Tumgik
ruang-bising · 20 days
Text
Tumblr media
7 notes · View notes
ruang-bising · 3 months
Text
Deactivated Instagram
Tumblr media
3 notes · View notes
ruang-bising · 3 months
Text
meminjam kata deris dan izin kutambahkan,
bila bukan sebabmu, mana mungkin aku bisa sefasih ini mengenal sunyi, rindu, dan malam?
77 notes · View notes
ruang-bising · 4 months
Text
"Kau Membawa Lebih Dari Sepotongnya, puan..."
Tumblr media
Bu, maaf jika bujangmu ini lebih jarang pulang kerumah dibanding dulu yang seminggu sekali menengokmu ke rumah, maaf juga tatkala kembali ke rumah tidak bisa terlalu banyak mendengar keluh-kesahmu. Diam yang kutunjukkan, berekspresi pun seadanya.
Bu, cerita tentang mimpi-mimpi besarku juga tak bisa kau dengar sementara dulu, terpaksa harus terjeda...
Aku sudah bilang kan bu, aku akan kembali berkelana setelah memutuskan resign dari pekerjaanku? Minggu lalu aku di baduy dalam, hari ini aku berada di pedalaman gunung kidul, di pinggir pantai selatan yang tak bernama, sendiri. kugunakan separuh tabunganku untuk menghilang tanpa khawatir ada yang mencariku, berjalan tanpa tujuan demi menemukan tujuan, berpindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa rencana. Apa itu rencana?
Kau tau bu? Seseorang yang menjadi penyebabku berkelana sejauh ini pernah berkata, "Aku hidup untuk hari ini dan besok saja." Terdengar klise namun sepertinya bagus untuk kujalani seperti itu. Setelah kecewa dengan rencanaku, kubiarkan diri ini berjalan mengikuti rencana Tuhan yang entah bagaimana.
Bu, memang benar katamu, ada beberapa orang di hidup kita; yang ketika ia pergi, ia juga membawa sepotong hati kita.
Seseorang datang bu, kau kenal, dia adalah yang paling banyak kutulis di catatan harianku, yang paling bangga pula kuceritakan padamu. Dia adalah pertimbangan dalam setiap keputusan dan rencanaku. Ah, khayalanku sudah sejauh itu, bu. Tapi sayang bu, dia tidak bisa hidup dalam rencanaku, hidupnya sudah terpatri pada rencana keluarganya. Bagi mereka, orang sepertiku tak ada dalam rancangan untuk putri/saudari tercintanya itu.
Bu, terkadang hidup memang sialan, aku dipaksa harus menjadi orang baik, tak boleh marah dan harus selalu sabar. Hal itu pula yang membuat dunia semena-mena terhadap kita, bu.
diriku, 'bak pasar malam, dunia datang dan pergi mencari hiburan, wahana usai aku kembali sendirian, dengan sepi dan sisa kubangan tanah becek serta lumpur di badan.
Bu, badai kali ini kencang sekali, hanya gigil ringkih yang kau dengar jika sekarang aku kembali kepadamu, remuk jiwaku, tulangku sedang tidak membara.
Lagi-lagi memang benar katamu, ada beberapa orang di hidup kita; yang ketika ia pergi, ia juga membawa sepotong hati kita....
140 notes · View notes
ruang-bising · 4 months
Text
"Tidak Semua Buku Yang Kamu Baca Harus Kamu Selesaikan."
Tumblr media
Isma'ul Ahmad pernah menuliskan di dalam bukunya,
"Tidak semua buku yang kamu baca harus kamu selesaikan"
Jika kamu tak lagi mampu menikmati alurnya, tak lagi bergairah melanjutkan jalan ceritanya, dan justru membuatmu semakin bingung memahaminya, tak apa berhenti saja. tidak semua buku yang kamu baca harus kamu selesaikan.
seperti Ia yang sedihnya tertulis 'bahagia' yang tangisnya tertulis 'tawa' dan yang diamnya selalu saja menghadirkan tanda tanya Adalah kata rahasia yang membingungkan, yang selalu kamu paksa untuk kamu pahami.
sesekali kamu harus menerima, bahwa di dunia ini, memang ada hal-hal yang tidak bisa dan tidak harus dimengerti seperti 'Alif Lam Mim'. Sekeras apapun kamu memahami maknanya, barangkali kamu hanya akan menemukan tafsir terbaik yang kebenarannya masih bisa dipertanyakan.
boleh jadi, pilihan terbaik adalah menutup buku itu dan memasrahkan segala jawaban pada-Nya, lalu mengatakan kalimat ini di dalam hati:
"Ia adalah buku yang tak pernah selesai kubaca, tapi akan senantiasa kusimpan. buku yang setiap halamannya mengandung misteri dan setiap katanya menyimpan tanda-tanya. Aku tak akan membukanya kembali sampai aku mulai memahami bahwa tidak harus kata-kata yang menjelaskan tetapi cukup oleh satu anggukan kecil dan sebuah senyuman."
147 notes · View notes
ruang-bising · 4 months
Text
Dunia di luar TUMBLR
Dear niken.
Dunia di luar tumblr jelas ugal-ugalan.Jika di tumblr kita menulis dengan syahdu nan sendu, kerumitan kita susun dalam alun kata yang merdu, di luar sini rasanya dunia bergerak lebih cepat. Lebih balapan dengan semua hal. Semua orang merasa akan tertinggal, entah oleh apa. Dunia di sini seolah terlalu heboh untuk yang berpikir bahwa setiap orang menjalani ‘novel’nya sendiri. Barangkali aku terbiasa di sini bertahun-tahun. Hidup-menulis-hidup-menulis. Hingga setahun terakhir kemarin rasanya aku baru mulai belajar ‘hidup’ di dunia di luar tumblr. :) Rasanya harus tetap hidup setiap saat agar tepat waktu, entah untuk apa.
