Tumgik
tsakidaruchi-blog · 9 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Sudah sholat, Sejawat?
3K notes · View notes
tsakidaruchi-blog · 10 years
Quote
Kau dan aku adalah kuburan masa lalu. Pada musimnya kita akan berziarah, lalu air mata demi air mata akan membasahi kenangan.
Guntur Alam
4 notes · View notes
tsakidaruchi-blog · 10 years
Quote
Melepaskan memang berat, tapi merawat masa lalu hanya akan mememarkan hati.
Guntur Alam
7 notes · View notes
tsakidaruchi-blog · 10 years
Photo
Abis nge-like status Kalex (panggilan kesayangan readers Lexie Xu untuk Lexie Xu), tahu-tahu di-mention di komennya dong! Langsung blushing! Ack, baik banget Kalex ini. Moga saya bisa kayak dia, nulis solo. Hihihi.
Tumblr media
2 notes · View notes
tsakidaruchi-blog · 10 years
Link
0 notes
tsakidaruchi-blog · 10 years
Quote
Melihatmu hanya membawa kembali kenangan-kenangan pahit itu. Namun, saat ini, tidak ada yang lebih kuinginkan dibandingkan bisa melihatmu dari dekat, seperti kita dulu.
(via kunamaibintangitunamamu)
48 notes · View notes
tsakidaruchi-blog · 10 years
Text
Tentang Jangkar
Jadi, saya sedang menyusun novel solo ber-genre young adult. Judulnya Jangkar. Saya pun sudah menyusun ulang outline ceritanya setelah sebelumnya outline tersebut hilang bersamaan dengan hilangnya laptop Lenovo saya. Tapi memang harus tetap fight untuk menyelesaikannya. Saya pun menargetkan bahwa tanggal 5 April nanti, draft-nya harus saya kirimkan ke editor.
Terkait dengan pemrosesan Jangkar sendiri, sebenarnya embrio ini ada karena suatu celetukan salah satu sahabat saya, Imas, mengenai hal yang selalu saja random ia katakan.
"Huh, kalo gue jadi cowok. Gue bakalan demen deh buat nginep di kost-nya Awid. Kurang apa coba Awid jadi teman cowok?"
Dan ide soal Jangkar lahir begitu saja. Lucunya, saya jadi tertarik untuk memasukkan beberapa karakter yang saya kenal di Jangkar.
Jangkar sendiri memang dibagi menjadi empat bagian. Empat lakon. Masing-masing dengan opininya. Dimulai dari....
Ismaya Kesauly. Saya mengambil karakter Imas di sini. Sisanya saya ambil dari Mita (15%).
Kianthi Baskoro. Saya mengambil karakter Vania dan Ipho (35%) dan Chintia (30%)
Sailendra Al-Rayid. Saya mengambil karakter Awid (75%) dan Singgih (25%)
Musa Kamajaya. Saya mengambil karakter saya... *uhuk* (50%), Julyan (35%) dan Robith (15%).
Konyol sih... hehehe. Tapi tentunya nggak based on true story. Tapi ketika saya berpikir soal ending, saya jadi sedih. Entah kenapa ini adalah karakter yang paling saya sayang selama saya menulis fiksi. Entahlah. Semoga lancar dan bisa dikebut. Lalu diterbitkan hihihi. Amin.
1 note · View note
tsakidaruchi-blog · 10 years
Photo
1-2, 3, 14. Pulau Pramuka. :)
2 days is never enough
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
2 notes · View notes
tsakidaruchi-blog · 10 years
Text
Hujan Daun-Daun (Prolog)
Ini adalah novel "keroyoan" saya bersama Putra Zaman dan Lidya Renny Chrisnawaty (Gramedia Writing Project) di bawah payung Gramedia Pustaka Utama dengan genre "remaja". Cerita ini di-post bersambung di http://gramediawritingproject.com lho.
Gadis kecil itu berdiri di bawah pohon besar, akar dan dahannya menjulur membentuk payung raksasa. Pohon itu rimbun, dedaunannya hijau dan menggerumbul. Kelihatannya begitu kuat dan melindungi. Lalu sesuatu terjadi. Aneh, tapi tiba-tiba saja daun-daunnya yang hijau tua mulai berguguran.
“Delapan, sembilan, sepuluh… sudah belum?”
Tania kecil tersentak, tersadar dari lamunannya saat memandangi pohon itu. Jantungnya berdebar-debar saat ia bergeser sedikit lalu mengintip gadis kecil bergaun biru itu.
Gadis itu sudah berbalik untuk mencari Tania. Matanya melirik ke kanan dan kiri. Langkahnya pelan tapi pasti, seolah sudah tahu di mana Tania bersembunyi.
Tania berusaha berjongkok diam di balik semak-semak rimbun, tanpa suara. Sesuatu bergerak di daun sebelah kirinya. Makhluk kecil hijau, gemuk, dan berbulu. Tania benci ulat bulu. Ia terpekik ngeri lalu refleks berdiri.
