Tumgik
#qadari
al-jadwal · 27 days
Text
Warning Against People of Innovation
ʿĀṣim al-Aḥwal said: I sat with Qatādah when ʿAmr b. ʿUbayd (ie: a caller to the beliefs of the Qadariyyah) was mentioned, so he spoke ill of him, and discredited him. وَقَالَ عَاصِمٌ الْأَحْوَلُ: جَلَسْتُ إِلَى قَتَادَةَ فَذُكِرَ عَمْرُو بْنُ عُبَيْدٍ فَوَقَعَ فِيهِ، وَنَالَ مِنْهُ، So I said to him: “O Abū ʿl-Khaṭṭāb, I verily see that the scholars they speak ill of each other.” فَقُلْتُ لَهُ: يَا أَبَا الْخَطَّابِ إِنِّي أَرَى الْعُلَمَاءَ يَقَعُ بَعْضُهُمْ فِي بَعْضٍ، So he said: “O Aḥwal, do you not see that a man if he invents an innovation, then it should be mentioned, so people can take heed.” فَقَالَ: يَا أَحْيُولُ، أَلَا تَرَى أَنَّ الرَّجُلَ إِذَا ابْتَدَعَ بِدْعَةً فَيَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُذْكَرَ حَتَّى تَحْذَرَ. Abū ʿl-Qāsim al-Taymī Ismāʿil al-Aṣbahānī, Siyar al-Salaf al-Ṣāliḥīn 1/901 أبو القاسم التيمي إسماعيل الأصبهاني، سير السلف الصالحين ١/٩٠١ https://shamela.ws/book/21493/897 Telegram: https://t.me/aljadwal Tumblr: https://al-jadwal.tumblr.com
4 notes · View notes
heavymetaldeer · 2 months
Text
Tumblr media
sketchy-sketchy art of my eso OC, her name is Qadari
902 notes · View notes
zulfamunawwarah · 13 days
Text
Kaidah Penting dalam Pengambilan Sebab
🌻 Kaidah Penting dalam Pengambilan Sebab 🌻
🌼 1. Sebab harus terbukti secara syar'i (disebutkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah) atau qadari (scr. ilmiah)
🌼 2. Hati tidak bersandar kepada sebab melainkan kepada Allah ta'ala yang menciptakan sebab
🌼 3. Tidak menganggap bahwa sebab itu berlaku sendirinya menghasilkan suatu akibat tanpa kehendak Allah ta'ala
-Faidah Dars Tauhid Ma'had Al-'Ilmi 1445 H
0 notes
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Percaya Sihir & Zodiak" #Dakwah #Islam
Tumblr media
DALAM SURAH AL-FALAQ DIAJARKAN BERLINDUNG DARI KEJAHATAN TUKANG SIHIR Dalam Tafsir Jalalain disebutkan, وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ السَّوَاحِرُ تَنْفُثُ فِى العُقَدِ الَّتِي تَعْقِدُهَا فِي الخَيْطِ تَنْفُخُ فِيْهَا بِشَيْءٍ تَقُوْلُهُ مِنْ غَيْرِ رِيْقٍ . وَقَالَ الزَّمَخْشَرِي مَعَهُ كَبَنَاتِ لَبِيْدَ المَذْكُوْرِ . Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Percaya Sihir & Zodiak" “(dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus), yaitu tukang-tukang sihir wanita yang menghembuskan sihirnya (pada buhul-buhul), yang dibuat pada pintalan, kemudian pintalan yang berbuhul itu ditiup dengan memakai mantra-mantra tanpa ludah. Zamakhsyari mengatakan, sebagaimana yang telah dilakukan oleh anak-anak perempuan Labid yang telah disebutkan di atas.” Yang dimaksud dengan kejahatan di sini adalah kejahatan sihir. Karena sihir itu yang dihembuskan pada benang-benang (pintalan), di mana ditiupkan pada setiap pintalan tadi. Sedangkan “naftsu” adalah tiupan dari mulut tanpa ludah. “Naftsu” inilah aktivitas tukang sihir. Sihir itu berdampak jelek pada orang yang disihir. Sihir juga meminta pertolongan pada ruh-ruh jahat. Orang bisa saja terkena sihir. Itu terjadi dengan izin Allah, walau tidak Allah sukai perbuatan tersebut. Artinya secara izin Allah yang kauni qadari itu terjadi, tetapi tidak secara izin Allah yang syari. Perbuatan sihir yang jelas adalah perbuatan yang tidak benar, walau itu bisa terjadi dengan izin Allah. KENAPA DALAM AYAT DISEBUT TUKANG SIHIR PEREMPUAN? Sebagian ulama seperti juga Jalaluddin Al-Mahalli mengatakan bahwa tukang sihir dalam ayat ini dimaksudkan untuk tukang sihir perempuan. Karena pendapat seperti ini menyatakan bahwa yang menyihir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah putri-putri Labid bin Al-A’sham. Ini yang menjadi argumen dari Abu ‘Ubaidah dan yang semisal dengannya. Ini tidaklah tepat karena yang menyihir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Labid bin Al-A’sham, bukan putri-putrinya, sebagaimana disebutkan dalam hadits Bukhari dan Muslim. Sehingga yang dimaksud an-naffaatsaat adalah ruh atau sukma yang menyihir, bukan yang dimaksud adalah tukang sihir perempuan. Karena pengaruh sihir itu dari ruh jahatnya. Itulah kenapa disebut dengan lafaz muannats(perempuan), bukan