Tumgik
pemungut-kata · 4 years
Text
Untuk Yang Telah Pergi
Telaga harapan pecah. Tumpah segala harap yang pernah ada. Kau di mana sekarang? Kau tak perlu menjawab. Biarkan tulisan ini menemukanmu di suatu hari kelak. Kau akan sadar bahwa, hadirmu bukan sekadar tanpa arti tetapi telah merasuki segala relung di hati.
Namun Siapakah aku di matamu? Siapakah aku di dalam perjalanan hidupmu? Apakah aku hanya sebagai ornamen yang tak pernah dipermanenkan? Ah, apakah aku seperti seorang pengemis yang sedang mengemis cinta dan perhatian darimu?
Bukan, bukan seperti itu. Aku telah memberi dari yang kupunya. Kau menerimanya. Tapi, apa yang kau berikan? Sebenarnya aku tak membutuhkan balasan. Tapi, kisah kita lain. Bukan seperti transaksi di pasaran. Ini tentang sebuah ikatan yang butuh kepastian.
Tapi, biarlah, kini kau telah pergi. Pergi dengan segala kenang yang enggan untuk lekang. Aku tak peduli sekarang kau sedang berada dalam pelukan siapa. Aku hanya berharap semoga kau lebih baik dari sebelumnya.
Jaga dia yang mencintaimu tanpa tapi. Jagalah cintanya yang mencintaimu tanpa mengapa. Cintailah dia yang mencintaimu tanpa bagaiman. Sebab, dengan cara demikian, cintamu akan utuh sampai tua menjemput.
Fian N, 2019
12 notes · View notes
pemungut-kata · 4 years
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Menikmati Sunyi Pada Bibir Cangkir
Sebentar lagi malam 'kan datang. Senja tiada. Di kota ini, para pecinta malam mulai terlihat hiruk-pikuk. Ada yang sedang dalam perjalanan menuju ke rumah setelah bosan dengan aktivitas kantor. Ada yang sedang dalam perjalanan pulang dari sebuah perjalanan yang jauh. Dan, ada banyak kesibukan yang tak dapat dieja satu per satu. Saya adalah salah satunya.
Memilih berjalan kaki bersama Maria menuju sebuah taman doa. Sambil menikmati sisa senja. Habiskan cerita-cerita masa kecil. Dan, melambungkan doa kepada Dia dengan harap segala yang sudah dan sedang terjadi adalah cerita yang tak pernah akhir.
Membaca buku puisi sambil tertawa kecil. Sesekali merayu agar tak ada yang merasa kaku. Sesekali saling menatap agar tahu apa itu saling menghargai ketika lawan bicara sedang berbicara.
Memang asyik ketika semua itu dibalut dalam rasa persahabatan. Tanpa sekat yang memisahkan lantaran tak begitu dekat dalam keseharian. Sebab, di antara kami terdapat kesibukan masing-masing.
Pun, malam tiba, Maria kembali ke rumahnya. Saya memilih ke sebuah caffe di tengah kota ini. Sebuah caffe yang sederhana. Pengunjung tidak begitu ramai. Maklum caffe ini baru dibuka dan banyak yang belum tahu. Caffe Eat itulah namanya.
Sesampainya di Caffe tersebut, saya memesan kopi panas dan bukan cappucino. Memilih sebuah buku yang dipajang. Membaca dan sesekali tertawa. Ditemani Fourtwenty, Banda Neira, dan Felix. Suasana semakin asyik dan enak untuk berbincang dengan diri sendiri.
Menikmati sunyi di bibir cangkir itu mengasyikkan. Tanpa harus benar-benar sunyi untuk mengatakan bahwa ini sunyi. Yang benar-benar sunyi itu ketika engkau mampu menempatkan diri dalam keramaian. Mengambil jarak tetapi tidak apatis.
Memang asyik apalagi berdua. Tetapi sayang, saya memilih sendiri. Menikmati malam dan gelisah yang terus beranak pinak dalam kepala. Sebab, dalam keadaan demikian, saya yakin bahwa sendiri dalam kesendirian itu bukan sesuatu yang menyakitkan. Tetapi itu adalah sebuah kemajuan dalam mematangkan diri lebih cepat dari yang sesungguhnya.