15 notes · View notes
ruang-bising · 4 months
Text
Tumblr media
"Tempat hatimu berlabuh"
“Jakarta dengan gedung pencakar langitnya, Bandung dengan Sepanjang Jalan Braganya, Jogja dengan Malioboronya, kau ingin sekali kesana bukan?” pertanyaan yang memang nyatanya begitu dari sosok lelaki persis di sebelah wanita berkacamata yang tampak murung.
Belum sempat wanita tersebut menjawab, dan memang sepertinya tak butuh jawaban, lelaki tersebut kembali dengan celotehnya,
“Bali dengan pantai pantai pandawanya, Semeru Dengan Ranukumbolonya, lombok dengan gili trawangannya serta Segara Anaknya Rinjani, atau Banda Neira dengan latar gunung apinya, itu tempat di negeri kita yang wajib kita kunjungi sebelum kita mati, bukan?”
“ya..” jawab sang wanita dengan ekspresi yang berganti sedikit kagum dengan lelaki di sebelahnya.
Lelaki tersebut melanjutkan,
“pergilah ke tempat dimana kamu merasa berharga, dan pulanglah ke tempat dimana hatimu berada, keduanya merupakan tempat dimana kamu di terima tanpa syarat. Hingga kamu tersadar bahwa “penerimaan” merupakan hal yang paling kamu rindu sekaligus kamu butuhkan dalam hidup. Karena yang Kamu rindu adalah sosokmu yang hilang dulu, ---‘seorang pencerita dalam dirimu’ agar aksara yang rumit di kepalamu itu kembali terdengar dalam bentuk suara. Sedangkan yang kamu butuhkan adalah seseorang dengan tatapan teduh serta berkaca-kaca yang selalu menantikan ‘pulangmu’, antusias mendengar keluh tentang peluhmu, membersamai mimpi yang sedang kamu rajut, memahami prinsip yang kamu pegang...”
Lelaki tersebut berhenti sejenak membetulkan rambut yang sedari tadi diterpa angin pantai salah satu pulau terkenal di kepulauan seribu, kemudian melanjutkan kalimatnya,
“....oleh karena itu, Bagiku Pulang dan Pergi bukan tentang tempat, tetapi wadah untuk dirimu, untuk hatimu...”
Dengan tatapan nanar, wanita itu berkata,
“maukah kamu menjadi wadah ‘pergi’ dan ‘pulang’ku?”
21 notes · View notes
ruang-bising · 4 months
Text
(apostrof.id)
Tumblr media
[Amin yang sama, Doa yang berbeda]
Barangkali, kita mengangkat tangan yang sama, pada Tuhan yang sama, dengan kekhusyukan yang sama, diakhiri Amin yang sama, tapi dengan doa yang berbeda.
Aku selalu saja meletakkan kebahagiaan sebagai sesuatu yang ada di depan. sehingga harapan dan pandangan mata terus saja kutuju hingga ke ujung masa depan. isi doaku Hanya seperti orang serakah yang tidak pernah puas: Ingin ini, ingin itu, banyak sekali. selalu ada saja yang kurang dan tak pernah habis. sedang kamu selalu berhasil menutup doa di penghujung malam dengan segenap kecukupan dan rasa syukur.
melihatku yang terus saja mengangkat tangan dan tak sedetikpun berhenti kamu menegurku dan berkata, "jika pandanganmu terus-menerus ke depan bisakah kamu bahagia? jika tidak pernah berhenti sejenak untuk melihat saat ini Bisakah kamu bahagia? jangan-jangan kebahagiaan itu memang tidak pernah ada---- di masa depan?"
mendengar itu, aku tersentak, lalu tertunduk.
53 notes · View notes
ruang-bising · 4 months
Text
kamu tau cita citaku terbaru?
mengeluarkanmu dari belenggu kebebasan itu.
Dan ada harga mahal yang harus dibayar untuk suatu kebebasan kamu
14 notes · View notes
ruang-bising · 5 months
Text
Tumblr media
Jika tidak ada lagi orang yang mau menjadi guru,
Selamat hari guru,
dari kami yang 24 jam digugu dan ditiru,
katanya.
.
"Mau jadi apa kamu saat besar nanti? "Celoteh guru muda dengan penuh semangat serta mata yang berbinar-binar.
“Pengusaha..”
“Programer..”
“Masinis...”
“Dokter...” jawaban beragam dari seisi kelas.
Tetiba guru muda tersebut terdiam, dia adalah lulusan terbaik pada almamater sekolahnya dulu, dan hari ini berakhir menjadi pembina santri, guru, atau disebut sebagai musyrif di salah satu pesantren ternama di kota ini. ada sesuatu yang mengambil alih pikirannya. Kenapa diantara banyaknya jawaban mereka, tak ada satupun yang menginginkan menjadi guru? Pikirnya. Hinakah profesi ini? hinakah bekerja, membersamai santri 24 jam, membuat raport, mengajar dengan over jobdesk, mengingatkan santri nilai-nilai budi pekerti, mendidiknya agar lebih dekat kepada tuhannya, menerima setoran hafalan setiap hari?
hinakah menjadi seseorang yang membangunkan santri di sepertiga malam, Membersamai puasa, mengantar ke dokter tatkala sakit, membelikan bubur, mengajar dari sebelum matahari muncul bahkan sampai matahari terpendam di pelukan nabastala, bahkan dengan gaji yang mungkin jauh dari nilai “UMR” perbulan, hinakah?
Selamat hari guru,
kata presiden.
Sementara itu,
di pelosok sana, seorang guru tua, sedang kehabisan bumbu dapur,
“maaf ya de, mas belum bisa bawa uang banyak hari ini” ucap guru tua tersebut, yang bahkan gajinya cair 3 bulan sekali, jika dihitung satu gajinya pun tak mampu membeli 5 bungkus sampoerna mild.
“gapapa mas, kita masih bisa rebus singkong malam ini, yang penting kan perut terisi,” ucap sang istri menenangkan dengan welas asih.
