Tumgik
sabrina25daisy · 9 months
Text
Ternyata oh ternyata...
Ada manusia, berlagak ia telah faham, layak dan siap. Tapi, ketika dihadapkan pada satu pertanyaan dan selembar kertas. Seketika jiwa, hati dan pikiran bergejolak, bahkan seluruh anggota tubuhnya ikut terguncang.
Bukan karena tidak menerima apa yg ditanyakan atau diberikan. Bukan pula karena tidak senang atau benci. Bukan pula karena kecewa atau berprasangka yg tidak-tidak pada pertanyaan dan lembar kertas itu.
Seketika dia mencoba berkaca, mematut dirinya. Memutar kembali jejak-jejak memorial yg tertinggal belakangan ini. Membaca dan mengulik hati dan pikirannya kembali. Merenung begitu dalam. Ia menatap sosok di cermin itu berkali-kali. Saat itulah ia baru menyadari bahwa ia penuh cacat dan cela.
Mungkin dulu ia mengatakan telah siap, tapi mungkin itu candaan antar rekan. Atau mungkin itu omong kosong dari ego dan kesombongan. Tapi, kini ia telah dihadapkan pada realitanya, dan begitulah ia tersadarkan ternyata ia hanya ingin, tapi belum siap untuk menghadapi konsekuensi besar dari jawaban "ya" dan tekan kontrak seumur hidup yg mesti ia genggam nantinya.
Ia kemudian berdoa, semoga dikuatkan, semoga yg terbaik, semoga kekecewaan beralih menjadi tenang, semoga ini menjadi pembelajaran dan menuntunnya pada arah yg lebih baik. Semoga terhindarkan dari fitnah dan hal-hal buruk yg dikhawatirkan.
0 notes
sabrina25daisy · 10 months
Text
Singkat saja.
"Rindu"
Terlalu banyak yang dirindukan.
Kalau katanya obat rindu adalah bertemu.
Tapi aku tidak yakin... dan rasanya tidak mungkin dengan obat yang satu ini.
Apa ada obat lain untuk rindu?
Kucari tahu apa obat lainnya.
Ah, iya.. katanya ada obat yang lebih mujarab untuk rindu selain bertemu.
'Berdoa'
Kalau begitu jika mustahil untuk bertemu, biar kukirimkan doa terbaikku ini. Semoga tersampaikan dan semoga terijabah.
Hmm...sebentar.. sepertinya aku harus memperbanyak doaku. Rasanya tak cukup sekali
Karena sepertinya aku masih rindu. Rinduku terlalu besar dan meluap 🥲
#baitrindu #rindu
2 notes · View notes
sabrina25daisy · 1 year
Text
Membingungkannya Orang Dewasa
Ada sebuah hal yang kalau sampai ada dalam diri kita, mudah-mudahan itu bisa ilang.  Salah satunya adalah memiliki pikiran “paling benar”, itu justru adalah hal yang bisa berakibat fatal.
Kehilangan relasi, kehilangan teman, kehilangan kepercayaan, dan banyak sekali yang akan hilang. Apalagi jika pikiran paling benar itu muncul dari asumsi, bukan data. Datang dari pikiran sendiri, bukan dari hasil diskusi. Disimpulkan sendiri, tidak dikonfirmasi.
Hal-hal yang selama ini menjadi hambatan terbesar dalam sebuah relasi adalah pikiran tersebut. Rasanya semua kesalahan itu ada di orang lain, bukan salah kita, bahkan kita tidak merasa memiliki kontribusi pada kesalahan yang terjadi. Lupa untuk mengevaluasi diri sendiri. Apalagi dalam pernikahan, ini adalah pikiran yang bisa menghancurkan pernikahan tersebut.
Itulah kenapa seringkali kita menemukan nasihat; lemesin ego, belajar minta maaf meski gak salah, mengalah, dan banyak hal lainnya sebelum kita menikah.
Karena, meski benar, belum tentu lawan bicara kita tahu bahwa dia salah. Menyalahkan orang lain yang tidak tahu salahnya apa dan tidak juga menjelaskan dengan baik di mana salahnya di momen yang tidak tepat itu sama juga kita berkontribusi salah. Memang, seni dalam berkomunikasi itu sesuatu yang perlu untuk kita pelajari seumur hidup.
Selebihnya, kelapangan hati untuk menerima salah dan khilafnya orang lain. Apalagi jika itu sesuatu yang bisa diperbaiki bersama. Untuk kebaikan bersama adalah hal yang mungkin sudah jarang saat ini. 
Jadilah orang yang dihatinya memiliki ruang yang cukup untuk melihat kesalahan sebagai sebuah tanda bahwa “ini akan bertumbuh”. Artinya akan ada perbaikan, artinya akan ada sesuatu yang lebih bermanfaat lagi ke depan, artinya akan semakin baik lagi dengan evaluasi yang dilakukan.
Ini adalah nasihat yang selalu kepegang setiap kali bertemu masalah,”Tenang! Ini pertanda akan bertumbuh jika kita berhasil menyelesaikan masalah ini. Jangan khawatir, hadapi saja.” Bukan justru pergi dan menghindarinya. ©kurniawangunadi
440 notes · View notes
sabrina25daisy · 1 year
Text
Kesedihan itu indah?
Apakah wajar beranggapan bahwa seperti halnya perasaan bahagia, perasaan sedih pun adalah suatu hal yang indah untuk diselami dan dimaknai?
Bahkan rasanya kesedihan lebih meninggalkan kesan yang dalam. Selalu ada cerita, makna, harapan, juga alasan menarik dan menyentuh yang tersirat di balik kesedihan.
Kesedihan itu seperti sebuah misteri yang minta untuk dipecahkan dan dikuak kebenarannya. Ketika kita mampu mengulitinya, akan ada banyak hal tak terduga yang dapat dipetik hikmah dan diambil pembelajaran di dalamnya. Maksudku, bukankah disanalah letak indahnya dari diciptakannya kesedihan?
Tapi tentu itu hanya akan mudah terlihat dalam sudut pandang seorang pembaca, seorang pengamat, seorang pendengar, tapi akan sulit bagi seorang pelaku. Butuh waktu dan keajaiban bagi pelaku untuk lepas dari kesedihan dan menyadari hikmah dibalik itu semua.