Boleh sendiri tetapi tidak menyakiti siapa saja pada kesempatan yang lain. Kalau pun berdua dan pada akhirnya menciptakan luka, maka sia-sialah.
Yang sering merasa sendiri, jangan takut. Sebenarnya dirimu tidak benar-benar sendirian. Ada orang lain yang sedang meluangkan perhatiannya untukmu. Tetapi kau tidak merasakan itu. Sebab, saking pedulinya mereka, mereka lupa memedulikan diri sendiri.
Mari menjadi sendiri sebelum akhirnya kita tahu apa itu kemandirian saat berdua.
Dan, kopi telah selesai diseruput. Saya pulang dan menertawakan diri sendiri sambil berterima atas segala yang pernah terjadi.
Pokoknya, kopiku kamu rasanya.
Fian N
Maumere, 2019
Desember 17
7 notes · View notes
pemungut-kata · 4 years
Text
Apa Yang Kau Inginkan Selain Setia?
Apa yang kau inginkan selain setia? Pasti kau memikirkan kepercayaan. Percaya bahwa dia akan setia jika doa adalah salah satu obat mujarab merekat jarak. Kau yakin itu? Doa akan sia-sia jika tak ada usaha untuk saling memperjuangkan.
Kita tak akan pernah menyebut hujan jika tak ada langit gelap sebelumnya. Sebab, kita sudah percaya bahwa ketika langit gelap, sebentar lagi akan turun hujan.
Laut tak akan tenang jika yang ia Terima adalah pecah ombak pada buritan perahu yang membelah dadanya. Tapi ia percaya bahwa hanya pelaut yang setia menaklukkannya.
Kita, sepasang kekasih yang sedang setia untuk saling percaya? Jika, ya. Amin akan segera menemukan aman pada tempatnya. Semoga akan terjawab semesta jika kita mampu berdamai dengan keadaan yang terlalu lama menyiksa.
Apa yang kau inginkan selain setia? Tak ada selain itu, jawabmu. Apakah kau yakin? Katika keyakinan itu aku lapangkan, maka semua angan pasti menemukan jalan untuk menemukan tempat yang tepat. Sebab, setia adalah segala-galanya bagi cinta yang biasa biasa saja. Jawabmu sedikit diplomatis.
Fian N
13 notes · View notes
pemungut-kata · 4 years
Text
Tambahkan Sesuatu Jika Ingin
Jika kau ingin, tambahkan tabahmu dalam segala lelahku. Jika mampu, mari kita mulai perjalanan ini bersama-sama. Tak ada siapa yang paling besar di antara kita. Kita sama dan sepadan. Tak perlu untuk menjadi yang lebih, selain kemampuan untuk saling melengkapi dalam keutuhan.
Jika kau ingin, tambahkan saja rasa rindumu ke dalam cangkir cinta pada sebuah sore yang jingga. Biarkan semua itu hinggap pada langit-langit senja. Kita saksikan semua itu di sana. Sambil bermain-main jari jemari, kita rangkai segala kisah pada setiap nafas cinta.
Jika kau ingin, tambahkan saja sesuatu yang bisa menciptakan kenangan yang tak akan lekang. Sebab, hanya dengan itu kita bisa bersama pada sebuah waktu yang lain.
Maumere, 2019
4 notes · View notes
pemungut-kata · 4 years
Text
Tumblr media
1 note · View note
pemungut-kata · 4 years
Text
Ketika rindu tak tau arah pulang, maka hati berusaha keras untuk berkata jujur, bahwa kehilangan yang tiba tiba itu sangat menyakitkan.
Fian N
1 note · View note
pemungut-kata · 4 years
Text
Tumblr media
Seringkali Kita Takut Berkata Jujur pada Sesuatu yang Sebenarnya Tidak
Oleh: Fian N
Manusia pada umumnya adalah hasil kreasi Tuhan yang Maha Terbatas meskipun manusia dijadikan seturut gambar dan rupa-Nya. Manusia selalu dihadapkan pada situasi pelik yang tak dapat dihindari begitu saja. Namun, ada saatnya manusia menjadi sangat rapuh dan menolak segala yang runyam dengan mudah serta penuh kepasrahan.