Selamat hari guru,
kata remaja tanggung di lini masanya, dengan foto berbagai macam buket bunganya.
sementara di pelosok sana, guru tua pun sedang mendorong roda dua mogoknya, karena setiap hari lewati jalan curam tanpa aspal, konon motor butut tersebut pemberian dari walimurid atas keikhlasan jasanya 15 tahun mengabdi, alias 15 tahun menaiki sepeda tua susuri lembah demi mendidik anak negeri, terlihat di mata guru tua tersebut secuil harapan, semoga satu diantara muridnya, ada yang berani menampakkan tapak kakinya di depan bangsat bangsat parlemen.
Selamat hari guru,
“guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, takkan kami lupakan jasa kalian” caption beberapa petinggi negara ini, dan ini yang paling lucu.
Di bagian mana mereka mengenang jasa guru, sementara mereka lebih memilih mengalokasikan dana negeri ini untuk pencitraan berkedok pembangunan? Mereka lebih memilih mensubsidi orang dengan pantopel, dasi, jas, agar menaiki MRT dan LRT setiap hari yang bahkan pedagang asongan, kuli bangunan tak pernah sekalipun berpikir untuk menaikinya. Sementara di pelosok sana sekolah-sekolah dengan atap yang hampir roboh sedang membutuhkan donasi ketimbang subsidi, “aksimu lebih berarti, ketimbang harapanmu pada petinggi negeri, riskan” celoteh guru tua.
Selamat hari guru,
ujar paslon presiden kali ini dengan segenap janji tai kucingnya,
Lupa mereka, bahwa yang pertama kali harus dibenahi ialah pendidikan.
Imajinasi guru muda tersebut buyar, setelah salah seorang santri menyeletuk,
“ustadz, cita-citanya jadi apa?”
“jadi guru.” Jawabnya. Walau batin guru muda tersebut berkata bahwa tak sepatutnya ia berhenti ditempat ini hanya karena salary-nya lebih terjamin, dibandingkan di lembaga lain. Menjadi tua dan bodoh adalah hal yang paling ditakutkan dia. Ia ingin mencoba peruntungan di tempat lain, ada banyak impian yang mesti dibiayai.
Sementara itu kalian sedang membaca tulisan ini, dan berpikir bahwa si guru muda bukanlah seorang guru, karena bernada tak ikhlas, mengungkit-ngungkit. BEGITULAH nasib guru di negeri ini, sekali mereka menuntut sesuatu, maka mereka akan dicap seolah penjahat negeri ini, diberi label “dasar tidak ikhlas” sedih sekali.
Selamat hari guru,
Kata mereka,
katamu,
Matamu.
20 notes · View notes
ruang-bising · 7 months
Text
Sepenggal Tulisan Bising Diri Sendiri [ Bag. 2]
***
Bising, bising sekali omongan orang lain tentang keluargaku. Aku sudah bias, mana peduli mana yang hanya gosip. Ayah yang menafkahi kami dengan harta yang haram, ibu yang jarang dirumah, kami yang tercabik-cabik nama baiknya. Aku malu sekali. Aku hanya bisa berdo'a semoga suatu saat nanti mereka diberi hidayah oleh Tuhan.
Saat aku Kelas 3 SMA, Ayah jatuh sakit, parah sekali. Habis fasilitas yang kami punya, mulai dari rumah, transportasi, alat komunikasi. Mobilitas hidup kami benar benar hancur. Mungkin ini cara Tuhan membersihkan dosa masa lampau keluarga ini. Kakakku mengungsi di rumah kerabat, dekat dengan kampusnya. Aku terpaksa diasuh oleh yayasan tempatku bersekolah, aku yang setiap hari mencicipi masakan yang entah seperti apa rasanya. Tapi bagiku itu lebih enak kebanding memakan harta haram ayah.
Hampir setahun ayah sakit, akhirnya menemukan titik terang. Apa ayah bertaubat dari pekerjaannya? Tidak. Dan aku terpaksa masih betah diasuh yayasan lagi.
Satu bulan kemudian, pandemi menyerang. Itu tidak berpengaruh terhadap pekerjaan ayah. Aku berjanji tidak ingin lagi memakan harta haram. Aku kembali bertahan di asrama yang berukuran 3x5 m ini. Aku menghidupi mimpi-mimpiku sendiri sejak tahun itu. Masa kejayaan orang tua yang telah habis, kata orang. Aku menarik diri dari keramaian satu tahun itu, lebih dari puasa sosmed yang anak muda sekarang katakan. Aku harus segera menuntaskan perjuangan ini, hingga lulus bersekolah. Aku mengajar di surau seberang sekolah dan berdagang untuk sampingan.
"Nanti kalau udah lulus SMA, langsung kerja!!! Bales budi orang tua!!!" Ujar salah satu bibi dari ayah saat lebaran. Berat sekali bertemu keluarga besar ayah yang berpikiran kolot, dan setolol itu. seolah anak lahir, diasuh kedua orang tua berarti sama dengan berhutang. Bukankah itu kewajiban orang tua membesarkan anak? siapa pula yang menginginkan dilahirkan? "nasib tersial adalah dilahirkan" celoteh filsuf yunani seolah memenuhi kepalaku.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana.
Aku bisa saja mengambil beasiswa prestasi di perkuliahan, berkat sertifikat lomba yang sering kujuarai. tapi reguler, yang berarti akan hidup dengan harta haram keluargaku lagi. Dan itu juga berarti aku harus hidup berdesakkan di kontrakkan petak, karena rumah ludes terjual. Akhirnya aku memilih jalan dengan mencoba berbagai beasiswa keagamaan, dan berakhir di asuh oleh salah satu yayasan pesantren terkemuka di kota ini. Seratus persen!!! Tentunya setelah mengikuti panjangnya seleksi. Persetan! Aku hanya ingin keluar dari lingkaran iblis ini.