Dan nyatanya setiap kita adalah pelaku dan tokoh utama untuk kisah hidup kita masing-masing. Tak ada alasan untuk sengaja menciptakan kisah sedih untuk diri sendiri. Karena nyatanya tidak ada yang benar-benar siap dan sanggup menghadapi rasa kesedihan. Fitrah manusia ialah selalu mencari kebahagiaan dan happy ending story.
Namun manisnya dengan kesedihan, kita selalu dapat belajar setelahnya. Kesedihan membantu kita bertumbuh lebih baik. Membantu kita mengasah diri menjadi sosok yang lebih kuat dan tangguh.
Dibalik badai kesedihan, akan selalu ada cerahnya kebahagiaan yang menanti. Tinggal kita mau berusaha untuk melewati dan melawan riuhnya badai itu walau harus terombang-ambing bahkan karam terlebih dahulu.
3 notes · View notes
sabrina25daisy · 1 year
Text
Perasaan Kita Berharga
Aduhai...
Wahai rindu yg tak kunjung lapuk...
Sampai kapan rindu tak berujung ini akan bertahan?
Kumohon Tuhan,, sekiranya sulit rindu ini untuk pudar,, maka izinkan, sampaikan lah segera pada tempat berlabuhnya...
Agar dengannya aku mampu memuja Mu, tanpa harus menoleh pada sesuatu yang tidak ditakdirkan untukku..
Agar dengannya aku memuja Mu, dengan khidmah terbaikku berperantara kekasihku...
Lelah aku dengan rasa ini, tapi bak candu tak bisa kutepi...
Kumohon Tuhan, sampaikanlah segera hatiku pada takdirku...
*terinspirasi dari kisah rindu dan patah hati dari salah seorang sahabatku
Ada hal yang kupelajari dari kisah sahabatku yang satu ini. Tentang kuat, tulus dan dalam perasaannya ketika mencintai seseorang. Untuk orang yang pernah mengalami mungkin akan mudah memahami dan memaklumi. Tapi, bagiku kadang masih sulit untuk memahami keukehnya dia mempertahankan perasaan itu.
Aku orang yang mudah tersentuh dengan kebaikan orang termasuk laki-laki, tapi itu bukan berarti aku pun mudah untuk merasa jatuh cinta kepada laki-laki tersebut. Kalau pun iya akhirnya aku merasa jatuh cinta, secara spontan pikiranku langsung memberikan tembok batasan. Mungkin wajar memang karena didikan dari kecil terkait bagaimana Islam mengatur pergaulan dengan lawan jenis. Tapi, disamping itu juga, menurutku ini soal menjaga perasaan sendiri dan perasaan orang lain.
Terus terang aku juga penikmat cerita romansa, dan menurutku setelah semua cerita yg kubaca, kudengar, atau pun kutonton. Perasaan antar seseorang itu pada dasarnya membutuhkan give and take dan untuk itu butuh pengorbanan di dalamnya. Dan ketika ada salah satu orang yg merasa tidak terpenuhi dari keduanya, ia akan mudah goyah. Sehingga, perasaan itu butuh Ikatan atau penyangga yg kuat agar dia kokoh. Meski dilanda badai kencang, ia tak akan mudah tumbang.
Diantara ikatan itu; ada ikatan keluarga atau kekeluargaan, ikatan persaudaraan, ikatan pernikahan, ikatan persahabatan, ikatan khitbah, ikatan pertunangan, ikatan pacaran (yah, termasuk lah), dll. Dan diantara semua tadi, ikatan pacaran itu adalah yg paling rentan dan sangat lemah. Bahkan ikatan ttm menurutku masih lebih kuat. Tapi, bukan brarti aku setuju stm/ttm ya, aku tim couple halal 😆.
So, lanjut... Aku merasa perasaan kita ini terlalu berharga, dan perasaan orang lain pun sama berharganya. Maka, jangan sampai perasaan yang berharga ini rusak karena ikatan yg lemah tadi. Entah, mungkin kita yg patah hati karenanya, atau orang yang patah hati karena kita. Dua-duanya terdengar menyedihkan bagiku.
Seperti halnya sahabatku. Disatu sisi aku takjub melihat betapa kuat dan dalam perasaan yang ia miliki. Di satu sisi juga aku iba dengannya dan geram dengan org yg membuatnya patah hati. Tapi, disatu sisi lagi aku merasa sudah resikonya ketika perasaannya itu sebelumnya terikat hanya sebatas ikatan pacaran.
Ketika perasaan sudah bertepuk sebelah tangan. Dan ternyata kita yg menjadi korbannya sulit mengontrol atau move on dari patah dan sakit hati. Tidakkah kita iba dengan perasaan kita sendiri? Meskipun, jika ternyata orang lain yg jadi korbannya, hatiku rasanya akan tetap sakit karena merasa bersalah telah menyakiti hatinya.
Alamat rindu yang minta berlabuh, tapi kini masih terus terombang-ambing. Sulit, bahkan tak boleh menepi atau meski sekedar singgah sejenak.
Hausnya perasaan minta ditegukkan, tapi tiada yg mau memberi. Ada pun yg mau memberi, tapi jika bukan dia, rasanya seperti diberi racun. Enggan untuk menerima.
Tapi, begitulah hati, siapa yg mampu menyangka. Ketika hati sudah jatuh dan buta, meski diberi penerang paling pelita ia tak akan peduli. Tetap gelap. Sampai ia sendiri yg membuka mata dan memilih pelitanya.
Untuk kamu atau pun kita yang masih sulit untuk move on atau membuka mata, semoga Allah berikan hidayah, kekuatan dan pelita untuk menuntun kita agar mampu melabuhkan hati yg berharga ini pada pelabuhan yang tepat. Aamiin. ❤️
Menurutku perasaan jatuh cinta itu memang terasa indah. Berbunga-bunga. Perasaan degub di dada yg bergejolak. Perasaan rindu. Perasaan gemuruh ketika tau ternyata diam-diam ia pun memiliki rasa yang sama. Sungguh itu memang terasa membahagiakan. Selayaknya bagaimana kisah romansa menggambarkan dalam sajak dan narasinya.