Segala cerita dan kejadian yang pernah dialami manusia mengalami pasang surat. Kadang menemukan jalan terjal dan juga jalan lurus yang mulus. Tapi semua itu ada porsinya masing-masing. Manusia tidak selamanya mengalami kebaikan. Manusia seringkali mengalami gejolak dilematis dalam menentukan pilihan.
Dalam hal dan urusan cinta, manusia tidak dapat menghindar dari persoalan ini. Sebagai makhluk yang mengakui adanya cinta, manusia harus berani menerima segala risiko dan kemungkinan yang hadir dari cinta. Sakit hati dan patah hati akan terjadi secara bergantian. Tak ada jalan mulus dalam percintaan. Semua penuh lika liku yang kadang menyakitkan.
Tidak ada yang pandai dalam hal cinta dan mencintai. Semuanya sama sama pemula. Karena kita adalah manusia yang _Takut Berkata Jujur Pada Sesuatu Yang sebenarnya Tidak!_
Memilih diam dalam menjalani sebuah hubungan tanpa kepastian. Ada yang berusaha untuk tetap bertahan namun salalu runtuh ketika ego semakin kuat merasuki diri. Ingin mundur tapi takut dikatakan pengecut! Ingin terus berjalan tapi selalu disalahkan dan diabaikan.
Terus, apa yang harus dilakukan? Berdamailah dengan keadaan dan coba menerima segala yang pernah terjadi sebagai sebuah pelajaran yang didapati secara GRATIS meski sakit selalu jalan bersama.
Olakile, 2019
1 note · View note
pemungut-kata · 4 years
Text
Tumblr media
Sebuah Pertemuan
Setiap pertemuan melepaskan pisah pada pertemuan yang ke selanjutnya. Setiap pisah meninggalkan cerita pada temu yang ke sekian. Kita, adalah manusia yang selalu memiliki perulangan dan memulainya dari titik yang sama, pertemuan. Jhoni mencoba bertahan ketika mendengar ucapan itu yang ia temukan dari dalam sepucuk surat yang jatuhnya entah dari mana.
***
Malam itu, di langit, sedikit lagi bulan sempurna. Di luar jendela, pada kaca itu ada basah yang diam-diam sedang merayap. Jhoni tahu ada seorang perempuan di dalam sana, di sebuah kamar tepat di bawah sempurnanya bulan. Jhoni mengetahui itu meskipun ia sendiri tak pernah bertemu dan bertamu dengan perempuan itu di dalam kamar yang sedang ia duga.
Malam semakin sempurna. Bulan seakan tak ingin beranjak. Diam-diam, Jhoni menyaksikan dari jauh ketika ada adegan yang dipantulkan cahaya bulan pada dinding kamar. Seorang perempuan dengan rambut terurai. Jhoni sekali lagi menduga bahwa mata perempuan itu sedang beradu dengan sempurnanya bulan. Sempurnanya terlihat pada bayangan di dinding kamar perempuan itu.
Semakin lama, kaki Jhoni mengantarkan Jhoni tepat di bawah jendela kamar itu. Jhoni tak dapat menjagkau bayang pantulan itu. Namun, Jhoni tahu dan kenal aroma tubuh perempuan itu. Parfum apa yang digunakan saat sedang berpergian. Condisioner apa yang digunakan untuk rambut sehingga terurai rapi. Deterjen apa yang digunakan saat mencuci segala kenangan dalam rupa debu jalanan. Pewangi apa yang digunakan sesaat sebelum menjemur pakaian yang dikenakannya. Jhoni kenal akan semua aroma tersebut.
Dugaan Jhoni benar. Jhoni yakin dan bahkan sangat. Ini adalah kamar si perempuan itu. Perempuan yang pernah Jhoni jumpai pada sebuah acara syukuran seorang konglomerat di nengeri ini. Jhoni adalah seorang pelayan pada saat acara tersebut berlangsung dan perempuan itu adalah anak seorang sahabat konglomerat yang juga punya status istimewa di negeri ini. Pandangan pertama saat jumpa ketika tak sengaja perempuan itu mengambil minuman yang disiapkan Jhoni untuk seseorang yang telah memesannya. Dengan seenaknya, perempuan itu mengambil tanpa meminta. Hanya kedipan mata, Jhoni luluh. Ada rembulan pada matamu, gumam Jhoni dalam hati. Perempuan itu berlalu.
