media
"untuk yang dipaksa berpisah, sebab katanya hidup bukan hanya soal cinta. tapi juga urusan perut dan trah yang patut selalu dijaga."
- Salazar dan Radea mungkin adalah kamu di sisi lainnya dunia. selamat membaca! -
***
Konser penutup kali ini benar-benar menguras tenaga gue bahkan sampai ke isi sel-selnya. Masih dengan pening di kepala, gue menatap wajah lelah teman-teman gue yang kini tidur di sofa pun di atas karpet.
"Party?" satu tanya gue membuat keempatnya menoleh dan membuka mata.
Si manusia yang paling diam di antara kami hanya menggeleng, "Gue skip, mau balik ke rumah."
"Gue juga nggak dulu, mau anter mantan," ucap si paling tampan yang gue bersumpah harus dapat perempuan paling cantik luar dalam di hidupnya.
Tawa gue menyela, "Mantan terussss!"
"Ya daripada elo Bang Sal, mantan nggak ada, pacar nggak punya, gosipan doang lo banyakin!" seruan dari si bungsu memancing gelak tawa yang lainnya.
Refleks gue berdiri dan mengambil sebotol beer yang ada di lemari pendingin. "Salah gue?"
"Iya, soalnya lo nggak pernah mau serius."
Teman-teman gue tuh beneran kompak kalau soal urusan sindir-menyindir seperti ini. Padahal kehidupan percintaan mereka juga nggak benar-benar amat, tapi yang selalu jadi bulan-bulanan selalu gue, hanya karena nama gue sering mampir di akun-akun gosip itu.
"Bukan gamau, belum nemu aja," kali ini gue berkata dengan penuh kejujuran, tapi sepertinya mereka masih menganggapnya gurauan. Karena tetap saja jawaban berikutnya yang mampir membuat gue tertawa kecut.
"Makanya dicari yang bener, jangan porta parti terus, Bang."
"Bawel deh bocil!"
Gue baru akan kembali duduk ketika manager kami masuk sambil mengipasi dirinya dengan kertas putih. "Sal, dicariin tuh sama orang di depan."
"Siapa?"
"Siapa deh namanya tadi."
"Lah siapa? Lagian tumben banget lo iya-iyain aja kalau ada yang nyariin gue. Wartawan?"
Gelengan kepala dia berikan sebagai jawaban, sembari matanya bergerak ke sana ke mari mengingat informasi yang gue juga nggak tahu apa. Ibu jari dan jari tengahnya kini kompak memberikan bunyi jentikan yang nyaring. "Radea!"
"Hah? Radea?"
Hanya ada satu Radea yang gue kenal semasa hidup. Dan gue rasa mustahil kalau orang itu yang dimaksud sama manusia berkacamata di depan gue ini. "Lo nggak salah?
"Kagak, lo pernah cerita sama nunjukin fotonya ke gue, 'kan? Orangnya tinggi, putih, cantik, ada tahi lalat di tengah keningnya, mirip kayak orang In—"
Gue nggak perlu lagi mendengar ucapan dan penjelasannya. Karena saat ini yang ada di otak gue hanya satu perintah yang meminta kaki gue lekas berlari mencarinya.
Radea gue, Radea Shalitta Tarigan.
***
Senyumku masih terpasang sempurna menyapa beberapa orang yang tengah sibuk merapikan barang-barang, usai perhelatan musik yang sangat amat sukses di malam ini. Senyumanku memang terpasang, tapi jujur saja debaran di dada tak henti membuatku berulang kali ingin ke kamar mandi.
"Dea?"
Suaranya. Suara itu masih sama seperti suara yang begitu kusukai dua tahun yang lalu. Aku menoleh dengan cepat, bahkan mungkin terlampau cepat. Senyumku merekah sempurna, mengabaikan semua bunyi drum yang bertalu di dada. "Sal, hai!"
Tatapannya masih setajam dulu. Ia melirikku dari ujung kaki sampai ujung kepala. Tatapan yang jika dihadiahkan dua tahun lalu selalu sukses membuatku seketika meminta ampun, karena aku bersedia berada dalam peluknya semalam suntuk.