Tapi cukuplah sampai disitu. Cukuplah hanya jatuh cinta saja. Menyimpan perasaan indahnya ketika menyadari, ternyata aku mengagumi seseorang yang ada disana. Tidak berharap lebih, selagi belum ada pintu yang membawa pada ikatan yg kuat. Agar hati kita dan hatinya terjaga dari sakit dan patah, meninggalkan bekas luka yang mungkin akan sulit pulih dan diobati.
“Bagian terbaik dari jatuh cinta adalah perasaan itu sendiri. Kamu pernah merasakan rasa sukanya, sesuatu yang sulit dilukiskan kuas sang pelukis, sulit disulam menjadi puisi oleh pujangga, tidak bisa dijelaskan oleh mesin paling canggih sekalipun. Bagian terbaik dari jatuh cinta bukan tentang memiliki. Jadi, kenapa kamu sakit hati setelahnya? Kecewa? Marah? Benci? Cemburu? Jangan-jangan karena kamu tidak pernah paham betapa indahnya jatuh cinta.”― Tere Liye, Hujan
4 notes · View notes
sabrina25daisy · 2 years
Text
Semoga semuanya membaik, ya
Aku pernah mendengar atau pun tidak jarang membaca kisah-kisah mereka yang depress, hingga rela mengorbankan banyak hal dan kemudian memilih melangkah pada jalan yang tidak baik. Tapi, ketika itu terjadi pada orang terdekat, entah kenapa membuat rasa miris dan patah hati pula.
Pasti itu bukan pilihan yang mudah, pasti sangat sulit bukan? Hingga kita rela mengorbankan keluarga dan harga diri, bahkan menyakiti diri sendiri.
Tapi, apa memang harus itu? Apa memang sudah tidak ada pilihan lain yang lebih baik?
Kalau rela memilih jalan terburuk agar terhindar dan tidak lagi merasakan rasa sakit itu, bukankah memilih pilihan buruk sama artinya dengan menerima rasa sakit lainnya.
Bukan kah karma itu benar adanya kawan? Kebaikan akan dibalas kebaikan dan keburukan akan berakibat keburukan.
Berapa banyak hal yang mesti dikorbankan? Dan akan kah benar hati mu kan tenang setelah ini? Tidak kah kamu khawatir mimpi buruk yang justru akan menghampiri mu setelahnya?
Tapi, meski tak habis pikir bagi kita, aku yakin kamu pun sudah memperhitungkan hal itu tentunya. Aku sangat yakin kamu sudah berkali-kali mempertimbangkan dan memikirkannya?
Kawan, jika kita tau pilihan yang dengannya kita rela mengorbankan banyak hal karena sesuatu, yang kita pun tahu itu sulit dan tak akan berakhir baik. Kenapa kita tak coba untuk rela berkorban pada pilihan yg lebih membawa pada kebaikan? Meski yah, kita tau harus tetap sakit lagi dan harus bersabar dengan itu. Tapi, bukankah akan tiba saatnya semuanya membaik dan berganti dengan hal-hal yang membuat kita semakin dewasa dan kuat.
Aku bertanya-tanya, seberapa besar harga yang membuatmu mengabaikan itu? Mustahil pilihan itu tidak ada. Mustahil kamu tidak mempertimbangkan itu. Apakah memang sudah sebegitu putus asanya dirimu? Cinta seperti apa yang sesungguhnya engkau kejar kawan, bahkan sampai rela melukai orang-orang yg mencintai dan mengkhawatirkan mu?
Sedalam apa luka mu, sehingga teman yg menganggapmu berharga dan bersedia menghulurkan tangannya, tapi kamu tolak. Apakah sebegitu hilangnya kepercayaan dirimu dengan orang lain? Tapi, kenapa dengan orang yang belum tentu menuntun mu pada pilihan baik, dengan mudahnya kamu memberikan kepercayaan itu kepadanya. Hingga merasa khawatir akan ditinggalkan olehnya dan rela melakukan apapun untuknya meski tau bukan mustahil akan disakiti lagi nantinya.
Apa sesungguhnya yang dia korbankan untuk kebaikan mu? Apa yang dijanjikannya? Atau apa jangan-jangan dia mengancam mu? Apa ada yg kamu coba sembunyikan, sehingga pada akhirnya kamu memutuskan pilihan ini?
Maaf, kita jadi menerka-nerka yang tidak-tidak atas apa yang sebenarnya sedang terjadi padamu. Mungkin memang ada orang-orang yang hanya sekedar pingin tahu apa yang terjadi, tapi percayalah masih ada juga mereka yang peduli dan khawatir padamu. Mereka sedang mencoba berprasangka baik dan terus berdoa serta mengharapkan agar keadaanmu baik-baik saja sekarang.
Aku berharap ada seseorang yang bisa kamu percayai untuk diajak membicarakan hal ini, atau apapun masalahmu. Setidaknya ada yang tahu bagaimana isi hati mu sesungguhnya, tahu bagaimana kabarmu saat ini, dan kamu pun bisa merasa tidak sendiri untuk menahan semuanya. Aku yakin masih ada hati nuranimu yang merindukan dan mengharapkan kebaikan kembali hadir dan segalanya membaik tanpa harus mengorbankan banyak hal.
Semoga kamu baik-baik saja, dan semoga ada jalan keluarnya. Hingga mampu meraih kembali secercah harapan yang pernah sirna. Semoga hari esok kan lebih baik dan masalah-masalah kita terselesaikan tanpa harus mengorbankan banyak hal lain lagi.
0 notes
sabrina25daisy · 2 years
Text
Lagi-Lagi Menertawakan Pikiran Sendiri
Lucu ya, rasanya masih kekanak-kanakan banget. Belum ada dewasa-dewasanya. Masih jauh dari itu. Ngerasa sudah dewasa secara pikiran, tapi ternyata belum dewasa secara tindakan. And it's bullshit. Mikir.., mungkin memang beginilah karakter kita setelah apa yg terjadi dan dilalui, hingga membentuk diri kita saat ini.