lafaz mudzakkar (laki-laki). Lihat At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Juz ‘Amma fii Sual wa Jawab, hlm. 704-705. HIKMAH DARI GHASIQ, AN-NAFFAATSAAT, DAN HAASID Ghasiq (gelap malam) dan haasid (orang yang hasad) dalam bentuk nakirah (tanpa alif laam) karena gelap malam tidak semuanya jelek; begitu pula hasad itu tidak semua jelek, karena ada hasad yang terpuji (disebut ghibtoh, yaitu ingin berlomba dengan yang lain dalam kebaikan). An-naffaatsat (tukang sihir, dengan bentuk makrifah, ada alif lam), artinya sihir semuanya itu berdampak jelek. Lihat At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Juz ‘Amma fii Sual wa Jawab, hlm. 705. APA ITU SIHIR? Sihir itu sesuau yang samar dan halus sebabnya. Adapun pengertian secara istilah, sihir ada dua pengertian: 1- Mantra atau jimat yang digunakan oleh tukang sihir sebagai bentuk pengabdian pada setan untuk mencelakai orang yang hendak disihir. 2- Obat yang berpengaruh di badan, akal, dan pikiran orang yang disihir. Inilah yang disebut dengan shorf dan ‘athof (obat yang membuat orang lain tertarik atau benci). (Lihat Al-Mukhtashar fi Al-‘Aqidah karya Syaikh Khalid bin ‘Ali Al Musyaiqih, hlm. 131) Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sihir adalah mantra-mantra yang dibacakan oleh tukang sihir untuk memudaratkan atau membahayakan orang lain. Di antara pengaruh sihir yaitu ada yang sampai terbunuh, jatuh sakit, atau gila. Ada juga yang pengaruhnya sampai seseorang begitu cinta pada yang lain atau ada yang pengaruhnya hingga benci pada yang lain. Intinya, sihir ada berbagai macam. Namun, semuanya itu diharamkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
 sendiri berlepas diri dari sihir atau meminta untuk orang lain disihir.” Demikian dijelaskan oleh Syaikh dari penjelasan beliau terhadap kitab Riyadh Ash-Shalihin karya Imam Nawawi, 6:573, terbitan Darul Wathan. SIHIR DAN MACAMNYA Tentang nyatanya sihir ditunjukkan pada firman Allah, وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ “Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul.” (QS. Al Falaq: 4). Meminta perlindungan pada Allah–Sang Khaliq–dari sihir di sini menunjukkan bahwa hakikatnya sihir itu ada. Begitu juga firman Allah Ta’ala, فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ “Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya.” (QS. Al-Baqarah: 102). Sesuatu yang dipelajari itu menunjukkan bahwa sihir itu ada. Jadi sihir hakikatnya memang ada. Sebagaimana juga ada riwayat dalam Shahih Bukhari yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terkena sihir di mana beliau seakan-akan melakukan sesuatu, tetapi kenyataannya tidak. Ada pendapat yang lain yang mengatakan bahwa sihir itu hanyalah tipuan pandangan, tidak ada hakikatnya. Inilah yang dipahami oleh kaum Mu’tazilah–para pengagum akal–. Mereka berdalil dengan firman Allah mengenai sihirnya Nabi Musa ‘alaihis salam, قَالَ بَلْ أَلْقُوا فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى “Berkata Musa: “Silahkan kamu sekalian melemparkan.” Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka.” (QS. Thaha: 66). Namun, yang benar sebagaimana keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, sihir itu ada, ada hakikatnya. Sihir pertama, sihir yang bisa membuat orang lain jatuh sakit, bahkan bisa mematikan yang lain. Sihir kedua, sihir yang hanya menipu pandangan, seperti pada dunia sulap yang kita sering perhatikan di layar kaca. Sihir seperti ini menipu pandangan, seakan-akan si pesulap masuk api padahal tidak, seakan-akan ia menikam dirinya sendiri padahal hanyalah mengelabui. Jika dipahami demikian, maka kita dapat mengompromikan berbagai macam dalil tentang sihir. Namun, perlu dipahami bahwa sihir atau sulap tidaklah bisa merubah bentuk suatu benda, misal batu atau besi diubah menjadi emas. Jika memang bisa demikian tentu saja tukang sihir seperti ini akan menjadi orang terkaya di jagad raya. BAHAYA SIHIR: TUKANG SIHIR ITU KAFIR? Apakah tukang sihir itu dihukumi kafir? Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat. Pendapat pertama, tukang sihir itu kafir. Inilah yang dikatakan oleh mayoritas ulama, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad rahimahumullah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala, وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ “Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia.” (QS. Al-Baqarah: 102). Dalil ini yang menunjukkan bahwa tukang sihir itu kafir. Pendapat kedua, kalau sifat sihirnya ada unsur kekafiran, maka tukang sihir tersebut kafir. Jika tidak demikian, maka tidaklah kafir. Sebagaimana ada riwayat dari ‘Aisyah bahwa ia tidak membunuh tukang sihir dari budak wanita. Riwayat ini disebutkan oleh ‘Abdurrozaq, Al Baihaqi, dan Ibnu Hazm dengan sanad yang shahih. Tidak membunuh tukang sihir di sini menunjukkan tidak kafirnya. Karena hukum asalnya, Islam seseorang tetap ada. Rincian paling bagus mengenai hukum sihir adalah: 1- Sihir yang dihukumi kafir yaitu jika ada di dalamnya meminta pertolongan pada setan. Karena ketika itu tukang sihir melakukan amalan sebagai bentuk pengabdian atau ibadah pada setan. 2- Sihir yang dihukumi dosa besar yaitu sihir dengan bantuan obat atau ramuan. BAHAYA SIHIR: TUKANG SIHIR KENA HUKUMAN MATI Antara kafirnya tukang sihir dan hukum membunuhnya adalah masalah yang berbeda. Mengenai hukuman mati untuk
tukang sihir, para ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama, menurut Imam Malik dan Imam Ahmad, tukang sihir dihukum mati. Pendapat kedua, tidak dihukum mati kecuali jika melakukan sihir sampai derajat kekafiran. Inilah pendapat Imam Syafi’i sebagaimana disebutkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab Jami’nya. Pendapat yang lebih tepat, tukang sihir itu dihukum mati secara mutlak, baik bentuk sihirnya dihukumi kafir atau hanya dosa besar. Ada beberapa riwayat yang mendukung pendapat ini. Dari Jundub, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, حَدُّ السَّاحِرِ ضَرْبَةٌ بِالسَّيْفِ “Hukuman bagi tukang sihir adalah dipenggal dengan pedang.” (HR. Tirmidzi, no. 1460, yang tepat hadits ini mawquf, hanya perkataan Jundub sebagaimana diriwayatkan oleh Ad Daruquthni dengan sanad yang shahih). Dalam Shahih Al-Bukhari, dari Bajalah bin ‘Abadah, ia berkata bahwa ‘Umar bin Al-Khaththab pernah menulis surah dan memerintahkan membunuh setiap tukang sihir laki-laki dan perempuan. Bajalah berkata, “Kami telah membunuh tiga tukang sihir.” Namun perkataan “setiap tukang sihir” terdapat dalam Musnad Imam Ahmad, bukan dalam Shahih Al-Bukhari. Dari Hafshah radhiyallahu ‘anha, ia memerintahkan untuk menghukum mati budak perempuan yang telah menyihirnya. Budak itu pun lantas dibunuh. Hadits ini diriwayatkan oleh Malik dalam Muwatho’nya. Imam Ahmad sampai berkata, “Ada tiga sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berpendapat bahwa tukang sihir itu dihukum mati.” Pendapat yang mengatakan tukang sihir dihukum mati, itulah yang lebih tepat. Wallahu a’lam. CARA MENGOBATI ATAU MENGATASI SIHIR Ada dua cara yang dilakukan dalam mengobati sihir, santet, kena guna-guna, atau penyebutan semisalnya: 1- Dengan membacakan Al-Qur’an, do’a atau dzikir yang mubah. Seperti ini dibolehkan berdasarkan keumuman dalil yang membolehkan ruqyah. Di antara dalilnya adalah, عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الأَشْجَعِىِّ قَالَ كُنَّا نَرْقِى فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِى ذَلِكَ فَقَالَ « اعْرِضُوا عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ » Dari ‘Auf bin Malik Al-Asyja’iy, ia berkata, “Kami melakukan ruqyah di masa jahiliyah, lalu kami berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu dengan ruqyah yang kami lakukan?” Beliau bersabda, “Coba tunjukkan padaku ruqyah yang kalian lakukan. Ruqyah boleh saja selama di dalamnya tidak terdapat kesyirikan.”  (HR. Muslim, no. 2200). Dari ‘Imran bin Hushain, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ “Tidak ada ruqyah kecuali pada penyakit karena mata hasad (dengki) atau karena sengatan binatang.” (HR. Abu Daud no. 3884 dan Tirmidzi no. 2057. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih). 