Perjumpaan sepintas itu membuat Jhoni tak sabar untuk mendapatkan perjumpaan selanjutnya. Di akhir acara, tangan Jhoni tiba-tiba menjabat tangan perempuan itu. Perempuan itu tersenyum. Tampak susunan gigi yang rapi dan putih. Bibir yang lembut. Jhoni melepaskan genggaman itu. Dan Jhoni mendapatkan kartu nama.
Malam ini, di bawah bulan yang sempurna dan bukan lagi di dalam gedung mewah yang sedang dipenuhi tamu-tamu undangan berjas dan berduit serta kelap-kelip lampu kekinian. Dan, perutnya besar-besar. Di negeri ini, kalau orang yang memiliki badan begitu, mereka sudah bisa disebut orang berduit. Hal ini banyak ditemukan di kota-kota besar di negeri ini. Cerita seperti ini, sering Jhoni dengar dari mulut-mulut orang-orang kecil di negeri ini.
Jhoni tak sulit membuka jendela kamar. Jhoni lolos dari alat pencium anjing penjaga dan satpam yang sudah lelap dalam tidur. Perempuan itu tak kaget ketika melihat ada bayangan lain yang terpantul dari dinding kamar. Perempuan itu kenal akan sosok tersebut. Karena Jhoni masih mengenakan parfum yang sama. Perempuan itu terus berdiri menghadap dinding, membelakangi Jhoni. Pelahan, Jhoni mendekatkan diri pada perempuan yang berubah jadi patung. Kaki Jhoni bergerak sangat lambat. Seperti sedang memainkan tempo dalam sebuah teater.
Tiba-tiba, perempuan itu melangkah maju mengikuti ayunan kaki Jhoni yang kedua. Sudah sejalan, pikir Jhoni. Perempuan itu tak menghindar. Tinggal selangkah lagi, langkah perempuan itu akan berhenti pada tembok yang sedang menyaksikan adegan yang dilakukan Jhoni dan perempuan itu. Perempuan itu membalikkan badan serempak. Jhoni tak kaget. Perempuan itu melemparkan senyum yang jauh ke dalam mata Jhoni. Senyuman yang membawa Jhoni kembali teringat pada pertemuan pertama. Yang hadir saat itu juga adalah senyuman si ayah dari perempuan itu.
Jhoni tak peduli akan senyuman lain selain senyuman perempuan yang ada di hadapannya saat ini. Jhoni mendekatkan diri pada perempuan itu. Ruang gerak terbatas di bawah remang lampu dan bulan yang mulai redup. Bibir Jhoni kini telah sampai pada tepi telinga permpuan itu. “Apakah masih ingat diriku?” Jhoni berbisik lirih. Perempuan itu diam saja. “Apakah dirimu pernah menduga bahwa akan terjadi seperti ini?” Jhoni bertanya kian lembut. Perempuan itu masih saja diam. Degup jantungnya memompa tak seperti biasanya. Semakin cepat dan sangat cepat. Ada gairah yang timbul dari dalam.
Jhoni melingkari tangan seutuhnya pada leher perempuan itu. Jhoni semakin kenal akan segala aroma pada tubuh perempuan itu. Perempuan itu terus diam dan tak memberikan perlawanan ataupun merespon pertanyaan Jhoni. Perempuan itu seperti burung dalam sangkar. Yang hanya bisa berkicau untuk dirinya sendiri. Jhoni merasakan degup jatung perempuan itu mulai seirama dengan degup jantungnya. Dadanya merasakan ada sesuatu yang lain yang timbul dari dada permpuan itu. Kegairahan yang makin kuat. “Aku sudah menang. Aku berhasil menguasainya,” pikir Jhoni sambil tersenyum. Perempuan yang sedang dalam pelukan Jhoni terus saja diam. Jhoni mendaratkan bibirnya pada kening, lalu ke pipi, dan sampailah pada bibir perempuan itu. Jhoni merasakan kelembutan dan kehangatan yang datang dari bibir perempuan itu.