Sesekali ibu menelponku dan ingin mengirimiku uang, tapi aku tak pernah mau lagi.
Berat sekali rasanya, kamu bisa membayangkan?
Memasuki tahun ke dua menjadi santri yayasan, Ayah mendapat hidayah, berhenti dari pekerjaannya, do'aku terkabul, terimakasih Tuhan. Ia berdagang, Ibu masih bergelut menjadi ART semenjak badai melanda keluarga kami. Pembersihan dosa, ujarku dalam hati.
Tahun kedua merupakan tahun terberatku di tempat ini, tuntutan dari yayasan semakin banyak, maklum, beasiswa seratus persen. "Kalian harus bener belajar di sini, setoran 2 lembar perhari, hadist juga, kitab pun jangan terlewat. Makanan yang hari ini kalian makan ga gratis, donatur, UMMAT yang membiayai kalian! Malu kalian kalau makan tapi gasampe target!!!" Bentak salah seorang ustadz kami. Semenjak itulah lidahku mati rasa memakan makanan yang di sungguhkan di sana.
Ajaib, aku berhasil lulus lebih cepat dari kalender pendidikan. Berbagai target di sana telah kucapai. Alhamdulillah. Aku bisa pulang ke rumah. Aku berjanji tidak ingin pulang sebelum pendidikan selesai di sana. Sisanya hanya persiapan mengabdi.
Liburan semester 4 dari total 6 semester, aku kembali ke rumah. Aku tersenyum melihat kontrakkan petakan. Tak apa, ujarku, Aku ikhlas, Tuhan. Kebanding menempati harta haram yang mendarah daging di setiap sudut tembok. Satu hal yang baru kusadari, ibu jarang di rumah, Terlibat hutang selepas badai keluarga kami.
Ayah? yang ayah lakukan hanyalah duduk di teras, tatkala di rumah, lebih sering makan dan tidur di rumah saudaranya yang kolot dan bodoh itu. aku dan kakakku (yang satu tahun kedepan akan menikah) terpaksa berkecimpung melunasi hutang mereka. kami menyisihkan uang dari keringat kami sendiri. Adikku? Adik kecilku bahkan masih kelas 2 SMP, ia masih terlalu lugu untuk memahami kondisi keluarga kami, yang ada dipikirannya mungkin masih bermain dan mencari jati diri.
Akhir semester 6, hutang mereka habis dan lunas, begitu pula tabunganku dan tabungan menikah kakak. Kakakku terpaksa menikah sederhana. habis sudah dream wedding dia, "gapapa, yang penting halal dulu." Ujarnya. Ya Tuhan, aku melihat wajah paling ikhlas di wajah kakakku. Bahkan aku menangis saat menuliskan ini.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana.
Saat ini aku sudah bisa menabung diam-diam, aku ingin melanjutkan sekolah, aku juga ingin mempersiapkan masa depan. Tidak banyak, tapi aku ingin memulai rumah tangga lebih siap nantinya.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana. Aku ingin sekali saja tidur, nyenyak, tenang, tanpa memikirkan apa yang akan datang, hari esok, tuntutan. Tanpa memikirkan keluargaku yang begitu berkecamuk. Aku ingin sekali beranjak. Meninggalkan semua ini. Keluarga... yang membuat hidupku segetir seperti ini.
Kamu bisa bayangkan? Kontrakkan ini, tepatnya keluarga ini, bising sekali, sehingga aku tidak bisa mendengar diriku sendiri.
Aku hanya perlu terus berlayar, mengembara, jika besok pun kalian tidak lagi mendengar kabarku, mungkin aku tersesat di samudera atau di suatu pulau, atau bisa juga kapalku karam, sebab perjalanan ini kususuri sendiri.
*****
Satu jam aku menceritakan detail kejadian menyakitkan itu kepada seseorang yang kupanggil "umi". Pandanganku kosong, aku ingin menangis tapi tak memiliki tenaga. Sudah terkuras, aku tak memiliki kalimat sedih untuk menggambarkan itu semua.
Tiba tiba pelukan menghantamku. Umi memelukku sembari terharu.
"De, kamu sekarang udah umi anggap anak umi. Jangan pernah ngerasa sendiri ya de. Umi bangga sama kamu, kamu hebat."
Tangisku baru pecah. Saat aku menyadari bahwa ada orang lain, bukan dari keluargaku, yang memiliki sebongkah hati sehangat itu. Aku tak lagi mampu menahan hebatnya kesedihanku. Aku tak mampu lagi membohongi perasaan sedihku. Aku menangis. Aku benar-benar merasa ditemani. Kebisingan ini sedikit mereda. Penerimaan. Kepercayaan diri yang lama hilang seolah hadir kembali. Kekhawatiranku, mereda. Aku menangis. Aku merasa lemah ketika menangis, tapi bolehkah aku menangis kali ini saja? Karena besok aku harus kembali berjuang untuk mimpi-mimpi, aku harus kembali berlayar, aku tak boleh berhenti sekarang.
42 notes · View notes
ruang-bising · 7 months
Text
Sepenggal Tulisan Bising Diri Sendiri [ Bag. 1]
Sore itu aku pulang ke asrama dengan perasaan yang campur aduk. Sembari menaiki motor tua. kubiarkan hujan membasahi tubuhku sepanjang jalan Margonda kearah Juanda. Kecepatan yang normal tapi seolah membawa tatapanku ke depan. Ketakutan, kekhawatiran, penolakan. Kata ibuku, aib adalah hal yang mesti ditutupi, cukup tersimpan rapih di hati. Apalagi aib tentang keluarga. Kata hatiku, aku harus menjelaskan segala hal, agar jawaban yang kuterima telah melewati pertimbangan yang rasional.