2- Mengobati sihir dengan sihir yang semisal. Para ulama berselisih pendapat mengenai cara kedua ini. Namun, yang lebih tepat adalah tidak mengobati sihir dengan sihir. Demikian pendapat Al Hasan Al Bashri, Syaikh Sulaiman bin ‘Abdillah (penulis kitab Taisir Al-‘Azizil Hamid) dan jadi pendapat Syaikh Muhammad bin Ibrahim (mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam). Di antara dalilnya adalah: عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ النُّشْرَةِ فَقَالَ « هُوَ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ » Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang nusyrah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Itu termasuk amalan setan.” (HR. Abu Daud, no. 3868 dan Ahmad, 3:294, juga dikeluarkan oleh Bukhari dalam Tarikh Kabir, 7:53. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Yang dimaksud nusyrah yang terlarang di sini adalah mantra-mantra yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah seperti dengan menggunakan jimat-jimat. Itu termasuk amalan setan. Nusyroh yang dimaksud bukanlah dengan membacakan surah ta’awudzat (s
urah Al-Ikhlas, surah Al-Falaq dan surah An-Naas) atau dengan menggunakan ramuan yang mubah. (Lihat Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid, 2:846) Syaikh Shalih Alu Syaikh hafizhahullah berkata, “Yang namanya sihir di dalamnya jin mengabdi pada tukang sihir dengan syarat tukang sihir tersebut berbuat syirik kepada Allah selamanya. Begitu pula menghilangkan sihir juga harus menghilangkan sebab sihir tersebut. Sihir tersebut bisa terjadi karena pengabdian setan jin kepada tukang sihir. Nah, inilah yang perlu diatasi. Kalau sihir diatasi dengan sihir, maka mesti tukang sihir kedua juga meminta bantuan pada jin yang lain untuk mengatasi sihri yang pertama.” (At-Tamhid, hlm. 349). TUKANG SIHIR BERTAUBAT Ada dua pendapat dari para ulama mengenai hal ini. Pendapat pertama, taubat tukang sihir tidaklah diterima. Inilah pendapat dalam madzhab Hambali. Kalau demikian, ia tetap dikenai hukuman mati–saat diterapkan hukum Islam–. Itulah hukum secara lahiriyah. Adapun di batin, itu adalah urusan dia dengan Allah. Jika memang taubatnya benar-benar jujur, moga Allah maafkan. Bila ternyata dusta, maka ia dihukumi secara lahiriyah. Pendapat kedua, taubat tukang sihir diterima. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala, قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53). Begitu pula dalam hadits, dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا “Sesungguhnya Allah -‘azza wa jalla- membentangkan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat dari yang berbuat dosa di siang hari. Dia pun membentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat dari yang berbuat dosa di malam hari. Taubat terus diterima sampai matahari terbit dari arah tenggelamnya (arah barat).” (HR. Muslim, no. 2759). Dari hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ “Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba selama nyawa belum sampai di tenggorokan.” (HR. Tirmidzi, no. 3537 dan Ibnu Majah, no. 4253. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Dalil yang menyebutkan bahwa taubat setiap orang diterima amatlah banyak. Namun tentu saja bisa dikatakan taubatnya diterima jika memang ada bukti bahwa ia jujur dalam taubatnya. CARA MENCEGAH SIHIR Sebagaimana disebutkan oleh mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, ada beberapa sebab seseorang bisa mudah terkena sihir: 1- Lalai dari mengingat Allah 2- Tidak mau perhatian pada ketaatan (ibadah) 3- Tidak mau perhatian pada dzikir-dzikir syar’i (seperti dzikir pagi, dzikir petang, dzikir sebelum tidur, dzikir ketika masuk kamar mandi, -pen) Sedangkan orang yang senantiasa berdzikir, rajin ibadah dan perhatian dengan dzikir-dzikir yang ada dasarnya, maka asalnya ia selamat dari gangguan sihir. Orang yang istiqamah menjalankan hal-hal tersebut akan selamat dari penguasaan setan. Beda halnya dengan yang gemar maksiat dan lalai dari mengingat Allah, sangat rentan sekali mendapatkan gangguan dan was-was setan. (Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb, 3:298) Allah Ta’ala berfirman, وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Rabb Yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. Az-Zukhruf: 36). Kalau