"Kamu, kamu tadi nonton?"
Aku mengangguk tenang, walau sepertinya binar mataku terang memancarkan rasa senang. "Of course. Seneng banget lihat kamu udah sekeren ini sekarang.You did it! You prove it, Sal."
"I am," singkat jawabannya dengan rasa bangga yang menyelimuti. 
Aku tahu, dia pasti benar-benar begitu bangga atas semua pencapaian yang di awal-awal kariernya selalu diremehkan banyak pihak. Tidak terkecuali kedua orangtuaku. Yang sejak pertama berjumpa dengannya jelas sudah menolak cinta yang bagi kami tak lagi seumur jagung.
"Wanna go out for a while?" pertanyaannya membuatku tersadar jika tadi sempat ada hening yang semakin membuat canggung ini menguar. "Nggak enak banyak orang lalu lalang di sini," jelasnya lagi seraya menatap sekitar yang sejak tadi memang membuatnya kerap menarikku mendekat, karena orang-orang yang berjalan di antara kami tengah membawa barang-barang besar.
"Bukannya di luar jauh lebih nggak enak? Ada banyak fans kamu dan media, Sal."
Ia terkekeh. Aku berani bersumpah, gelak tawanya masih jadi candu yang sanggup membuat kupu-kupu di perutku ikut heboh dan bangun dari tidur lamanya. "Iya juga sih, bentar deh."
Ia melangkah sedikit menjauh dariku, dan mendekati pria berkacamata yang tadi sempat terkejut menatap kehadiranku yang meminta untuk bertemu dengan Sal. "Dea, sini! Ada ruangan yang bisa dipakai."
"Gapapa kalau aku masuk?"
Senyumnya merekah, kali ini tidak ada kecanggungan, bahkan seperti menyambutku untuk pulang. "It's okay, you're with me, yakali ada yang ngelarang."
Langkahku akhirnya mengikuti langkahnya yang panjang. Ia membawa kami ke salah satu ruangan yang kuperkirakan sempat dijadikan tempat mereka berhias, karena ada kaca-kaca besar dan juga box-box make-up yang sudah tersusun rapi.
Lagi-lagi kami terjebak di antara hening yang mungkin sanggup membuat dia mendengar debaran jantungku. Tapi Sal tidak pernah suka dengan hening, ia selalu tahu bagaimana cara untuk membuatku bersuara. "So, how's life,Dea?"
"Gitu-gitu aja," balasku tak berselera, karena memang hidupku tak lagi berwarna sejak kami memutuskan sudah. Aku lekas mengembalikan kesadaran ketika menatap isi dari tasku yang terbuka. "Eh ya, aku ke sini tuh sebenernya mau kasih kamu sesuatu. Kamu ganti nomor hape soalnya kata orang-orang."
"Oh ya, hape aku waktu itu hilang. Males juga ngurus nomornya, jadi sekalian ganti aja."
"Ini," tanganku terulur membawa kertas tebal berwarna maroon untuk sampai di tangannya.
Ia menyambut uluranku dengan tawa yang mengikuti, "Hahahaha. Ini undangan nikahmu?"
Aku menggeleng dengan cepat, "No. Kakakku. Itu ada namanya, Sal. Dibaca dulu makanya," bisa-bisanya dia bilang aku yang akan menikah, padahal aku saja masih tak sanggup mengenyahkan semua tentangnya dari benak bahkan jejaknya di seluruh tubuhku.
"Kamu masih aja nggak berubah, ya? Cepet banget ambil kesimpulan," biar saja, kali ini giliran aku yang menyindirnya hingga membuat tawanya yang tadi menghina, kini berganti kecut dan juga pias di wajah.
"Aku diundang? Orangtuamu gapapa?"
Anggukan yakinku ada untuk menjawab pertanyaannya. "Udah kubilang 'kan kalau kamu berhasil buktiin ke semua orang, bahwa kamu dan band-mu tuh nggak sekadar main-main doang."