Sejak bertemu kembali dengannya beberapa bulan yang lalu, hidupku berubah drastis. Aku yang merasakan, mungkin dia tidak. Aku tak menyangka jika membangun kembali hubungan dengannya membawaku sejauh ini diintervensi oleh keluarganya. Tak apa, justru aku senang, aku akan belajar mencintainya, sepaket dengan seluruh kehidupannya; masa lalunya, keluarganya, mencintai secara penuh. Namun apakah mungkin ia bisa menerima seutuhnya diriku? Masa lalu, keluargaku, dan kegetiran lain dalam hidupku?
Hari ini genap satu minggu aku memikirkan itu. Aku bisa menerima dia, keseluruhan tetapi tetap bertumbuh bersama. Aku akan bercerita, ketika kelak aku sudah yakin bahwa seseorang itu memang pantas menjadi pendamping hidupku kelak. Dan yang pertama kali kuhubungi ialah ibunya.
"Mi..." (aku memanggilnya umi) aku mengawali pesan whatsapp.
"Iya, de.." jawabnya.
"Aku sudah siap jelasin ke umi, besok.. bisa?"
"InsyaAllah bisa de..."
Aku tidak peduli dengan keelokan paras, keturunan, ataupun kemegahan harta. Aku hanya mengkhawatirkan penerimaannya. Aku berusaha memutar kembali ingatan tentang dia. Di lorong-lorong kelas, gunung, air terjun, cafe, tempat makan, selasar toko buku, jalanan kota bersama rinai hujan, pelosok desa, kenangan berupa jingganya langit, semuanya terasa berkesan. Bagiku. entah bagaimana baginya. Ingatan tersebut membuatku sedikit tenang.
Tak ada yang boleh kututup-tutupin darinya. Aku ingin memulai kehidupan yang baru. Aku ingin menyelesaikan beban berat yang selama ini kupikul. Aku ingin ditemani dengan dia yang bisa menerimaku seutuhnya. Dengan kejujuran. kejujuran itu langsung kuutarakan kepada ibunya, walau resiko terbesar saat itu ialah mundur dari medan juang. Tak apa. Penerimaan itu tidak bisa dipaksakan. Aku hanya ingin pulang, tapi entah ke mana. Aku hanya ingin berada di tempat dimana ada kehangatan hati dan penerimaan.
Aku berusaha tampil sebaik mungkin hari itu, seolah tidak ada beban yang kupikul, berat sekali rasanya mengingat detail kejadian masa lalu. Di taman pinggir kota, di selasar panjang yang berhadapan langsung dengan sungai terbesar kota ini menjadi saksi energiku terkuras mengutarakan latar belakang serta kejadian di masa lampau.
"Keadaanku tidak sempurna, begitupun keluargaku. Berantakan. Dissfungsional family. Aku benci keadaanku. Aku ingin membangun keluarga yang baru, yang hangat, yang menjadi sebenar-benarnya tempat pulang. Waktu umi memintaku untuk bercerita, itu merupakan hal yang aku inginkan sekaligus yang kutakutkan." Kalimat pembuka, yang di susul dengan panjangnya kegelapan-kegelapan.
(Berlanjut.......)
25 notes · View notes
ruang-bising · 9 months
Text
Tumblr media
Neurotik.
tulisan ini dibuat saat sedang,
sedang melewati pemukiman bunga kamboja,
sedang melihat pemandangan mengharukan,
Pemuda yang sedang menangis;
Mengais pengabulan do'a dari Sang Tuhan,
Menangis, menziarahi, melantunkan bacaan tahlil di depan kuburan.
Sedang Pohon Kamboja lagi-lagi ditinggal bunganya.
Siapa yang sedang Kehilangan?
Kehilangan?
Hehe, tulisan ini juga ditulis saat sedang merasa kehilangan,
kehilangan kewarasan diri.
Nikotin dipaksa kerja rodi oleh sang pemuda saat neurotik mendobrak dobrak segel depresi.
Syukurlah nikotin menjadi pemenangnya. Dan tulisan ini pun di buat saat sedang,
Sedang mengingatmu, mengenalmu kembali, mengeja rasa yang tak bernama.
Sedang matahari saat ini juga sedang kembali ke peraduannya. Sedang pemuda tadi berujar sembari menangis, "takdir jahat"
"dunia yang jahat" ujarmu kala itu diingatanku.
"takdir selalu yang terbaik" ujar Tuhan.
"Sedang menuju kebaikan" tafsirku.
Sedang cinta pemuda itu habis di satu perempuan itu,
sisanya ia hanya melanjutkan hidup.
30 notes · View notes
ruang-bising · 10 months
Text
Tumblr media Tumblr media
"Seutuhnya, Seluruhnya."
Aku adalah orang asing yang tidak sengaja datang ke ceritamu, dalam sub-bab datang dan pergi mungkin.
Oleh karena itu, dengan peranku yang cukup singkat ini, aku ingin melakukan hal-hal sederhana yang dapat mendatangkan kebaikan untukmu.
Aku adalah orang asing, sebutlah aku pujangga bising. Berkelana kesana-kemari, demi mendapat validasi dari kepala sendiri. beruntungnya kamu dicintai seorang pujangga, kata mereka. "Sebab bersama atau tidak nantinya kedepan, kau akan terus hidup di dalam aksaranya."
tadinya, kupikir, berteman dengan kesendirian adalah hal yang menyenangkan. Aku takut ketika sosok itu datang. lebih tepatnya aku terlalu fokus mencari yang tepat. Padahal, mungkin, bisa saja yang tepat hanyalah tokoh fiksi di novel maupun film.
Diantara pengelanaan yang melelahkan, kutemukan keberanian diriku yang dulu, aku mengakuinya lagi. Setelah takdir memainkan peran antagonisnya, merenggut semua hal tentangmu. Belakangan, baru kusadari, ternyata semua kembali di waktu yang tepat. Dan waktu yang tepat adalah kumpulan dari pilihan dan takdir yang bersamaan. Tidak seratus persen kerja alam. Dan aku merasa kalau aku mencintai orang baik sepertimu.