“Hiii… ada ulatt!”
Gadis kecil bergaun biru itu langsung menoleh waktu mendengar jeritan Tania. Ia berlari riang ke arah Tania.
“Tania ketahuan! Gantian kamu yang jaga!”
“Nggak mau!”
Tania berlari menjauh sekuat tenaga. Dedaunan kering bergemerisik terinjak kakinya. Angin lembut menerpa wajahnya. Hidung mungilnya mencium aroma kayu segar, wangi bunga dan tanah hutan yang lembap.
Ia menoleh, melihat gadis kecil itu terengah-engah mengejarnya, jarak mereka makin dekat.
Tania tertawa riang, lalu berusaha berlari lebih cepat. Karena terlalu bersemangat, ia tidak melihat akar pohon yang melintang di hadapannya. Tania tersandung, tapi gadis kecil itu dengan cekatan menahan jatuhnya, meski harus dengan susah payah karena ukuran tubuh mereka yang serupa.
Tania tidak bisa melihat jelas wajah gadis kecil yang menolongnya. Sebagian wajahnya tertutupi rambut yang hitam dan panjang. Tapi Tania bisa melihat senyum terukir di bibir mungil gadis itu. Ia merasa tenang.
Gadis kecil itu melepaskan tangan Tania dan melangkah maju. Tania mengikutinya.
“Kita mau ke mana?” tanya Tania.
Gadis kecil itu tidak menjawab. Dia hanya menyibak semak-semak rimbun di hadapannya.
Tania terpana. Ternyata ada kolam seindah ini di tengah hutan. Diameternya kira-kira hanya dua meter, tepiannya dihiasi ukir-ukiran berbentuk mawar. Airnya jernih sekali. Mereka sama-sama membungkuk, mendekatkan wajah ke permukaan air. Ikan berwarna-warni datang berkerumun, mulutnya bergerak-gerak seolah minta makan. Mereka tertawa geli melihatnya.
Setelah beberapa saat, ikan-ikan itu kembali berenang menjauh. Gerakannya menimbulkan riak air. Tak lama riak itu menghilang dan air kolam jadi tenang lagi.
Bola mata Tania terbelalak. Air kolam memantulkan wajahnya dan wajah gadis kecil di sampingnya. Tania bergantian memandang kolam dan wajah gadis kecil itu. Ia benar-benar keheranan.
“Kamu…? Kamu siapa? Kok...?”
Gadis kecil itu hanya menatap Tania. Bola matanya bersinar jernih. Seulas senyum tipis terlukis di bibirnya. Dia tidak menjawab pertanyaan Tania. Tania perlahan mundur, antara takut dan bingung. Tanpa sadar kakinya sampai di garis batas kolam. Ia terpekik saat tubuhnya tercebur ke kolam.
Tania gelagapan. Air kolam mulai merasuki paru-parunya, menghalanginya menyerap oksigen dari udara. Ia tenggelam. Dasar kolam yang dangkal kini berubah menjadi lubang yang begitu dalam, dingin dan gelap.
Mata Tania terbuka tiba-tiba, langit-langit kamar menyambutnya. Ia bangkit dari kasur dengan jantung berdebar kencang dan napas terengah-engah. Diusapnya bulir-bulir keringat di dahi.
“Mimpi itu lagi,” bisik Tania.
0 notes
tsakidaruchi-blog · 10 years
Link
Hei! Gramedia pernah mengadakan proyek kepenulisan yang pesertanya lebih dari 2600 peserta! Lalu, disaring menjadi 20 finalis untuk ikut workshop! Selanjutnya dipilih sembilan orang untuk masing-masing tim (Remaja, MetroPop, dan Horor) yang mengerjakan novel secara berbarengan! Yuk intip web-nya! :D
0 notes
tsakidaruchi-blog · 10 years
Photo
Tumblr media
Coming soon on Monday! Iya, nanti novel keroyokan kita bertiga akan di-publish di blognya Gramedia. Semoga menghibur yaa! 
0 notes
tsakidaruchi-blog · 11 years
Text
Tanpa Saya
"Tanpa kamu, entah bagaimana hidup saya."
Kerapkali, mungkin pernyataan yang senada dengan kalimat itu terdengar. Tapi, saya kembali termenung dan berpikir. Bagi saya, bagaimana jadinya hidup tanpa saya?
Dunia mungkin lebih ceria jika tanpa kehadiran saya. Orang-orang yang disakiti hatinya oleh saya bisa lebih bahagia, dapat menjalani hari-harinya dengan riang. Tanpa saya.
Konteks "tanpa saya" sendiri saya bagi menjadi dua. Tanpa saya karena memang saya tak ada dari awal, atau tanpa saya setelah saya hadir di hidup ini.