Akan tetapi, kita tetap sadar kalau ini salah dan tidak sebaiknya dibiarkan begitu saja. Personaliti dan karakter itu bisa diubah dan dibentuk. Melepaskan masa lalu atau pun hal buruk yg telah menimpa kita itu harus dilakukan. Kita harus move on dari segala toxic dalam diri. Dan not just with clean our mind, but also our habbits.
Secara rasional aku setuju, bahwa semakin dewasa itu bukan semakin banyak bicara dan berpikir, tapi harus semakin banyak bertindak. Berbicara tanpa tindakan hanya akan menjadi omong kosong. Adapun bertindak memang harus dipikirkan baik buruknya terlebih dahulu,itu sudah semestinya. Tapi, berpikir tanpa tindakan hanya akan menjadi sampah di kepala, menjadi sia-sia.
Dunia ini terus bergerak semakin cepat. Dan jika kita tidak ikut atau lambat untuk turut bergerak, akan banyak hal yg terlewatkan. Kemudian, kita tertinggal jauh di belakang.
Mungkin kita merasa atau mendengar orang-orang bilang, "tidak apa bergerak sedikit lebih lambat, karena memang dunia ini yang bergerak terlalu cepat" atau kata-kata seperti; "kita butuh berehat, kita butuh mengambil jeda, kita butuh mengistirahatkan fisik dan mental kita, kita butuh healing", dan sebagainya.
Disatu sisi, itu mungkin benar. Tidak salah. Tapi, jika aku harus terus berpikir begitu, ini rasanya seperti aku memberi makan ego sendiri. Atau seperti memberi coklat untuk meningkatkan mood kepada orang dengan gejala diabetes.
Banyak bergerak itu lebih baik dari pada kurang bergerak, apalagi tidak bergerak sama sekali. Bergerak itu bukti kita hidup. Setidaknya kekhawatiran kita untuk beberapa hal urgent bisa berkurang, karena kita mampu bergerak.
Bayangkan, akan begitu beda ketika kita hanya diam. Bukan diam ditempat seperti orang sakit, yang karena memang tidak bisa berbuat apa-apa, ya. Kita mampu berbuat, fisik kita sehat. Tapi kita diam tidak bergerak, karena kita sedang terkungkung dan tenggelam dalam pikiran kita sendiri. Kita berkutat dengan isi kepala dan idealisme kita. Kita seakan hidup di dunia kita sendiri. Dan tanpa sadar kita ternyata telah tertipu dan terjebak oleh pikiran itu. Pikiran kita hanya melayang-layang tak tahu arah, bingung hendak diapakan atau dikemanakan. Hingga semua itu menjadi khayalan dan sampah tiada arti.
Yah, lucu memang kita pernah merasa bangga dengan isi pikiran kita yg serasa tiada habis-habisnya. Kita punya banyak ide dahsyat, analisis-analisis yg mengagumkan, pemikiran-pemikiran yg out of the box. Rasanya kita sudah seperti para filsuf; Aristoteles, Albert Einstein, dll. Wkwk parah memang.
Lalu, setelah itu apa? Apa yg bisa kita hasilkan dari semua itu? Apa kita dapat pahala dari itu? Apa kita dapat money? Food? Manfaat apa yg kamu dapatkan setelah itu?
Kepuasan? Oke, kepuasan. Lalu setelah itu apa? Apa kepuasan bisa buat kenyang? Apa kepuasan bisa memenuhi kebutuhan pokok dan pangan? Apa kepuasan karena hal itu bisa membuat orang-orang respect dan membayar kita? Apa kepuasan karena hal itu membuat penilaian tambahan dari malaikat, sehingga dapat menjadi jaminan untuk kita selamat di akhirat?
Hahaha...
Begitula caraku menertawakan diri sendiri atas pikiran-pikiran ini. Konyol memang. 😂😅 Setidaknya dengan aku menulis ini, aku tidak membiarkannya hanya diam di kepalaku.
Bagaimana pun, itu benar bahwa kita harus terus bergerak. Lakukan aktifitas produktif, membentuk kebiasaan dan aktivitas yg baik. Menuntaskan kewajiban dengan tidak lagi menunda-nundanya.
Kalau pun memang isi pikiran kita penuh dan tidak berhenti. Lakukanlah sesuatu, entah itu mengalihkannya dengan suatu pekerjaan, mewujudkannya jika itu berkaitan dengan sesuatu yg mesti dilakukan atau menuliskannya dan menjadikannya sebagai suatu karya yang bermanfaat. QS. Al-Insyirah/Al-Syahr bisa jadi bukti dan penguat untuk itu.
Ingat! Jangan lemah, lakukan apa-apa yg bermanfaat dan mohon pertolongan Allah. 🤍🌼
2 notes · View notes
sabrina25daisy · 2 years
Text
Apakah kita benar-benar sesuai??
Meragukan dirimu dan meragukan diriku
Ketika sudah belajar banyak tentang ilmu pernikahan dan parenting, secara ilmu rasanya sudah oke, secara mental rasanya pun sudah oke. Insyaa Allah siap begitulah bahasanya. Namun, ketika dihadapkan pada pilihan siapa yg kelak akan menjadi pendamping hidup, seketika muncul kembali keraguan.
Apakah sosoknya adalah orang yg tepat untuk mendampingi? Atau apakah kita adalah sosok yang tepat untuk mendampinginya? Seketika muncul lagi pertanyaan-pertanyaan itu.
Ketika belajar ilmu pernikahan dan parenting ada ekspektasi dan bayangan yg muncul, ada rencana, visi, dan misi yg dibangun,ada harapan yg hendak dicapai. Tapi pernikahan bukan hanya tentang aku, tapi tentang kita. Bahkan tentang 2 keluarga besar yang disatukan karena ikatan pernikahan ini nantinya.
Pasangan butuh menyelaraskan pikiran, harapan, visi, misi dan tujuan. Akan diarah kemanakan bahtera rumah tangga. Apa yg hendak dicapai dan diperjuangkan.
Belum lagi yg terpenting agar bagaimana mampu memahami karakter masing-masing. Menyatukan dua kepala dan dua karakter dalam satu tujuan untuk perjalanan seumur hidup. Mungkin sudah tau ilmunya, tapi ketika dihadapkan pada realita belum tentu akan semulus itu. Ada hati, ada akal, ada perasaan, ada logika yg sewaktu-waktu bisa berubah dan tidak terkontrol.