Pada saat bersamaan, Jhoni berusaha mencari jalan agar lidahnya bisa mencakupi lidah permpuan itu, tiba-tiba perempuan itu melawan dan berkata pelahan, “beraninya dirimu seperti ini atas diriku?” Jhoni semakin agresif dan tak membiarkan ruang untuk perempuan itu lolos dari pelukannya. Jhoni terus berusaha dan usaha perempuan itu sia-sia. “Apakah dirimu akan bahagia atas tubuh ini?” tanya perempuan itu pada Jhoni. Jhoni merasa semakin berhasil untuk menguasai perempuan itu.
Tangannya tak lagi di leher. Tangan Jhoni melingkari tubuh perempuan itu. Jhoni merasakan sesuatu yang mengeras pada dada perempuan itu. Jhoni merasakan sensasi yang tak biasa. Tanganya tak tenang. Pikiranya menjalar pada isi di dalam balutan piami perempuan yang ada di hadapannya. Inilah saatnya. Saat yang tepat untuk tuntaskan segala ingin. Tangan Jhoni merobek piami itu dengan kasar. Terdapat basah pada punggung perempuan itu. Jhoni menyaksikan sesuatu yang benar-benar ... .
Tiba-tiba, Jhoni terbangun dari tidurnya. “Mimpi itu datang lagi!” gumam Jhoni penuh ketakutan. Seluruh tubuhnya basah. Anak-anak keringat seperti sungai yang mengalir jauh. Jhoni masih tak percaya akan mimpinya itu. “Mengapa harus perempuan itu?”
Jhoni melihat jam yang diletakan di atas meja tepat di samping ranjangnya. Ternyata masih jam 03:00. Jam yang nyaman untuk bermimpi. Jhoni ingin melanjutkan tidur namun ketakutan masih menguasai isi kepalanya. Jhoni takut untuk memimpikan perempuan itu lagi. “Apakah aku yang memimpikannya atau perempuan itu yang tak bosan-bosannya mendatangi diriku?” Mengapa tidak menjadi sebuah kenyataan?” Jhoni hanya bisa berimajinasi dengan pertanyaan-pertanyaannya sendiri yang bisa saja jadi pernyataan.
Maumere, 2019
Fian N/ @mata_kata
4 notes · View notes
pemungut-kata · 4 years
Text
Tumblr media
Kita berusaha membunuh sepi dengan kesibukan kesibukan yang tak pasti. Menghadiahkan diri dengan tak pernah alpa untuk mencari lalu menemukan jejak yang pernah ada lalu tiada. Seperti daun daun berubah ubah setiap musimnya tiba. Semua terus berotasi tanpa permisi. Kita sadari bahwa semua telah terjadi dengan sendiri.
Kita menyesalinya? Mungkin iya tetapi sesaat saja. Setelah itu, kembali seperti biasa ke dalam rutinitas yang itu itu saja. Ataukah kita terlalu baper dengan sesuatu yang sebenarnya kita tak tahu pasti?
Kita hanya bisa bertanya meskipun banyak orang mengatakan bahwa pertanyaan adalah sebuah usaha untuk mendewasakan diri dalam menemukan.
@fian_031295 #catatanfian #fotografia #tulisan #apasaja #cerita #lepas #ntthits #ntt #matapena #mata_kata #fiksi
6 notes · View notes
pemungut-kata · 4 years
Text
Tumblr media
2 notes · View notes
pemungut-kata · 5 years
Text
Untuk Kita
Yang sering mengagumi senja, tolong jangan sampai berlebihan apalagi kelewatan. Lewat dari yang tak pernah kita tahu sebabnya.
Untuk kita, mari bangun percaya dengan sederhana dan tanpa yang wah. Kita lukiskan ini pada ruang ruang hati kita agar terus diisi dengan segala tulus yang kian penuh.
Untuk kita, saling jatuh cinta berulang adalah sebuah usaha menolak bosan. Maka, marilah kita tumbuh dalam rumah penuh hangat dan kerinduan.
Mbay, 2019
(Bingung dengan apa yang mau ditulis. Hasilnya seperti di atas)
3 notes · View notes
pemungut-kata · 5 years
Text
Tumblr media
Apa yang akan Anda lakukan dalam situasi seperti ini? Jangan jawab untuk saya.
2 notes · View notes
pemungut-kata · 5 years
Text
Tumblr media
Jalan pulang yang panjang dan butuh waktu cukup lama adalah jalan pulang menuju diri sendiri. Sebab, Saya dan Anda akan menemukan lelah dan bosan di tengah perjalanan itu.
