AoC Summit Tahun Ini
Kesalahan terbesar kita, sebagai manusia, adalah saat kita memiliki ekspektasi yang terlalu berlebihan kepada orang lain. Seharusnya, jangan terlalu berharap kepada manusia, karena bisa mengakibatkan kekecewaan dan kepahitan hidup. Karena harapan itu sepatutnya hanya disandarkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun, kembali lagi, pada akhirnya, berulang kali, kita tetap berekspektasi yang berlebihan kepada manusia.
Apalagi jika ekspektasi yang dimaksud ialah berupa sebuah harapan akan proses perbaikan atau improvement. Ekspektasi yang membuat semangat kita naik kembali, setelah sebelumnya menurun karena bosan dengan kondisi yang gini-gini saja. Juga harapan yang dititipkan oleh tim supaya bisa tetap bersama. Namun ternyata semua harapan itu seperti pepesan kosong, seperti opak angin, seperti gentong kosong, tak ada satupun yang kesampaian.
Dua paragraf di atas merupakan sebuah premis pembuka tentang pelaksanaan AoC (Agent of Change) Summit tahun ini. Bagaimana sebuah event yang seharusnya kami ikuti dengan sangat antusias, tiba-tiba menjadi awal bagi merontoknya semangat-semangat kami. Padahal satu minggu sebelumnya, di Malang, kami telah berkonsolidasi bersama 'pembina' untuk menyukseskan acara AoC tersebut.
Kami, beberapa anggota AYC, sangat bersemangat ketika diajak berdiskusi membahas kegitan AoC Summit. Karena kami memiliki puluhan ide kegiatan dan program AYC (atau AoC secara umum) untuk dapat dilaksanakan di tahun ini. Ide-ide tersebut didapatkan dari pengalaman selama setahun sebelumnya ketika mengerjakan kegiatan BOSS, CCIT, dan AoC Compiler, bahkan ketika menginisiasi program AKHLAK Day. Dari kegiatan-kegiatan tersebut muncul catatan dan evaluasi, yang berakhir menjadi ide-ide gila. Sehingga, kami tidak mungkin melewatkan momen AoC Summit. Momen ketika, seharusnya, kami bersepuluh berkumpul, mungkin dengan anggota baru, melakukan Forum Group Discussion (FGD) atas ide-ide yang dicatatkan.
Harapan tetap menjadi harapan. Maksudnya, tidak menjadi kenyataan. Tujuan AYC tidak dapat dicapai. Pada sesi FGD, kami dipecah menjadi 4 kelompok dengan bahan diskusi yang berbeda-beda. Ibarat lidi, kalau tidak dikumpulkan, akan mudah dipatahkan. Memang benar kami memiliki puluhan ide gila, tetapi jika tidak dibahas bersama 10 orang, ide itu akan menguap karena tidak ada yang saling memompa. Kami sempat mencoba untuk mempertahankan program kami sebelumnya dengan mengusulkannya pada tim FGD, tetapi pada akhirnya tidak ada satupun yang berhasil lolos sampai detik ini, ketika tulisan ini dibuat. Tak ayal WAG AYC ramai membahas permasalahan ini.
Tidak bisa masuknya ide-ide kami, bahkan program-program AYC sebelumnya, ke dalam project charter adalah 'penyesalan' pertama. Kondisi kedua, yang membuat kami, andai waktu itu kami tak berekspektasi terlalu tinggi, adalah kami bersepuluh tidak bisa lagi menjadi AYC. Ini adalah kondisi yang paling parah. Padahal semua stream telah berjalan dengan baik selama 2 tahun, tapi tiba-tiba dirusak. Hidup damai, sampai negara api menyerang. Tentu saja WAG AYC tak mungkin tidak meng-ghibah.
Itulah dua hasil yang amat sangat disayangkan. Yang dalam pandangan kami, seharusnya tidak perlu terjadi. Mengapa? Karena memulai dari awal hanya akan memperburuk kondisi AoC, yang berusaha untuk 'naik kelas' tersebut.
Tak hanya hasil, kami melihat proses-proses yang dilakukan saat AoC Summit sudah tidak tepat.
Pertama. Para kelompok FGD belum tentu sebagai eksekutor. Saat pertama kali memulai forum, saya bertanya kepada 'pembina', siapa yang akan menjalankan program yang dibahas saat FGD? Karena tentu akan berbeda cara pembahasannya bila menjadi eksekutor atau tidak. Jika menjadi eksekutor program hasil pembahasan, tentu tim akan berusaha menelurkan ide-ide yang feasible untuk dapat direalisasikan. Tetapi jawabannya adalah, yang penting punya ide dulu, eksekutornya akan dibahas nanti.
Hal tersebut merupakan sebuah kesia-siaan. Meskipun saat forum diskusi, saya sudah mencoba membatasi supaya program yang dibahas hanya satu dan berpikir seolah-olah kamilah eksekutornya. Sehingga programnya sederhana dan kami sangat merasa memiliki.