Ting! Ting Ting Ting!
Bunyi-bunyi pesan mulai menghiasi percakapan kami, aku membaca pesan dan juga nama yang tertera di layar, lalu menghela sebal karena harus mengakhiri percakapan ini dengan cepat. "Hmm maaf aku gabisa lama-lama, Sal. Aku udah dijemput soalnya."
Binar matanya menampilkan keterkejutan yang aku masih coba terka; apakah karena ia enggan untuk lekas berpisah denganku, atau justru memang sudah menantinya sejak tadi. "Nggak mau aku anter aja?"
"No need, Sal.My fiancéudah sampai kok."
Ia yang masih duduk kini sontak berdiri, membuatku kembali harus mendongak menatapnya karena ia lebih tinggi lima belas sentimeter dariku. "Who, De?"
"Aku duluan ya, Sal. Jangan lupa dateng," pamitku, namun lekas dia cegah karena tangannya sudah lebih dulu melingkari pergelanganku. Yang jelas kali ini benar-benar membuatku harus susah payah menelan ludah, karena merindukannya dengan terlalu.
"Wait, I think you give me this invitation to make me your plus one. But turns out, it's a big no?Mau bercanda ya kamu?"
"Aku nggak pernah bercanda, Sal," jawabku seraya melepaskan genggamannya di pergelanganku, demi menjaga agar kewarasanku tetap ada dan tidak serta merta memeluk dan menciumnya karena rindu yang mendera.
Lekat aku menatapnya tanpa ada kedipan. Aku tak mau kehilangan satu detik momen pun untuk mengabadikan sosoknya dalam jangkauan, dan juga ingatan.
"Sal, kalau kamu inget dan seharusnya kamu tahu, aku nggak pernah ke mana-mana, kamu yang pergi ke mana-mana."
Dia diam, masih menatapku dengan tatapan yang kali ini sulit untuk kuartikan, karena terlalu banyak hal yang sepertinya juga ia pikirkan. Satu kali, satu kali sebelum aku benar-benar keluar dari ruangan yang sudah hampir menghabisi oksigenku ini, aku kembali mengulas senyum padanya.
"He just my fiancé, Sal. Be fast, if you still believe it's me,karena udah waktunya aku yang pergi kalau kamu juga terus-terusan pergi."
Satu pernyataan itu akhirnya kuucapkan, walau sebenarnya aku mati-matian menahan kelu yang seketika mampir setelah aku merangkai kata demi kata itu di telinganya.
Gennadios Armen Salazar.
'Untuk kali ini, bolehkah aku meminta tolong agar kamu mau perjuangkan aku, seperti kamu perjuangkan impianmu untuk bersinar di atas panggung? Karena sungguh, selepas pergimu, duniaku yang sudah hancur justru semakin berantakan.'
- FIN.
41 notes · View notes
abracadabralem · 1 year
Photo
Tumblr media
em Bahia https://www.instagram.com/p/CmZ6y-auNCt/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
jenlvr01 · 3 years
Text
BAD ROMANCE
Tumblr media
Pairing : Jaehyun x Reader
Genre : Greek God Mafia Au !
Warnings : Cursing , mention of drugs and violence.
Summary : Jaehyun Or in The underworld He is Known As The King or people would call him Hades. Ruthless, Cold and a selfish Bastard. One day Everything changed when He laid His Eyes On the most beautiful maiden he has ever seen but The problem is...he doesn’t wanna fall in love.
Notes: Yall i suggest you listen to Bad romance by Lady gaga While Reading this! And also this is my first time posting something on tumblr hehehejais sorry if there is any grammar errors english is not my first language T^T                                                                                                                                             
Tumblr media
  “Damn where the fuck is Jeno” Jaehyun Sighed as He sat on his Gold throne inside the biggest and darkest castle in the underworld. Everybody feared him and would tremble at the mention of his name.
“Hello Your grumpy Highness” Jeno Rolled his Eyes At him as He handed Him a Letter. Jaehyun Looked at Jeno and shook his head.