Kamu adalah sosok yang mengantarkanku kepada banyak kebaikan. Mungkin itulah alasanku tetap mencintaimu. aku dibuat sadar olehmu kalau mencintai adalah proses yang amat panjang dan melelahkan, tapi ketika kita mencintai dengan benar, kita bisa menemukan diri kita sendiri, sebab itulah aku menjadi lebih mencintai diri sendiri.
Kamu juga sosok yang membuatku bangga sekaligus insecure dengan diri sendiri. Apa aku cukup baik? Apa aku pantas? Apakah Aku tidak membebanimu? Apa aku sosok yang mudah dicintai olehmu? Apa fungsiku di hidupmu? Dan banyak pertanyaan lain yang justru pada ujungnya adalah usahaku menjadi sosok yang lebih baik. Terlalu banyak hal yang membuatmu spesial, dan pantas untuk aku cintai.
jika kamu bertanya "lebih memilih dicintai atau mencintai?" Jelas aku akan memilih 'mencintai', mencintai segala hal tentangmu, mencintai tingkah lucumu. mencintai caramu hidup. mencintai selera makanmu yang aneh. mencintai caramu menggunakan tissue. mencintai caramu berpikir kritis. mencintai hidung mancungmu. dan mencintai semua hal yang takkan habis jika kutuliskan. Meskipun aku bisa saja memaksa diriku menulis tentangmu, sampai kelak salah satu patah antara hati dan jari.
Kelak, jika nanti ada waktu, marilah kita duduk di selasar panjang toko buku terbesar di kota kita. Akan kugunakan waktuku yang sedikit ini untuk mencintaimu satu-satunya, kucintai kamu dengan segala dan segilanya. Aku ingin melihatmu sehat dan baik-baik saja sembari memanggil namamu yang indah itu.
Kelak, jika nanti ada waktu, akan kugunakan peranku yang sebentar ini untuk menyayangimu satu-satunya. Aku akan membawamu ke tempat-tempat indah yang kuketahui, aku akan bercerita untukmu; tentang mengapa senja hanya sebentar, tentang mengapa hujan tidak merata di kota kita, tentang janji-janji politikus negeri para bedebah, atau tentang rahasia Tuhan yang kupelajari.
Kelak, jikapun pada akhirnya ternyata waktuku sedikit saja, izinkan aku melihatmu sekali lagi. Memeluk dan menatap matamu sepanjang hari. izinkan aku mengambil lebih banyak gambarmu. izinkan aku melihatmu dengan rasa yang sama utuhnya sesaat setelah kuputuskan akan mencintaimu pertama kali, saat aku menyadari dan mensyukuri keberadaanmu di bumi ini. Sebab karena itulah kau akan hidup lebih lama dalam ingatanku di waktuku yang sebentar ini.
Izinkan aku mencintaimu,
sebentar,
sedikit,
seremeh, dunia.
Seutuh-utuhnya.
61 notes · View notes
ruang-bising · 1 year
Text
Mah, Gadismu.
Tumblr media Tumblr media
Sebelumnya, aku mewanti-wanti agar tidak berharap terlalu besar pada tulisan ini, senyum sendiri, tertawa sendiri, Tidak. Tulisan ini bukan untukmu, melainkan untuk kaum 'ibu-ibu', khususnya 'ibu-mu'.
Bu, eh, mungkin lebih baik kuganti dengan ejaan "Mamah" ijin ya, bu!, Saya berharap suatu saat bisa memanggilmu dengan panggilan itu juga, Bu.
Mah, saya bingung harus memulai untaian ini dari mana, jika ada penyambung topik antara kita, maka mungkin saya akan memulainya dari ucapan terimakasih karena telah melahirkan gadis 'bak titisan senja, yang parasnya membuat saya selalu teringat.
Mah, meski tulisan saya tak segagah Chairul Anwar, tak seromantis Sapardi, atau sehumoris Joko Pinurbo, tapi yakinlah Mah, tulisan ini saya buat dengan berusaha untuk menjiwai setiap katanya untukmu, Mah.
‌Mah, saya ini sedang mengagumi seorang gadis, yang tak lain adalah gadismu. Saya ini pemalu, Mah. eh, penakut, lebih tepatnya. Bahkan untuk membuat gadismu tahu perasaan ini pun membutuhkan waktu yang lama, Mah. Biarkan saya mencintai dia dengan caraku, Mah. Melalui harapan di rinainya hujan, atau untaian ramah dan tabah antara adzan dan Iqamah, atau pula disela-sela kesunyian kelam sepertiga malam.
Mah, se-penakut itulah saya dulu, sebelum memutuskan untuk menyelami lebih dalam kehidupan gadis Mamah, yang semoga nanti menjadi pendamping hidup saya. Aamiin. Mungkin jika dalam hidup ini saya dan dia memiliki muasal yang berbeda, semoga muara kita nanti akan bersama, berjuang bersama menyelami dan mencari mutiara kehidupan ini.
Mah, meskipun saya mencintainya dengan tulus, tetapi tak perlu khawatir, ataupun merasa tersaingi sebab, saya tahu, cintamu tak sebanding jika diimbangi cinta saya padanya. Karena bohong sekali jika saya berkata bahwa sayalah yang paling mencintainya di dunia ini. Sementara engkau tak henti-hentinya berkorban untuk gadis ini.
Mah, gadismu adalah perempuan hebat. Darinya saya belajar banyak hal. Tentang kejujuran hidup di jaman yang semakin hipokrit ini, tentang bagaimana menjadi manusia seutuhnya, bagaimana menutup telinga saat seisi dunia membicarakan kita, bagaimana berdamai dengan kehidupan. Dan yang paling penting Mah, gadismu juga sering mengingatkan saya tentang hal-hal mikro yang biasanya luput dari perhatian kita. seperti kecintaannya pada kucing; merawat dan bermain dengan kucing, hal-hal kecil tentang kebersihan pun ia ajarkan; kebiasaan mengelap sendok dan garpu dengan tissue sebelum makan, aku curiga, gadismu lebih menyukai tissue ketimbang saya...hehe..tapi dibalik semuanya, aku sangat kagum tentang hal itu.