Tanpa saya karena memang saya tak ada dari awal. Pasti dunia ini lebih ceria dan gempita. Tanpa harus ada orang yang memiliki watak aneh seperti saya. Rasa-rasanya saya ini memang hanya benalu di hidup ini. Ah, Tuhan. Betapa entitas kecil seperti saya ini gemar sekali mengeluh. Entah apa manfaat Kau ciptakan saya ini. Torehan takdir eksistensi saya ini sebenarnya untuk apa... saya sama sekali bukan sosok kuat yang mampu mengenakan topeng dengan lama.
Tanpa saya setelah saya hadir di hidup ini. Mungkin mudah sekali jika kita menyebutnya kematian. Dulu, sewaktu saya SMP saya berpikir bahwa cara mengukur betapa berartinya seseorang dalam hidup ini dapat dilihat dari kematian orang itu. Tapi rasanya ketika saya mati pun, rasanya sangsi jika disambut airmata. Entah. Pesimistis yang ada di dalam hati saya pun mengatakan, bahwa eksistensi saya tak memiliki pengaruh apa-apa terhadap orang lain. Bahwa tak ada arti apa-apa keberadaan saya.
Jadi, bukankah lebih baik hidup ini berjalan adanya tanpa saya?
Saya sendiri mengisi ruang-ruang di hati saya ini dengan berbagai macam orang. Saya kotak-kotakkan dan susun sesuai dengan arti mereka di hidup saya. Jika tanpa mereka, betapa hati ini seperti diiris sembilu. Sembiluan. Pedih. Perih. Tetapi, saya juga sangsi ada yang mengisi hati mereka dengan eksistensi saya. Toh memang lebih baik lenyap saja, mundur jauh-jauh dari hidup mereka.
Bahkan ketika sekarang pun, saya dapat menangkap getar-getar kata tidak suka yang tersirat dari mereka. Tapi, saya tetap berlagak bahwa itu hanya saya saja yang terlalu sentimentil. Tapi saya tahu, kebenaran yang ada mengatakan saya ini adalah rumput liar yang ingin sekali mereka enyahkan.
Mati saja. Mati.
Untung saja saya masih memiliki mimpi. Jika mimpi ini tidak ada dan mati, mungkin saya juga ikut mati. Melebur dan menyatu dengan tanah.
Apakah kamu tahu rasanya menjadi sandbag? Itu yang saya rasakan dulu. Dihajar pukulan-pukulan keras tanpa dapat menghindarinya. Sembiluan. Bersender pada siapa saya pun tidak tahu. Sekarang? Entah. Mungkin masih sama.
Kata-kata manis itu. Saya hanya dapat tertawa datar dengan kata-kata itu. Mungkin kata-kata itu hanya terucap ketika mereka memiliki visi tertentu. Barulah manis di telinga kata-kata itu. Toh setelahnya saya tetap menjadi rumput liar yang tak elok. Ah, sudahlah.
Kadang dunia memang lebih baik tanpa saya. Dalam kedua konteks itu pun sama saja. Sama-sama tak berguna.
Saya ini orang yang suka bengis jika orang-orang yang bagi saya berharga disakiti. Tapi saya tidak yakin ada yang berani bengis demi saya. Ah, sudahlah. Lebih baik tidur, dan hidup di dunia mimpi saja. Memiliki kehidupan selain kenyataan kadang memang lebih baik. Bagi saya yang pengecut ini, dunia memang lebih baik berputar tanpa ada saya.
Saya yang terlupakan, saya yang dilupakan. Rasanya genang di pelupuk mata ini takkan pernah menjadi kenang di hati mereka.
4 notes · View notes
tsakidaruchi-blog · 11 years
Quote
Patah hati bukan vonis mati.
Anggun Prameswari, After Rain
0 notes
tsakidaruchi-blog · 11 years
Quote
Laki-laki adalah sebuah awal dari hidup, tapi perempuan adalah kehidupan itu sendiri. (My Life My Hijab - Debbie S. Suryawan, Peggy Melati Sukma)
Debbie S. Suryawan dan Peggy Melati Sukma, My Life My Hijab
Tuh, catat ya sahabat-sahabat perempuan... (sok asik)
16 notes · View notes
tsakidaruchi-blog · 11 years
Quote
Allah kerap memiliki cara tak terduga nan indah untuk mempertemukan sepasang insan dalam satu kesatuan yang sempurna.
Vbi Djenggoten, Married With Brondong
2 notes · View notes
tsakidaruchi-blog · 11 years
Photo
Tumblr media
Meskipun Idul Adha-nya udah lewat, buat nyate pun bisa lah ya sekarang. Makasih udah mau dateng ke rumah saya yang sederhana ini.
Makasih udah mau datang dan menginap Singgih, Chintia, Dewi, Metia, Mufti, Ipo, Imas, Robith, Awid, Vania, Sofia, Melya, Fathir, dan Julyan. Semoga nggak kapok, yaaaaa...
5 notes · View notes
tsakidaruchi-blog · 11 years
Quote
Banyak orang berpikir bagaimana mencari hidup yang baik, tapi mereka lupa bagaimana mencari mati yang baik.
KH. Hasan Abdullah Sahal
39 notes · View notes