“You do know i can Take your life right at this very moment if you keep up that attitude of yours” Jaehyun Glared at The poor boy and Jeno just bowed and walked away.
There are Three worlds that exists. The first one is Heaven where all the Gods And Goddesses live. Second Earth where Humans And Some demi Gods Live and Lastly the Underworld Ruled By Jaehyun Where he punishes all the bad people and The Corrupt Gods And Goddesses are thrown.
Jaehyun opened the letter for it to be an invitation to the Heavenly Ball. Jaehyun receives one every year but he never once attended these kind of gatherings and he is always labeled as A VIP guest . He just thinks its a waste of time and silly but this year he wanted to Go For a change
“Hey Mark” he called Mark His Guard and Personal Assistant “Yes Your Highness” he Bowed slightly and was preparing to throw the invitation “Get dressed in The finest suit you Have..we are going to this damn Ball” He stood up and left Mark with a confused Look. “Your highness why are you going?” He asked afraid and was sweating cold sweats
“I wanted to go for a change..besides i wanna see my brothers ” he smirked as he opened the main door.
He dressed in the finest Suit that he had and his slick back hair that made him look 10x more intimidating.
Mark drove him to the venue also looking as dashing as ever. When they arrived at the venue it looked like everybody saw a ghost except for his 3 brothers ofcourse. Mark Followed Jaehyun Quietly at a distance
“FINALLY SOMEONE WENT OUT OF THAT DAMN HELL HOLE AFTER A LONG TIME” Taeyong Screamed Happily while approaching his Brother. Taeyong The God of The sky and Thunder happily approached his brother with champagne. Winwin Just sighed at the sight of Taeyong screaming so loud to the point where everybody had their eyes on them.
“Taeyong I swear to God lower your damn voice” he smacked his Brother at the back of his head
“So What made you attend this event this year My dear brother” he casually approached his brother and took a sip of his champagne.
All the Goddesses had their eyes on Him. Whispering endless thoughts and probably thirsting about how hot he is. Meanwhile all of the Gods Are starting to Fume with anger because all of the Women���s eyes were on him.
“I also dont know i felt like i needed to go here for a change” he took a sip of his champagne.
Johnny The God Of the Sun Approached Jaehyun and His Brothers
“Jaehyun im surprised to see you here my friend” he looked at him with disbelief.
Johnny and Jaehyun along with his brothers are Good Friends And they also run a business along with a few friends In The Underworld.
“Yeah i just went here for an appearance i really cant believe You attend something like this every year” he tsked and looked around the place as His brothers continue chatting With Johnny
Whispers and loud chattering can be heard. Loud music can Be Heard and the sight of Gods And Goddesses Flirting can be seen. The thought of love and flirting has never crossed Jaehyun’s mind. He had too much On his plate to be Even thinking about matters like those.
Jaehyun’s one and only rule? Never fall in Love For It will destroy you. Jaehyun saw what love did to humans and other Gods and Goddesses and he thought it was Stupid.
“Im Gonna go Out Where is The garden?” Jaehyun asked Taeyong and he answered with a smile “go straight then turn left you’ll see a glass door” jaehyun nodded and Mark followed with a glass of wine in his hands.
“Sooo are you enjoying this party your highness?” Mark asked with wiggly eyes brows
“Fuck no This was a wrong decision to come here..How are the transport on the drugs?”