Banyak yang ia ajarkan Mah, mulai dari cara memakai sumpit, cara memakai sun screen, memilih sabun muka, ah... Bila bukan sebab gadismu, mana mungkin saya bisa sefasih ini mengenal rindu, senja, dan skincare?
Mungkin terkesan berlebihan tapi itu adalah penemuan terhebat dalam hidupku baru-baru ini Mah, hehe.
Gadismu terkadang amat cerewet dan mudah cemas, Mah..Ia juga terkadang lucu, aneh dan menyebalkan. mungkin jika ada perkumpulan membahas tentang hal menyebalkan di poros seluruh galaksi, aku yakin bahwa aku akan mendominasi pembicaraaan tersebut, aku akan menyampaikan bahwa betapa menyebalkannya gadismu saat ia sering sekali lupa kenangan-kenangan yang pernah kami lalui...Hehe... tapi tidak apa, Mah...tugasku adalah mengingatkannya. Dan salah satu hal yang lucu dan kusuka ialah saat ia begitu cemas memastikan kalau aku sudah sampai dirumah atau belum; sesaat setelah kita bersua.
Ah, mungkin memiliki seseorang yang cerewet tatkala memastikan keberadaan kita sudah sampai di rumah atau belum adalah salah satu kebutuhan psikis manusia, modern ini.
Begitulah Mah, kelucuan dan kecerewetan gadismu, Mah. Tapi percayalah Mah, saya akan tetap menyayanginya dengan segala keanehannya.
Mah, saya bukanlah laki-laki spesial, biasa saja. jika bertemu anak Mamah, baju yang saya pakai itu-itu saja. Bahkan jika nanti akan mengajaknya makan, tempatnya pun jarang berganti-ganti. Tidak seperti kaum Borjuis yang berkelana keseluruh restoran mahal metropolitan. Saya hanyalah lelaki biasa, yang sering pula membuatnya kesal pagi dan malam. Yang seketika membuatnya badmood meski hari sedang cerah-cerahnya. Yang sering membuatnya tersiksa menahan rindu tatkala saya jauh darinya. (yang ini mungkin saya ke-pede-an)
Mah, gadismu juga sering berkeluh-kesah tentang hari-harinya, tentang kucing, tetangga, makanan, dosen brengsek, organisasi dan tugas kampus. Aku juga meminta maaf Mah, terkadang mengajak gadismu yang sedikit lucu ini untuk memakan jajanan pinggiran; telor gulung, makanan pedas, dll. tanpa sepengetahuan Mamah.
Saya juga kagum padanya, betapa bergairahnya dirinya saat mengejar kesuksesannya, terlebih dalam segi akademiknya, Mah. Gadismu tumbuh menjadi perempuan yang tangguh dan cerdas. Gadismu ini langka Mah, dia tetap memegang prinsipnya, dia hidup tanpa kepura-puraan dunia maya.
Seperti itulah tingkahnya sehari-hari, tapi yakinlah Mah, saya akan selalu bersedia mendengarkan keluh-kesahnya yang terkesan itu-itu saja, memahami egonya, mengerti kesibukannya, mendukung hal-hal untuk kebaikan dia.
Mah, saya berharap, suatu saat saya bisa benar-benar bisa memanggil Mamah dengan panggilan ini, "Mamah", mengikat janji suci berdua dengan gadismu yang disaksikan langsung ratusan pasang mata yang hadir, mengimaminya sholat, membimbing tilawahnya, mengurus kucing-kucingnya. Dan tenang saja Mah, kalian akan tetap ada di tempat yang paling istimewa dihatinya, kalian takkan kehilangan cintanya pada kalian sebab saya. Sebab cinta tak pernah merantai, melainkan memberi sayap.
Salam hangat dari saya, Mah
Salam untuk Gadis-mu yang lucu itu.
Mungkin dia sedang marah dan tersenyum sendiri setelah membaca tulisan ini. Karena saya akan hilang dari peradaban beberapa saat lagi.
62 notes · View notes
ruang-bising · 1 year
Text
"Sepenggal Tulisan Tentang Kamu, dan Hal-Hal Yang Tak Pernah Selesai."
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Kamu tahu, apa yang membedakanmu dari yang lain?
Karena kamu "masih memiliki rasa malu", dan satu hal lagi, kamu sangat suka membaca. Tanyalah pada seluruh sudut gramedia, pada mesin pencarinya, atau pada selasar panjang nya, mungkin kamu akan menjadi pengunjung yang amat mereka rindukan, serta nanti-nantikan.  Tanpa kamu sadari, bakteri baik tentang suka membaca tersebut telah berkembang pesat di dalam diriku.
Di ribuan kilometer darimu, perpustakaan kota ini menjadi saksi bisu; kebiasaan baikmu itu menular amat radikal, kulahap segala buku; novel, filsafat, tauhid, fiqh, sastra, nahwu- shorof, dan kawan lainnya. Meskipun banyak melahap buku tersebut, membacamu adalah hal yang paling rumit, pekerjaan yang mungkin takkan bisa kukerjakan dengan sederhana, takkan mungkin bisa kurumuskan secara rinci, tak ada gelar profesional. Dirimu berhias metafora, puan
Matamu yang sejuk, ternyata hutan yang amat rimbun. ucapanmu yang pereda agar segala kenang menjadi terang, ternyata adalah bungkam laut yang amat kelam, perangaimu yang begitu tulus, ternyata menyimpan resah yang kau panjatkan saban malam. Dirimu yang setenang awan kapas, ternyata cumulonimbus yang tak dirindukan pengembara. Membacamu adalah perjalanan panjang. meski begitu, membacamu adalah kata kerja yang selalu kuulang dengan sukacita; Meskipun belum berhasil kujamah ribuan halaman lainnya.