orang Arab menyebut “ya’syu a’in”, maksudnya adalah pandangan melemah atau pandangan menjadi kabur. Sehingga maksud “ya’syu ‘an dzikrir rohman”, yaitu pandangannya tertutup dari Al Quran, artinya tidak mau memperhatikan Al Qur’an. Akibat dari berpaling dari Al-Qur’an, akhirnya dijadikan setan tidak berpisah darinya. Lihat bahasan Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir dan Zaad Al-Masiir karya Ibnul Jauzi. Sebagaimana diterangkan oleh Syaikh As-Sa’di rahimahullah, yang dimaksud dengan ayat di atas adalah yang lalai dari Al-Qur’an Al-‘Azhim, itulah dzikir Ar-Rahman. Al-Qur’an tersebut itulah wujud kasih sayang Allah pada hamba-Nya. Siapa yang menerima dzikir yang mulia ini, berarti ia telah menerima karunia yang besar, ia benar-benar telah beruntung. Adapun yang berpaling dari Al-Qur’an, bahkan menolaknya, dialah yang berhak mendapatkan kerugian dan tidak ada lagi kebahagiaan setelah itu selamanya. Akibat buruk pula bagi yang berpaling dari Al-Qur’an adalah akan senantiasa ditemani oleh setan, lalu setan akan menjerumuskan dalam maksiat. Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hlm. 813. Kesimpulannya, siapa yang lalai dari Al Qur’an, lalai dari dzikir, lalai dari shalat dan ibadah, maka akan mudah diganggu setan. Sedangkan sihir itu berasal dari setan. DOA MEMINTA PERLINDUNGAN DARI SIHIR DAN SANTET Do’a yang biasa diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta perlindungan untuk Hasan dan Husain, yaitu: أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ “’AUDZU BI KALIMAATILLAHIT TAAMMATI MIN KULLI SYAITHONIN WA HAAMMATIN WA MIN KULLI ‘AININ LAAMMATIN (aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari godaan setan, binatang beracung dan dari pengaruh ‘ain yang buruk).” (HR. Bukhari, no. 3371). Dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, dulu bapak kalian yaitu Nabi Isma’il dan Ishaq meminta perlindungan pada Allah dengan do’a tersebut. Yang dimaksud dengan berlindung dengan kalimat Allah adalah Al-Qur’an, ada pula yang menyatakan nama dan sifat Allah. Kalimat Allah sendiri disifatkan dengan sempurna karena tak mungkin dalam nama Allah terdapat sifat kekurangan dan aib seperti pada kalam manusia. Juga ada ulama yang mengatakan bahwa maksud sempurna adalah bermanfaat, terjaga dari kekurangan dan sudah mencukupi. Sedangkan hammah yang dimaksud dalam doa tersebut adalah kita berlindung dari segala sesuatu yang beracun yang bisa mematikan. Adapun yang terakhir adalah meminta perlindungan dari ‘ain yang buruk, maksudnya ‘ain yang apabila mengenai seseorang bisa berdampaik buruk. (Lihat Tuhfah Al-Ahwadzi bi Syarh Jaami’ At-Tirmidzi, 6:212). — Selesai disusun di Darush Sholihin, Jumat siang, 26 Dzulqa’dah 1441 H (17 Juli 2020) Oleh: Al-Faqir Ilallah, Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Sumber https://rumaysho.com/25367-bahaya-sihir-cara-mencegah-dan-mengatasinya.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
0 notes
lifebyallah · 1 year
Text
➡Imaan kya hai..?
Dil me kisi cheez ka manna,yaqeen kar lena jiske baad Insaan aman me aajaye..
Nabi Muhammad (saws) se sawaal kiya gaya tha ke Imaan kya hai? Aap (saws) ne jawaab diya:
Amantu billahi- Allah (swt) par Imaan laye.
Wa malaikatihi - Farishto'n par Imaan laye.
Wa kutubihi: Allah ki kitaab par Imaan laye.
Wa rusulihi- Allah ke bheje hue Rasoolo'n par - Imaan laye.
Wal-yawmil-akhiri - Yawm-ul- Aakhirah par Imaan laye
Wa bil-qadari khayrihi wa sharrihi- Taqdeer par Imaan laye.
(Saheeh Muslim, Hadeeth No: 8)
1 note · View note
classof2027 · 2 years
Text
Ok Google
By: Shayaan Qadari
Google Home makes up for its less-than-pristine audio quality with a feature that other speakers don't have, and that's its ability to both receive and send Google Cast signals, making it the only audio device that can not only stream music from your phone, but send video streams to any Google Cast-compatible .This means you can ask your Google Home speaker to give you the weather report, lower your smart thermostat for you when you leave your home, tell you a fact, or have it find the funny YouTube clip that had you in stitches last night and send it across to your Chromecast.