“Its alright the same as usual no need to worry”  as he looked up and saw bright colors and expensive gold on the ground and walls “Good Make sure Nothing Goes Wrong. Tell Jeno To Gather The Team to Monitor the transport we need to be careful this is a huge amount make sure it doesn’t Get stolen” Mark Does a bow and said “yes Your Highness” Jaehyun nodded and dismissed Mark.        He Was faced With A very elegant Glass door The doorknobs made with diamonds and rubies. Slowly he Opened The Door to be greeted by The scent of Hyacinths. He slowly walked over the stone path. He Never really gets to see flowers back in The Underworld because no living thing can survive in the underworld.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                ------------------------------------------------------------------------------------------------------                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 “oh My God What happened to You. You  poor thing let me fix You Up real quick”  You said in a concern voice looking at the dead flowers in the Garden. You placed your hand on top of the flower and used a tiny bit of your powers to heal the flowers. You smiled and giggled at the sight of healthy flowers. Yes You are the Goddess of vegetation and Fertility.                                                                                                                                                                                             You never really wanted to attend these kind of Parties. You Just feel so out of place and uncomfortable with all the people surrounding you and all. The thought of it makes you sick. You sighed as You drank Wine and slowly leaned back onto the tree. It was a nice view. The garden was filled with  many green and colorful Plants. You'd really Rather spend your day here rather than talking to people.                                                                                                                  You Fished out your phone from your Pocket To call Jisung the cupid and Your bestfriend ofc.                                                                                                          “Jisung are you really not gonna attend this event? I have no friends here seriously i was forced By Naeun That's why I'm here” You groaned when you heard Him laugh " I told You You need to stay away from that girl" He laughed even harder when he heard How annoyed You were “ Let me Guess You are either at some random room in the mansion or you are at the garden ”You did a little snap and said “BINGO! I'm at the garden " You chuckled “anyways i need to go get more wine please pick me up later" you can feel him smiling through the phone and said “okay okay ill pick u up bye” he suddenly ended the call and all you could do was stare at the phone with disbelief. "Woah I cant believe this man He suddenly - “ You suddenly turned to your side and bumped into a God...well probably the most handsome God You have ever laid your Eyes on. He shut his eyes shut and sighed.                                                                                                                                                                                                                           “Oh my God I'm So sorry" You panicked because he seemed like he was having a bad day and he looked so pissed at the sight of wine staining his Suit  “damn Woman watch where Your Going.” As He opened his eyes you could feel his hot gaze pierce through you skull. “ I'm really so sorry about this......’’ You looked at him and gave him the “what's your name??” Kind of look.                                                                                                                                                       “ You don't know me??” Jaehyun asked because he couldn’t believe it.                “yeah I don't know you so I uh...may I know your name??’’                                                                                                                                                                       he smirked and leaned down to whisper in her ears                                                                                                                                                                        “My name is Jaehyun”                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             
Tumblr media
176 notes · View notes
super-rich-kids-94 · 5 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
AU: PINK MATTER (kun & haechan)  more 
1 note · View note
am1905pm · 1 year
Text
Percaya dan Yakin Semestinya Berdampingan [Moon Taeil]
Tumblr media
"untuk yang berjuang akan mimpinya seorang diri, bahkan tanpa dukungan dan tidak ditemani oleh mereka yang disebut paling dekat; orangtua." 
-  Pramudya adalah kamu di sisi lainnya dunia. selamat membaca! -
***
Mungkin ini sudah kali ke-sekian namaku diserukan. Dipuja oleh banyak mata dan diberi teriakan nyaring oleh suara-suara yang butuh penghiburan. Ini kali ke-sekian yang seharusnya menyenangkan dan juga membahagiakan. Nyatanya demikian, meski di beberapa kesempatan tidak selalu sampai ke relung.
Terlebih ketika lampu sudah dinyalakan, namun hingga di sudut terjauh pun tak kutemukan mereka letakkan tepuk, bahkan hanya untuk sekadar duduk.
"Udah siap?" suara itu mampir di telinga diiringi dengan tepukan halus di pundak, tepat setelah aku ubah pakaian yang penuh gemerlap, jadi kaus putih yang kembalikan aku selaiknya anak yang tengah teriakkan cita-cita paling mustahil.
"Siap nggak siap, tetep harus siap bukannya?"
"Pram Pram, nggak siapnya lo itu kapan sih? Gue serius penasaran. Udah salto bahkan ngapain juga itu suara masih aja sempurna, gimana caranya?" gelengan kepalanya membuat aku tertunduk berterima kasih, seolah pujian memang hal yang kerap ingin kudengar berulang-ulang.