Atau, Anda tidak pernah mengalaminya?
Fian N
3 notes · View notes
pemungut-kata · 5 years
Text
Selalu Saja
Saya selalu gunakan aku dan kau dalam setiap cerita yang saya tulis. Entah mengapa saya selalu begitu. Saya seperti tidak percaya akan tabiat buruk ini selain menikmati saja. Kau merasa nyaman atau? Ah, saya mungkin terlalu berlebihan menulis tentang kita yang bukan untuk nanti. Sebenarnya apa ini? Ya, sudahlah buat saja dan nikmati saja selagi nikmat itu tak dilarang. Bukankah demikian? Atau saya terlalu sibuk dengan kesibukan kita yang kau sendiri tak pernah menyibukkan akan hal itu? Ini pertanyaan yang serentak membuat saya tak mampu melakukan apa apa.
Bagaimana bisa terjadi seperti ini dan selalu aku dan kau?
Fian N
4 notes · View notes
pemungut-kata · 5 years
Text
Seperti Yang Kau Inginkan
Di sini, aku berteman sepi. Di sudut-sudut malam yang kian asing untuk dihuni seorang diri. Aku tak mengerti dengan semua ini. Sebab kau masih saja menyimpan ragu untuk sekadar bertemu. Aku bingung. Semua semakin aneh. Apa yang kau inginkan?
Selain rindu, kau tak ingin aku pergi dengan yang lain meski hanya sekadar menemani. Sebab, aku tahu, semua rumah memang tak selamanya untuk dihuni jika ada yang tak beres pada rumah itu. Kau terlalu berprasangka buruk tentangku dan orang-orang yang selalu bersamaku. Semua semakin aneh. Apa yang kau inginkan?
Kau tak ingin menemuiku. Aku tak tahu keadaanmu sekarang sebab kau melarangku untuk berkabar walau hanya menanyakan keadaan. "Tolong, jangan kirimkan pesan atau menelepon sebelum aku yang duluan mengabarimu. " Semua semakin aneh. Apa yang kau inginkan?
Aku menukar kabar dengan teman baikmu. Dia datang menemuiku. Aku sangat senang akan hal itu. Dia lebih cantik dan sudah lebih pintar dari yang pernah kukenal dulu. Dia sangat dewasa dalam bertutur dan sangat sederhana tapi masih terlihat elegan. Dia memberiku senyum. Aku menerima senyumnya dengan penuh terima kasih. Semua semakin aneh. Apa yang kau inginkan?
Kau masih belum berkabar. Dia, teman lamaku, terus mengunjungiku tanpa kuminta. Aku semakin yakin bahwa dia datang pada saat yang tepat. Tapi, aku tak menaruh harapan lebih selain saling menemani untuk menyingkap sepi yang datang menghampiri. Semua semakin aneh. Apa yang kau inginkan?
Tiba-tiba kau berkabar. "Apa kabar? Kamu baik-baik saja, kan? " Ya, aku baik-baik saja. "Apakah selama ini kau menunggu kabar dariku?" Ya, aku sedang menunggu kabar darimu. "Apakah kau marah?" Semua semakin aneh. Apa yang kau inginkan?
Dia, temanku datang menemuiku. Kali ini terlihat benar pada matanya. Dia tampak lebih bahagia dari hari kemarin. "Apakah dirimu baik-baik saja?" Seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja. "Ini, kuberikan undangan untukmu." Semua semakin aneh. Apa yang kau inginkan?
Aku menerima pesan darimu. "Besok ke rumah, ya. Aku tunggu kedatanganmu." Setelah membaca pesan itu, aku memilih tidur. Di kepalaku tak ada yang aneh. Semua tampak baik-baik saja. "Apa yang akan dia siapkan untukku besok?" Semua semakin aneh. Apa yang kau inginkan?
Besok telah tiba. Aku harus menghadiri resepsi pernikahan dia, temanku dulu. Dan, pada waktu yang bersamaan, aku harus ke rumah yang sudah lama kurindukan. Semua semakin aneh. Apa yang kau inginkan?
Aku baik-baik saja. Dia memelukku di depan pasangan hidupnya. Aku tak mengapa. Aku tertawa dan memberinya selamat dan pulang. Aku pun berpikir cepat bahwa masih ada satu undangan yang belum ku hadiri, dia, teman lamaku. Ah, semua semakin aneh. Apa yang kau inginkan?