Apakah kamu akan tangguh, apakah aku akan tangguh, apakah kita akan tangguh ketika dihadapkan pada badai ujian? Ketika kamu lemah dan berbeda aku mungkin akan kecewa, begitupun ketika aku lemah dan berbeda, kamu mungkin pun akan kecewa. Apakah pada badai seperti ini mampu kita melewatinya?
Aku mempertanyakan dirimu apakah layak menjadi imam untuk bahtera yg kuimpikan, yang menuntun bahtera kita pada tujuan dan harapan yg indah? Dan aku pun juga mempertanyakan diriku, apakah aku layak untuk menjadi dayung atau pun layar yang akan membantumu mencapai harapan dan tujuan itu?
Kita mungkin akan ragu, diawal kita belum terlalu mengenal. Yang sudah lama saling kenal saja ternyata masih bisa kandas. Lalu bagaimana dengan kita yang sebatas kenal sekilas dan dari kata orang saja agar mampu untuk saling memahami dan menerima nantinya. Ketika kata sah sudah terdeklarasikan di saat akad, disaat itulah waktunya kita baru benar-benar mulai untuk saling mengenal tentang kita yg sesungguhnya.
Wahai diri... Ya.. wahai aku.. wahai kamu.. wahai kita..
Tidak ada orang lain yg mampu menjamin tepat atau tidaknya pilihan kita. Diawal mungkin yang tampak hanyalah manisnya, atau mungkin ternyata yang tampak malah buruknya.
Yah, mungkin hanya di awal, di mukanya saja. Entah ternyata di balik itu ternyata sebaliknya, mungkin sangat buruk atau malah sangat baik.
Pada akhirnya, pilihan yang paling tepat hanyalah disandarkan pada pemilik kita Sang Maha Pengatur skenario kehidupan.
Pada akhirnya tugas kita adalah memohon pertolonganNya agar diberikan pilihan yang terbaik dan yang paling berkah menurutNya. Meminta pertolonganNya agar ketika sudah sah Ia akan selalu mengiringi bahtera ini agar kelak mampu melewati badai ujian yang menghampiri. Hingga kita sampai dengan selamat menuju tujuan indah yang kita impikan dan Allah janjikan.
Semoga Allah hadirkan aku dan kalian dengan pasangan hidup yg akan menggandeng kita menuju surgaNya.
10 notes · View notes
sabrina25daisy · 2 years
Text
"Hidup adalah tentang proses, hikmah dan pembelajaran"
Perjalanan hidup telah membuat kita mencermati banyak hal, bahwa hidup bukan hanya sekedar menyelami hari-hari saja.
Bukan hanya tentang menjalani rutinitas dari bangun tidur hingga tidur dan bangun lagi di keesokan harinya.
Tapi, lebih kepada mencari hikmah yang tersembunyi dari setiap pergerakan kita dan apa yang tampak di bumi.
Agar kita belajar dan agar kita temukan makna disebalik peristiwa yang ada.
Yang membuat kita mensyukuri akan nikmat dan kebaikan yang telah Allah anugrahkan, atau menginsafi diri atas keburukan yang telah kita lakukan.
Dan dengannya kita pun berproses untuk terus berikhtiar menjadi lebih baik, mencapai impian dan tujuan, sembari terus menyiapkan bekal amal untuk kehidupan akhirat.
0 notes
sabrina25daisy · 2 years
Text
TAQWA
Bukan persoalan gagal, patah, lemah, kecewa, sedih dan sebagainya karena kita tidak mampu ataupun buntu. Tapi soal mempertanyakan, sudahkan iman kita berbalut dengan taqwa, ikhtiar, doa-doa dan husnudzon kepada-Nya?
Pernah suatu kali aku mengeluh kepada umi, tentang beratnya untuk menjadi dewasa dan menjalani proses pendewasaan itu sendiri. Kata-kata umi menghibur dan membuatku merenung,
"Selagi masih diberi nyawa di dunia, anak-anak umi masih akan terus berproses. Karena begitulah hidup di dunia. Mau di manapun kita tinggal, pahitnya hidup akan terus ada, yang gak enak itu akan selalu kita temukan. Namanya berproses ya ketemu yang gak enak itu harus dihadapi. Harus berusaha untuk bisa menghadapinya. Kalau ketemu masalah, hadapi! Karena itulah yang akan membuat anak-anak umi matang (menjadi pribadi yg dewasa).
Lari dari masalah tidak akan menyelesaikannya, malah menambah beban masalah. Tapi, ya.. tidak apa-apa berproses. Mungkin hari ini belum bisa dan belum berhasil melewatinya. Mungkin Allah berkehendak nanti, esok atau beberapa tahun kemudian. Tidak masalah, Umi yakin anak-anak Umi akan mampu melewatinya biidznillah. Cepat atau pun lambat prosesnya, semuanya Insyaa Allah ada hikmahnya. Lagi pula itu hanyalah perkara dunia.
Umi hanya terus berharap dan berdoa untuk anak-anak umi agar menjadi anak yang sholeh dan bertaqwa. Nasihat umi pun begitu, cukuplah itu!
Taqwa dan kesholehan akan mengantarkan kita pada kebaikan-kebaikan dan pertolongan Allah. Perkara pahitnya dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan pahit karena rusaknya perkara akhirat disebabkan hilangnya taqwa."
Pahitnya dunia hanyalah ujian. Bahkan senangnya dunia pun jadi ujian.
Mulai dari tahapan aqil baligh, remaja, dewasa, tua, hingga di detik-detik akhir tarikan nafas kita akan ada ujiannya masing-masing.
Lalu, sebagai seorang muslim, tanpa iman dan taqwa pasti akan sulit melewati itu semua. Kurangnya taqwa melemahkan iman. Lemahnya iman membuat kita mudah terombang-ambing dan labil.
Apalagi jika tidak memiliki prinsip juga ilmu yang baik dan benar, kita akan mudah berpikir yang tidak-tidak, termakan oleh doktrin yang salah, liberal, dan sebagainya.