Encore! Encore! Encore!
Seruan itu kembali mengisi gendang telingaku saat tanpa sengaja earphone kembali terlepas.
Satu hela napas mengalir lewat bibir yang sebentar lagi akan bubuhkan senyum, juga lagu paling terakhir, sebelum aku akhirnya kembali akan jadi si biasa yang tak pernah dibanggakan kedua orangtua.
Baru beberapa langkah aku menaiki tangga, setelah managerku mengusap punggung dan meyakinkan diri, sebuah teriakan menghentikan ketegangan yang sebetulnya menguasaiku diam-diam. "Mas Pram, tunggu!"
Aku menoleh. Rekah senyumnya membuatku meminta waktu sekejap agar yang lain biarkan ia mendekat. "Ada apa, Gendhis?"
"Aku bangga sama kamu! Mama Papaku juga bangga sama kamu, nanti aku teriak, 'aku tresna sama kamu' dari kerumunan penonton gapapa, ya?"
Binar matanya membuatku mau tak mau akhirnya menggelar tawa, "Boleh. Tapi emang nggak malu? Kamu emangnya di mana? Nggak gabung sama Mama Papa di VIP?"
"Enggak. Aku mau berdiri di dekat panggung aja. Aku mau teriak di tengah orang-orang, biar mereka tahu aku orang nomor satu yang sayang dan bangga sama kerja keras kamu hari ini."
"Hari ini aja?"
Ia daratkan satu kecupan di pipi kiriku seraya lirih berbisik, "Selamanya. Dari dulu sampai besok nanti akan selalu sayang dan bangga."
Belum sempat aku memberikan respon apa-apa, ia sudah lebih dulu berlari, usai membuat semua kembali tersenyum bahkan tertawa usai mendengarnya berteriak. "Nanti di tengah panggung jangan bengong lama-lama, keburu tirainya ditutup, kamu lupa masuk lagi."
Pagelaran kisah cinta kami usai sejenak setelah disaksikan mata-mata yang begitu paham akan keseharianku. Aku tersenyum, kali ini untuk diri agar melangkah yakin serta mantap menuju tengah, untuk kembali jadi pusat rotasi orang-orang walau sebentar.
Lampu-lampu dipadamkan. Denting musik yang mengalun menemani suara langkahku yang menghentikan semua teriak, hingga menyisakan deru napas yang bersahutan antar satu sama lain.
Pelan namun pasti, sinar-sinar itu mulai menyoroti aku yang sudah berdiri tepat pada poros panggung utama.
Selama beberapa menit pandanganku menyisir seluruh ruangan. Satu persatu insan di sana menyambutnya dengan sukacita, mengalirkan rasa percaya bahwa aku tidak pernah salah memilih dan memihak. Hingga akhirnya kedua netraku temui binar paling terang milik Gendhis, juga empat bola mata yang kupastikan tengah doakan kesuksesanku malam ini.
Doa dari mereka yang tidak membesarkan tapi beri kepercayaan dengan penuh. Yang nyatanya tak pernah kudapatkan dari dua sosok yang tak pernah sudi injakkan kakinya di tempat aku merasa hidup dan juga cukup.
Malam ini berbeda, lagu terakhir kali ini aku persembahkan untuk keduanya. Yang mungkin masih selipkan doa di antara sujudnya. Yang mungkin masih harapkan aku pulang di tiap pagi harapan kembali dilangitkan.
'Mas sudah sudah buktikan, Bu. Mas sudah buktikan kalau ini hidup yang akan selalu mau untuk Mas jalani, bahkan sampai nanti tua. Meski mungkin Ibu dan Ayah masih belum juga mau untuk percaya, tapi Mas akan selalu beri percaya dan yakin pada diri. Maaf tidak bisa jadi anak yang tunduk dan patuh pada pinta. Tapi malam ini Mas buktikan, jika percaya dan dukungan semestinya jadi milik yang katanya tercinta.' 
- FIN.
24 notes · View notes