Tumblr media
1 note · View note
surahdua786 · 2 years
Link
 Dua To Stop Fighting Between Husband And Wife
0 notes
surahduasd · 2 years
Text
Benefits of Reading Surah Rahman Wazifa
Do You Want To Get To Know About The Benefits Of Reading Surah Rahman Wazifa? If Yes, Then You Can Consult With Our Molvi Peer Muhammad Qadari Ji. Surah Rehman Ka Wazifa Is The Best Islamic Way By Which You Can Remove Your Problem. For More Information About Surah Wazifa In Islam, Visit Us @ https://www.surahdua.com/benefits-of-reading-surah-rahman-wazifa/
0 notes
surahduaablogs · 2 years
Link
If you want to know what dua to read for husband’s love, you can get in touch with our Islamic scholar. He will help you with the dua for husband love to his wife only. He has helped many women with the dua for happy life with life partner. 
0 notes
Text
2 notes · View notes
muscleaddictza · 4 years
Text
Tumblr media
AHMED QADARI
19 notes · View notes
lightningnow · 6 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Muslim women on TV in 2017/18.
4K notes · View notes
turkishlover · 2 years
Text
مسلسل لعبة قدري الحلقة 2 مترجمة
مسلسل لعبة قدري الحلقة 2 مترجمة
Tumblr media
View On WordPress
1 note · View note
salafiyyin · 3 years
Text
Artikel Islami : [Bag. 01] Bahaya Khurafat dan Tahayul
Artikel Islami : [Bag. 01] Bahaya Khurafat dan Tahayul
Bismillah …   BAHAYA KHURAFAT DAN TAHAYUL Penulis : Al Ustadz Ja’far Umar Thalib   رحمه الله                 Khurafat itu sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab yang makna asalnya adalah omongan mengigau dari orang yang kerasukan jin. Sehingga omongan itu keumumannya adalah halusinasi (bayangan-bayangan palsu) dari orang yang kerasukan itu, yang merasa melihat sesuatu namun tidak dilihat…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Ternyata Semua Ini Milik Alloh Dari Alloh, Bersama Alloh & Untuk Alloh #Dakwah #Islam
Tumblr media
Tafsir Surah An-Nuur Ayat #42 Allah Ta’ala berfirman, وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ “ Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk).” (QS. An-Nuur: 42) Alhamdulillah Ternyata Semua Ini Milik Alloh Dari Alloh, Bersama Alloh & Untuk Alloh Penjelasan ayat Semua milik Allah dan semua akan kembali kepada Allah Disebutkan dalam ayat ke-42: “Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi.” Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di memberikan keterangan, maksudnya adalah Allah menciptakan langit dan bumi. Allah yang memberikan rezeki pula kepada langit dan bumi. Allah juga yang mengatur langit dan bumi. Allah mengaturnya secara syar’i dan qadari (artinya semua harus tunduk pada aturan syariat Allah dan semua yang Allah tetapkan itu pasti terjadi). Di bumi ini tempat kita beramal, sedangkan di akhirat adalah tempat amalan kita itu dibalas. Sehingga dalam lanjutan ayat disebutkan, “dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk).” Artinya, kepada Allah tempat kita kembali dan kita akan dibalas. Lihat Tafsir As-Sa’di, hlm. 600-601. Balasan manusia akan nampak pada catatan amal dan timbangan amal Dalil yang menunjukkan adanya timbangan amal pada hari kiamat di antaranya adalah ayat, وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.”  (QS. Al-Anbiya’: 47) Dalam ayat lainnya disebutkan, فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ , فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ , وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ , فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ  , وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ , نَارٌ حَامِيَةٌ “Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (QS. Al-Qari’ah: 6-11) Dalam penjelasan para ulama ada beberapa pendapat manakah yang ditimbang dalam mawazin (timbangan) pada hari kiamat. Ada beberapa pendapat, yang ditimbang adalah: (1) amal itu sendiri, (2) catatan amal, (3) pahala dari amalan, (4) pelaku amal itu sendiri. Lihat Ma’arij Al-Qabul, 3:1022-1024. Dalil yang menunjukkan bahwa manusia akan menerima catatan amal adalah firman Allah Ta’ala, فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ “Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini).”  (QS. Al-Haqqah: 19) Juga dalam ayat, وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ “Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini).”   (QS. Al-Haqqah: 25) Begitu juga yang menerima kitab dari sisi belakang punggungnya seperti disebut dalam ayat, وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ “Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang.” (QS. Al-Insyiqaq: 10) Juga dalam hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia ketika itu mengingat neraka, lantas ia menangis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya saat itu, “Apa yang membuatmu menangis?” ‘Aisyah menjawab, “Aku mengingat neraka lantas aku menangis. Apakah kalian akan mengingat keluarga kalian pada hari kiamat?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, أَمَّا فِي ثَلاَثَةِ مَوَاطِنَ فَلاَ يَذْكُرُ أَحَدٌ أَحَدًا عِنْدَ المِيْزَانِ حَتَّى يَعْلَمَ أَيَخِفُّ مِيْزَانُهُ أَوْ يَثْقُلُ وَعِنْدَ الكِتَابِ حِيْنَ يُقَالُ
( هَآؤُمُ اقْرَؤُوْا كِتَابِيَهْ ) حَتَّى يَعْلَمَ أَيْنَ يَقَعُ كِتَابُهُ أَفِي يَمِيْنِهِ أَمْ فِي شِمَالِهِ أَمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِهِ وَعِنْدَ الصِّرَاطِ إِذَا وُضِعَ بَيْنَ ظَهْرَي جَهَنَّمَ “Ada tiga keadaan seseorang tidak akan mengingat siapa pun (pada hari kiamat): (1) ketika di sisi mizan (timbangan), sampai seseorang mengetahui timbangannya ringan ataukah berat; (2) ketika berada pada sisi kitab (catatan amal) ketika dikatakan ‘Ambillah, bacalah kitabku (ini)’ sampai ia mengetahui apakah catatannya diambil dari sisi kanan, ataukah sisi kiri, atau dari belakang punggungnya; (3) ketika berada di shirath (jembatan) yang dibentangkan di atas Jahannam.” (HR. Abu Daud, no. 4755; Tirmidzi, no. 2235. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Al-Albani). Tentang hisab amal Dalam masalah hisab disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, “Yang dimaksud hisab adalah ditimbangnya amal kebaikan dan kejelekan. Termasuk dalam hal ini ada munaqasyah (perhitungan amal baik dan jelek secara rinci). Hisab yang dimaksud sebelumnya adalah penampakan amalan pada pelakunya dan akhirnya ia mengenal amalnya sendiri. Oleh karena itu para ulama Ahlus Sunnah berselisih pendapat mengenai orang kafir, yaitu apakah orang kafir dihisab ataukah tidak. Yang jelas hisab itu ada yaitu amalan itu dihitung dan ditampakkan. Namun hisab bagi orang kafir bukan maknanya kebaikan mereka dibalas pada hari kiamat lalu dibandingkan dengan kejelekannya.” (Dar’u Ta’arudh Al-‘Aql, 5:229. Dinukil dari Tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, 6:489). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di tempat lainnya juga menyatakan, “Setiap hamba pasti memiliki kejelekan. Dalam kehidupan kita selaku hamba pasti punya kekurangan. Seandainya bukan karena pemaafan dari Allah terhadap kesalahan-kesalahan kita dan Allah menerima amal kita, tentu kita akan binasa. Karena dalam hadits disebutkan, “Siapa yang menghadapi munaqasyah (perhitungan hisab secara rinci), maka ia tentu akan disiksa. ‘Aisyah mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, bukankah Allah mengatakan, “Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini).” Inilah yang dimaksud dengan al-‘ardh (penampakan amal). Namun jika amal tersebut nuqisya (dihisab rinci) tentu akan disiksa.” (Jaami’ Ar-Rasail, 1:150. Dinukil dari Tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, 6:489) Hisab itu ada dua macam Pertama, hisab ‘ardh. Hisab ini berlaku khusus untuk orang beriman. Ia akan ditanya tentang amalnya, ilmunya, nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya. Ia akan menjawab dengan kokoh, akhirnya nikmat kebaikan berlanjut terus untuknya. Jika ditampakkan baginya dosa, ia mengakuinya dan Allah akan menutupi serta memaafkan kesalahannya. Hisab pertama ini tidak dihitung detail (munaqasyah). Ia akan mengambil kitabnya dengan tangan kanannya. Ia akan kembali pada keluarganya dalam keadaan suka cita. Karena ia selamat dari siksa dan diberikan keburuntungan dengan pahala. Inilah yang disebutkan dalam hadits, مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ “Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”. Aisyah bertanya, “Bukankah Allah telah berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah’ (QS. Al-Insyiqaq: 8)” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Itu baru al-‘aradh (penampakan amal). Namun barangsiapa yang diteliti hisabnya, maka ia akan binasa.” (HR. Bukhari, no. 103 dan Muslim, no. 2876) Kedua, hisab munaqasyah. Hisab ini ditujukan pada orang kafir dan ahli maksiat dari orang yang bertauhid. Mereka akan lama hisabnya dan akan berat tergantung pada banyaknya dosanya. Jika itu ahli maksiat dari kalangan ahli tauhid, maka Allah akan masukkan mereka dalam neraka sampai waktu tertentu kemudian keluar, lalu akan masuk dalam surga selamanya. Hisab jenis ini akan dialami oleh orang kafir, munafik, dan pelaku kemaksiatan–semoga Allah melindungi kita–, di