Atau termakan quotes singkat yang tidak bisa dipertanggungjawabkan hanya demi memenuhi kepuasan pribadi dan pembenaran atas apa yang kita rasakan yang belum tentu itu baik dan benar. Kemudian dengan mudahnya menyalahkan orang lain atas penderitaan kita.
Atau justru malah menjadi rendah diri dan meragukan diri sendiri.
Parahnya kita pun mempertanyakan takdir Allah, 'kenapa hidup ini tidak adil buat kita?' Seakan kita diciptakan ke dunia ini hanya untuk menjadi orang yang menderita.
Ini sama saja kita telah su'udzon kepada Allah. Su'udzon kepada Allah bukankah berarti mengurangi bahkan merusak iman kita kepada-Nya?
Masih untung kurang iman, setidaknya masih ada kebaikan disana. Lalu bagaimana jikalau su'udzon itu justru membuat kita kehilangan iman?
Maka, apa lagi yang kelak bisa kita jadikan jaminan agar bisa dibebaskan dari azab Allah pada penghakiman akhirat? Ketika bahkan secuil iman pun tidak lagi kita miliki untuk menolong kita dari gejolak panasnya api neraka.
Iman adalah tentang meyakini tiada Rabb dan Ilah selain Allah. Diyakini di dalam hati, diucapkan oleh lisan, dibuktikan dengan amal perbuatan, bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.
Mungkin, saat ini rasanya masih sulit untuk ta'at, masih sulit untuk menyempurnakan taqwa, masih sulit untuk meninggalkan perkara-perkara yang Allah murkai. Tapi, ayuk selagi masih diberi kesempatan untuk berproses, mari kita berusaha dan terus berusaha!
Jatuh, bangkit lagi! Terpuruk, pinta ampunan itu kembali! Bukankah Allah sangat bahagia ketika hambanya datang menengadahkan tangannya untuk bertaubat dan meminta ampunannya?
Berdoalah kepada Allah dan mintalah pertolongannya agar dikuatkan diri ini untuk istiqomah melangkah dalam mengusahakan ketaatan dan menyempurnakan taqwa.
اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكْ، وَاسْتَعِنْ بِااللّهِ وَلَا تَعْجَزْ!
"Berusahalah untuk selalu mengerjakan apa bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah. Dan janganlah menjadi orang lemah!" (HR. Muslim)
1 note · View note
sabrina25daisy · 2 years
Text
Seharusnya karena kita tahu kelemahan yang kita miliki, dengannya kita belajar untuk berbuat dan berusaha untuk menjadi kuat dan tangguh.
Mungkin dengan melawan dan memusnahkannya perlahan-lahan, atau dengan menonjolkan hal lain, yg membuatnya menjadi kelemahan kerdil yg tidak lagi layak untuk dicermati oleh siapa pun, terutama oleh diri sendiri, sehingga ia musnah dengan sendirinya.
0 notes
sabrina25daisy · 2 years
Text
Berisik dalam Diam
Ketika rasanya pikiranmu terlalu ramai, cobalah tuangkan menjadi tulisan! Setidaknya keributan itu akan berkurang satu per satu atau tidak berdiam lama di dalam kepala, hingga menumpuk menjadi sampah yang tidak bermanfaat.
Alangkah baik jika memenuhinya dengan zikir dan istighfar. Itu bahkan lebih baik dibanding berkecamuk akan sesuatu yang tidak pasti dan belum nyata.
Overthinking membuat kita nyaris menjadi tidak waras.
2 notes · View notes
sabrina25daisy · 2 years
Text
Bersikap Egoislah!
Berikan yang terbaik dahulu untuk diri sendiri, maka kamu akan bisa memberikan yang terbaik pula untuk orang lain.
Kalimat diatas mungkin bisa terkesan egois, tapi jika kita memahami dari sudut pandang lain kita akan menemukan sesuatu yang patut untuk dicermati, terutama mungkin untuk mereka atau kita yang katanya bertipe 'people pleaser'.
Kadang kala kita terlupa memberikan perhatian kepada diri karena memang atas kemauan kita pribadi. Kita terlalu mematok diri pada pandangan dan standar orang lain. Berusaha untuk memoles diri bagaimana agar terlihat baik dan patut dihadapan orang lain. Berusaha memenuhi harapan, kepuasan dan ekspetasi orang lain atas diri hingga membuat kita memasang topeng agar bisa dihargai dan diterima.
Kita kemudian menjadi takut untuk berbeda. Takut menjadi diri sendiri dan bersikap jaim demi citra yang baik. Kita pun juga merasa takut untuk gagal. Takut karena tidak bisa sempurna. Takut karena tidak mampu memenuhi harapan dan ekspektasi tersebut. Takut orang lain merasa kecewa atas tindakan kita dan takut akan perasaan terasingkan karena merasa tidak dihargai dan tidak diterima.
Ujung-ujungnya kita merasa takut dan trauma untuk berani mengambil resiko tersebut. Kemudian malah beralih menyerah sebelum melangkah, menghindar, lari dari masalah atau mencari aman.
Jika kita merasakan hal tersebut, apakah yang salah? Bisa jadi faktor atau alasannya ada pada dua hal berikut :
Alasan pertama, niat kita yang salah karena berbuat untuk memenuhi ekspektasi orang lain dan agar dipandang baik orang lain.
Atau alasan kedua, karena kita memang tidak memiliki tujuan hidup, obsesi diri, alias cita-cita yang diperjuangkan, sehingga kemudian membuat kita menggantungkan hidup dan tujuan kita kepada orang lain.
Berbuatlah karena memang kita ingin. Karena memang kita punya tujuan dan cita-cita yang ingin kita gapai atas kemauan sendiri, bukan karena memenuhi standar dan harapan orang lain agar dipandang baik atau pun karena harus memuaskan orang lain sehingga kita dapat diterima.
Jika berniat, berniatlah karena Allah, sambil menyadari kita melakukannya demi kebaikan diri sendiri.
Kita memilih berbuat baik demi kebaikan kita.
Kita beribadah demi kebaikan kita.
Kita berbakti kepada orang tua demi kebaikan kita.
Kita memilih belajar sungguh-sungguh demi kebaikan kita.
Kita memilih bekerja keras demi kebaikan kita.