Aku melihat dia berdiri di depan pintu. Aku bawaan juga undangan yang dulu dia berikan padaku. Aku tak sempat membuka undangan itu dan melihat siapa lekaki yang ada di sampingnya. Dari jauh, di depan pintu halaman rumah, aku melihat semua orang melihat ke arahku. Aku bingung. Semua semakin aneh. Aku juga melihat perempuan yang tadi memelukku juga ada di sini.
Kubuka undangan itu, ternyata di dalam tak ada fotoku tetapi tertulis namaku dan nama dia yang adalah teman lamaku. Semua semakin aneh. Apa yang kau inginkan?
Semua menghampiriku dengan sebuah ucapan selamat penuh keanehan. Semua semakin aneh. Apa yang kau inginkan?
Ternyata semua seperti sebuah undangan kematian. Tak pernah ada foto seperti praweding. Semua serba tiba-tiba dan sendirian.
Ende, 2019
Ket Gambar: Pixabay
Tumblr media
Fian N, lelaki dengan beribu kegaduhan yang ada dalam dada.
2 notes · View notes
pemungut-kata · 5 years
Text
Tumblr media
Ketika Semua Tak ada Di Sini: Hanya ada Kita Berdua
Silakan masuk. Sebentar aku akan menyusulmu ke dalam. Aku melihat situasi di sekitar rumah. Ada pohon yang mulai kekeringan. Bunga yang kian layu dan banyak kotoran kambing di bawah kolong rumah.
Dia masuk ke dalam rumah. Aku menyaksikan dirinya ketika membuka pintu. Di menanggalkan sandalnya. Tapi, buru-buru aku berkata padanya, bawakan juga sandalmu ke dalam rumah. Jangan sampai ada yang datang dan melihat model sandalmu itu. Mungkin ada yang kenal. Aku tak ingin ada orang lain yang mengetahui keberadaanmu selain diriku dan Tuhan yang kata mereka itu sedang sembunyi dari atas dan melihat kita dengan matanya yang besar. Kau menuruti apa yang aku katakan. Kau menutup kembali pintu itu tanpa suara.
Mataku mulai melihat-lihat keadaan di sekitar rumah. Mulai dari halaman belakang, ada lubang sampah yang tak lagi digunakan. Dan sumur tua yang kini tinggal katrol yang malas memainkan dirinya. Dia akan berbunyi ketika ditiup angin. Daun-daun beringin di sekitarnya terlihat berserakan. Daun-daun bambu kuning itu tampak bersenda gurau dengan kicauan burung dan gesekan antara batang bambu itu membuat gigiku terasa ngilu. Di belakang, aku menemukan masa lalu yang bertebaran di mana-mana. Tak ada lagi pohon jambu. Pohon mangga yang sering kupanjat setelah pulang sekolah, kini tak ada. Pohon nangka, pohon kopi, dan pohon lirik, kini tak ada lagi. Toilet, tersisa rangka saja.
Setelah dari belakang, aku ke halaman depan. Tak ada yang baru di halaman depan selain tanaman kesukaan ibu, pohon pepaya yang kini tak lagi bisa berbuah. Pohon jeruk sudah mengering sejak dua minggu yang lalu sebelum kedatanganku. Pagar rumah yang terbuat dari bonsai kini sudah disulap jadi pagar besi yang mulai karatan.
Semua itu sama dengan yang ada di samping kiri dan kanan rumah. Tak ada yang lama. Semua serba baru dengan segala sesuatu yang membuatku malu bercerita bahwa aku pernah tumbuh di tempat ini tetapi tidak ada sesuatu yang tertinggal atau jejak yang menunjukkan bahwa aku pernah di sini.
Setelah melihat-lihat di sekitar rumah. Aku masuk ke dalam rumah dan menyusul dia yang sudah lama menunggu kedatanganku. Di kamar tamu, aku tak menemukan dirinya. Mencari di kamar, semua tak ada. Di lantai dua, hanya ada jemuran yang sedang dimainkan angin. Dapur adalah salah satu tempat pencarian terakhirku. Belum sempat semua badanku berada di pintu dapur, aku melihat sebuah penampakan masa kecilku. Aku melihat dia sedang memasak dan mengenakan baju yang dikenakan ibu dulu. Aku melihat ibu, ibu yang sedang tekun mengiris bumbu, memotong sayur, dan sedang menyiapkan kasih sayang untuk diriku.