mana mereka akan diinterogasi secara teliti atas kenikmatan yang diperoleh semasa di dunia, selain itu terjadi adu argumentasi sehingga Allah pun mendatangkan saksi untuk membatalkan alasan mereka. Lihat Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 182318. Semoga bermanfaat. Referensi: Ma’arij Al-Qabul bi Syarh Sullam Al-Wushul ila ‘Ilmi Al-Ushul fi At-Tauhid. Cetakan kedelapan, Tahun 1432 H. Hafizh bin Ahmad Al-Hakami. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. Tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Iyad bin ‘Abdul Lathif bin Ibrahim Al-Qaisi. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. https://islamqa.info/ar/answers/182318 Sumber https://rumaysho.com/22259-faedah-surat-an-nuur-36-allah-merajai-langit-dan-bumi-kita-semua-akan-kembali-kepada-nya.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali. Alhamdulillah Ternyata Semua Ini Milik Alloh Dari Alloh, Bersama Alloh & Untuk Alloh
0 notes
i-asifeq · 2 years
Text
IMPORTANT FACTS ON RAFDHISM
1. How did Rafidhism start?
Sheikhul Islam raḥimahullāh said: ''The people of knowledge have mentioned that Rafdhism began with the heretic (zindīq), 'Abdullāh ibn Saba'; the one who pretended to be a Muslim outwardly, although he was actually a Jew inwardly.''
[Majmū' Al-Fatāwā (28/483)]
Similarly, Al-Ājurrī raḥimahullāh said:
'' 'Abdullāh ibn Saba' pretended to be a Muslim. He portrayed an image of one who commanded with good and forbade evil until he gained a following in the various regions (of the Islamic state). Thereafter he began criticising the rulers, then 'Uthman radhiyāhu 'anhu, then Abū Bakr and 'Umar radhiyāhu 'anhumā, then he pretended to show loyalty and allegiance to 'Ali radhiyāhu 'anhu.''
[Ash-Sharee'ah (4/1979)]
Note: the Rafidha are also known as As-Saba'iyyah (an ascription to their founder, 'Abdullāh ibn Saba')
2. When does a person become a Rafidhi?
Adh-Dhahabi cited in 'Siyar A'lām An-Nubalā' (10/31) that:
''Al-Buwaiṭī said, I asked Ash-Shāfi'ī, can I pray behind a Rafidhi? He replied, Don't pray behind a Rafidhi, nor a Qadari, nor a Murji'ī! I said, describe them to us. He (Ash-Shāfi'ī) said: Whoever says Īmān is merely speech (i.e. testification) is a Murji', whoever says Abū Bakr and 'Umar are not the (true) leaders is a Rafidhi, and whoever attributes mash'īah (Will) to himself is a Qadari. ''
Al-Ḥāfidh (Ibn Ḥajar) mentioned in the introduction to Al-Fat-ḥ (p. 646) that:
''Shi'ism relates to loving 'Ali and favouring him over the Ṣaḥābah, but if one favours Ali over Abu Bakr and Umar in particular then he is an extreme Shi'i; also known as a Rafidhi. And if this is coupled with insult and explicit hatred, then he is an extreme Rafidhi...''
3. Why are they called Rafidha?
Sheikh Muqbil raḥimhullāh said:
'' The Rafidha (rejectors) are those who rejected Zaid Ibn 'Ali; because when they asked him concerning Abū Bakr and 'Umar he sought mercy for them. So they said, we reject you, and he responded to them: Go! For you are the Rafidha (rejectors).''
[Ilḥād Al-Khumaini P.41]
4. Did 'Ali (radhiyllahu 'anhu) condone the Rafidha?
Sheikhul Islam raḥimhullāh said:
''It is reported from 'Ali with sound chains of narration that he said: 'No one who favours me over Abū Bakr and 'Umar is brought to me except that I will lash them the lashing of a false claimant/ slanderor (Ḥadd Al-Muftari).''
[Majmū' Al-Fatāwā (28/474)]
It is also reported through various chains that ('Ali radhiyallahu anhu) said while on the pulpit in Kufa:
''The best from this ummah after its prophet is Abū Bakr and 'Umar.''
[the same source as above]
4 notes · View notes