Kita memilih hidup sehat demi kebaikan kita.
Kita merawat diri demi kebaikan kita.
Kita merawat keluarga demi kebaikan kita.
Kita memilih peduli dan berbagi kepada orang lain demi kebaikan kita.
Kita memilih tidak berbuat jahat pun demi kebaikan kita.
Sekali lagi, apapun yang kita lakukan terlebih dahulu diniatkan karena Allah dan dengan penuh kesadaran bahwa itu semua adalah demi kebaikan kita juga.
Sikap ini membuat kita fokus pada hal-hal yang baik dan positif atas diri. Kita akan merasakan kebebasan yang sesungguhnya dan terhindarkan dari beban emosional yang tidak selayaknya.
Kita tidak akan takut untuk menjadi diri sendiri. Tidak takut untuk berbeda, karena beginilah cara kita untuk meraih apa yang kita inginkan. Kita fokus berjuang atas tujuan yang ingin kita capai. Tidak membiarkan terombang-ambing dalam ekspektasi orang. Tidak peduli lagi pada pandangan atau pun persepsi negatif yang tidak membangun yang membuat kita tidak enakan atau pun membuat kita semakin merasa kecil dan jatuh.
Bukan berarti jadi abai dan tidak peduli akan orang lain. Tapi, ketika kita berhasil, buah manisnya tidak hanya berdampak pada kita, namun juga kepada orang lain terutama mereka orang-orang yang kita hargai dan cintai. Kita akan mampu memberikan yang terbaik untuk orang lain, karena kita paham jika ini yang terbaik menurut kita, maka ini pula yang terbaik untuk kita berikan kepada orang lain.
Jika ternyata kita belum mampu atau belum berhasil, diri kita adalah yang paling layak untuk mengatakan jangan menyerah. Karena kita sadar memilih untuk tetap dan terus berjuang pun adalah demi kebaikan diri kita juga.
Begitulah cara untuk egois dengan diri sendiri!
0 notes
sabrina25daisy · 2 years
Text
Terjebak Pada Pilihan
Ketika untuk yang kesekian kalinya terus muncul adanya pertentangan antara hati dan pikiran, maka terjadi pergejolakan dalam memilih. Pikiran terus menormalisasikan, melogiskan, dan mengemukakan berbagai alasan masuk akal, akan tetapi secuil hati tetap merasa janggal dan bersikeras untuk tidak bersepakat.
Maka, manakah pilihan yang mesti dituruti?
Yah, didalam kondisi seperti ini bukan mustahil kita terjebak pada keliru dan salah.
Mungkin terjebak pada pikiran yang liberal, atau hati yang terlalu radikal.
Mungkin juga terpengaruh pada bagaimana kata orang dan bagaimana pandangan orang. Takut jika akan adanya ketidakpenerimaan dari mereka yang mungkin membuat kita merasa terkucilkan.
Atau mungkin terjebak pada mana yg rasanya bakal menguntungkan buat diri pribadi tanpa peduli orang lain mungkin bakal dirugikan karena kita mengedepankan egoisme diri.
Atau jangan-jangan kita memang hanya terjebak pada pilihan yang menuruti hawa nafsu. Mengutamakan mana yg enak, mana yg nyaman, mana yang gak bikin ribet, dan mana yang bikin senang. Padahal kita sadar itu bisa saja pilihan yang besar kemungkinan untuk tidak benar.
Atau bisa juga terjebak karena adanya realita yang menurut kita pahit untuk diterima, lalu memilih untuk menghindar daripada bersinggungan dengan resiko. Padahal bisa saja itulah pilihan yang tepat.
Memang, gak cukup hanya berhati-hati, tapi mesti mengilmui--ilmu yg bener. Karena bisa saja sebenarnya tidak serumit itu.
Sebagaimana Al-Qur'an dan hadits sudah menegaskan bahwa Haq dan Batil itu jelas. Mana yg benar dan salah itu jelas. Jika ada yang ditengah-tengah, diantara keduanya itu syubhat. Sesuatu yang meragukan cukup ditinggalkan. Dan kita akan tahu mana yang termasuk dari ketiganya itu kalau kita tahu dan paham ilmunya (ilmu yg bener, ya).
Nah, sekarang pertanyaannya, apa standar ilmu yang benar bagi kita? Apa cukup dengan teori keilmuan secara umum? Teori barat? Teori para ahli? Atau sudahkah mengutamakan petunjuk dari Al-Qur'an dan hadits? Atau jangan-jangan kita malah masih mengandalkan teori secenayangnya kita? 😅
Jika kamu seorang muslim, tentu paham mana jawabannya. Maka, kenapa mesti pusing-pusing untuk memikirkannya hingga overthinking sendiri? Kenapa mesti merasa sulit dan galau untuk mengambil keputusan atas pilihan-pilihan yang ada?
Yah, kalau tetap aja masih bingung, mungkin kita masih perlu belajar, belajar dan belajar. Toh, jangan takut jika pilihan kita ternyata memang salah, setidaknya kita belajar dari sana.
#self_reminder
0 notes
sabrina25daisy · 2 years
Text
Selisih Paham Itu Biasa
Tumblr media
Ada perselisihan, cekcok atau pun salah paham antar teman, itu biasa. Jadi bumbu dan warna friendship lah. Hitung-hitung kan lucu ya, suatu saat ini bisa menjadi cerita nostalgia yang kita tertawakan bersama. Mengingat betapa konyol dan luar biasa bahwa kita bisa melalui itu semua dengan penerimaan dan lapang dada.
Kuncinya; komunikasi, jujur, terbuka dan penerimaan. Salah dikoreksi, benar dimaknai. Mungkin tidak ada yang benar-benar 'salah' atau benar-benar 'benar'. Mungkin hanya prasangka saja, atau mungkin hanya butuh diluapkan agar lega dan tiada lagi prasangka antar sesama. Habis meluapkan cerita dan emosi, kuy kita damai. Mari kembali bercengkrama, bercerita dan tertawa lagi tanpa ada kejanggalan yang tersisa di antara kita, layaknya sedia kala.