Aku melangkah mundur. Mencari pegangan, lalu duduk sejenak. Aku berharap ibu tak datang di saat seperti ini. Aku belum siap menerima kepergian ibu. Bukannya aku tak ingin ibu hadir di sini. Aku coba melupakan ibu dan berusaha kuat di hadapan dia. Aku tak ingin dia melihatku sedih dan tampak rapuh.
Ada apa denganmu? Tiba-tiba dia bertanya. Aku kaget bukan main. Tapi aku pura-pura bersikap biasa. Tidak ada apa-apa. Aku baik-baik saja. Aku hanya merasa lelah. Dia kembali ke dapur. Aku mencium aroma bumbu dapur yang dulu pernah diracik ibu. Diam-diam, dia melihat ekspresiku.
Kau sedang teringat akan sesuatu? Dia bertanya lagi. Aku yakin ini suara ibu. Iya, aku ingat akan ibu. Dia langsung memelukku. Erat-erat. Kamu tak perlu takut. Ibu tidak benar-benar pergi meninggalkanmu. Ibu ada di hatimu. Ah, dia menguatkanku.
Semuanya sudah masak. Silakan makan. Dia mempersilakan aku makan masakannya. Dia tersenyum. Aku puas. Ini masakan ibu. Apakah ibu pernah mengajarkanmu? Tapi dirimu tak mengenal ibuku selain dari foto itu, kan? Jariku menuntun dia ke dinding pada sebuah foto yang adalah ibuku.
Dia tak menjawab. Di kembali memeluk diriku. Aku tak kuasa menahan tangis. Tangisku pecah pada pundaknya. Aku lelaki yang terlalu rapuh di hadapan perempuan, seperti di hadapan dia saat ini. Kau lelaki, tak boleh menangis. Dia meyakinkanku.
Tiba-tiba, pintu rumah berbunyi tiga kali ketukan. Ada tamu, bisikku pada dia. Aku ke kamar mandi. Mencuci muka. Dan sekembalinya dari kamar mandi, aku kaget, aku tak menemukan lagi dia. Pintu terbuka dan tak ada siapa-siapa di sana.
Ende, 2019.
Ket: Gambar Pixabay
Fian N, lelaki dengan seribu kegaduhan di dada
3 notes · View notes
pemungut-kata · 5 years
Text
Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti, jika aku tak ada di sini, kuharap kau akan baik-baik saja dan terbiasa tanpa diriku. Aku bukan sedang berharap untuk segera pergi dan meninggalkanmu tetapi aku sedang berjaga-jaga bila waktu itu datang tiba-tiba, setidaknya dirimu telah mempersiapkan dengan baik.
Pada suatu hari nanti, aku hanya bisa berdoa agar yang pernah menjadi bagian dalam hidupku, kelak akan kekal selamanya dalam keabadian. Apa pun cerita dan kisah yang pernah dilalui.
Pada suatu hari nanti, jika aku mencintaimu lebih dari yang tak pernah kau tahu, jujur aku akan sangat berterima akan semuanya itu. Aku akan berterima kepada masa lalumu. Aku akan berterima pada sang waktu yang telah dan dengan beraninya mempertemukan kita.
Pada suatu hari nanti, kau adalah amin yang selalu kusemogakan dalam aman. Napasku selalu penuh dengan namamu. Nama yang berasal dari masa lalu. Entah mengapa aku bisa jatuh cita padamu dengan tiba-tiba.
Pada suatu hari nanti, jika kau dan aku telah menjadi kita, aku akan mengulang apa yang telah kukatakan pada awal tulisan ini. Aku hanya ingin meyakinkanmu bahwa aku mencintaimu. Oleh karena itu, aku selalu mendoakan kebaikan dan keutuhan kita.
Pada suatu hari nanti, mari kita rayakan kebahagiaan bersama pada sebuah altar yang penuh dengan doa-doa.
Fian N, lelaki dengan seribu kegaduhan di dalam dada. 2019
8 notes · View notes