Ternyata di akhir, program tim FGD saya ditambah-tambahkan ide dari tim lain. Saya mengerutkan dahi tidak terima, bagaimana bisa ide berasal dari tim lain tetapi tim saya yang harus menjalankan. Sampai sesi presentasi di hari kedua, saya dan tim tidak mempermasalahkan, kami tetap membawa ide 'jahitan' tersebut.
Kedua. Tidak melibatkan anggota AoC dalam mengelompokkan ide-ide yang sudah dibahas, ke dalam program akhir/final. Ketika hari pertama berakhir di sore hari, setelah semua tim menyampaikan gagasan hasil pembahasannya yang masih mentah, kami bubar dan dijadwalkan untuk melanjutkan diskusi pada malam hari ba'da isya.
Alangkah terkejutnya saya dan tim, mendapati ketika kembali ke ruangan, dan 'pembina' melakukan presentasi. Yang mereka klaim sebagai kesimpulan. Yang berisi pengelompokkan program-program 'sejenis' dari 4 tim FGD. Pengelompokkan dan tambah-kurang yang dilakukan sepihak oleh 'pembina' membuka mata saya, bahwa sedari awal, memang semangat kami sudah berbeda.
Saya dan tim AYC yang menganggap bahwa AoC adalah sebuah gerakan arus bawah, bottom up, sehingga semuanya duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Ternyata tidak sejalan dengan 'pembina' yang maunya top-down, mereka yang meyimpulkan, mereka yang menentukan, dan anggota AoC hanya sebagai 'anggota'. Orang-orang yang melaksanakan (eksekutor) ide-ide orang lain. Semangat gerakan mulai hilang. Padahal kelebihan dari sebuah gerakan adalah keterlibatan semua tim karena sama-sama merasa memiliki gerakan tersebut.
Akhirnya apa yang dilakukan 'pembina' di hari pertama membuka mata kami semua, tim AYC. Kami khawatir semangat AoC era baru ini malah akan mengakibatkan jumlah anggota aktif berkurang satu demi satu. Sebab tak ada lagi sense of belonging.
Ketiga. Target yang salah sasaran. Apakah nilai AKHLAK adalah segala-galanya? Apakah itu seperti nilai KPI yang akan memengaruhi bonus (uang)? Meskipun nilai AKHLAK fungsi turun dari tahun sebelumnya, tetapi terlalu berambisi untuk mengejar nilai 'semu' itu menurut kami, tim AYC, bukanlah keputusan yang bijak. Memangnya apa yang dikorbankan? Tentunya, seperti yang disebutkan sebelumnya, yang dikorbankan adalah semangat anggota untuk memiliki AoC.
Dengan banyaknya kegiatan yang bukan murni ide dari masing-masing tim, apalagi ada stream (baru) yang memiliki program seperti pekerjaan, mengurusi dasbor, tiket-tiket, dan lainnya. Intinya tidak mengandung unsur Fun Theory (seperti AoC tahun sebelumnya). Terlalu berfokus kepada nilai akhir, hanya akan menjadi beban bagi member AoC. Seperti pekerjaan, yang top-down, bukan dari bawah. Sangat berbeda dengan AYC, saat menyukseskan program-program tahun lalu, kami membawa semangat yang sama, yaitu bersenang-senang dengan AoC.
Setiap meeting AYC kami jadikan hiburan di kala penat dalam menjalankan rutinitas kerja harian. Target kami hanya satu, menjalankan kegiatan AYC dengan perasaan ikhlas. Apa manfaat yang diterima? Kami sangat kompak. Kekompakan tersebut tentu berimbas pada pekerjaan. Kami yang sebelum tergabung di AYC, (tentu) masih belum saling kenal dan agak canggung saat berkoordinasi terkait pekerjaan, setelah belasan mengikuti meeting bersama membahas program AKHLAK, kami menjadi sangat akrab. Pembahasan soal pekerjaan menjadi tak lagi ada batasan. Sangat toleransi apabila ada permasalahan. Sangat peka apabila ada yang membutuhkan bantuan. Seharusnya target AoC itu ya seperti yang dilakukan AYC, kekompakan tim. Bagaimana menyelesaikan program-program dengan menyenangkan.
Kami tidak akan pernah tahu 5-10 tahun ke depan, anggota AoC akan menjadi apa. Tapi, jika di awal, kami sudah dibebani oleh target nilai, haqqul yaqin pasti tidak akan ada yang bertahan. Apalagi sampai sekarang belum terlihat siapa yang akan menjadi para penggerak. Yang sebelumnya diperankan oleh anggota AYC.
Demikianlah, yang dapat saya tuliskan, mungkin masih banyak sekali hal yang mengganjal, tetapi ada baiknya tetaplah menjadi memori jangka pendek di dalam kepala. Tidak perlu diabadikan di dalam tulisan untuk saya baca di masa depan.
0 notes