Membacamu samanya mendistraksi mengejaku, sesulit membacamu temunya. Seumpama hutan rimbun yang menyimpan ganasnya, ataupun laut yang menyimpan gemuruhnya, sementara aku hanyalah anak kecil riang walau kadang gamang,  pembangkang walau kadang takut tak temu pulang.
Disini, di ketinggian ini,  ditempat dimana aku bisa bersenandika. Wajahmu seolah muncul di tepian horison, di segaris jingga ketinggian. Hey, apa kabarmu disana? Bagaimana perjalanan membacamu? Buku apa yang sekarang sedang kau pegang? Atau novel manalagi yang sekarang amat kau damba? Bagaimana keadaan kota kita? Gedung pencakar langitnya? Jalan utamanya yang menjanjikan macet disetiap sorenya? Baliho-baliho janji bulus tikus kantornya? Toko buku terbesar kota sekaligus langganan kita?
Wajahmu kian nyata. Tak se-maya awan dibawah sini.
Mengejaku, seumpama sesulit membacamu, puan. Cerita yang tak pernah seorang bahkan diriku sendiri tahu bagaimana epilognya. Mengejaku serumit memahami filsafat ataupun memilah harokat dan kosakata dalam nahwu shorof. Atau jangan-jangan se-membosankan teologi atau semenegangkan tauhid. Meski begitu, Puan... jika ada satu saja hal di dunia yang boleh kupinta darimu. Jika engkau bersedia, maukah kamu membaca buku membosankan ini, Puan? Ia mungkin tak se-seru novel thriller, atau dunia paralel kesukaanmu, tak selengkap kamus ataupun ensiklopedia. Namun perlu kau tahu... Aku Nyata, Puan. Ceritaku adalah perjuanganku, hidupku adalah gambaran bahwa dunia tak selalu serta merta menjadi apa yang kita bayangkan. Aku bukanlah tokoh yang sengaja ditulis dengan kesempurnaan tanpa cela, aku bisa menjadi berbagai cuaca; hujan, panas, dingin. Berbagai peran antagonis, protagonis bahkan aku bisa saja hanya menjadi pemeran tambahan.
Jadi, maukah kamu menjadi pembaca, atau pengeja-----atau juga barangkali pelengkap di buku hidupku ini, puan?
- sepenggal aksara ini mulai ditulis di ribuan kilometer darimu. Selesai tepat di sampingmu.
34 notes · View notes
ruang-bising · 2 years
Text
"Sepenggal Tulisan Patah Hati"
Tumblr media
Hari ini adalah salah satu bagian dari ratusan hari yang di dalamnya aku mengharapkanmu. Di pelupuk matamu aku jauh terjatuh, tak pernah sekalipun kamu menangkapku secara utuh. meskipun pelupuk netraku beserta korneanya tak pernah gagal untuk mengenalimu teduh, namun ia tak cukup pandai untuk merekayasa realitanya bahwa yang terlihat adalah aku hanyalah pilihan. Bukan tujuan. Mungkin kamu sesekali harus belajar untuk berhenti bilang bahwa akulah yang kau pilih. kamu harus tahu, Aku tidak mau menjadi kesayanganmu, aku ingin menjadi satu-satunya. Kamu pula juga harus mengetahui bahwa menyayangimu bukanlah pilihan, itu keputusan. Hati bukan untuk dipilih, kan?
Ketika kini aku telah terlampau mencintaimu, dalam perjalanan ini aku menyadari bahwa menuju hatimu tidak hanya memiliki satu jalur, dengan segala rintangannya, melainkan beragam; dengan berbagai iklim perasaan dan percabangannya. Ah, barangkali hatimu serupa gunung; puncaknya seperti dekat yang tak terjangkau, teraih tapi tak tergenggam. aku bukanlah salah satu penjelajahnya, Dan aku mesti rela.  Sialnya, dirimbunnya hatimu, di tengah-tengah belantaranya aku tersesat, lebih dalam aku tersesat.
Hari ini adalah salah satu bagian dari ratusan hari yang di dalamnya aku tak pernah alpa memaklumimu, yang datang sebab terluka dan kecewa, kemudian sering pergi karena bosan untuk dijaga. Semudah itulah aku dihadapanmu. Segila itu pula aku dalam memaklumimu. Aku tak pernah memiliki hati seluas ini, selapang ini, secandu ini soal memaafkan, menerima, dan mencintai. Dengan hati seluas ini, aku ingin sekali membaginya padamu, yang kehilangan banyak ruang dalam hati sebab seseorang terlalu banyak kau ijinkan masuk.
Di sebuah ruang sunyi, yang terbalut warna-warni kesepian dan kehilangan; sisa perjuangan bertepuk sebelah tangan, air mata demi air mata berjatuhan, sementara rindu demi rindu berlarian. Terlihat seseorang mengangkat pena berteman aksara, ia mulai memberi jiwa pada setiap kosakatanya, begini tulisannya:
“ Hari ini adalah salah satu bagian dari ratusan hari aku memaklumimu, pada pertukaran rasa yang tak seimbang, pada keputusanmu yang selalu berujung bimbang, pada sakit hatiku yang kembali siap untuk kujelang, pada maafmu yang selalu berulang. biar kuputuskan sekarang.
Tidak selamanya aku tidak bisa mengatakan tidak. Tidak selamanya pula cinta menang melawan luka. Untuk hidupku, meski susah, biarlah aku belajar untuk berbalik arah. Ini bukan awal dan akhir, bukan pula tentang memulai dan mengakhiri, lebih dari itu yaitu tentang menjalani, memutuskan, dan mendewasa dalam kosakata ‘pilihan’.
Hari ini adalah salah satu bagian dari lembaran hidupku, yang dimana aku mulai belajar untuk memutuskan labuhan selanjutnya hidupku. Sekarang untuk hidupku aku tak lagi menjadikanmu sebagai pertimbangan.”
38 notes · View notes