Mungkin akan ada perasaan sungkan, mungkin tidak enakan, atau mungkin kecewa. Tidak apa-apa. Kalau kita benar-benar saling percaya, setidaknya di situ ujiannya, pembuktian bahwa kita adalah teman sejatinya. 🌼✨
1 note · View note
sabrina25daisy · 2 years
Text
Persahabatan
Mungkin ternyata yang kita inginkan dan kita butuhkan adalah persahabatan yang tulus, setia, dan tidak memandang siapa kita, siapa mereka, bagaimana latar belakang atau pun kepribadian masing-masing. Kita paham kita punya karakteristik dan keunikan masing-masing.
Mungkin ada Si Periang, Si Cerewet, Si Pendiam, Si Konyol, Si Kasar, Si Pemarah, Si Bacot, Si Pemalu, Si Pintar, Si Alim, Si Guru, Si Pengusaha, Si Buruh, Si Pedagang kaki lima, Si Pengangguran, Si Couple, Si Jomblo, dan Si-si lainnya.
Kita tidak memandang itu semua. Kita hanya akan menginginkan persahabatan yang murni, yang kita mampu saling memahami, saling menerima kekurangan tanpa menghakimi, saling menasihati tanpa menggurui, saling mendukung, saling menguatkan, saling menjaga aib sesama dan puncaknya adalah saling mendoakan dalam kebaikan.
Disaat berkumpul bersama, cukup kita merasa nyaman, merasa aman, tanpa prasangka dan tanpa rasa kekhawatiran. Kita merasa nyaman untuk menjadi diri sendiri, tanpa khawatir harus menjaga image, bertingkah konyol atau pun bersikap kekanak-kanakan.
Kita dengan hangatnya saling bercengkrama, berbagi cerita, berdiskusi, berbagi humor yang kita bawa tertawa bersama, berbagi kebahagiaan yang dengannya kita ikut bahagia disaat yang lain merasa bahagia, atau jika ada yang berbagi duka dan pahit, ketika itu pun kita saling menghibur dan menguatkan. Kita tanpa khawatir berbagi apa yang bisa kita bagi, meski hanya hal kecil dan sederhana.
Kita bertemu dan berkomunikasi tanpa perlu khawatir ada perasaan memanfaatkan atau dimanfaatkan, melukai atau dilukai, merasa bersaing atau tersaingi, dan begitu pun tanpa khawatir merasa dengki atau iri hati.
Persahabatan yang kemudian sampai pada tingkatan dimana sarkasme dan kata-kata kasar diantara kita adalah hal yang biasa, bagian dari canda, lelucon dan nasihat sesama sahabat. Ketika itu kita paham dan tidak akan mudah merasa tersinggung atau sakit hati karenanya. Kita paham bahwa itu adalah bukti bahwa kita saling tulus dan peduli. Tentu dengan tetap sadar untuk saling memahami batasan demi menjaga perasaan sesama.
Kita akan saling percaya jika ingin mengungkapkan perasaan kita, menceritakan apa yang ingin kita ceritakan, pandangan dan pendapat kita, mengeluarkan emosi dan luapan hati tanpa khawatir, entah itu rasa senang, susah, sakit, kecewa dan lainnya.
Yah, kita saling percaya dan tidak khawatir untuk jujur dan terbuka. Meskipun begitu, kita tetap bisa saling menghargai jika ada yang tidak bisa diungkapkan dan diceritakan, atau pun dirahasiakan. Namun kita tetap paham bahwa jangan membiarkan ada prasangka buruk diantara kita.
Perselisihan, pertengkaran dan salah paham antara kita mungkin kadang tetap tidak terelakkan. Bukan mustahil akan ada ketika kita merasa kesal, kecewa dan sakit hati entah karena sesuatu yang mungkin saja sepele. Mungkin disaat itu akan ada jeda antara kita, tapi kita tetap bisa saling memahami, memaklumi dan kita akan tetap saling percaya bahwa kita akan kembali lagi nantinya.
Kita tidak akan merasa gengsi untuk meminta maaf atau mengkomunikasikannya kembali, saling meluapkan segala perasaan, hingga mungkin kita akan menangis bersama karenanya. Namun setelah itu kita bisa lega dan saling memaafkan. Kecanggungan antara kita, kita bawa sebagai lelucon. Hingga kita mampu tertawa dan bercengkrama lagi seperti biasanya tanpa ada rasa buruk dan prasangka yang tertinggal.
Diatas semua itu, puncak tertinggi yang adalah doa. Kita tidak lupa untuk saling mendoakan. Berdoa untuk segala kebaikan dan keberkahan. Impian yang dicita-citakan semoga Allah kabulkan dan tertinggi semoga persahabatan dikekalkan hingga ke surga nantinya.
4 notes · View notes
sabrina25daisy · 2 years
Text
Mencari Bahagia
Bicara tentang bahagia, teringat dulu Mbak Asih pernah menjelaskan kalau mengejar kebahagiaan merupakan level paling rendah dari sekian banyak tujuan hidup. Karena sejatinya mencari kebahagiaan itu simpel. Jujur saja, kebanyakan kita bermain game atau menonton film saja sudah bikin bahagia, kan? Nongkrong hepi-hepian bareng pasangan dan teman, atau hanya berbaring dikamar sambil nyemil makanan kesukaan sudah bisa bikin kita bahagia.
🙂 : Lah, kan bahagianya semu, bentar doang.
Nah, itu dia. Problemnya kita sering tidak menyadari dan bersyukur atas hal-hal sederhana yang membuat kita bahagia. Namanya dunia itu fana, gak mungkin ada yang namanya kebahagiaan yang kekal. Mau bahagia terus yah nanti di surga bisa. Jika ingin begitu maka kita harus mengubah tujuan dan obsesi kita pada surga. Surga sebagai puncak kebahagian yang mesti di raih.
Maka, mencari surga tentunya mencari ridho Allah. Bagaimana mencari ridho Allah? Tanyakan kembali pada diri karena bisa saja sebenarnya kita tahu, tapi tutup hati, atau mungkin kita perlu belajar lagi, menuntut ilmu, bisa dari buku-buku, video, dan lebih ahsan kepada ahlinya. Para asatidz-asatidzah dan siapapun guru yang bisa mengajarkan kita tentang hakikat sesungguhnya dari hidup di dunia ini.
1 note · View note